A. PASUNG
Pemasungan
penderita gangguan jiwa adalah tindakan masyarakat terhadap penderita gangguan
jiwa (biasanya yang berat) dengan cara dikurung, dirantai kakinya dimasukan
kedalam balok kayu dan lain-lain sehingga kebebasannya menjadi hilang. Pasung
merupakan salah satu perlakuan yang merampas kebebasan dan kesempatan mereka
untuk mendapat perawatan yang memadai dan sekaligus juga mengabaikan martabat
mereka sebagai manusia. Pengekangan fisik terhadap individu dengan gangguan
jiwa mempunyai riwayat yang panjang dan memilukan.
B. ETIOLOGI
Ketidaktahuan
pihak keluarga, rasa malu pihak keluarga, penyakit yang tidak kunjung sembuh,
tidak adanya biaya pengobatan, dan tindakan keluaga untuk mengamankan
lingkungan merupakan penyebab keluarga melakukan pemasungan (Depkes, 2005).
Perawatan
kasus psikiatri dikatakan mahal karena gangguannya bersifat jangka panjang
(Videbeck, 2008). Biaya berobat yang harus ditanggung pasien tidak hanya
meliputi biaya yang langsung berkaitan dengan pelayanan medik seperti harga
obat, jasa konsultasi tetapi juga biaya spesifik lainnya seperti biaya
transportasi ke rumah sakit dan biaya akomodasi lainnya (Djatmiko, 2007).
Alasan keluarga melakukan pemasungan diantaranya :
- Mencegah
klien melakukan tindak kekerasan yang dianggap membahayakan terhadap
dirinya atau orang lain
- Mencegah
klien meninggalkan rumah dan mengganggu orang lain
- Mencegah
klien menyakiti diri seperti bunuh diri
- Ketidaktahuan
serta ketidakmampuan keluarga menangani klien apabila sedang kambuh.
- Faktor kemiskinan
dan rendahnya pendidikan keluarga merupakan salah satu penyebab pasien
gangguan jiwa berat hidup terpasung.
C. PENCEGAHAN
PASUNG
Dalam mencegah
terjadinya pemasungan terhadap orang yang mengalami gangguan jiwa di dalam
kalangan masyarakat, maka pemerintah maupun tenaga kesehatan harus melakukan :
1.
Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE)
2.
Kurasi (penyembuhan) dan rehabilitasi
yang lebih baik
3.
Memanfaatkan sumber dana dari JPS-BK
4.
Penciptaan Therpeutic Community (lingkungan yang mendukung proses
penyembuhan).
5.
Salah satu kasus yang
ditemukan melalui pendekatan CMHN
adalah tindakan pemasungan yang masih kerap dilakukan oleh keluarga klien
dengan gangguan jiwa. Untuk memberantas praktek tersebut, diperlukan
peningkatan kesadaran dan pengetahuan dari keluarga dan masyarakat mengenai
gangguan jiwa tentang cara penanganan yang manusiawi terhadap klien.
Hukum
pasung merupakan metode yang paling "populer" karena ada dimana mana.
Alat pasung pun sangat beragam dari satu tempat ke tempat lain. Umumnya hukuman
pasung dilaksanakan sebagai pengganti penjara. Orang dihukum pasung karena
berbagai sebab, antara lain prostitusi, kriminal biasa, juga sakit jiwa. Di
Amerika Serikat pasung diterapkan sampai awal abad ke- 20, terutama di
pedalaman yang tidak memiliki penjara (Anonim, 2007). Klien gangguan jiwa
merupakan kelompok masyarakat yang rentan mengalami pelanggaran HAM dan
perlakuan tidak adil. Hal ini disebabkan adanya stigma, diskriminasi, pemahaman
yang salah, serta belum adanya peraturan yang benar-benar melindungi mereka.
Kondisi ini diperparah dengan munculnya beragam pandangan keliru atau stereotip
di masyarakat sehingga karena pandangan yang salah ini masyarakat akhirnya
lebih mengolok-olok penderita, menjauhinya, bahkan sampai memasung karena
menganggapnya berbahaya.
D.
FAKTOR
PERILAKU PASUNG
Pemasungan
yang dilakukan keluarga sangat dipengaruhi oleh perilaku keluarga yang
diuraikan menurut teori Green (1980) meliputi predisposing factor, enabling
factor dan reenforcing factor.
1.
Faktor predisposisi (predisposing factor)
Mencakup pengetahuan dan sikap keluarga terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan keluarga terhadap terhadap hal-hal yang
berhubungan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut keluarga, tingkat
pendidikan keluarga dan tingkat sosial ekonomi keluarga.
Misalnya tradisi pasung yang dilakukan keluarga
terhadap klien gangguan jiwa di daerah pedesaan dapat dianggap sebagai warisan
dari nenek moyang. Perlakuan seperti ini dilatarbelakangi oleh pemahaman yang
sangat minim terhadap gangguan jiwa. Ditambah lagi dengan rendahnya tingkat
pendidikan dan tingkat sosial ekonomi keluarga yang secara tidak langsung
sangat mempengaruhi keluarga dalam memperlakukan klien gangguan jiwa.
2.
Faktor pemungkin (enabling factor)
Mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi keluarga, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan
seperti Puskesmas, Rumah Sakit Jiwa, ketersediaan psikiater atau perawat jiwa
yang mudah dijangkau oleh keluarga. Pemasungan biasanya dilakukan oleh
masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pedesaan yang mempunyai jarak cukup
jauh dari sarana pelayanan kesehatan sehingga sulit dijangkau oleh tenaga
kesehatan. Kesulitan dalam mengakses sarana pelayanan kesehatan semakin
menguatkan perilaku keluarga dalam melakukan tindakan negatif terhadap klien
gangguan jiwa seperti pemasungan atau pengurungan untuk mencegah terjadinya
hal-hal yang tidak diinginkan bila sewaktu-waktu klien mengalami kekambuhan.
3.
Faktor penguat (reenforcing factor)
Mencakup sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan
petugas kesehatan serta adanya undangundang dan peraturan pemerintah. Sikap
masyarakat dan lingkungan keluarga sangat berpengaruh terhadap proses
rehabilitasi dan pencegahan kekambuhan klien gangguan jiwa. Pemasungan yang
dilakukan keluarga biasanya juga mendapat dukungan dari masyarakat karena
kurangnya pengetahuan lingkungan tentang gangguan jiwa. Selain itu, diperlukan
juga peraturan pemerintah yang mengatur tentang kemudahan penggunaan fasilitas
kesehatan bagi keluarga dan masyarakat.
Pemasungan merupakan tindakan yang dilakukan
keluarga yang dipengaruhi oleh beberapa hal. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya,
ketiga faktor di atas turut mempengaruhi keluarga dalam melakukan pemasungan. Konsep
keluarga diuraikan melalui beberapa aspek yaitu kemampuan, fungsi, peran, tugas
dan karakteristik keluarga. Semua faktor tersebut mempengaruhi kemampuan
keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa.
E. TERAPI
PADA PASIEN PASUNG
Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan
klien dan merupakan “perawat utama” bagi klien. Oleh karenanya peran keluarga
sangat besar dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan klien di rumah.
Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem maka gangguan yang terjadi pada
salah satu anggota dapat mempengaruhi seluruh sistem, sebaliknya disfungsi
keluarga merupakan salah satu penyebab gangguan pada anggota keluarga.
Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa angka
kekambuhan pada pasien tanpa terapi keluarga sebesar 25 – 50 %, sedangkan angka
kambuh pada pasien yang diberikan terapi keluarga adalah sebesar 5 – 10 %
(Keliat, 2006). Hal ini dapat disebabkan kurangnya dukungan keluarga terhadap
klien sehingga diharapkan dengan meningkatkan dukungan keluarga melalui
intervensi psikoedukasi keluarga dapat mengurangi angka kekambuhan klien yang
secara otomatis akan mengurangi praktek pasung di masyarakat.
Adapun beberapa tindakan terapi yang dapat dilakukan
kepada pasien gangguan jiwa korban
pasung :
1.
Dirawat sampai sembuh di Rumah Sakit
Jiwa, kemudian dilanjutkan dengan rawat jalan.
2.
Untuk menghilangkan praktek pasung yang
masih banyak terjadi di masyarakat perlu adanya kesadaran dari keluarga yang
dapat diintervensi dengan melakukan terapi keluarga. Salah satu terapi keluarga
yang dapat dilakukan adalah psikoedukasi keluarga (Family
Psychoeducation Therapy.).
a. Family psychoeducation terapy
Family
psychoeducation terapy adalah salah satu bentuk terapi
perawatan kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi dan edukasi
melalui komunikasi yang terapeutik. Program psikoedukasi merupakan pendekatan
yang bersifat edukasi dan pragmatis (Stuart & Laraia, 2005). Carson (2000)
menyatakan bahwa psikoedukasi merupakan suatu alat terapi keluarga yang makin
populer sebagai suatu strategi untuk menurunkan faktor–faktor resiko yang
berhubungan dengan perkembangan gejala–gejala perilaku.
b.
Tujuan umum dari Family
Psyhcoeducation
Menurunkan intensitas emosi dalam keluarga sampai
pada tingkatan yang rendah sehingga dapat meningkatkan pencapaian pengetahuan
keluarga tentang penyakit dan mengajarkan keluarga tentang upaya membantu
mereka melindungi keluarganya dengan mengetahui gejala-gejala perilaku serta
mendukung kekuatan keluarga (Stuart & Laraia, 2005).
c.
Manfaat Family Psyhcoeducation
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang penyakit,
mengajarkan tehnik yang dapat membantu keluarga untuk mengetahui gejala–gejala
penyimpangan perilaku, serta peningkatan dukungan bagi anggota keluarga itu
sendiri. Indikasi dari terapi psikoedukasi keluarga adalah anggota keluarga
dengan aspek psikososial dan gangguan jiwa.
Menurut Carson (2000), situasi yang tepat dari
penerapan psikoedukasi keluarga adalah:
1.
Informasi dan latihan tentang area
khusus kehidupan keluarga, seperti latihan keterampilan komunikasi atau latihan
menjadi orang tua yang efektif.
2.
Informasi dan dukungan terhadap kelompok
keluarga khusus stress dan krisis, seperti pada kelompok pendukung keluarga
dengan penyakit Alzheimer
3.
Pencegahan dan peningkatan seperti konseling
pranikah untuk keluarga sebelum terjadinya krisis
Terapi ini juga dapat diberikan kepada
keluarga yang membutuhkan pembelajaran tentang mental, keluarga yang mempunyai
anggota yang sakit mental/ mengalami masalah kesehatan dan keluarga yang ingin
mempertahankan kesehatan mentalnya dengan training/ latihan ketrampilan.
Family psychoeduction dapat
dilakukan di rumah sakit baik rumah sakit umum maupun rumah sakit jiwa dengan
syarat ruangan harus kondusif. Dapat juga dilakukan di rumah keluarga
sendiri. Rumah dapat memberikan informasi kepada tenaga kesehatan tentang bagaimana gaya interaksi yang terjadi
dalam keluarga, nilai–nilai yang dianut dalam keluarga dan bagaimanan pemahaman
keluarga tentang kesehatan.
Selain terapi keluarga, terdapat
beberapa jenis terapi lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
keluarga dan klien di masyarakat yaitu dengan terapi individu, terapi kelompok
dan terapi komunitas. Intervensi tersebut diupayakan melalui penerapan program
kesehatan jiwa komunitas/masyarakat yang efektif yang dalam hal ini dilakukan
melalui penerapan Community Mental Health Nursing (CMHN). Pelayanan CMHN
tersebut diwujudkan melalui beberapa kegiatan, diantaranya kunjungan rumah oleh
perawat CMHN dan Kader Kesehatan Jiwa (KKJ), pendidikan kesehatan, pelayanan
dari Puskesmas (termasuk pemberian psikofarmaka), Terapi Aktivitas Kelompok
(TAK) dan Terapi Rehabilitasi (FIK UI & WHO, 2005).
Adapun intervensi yang dapat diberikan untuk keluarga dengan
gangguan jiwa menurut CMHN (2005) adalah sebagai berikut :
1. Diskusikan
masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
klien
2.
Berikan penjelasan pada keluarga tentang
pengertian, etiologi, tanda dan gejala, dan cara merawat klien dengan diagnosa
keperawatan tertentu (misalnya halusinasi, perilaku kekerasan)
3.
Demonstrasikan cara merawat klien sesuai
jenis gangguan yang dialami
4.
Berikan kesempatan pada keluarga untuk
memperagakan cara merawat klien yang telah diajarkan
5.
Bantu keluarga untuk menyusun rencana kegiatan
di rumah
F.
Intervensi kepada Keluarga dengan Pasung
Secara umum, program komprehensif dalam bekerjasama
dengan keluarga terdiri dari beberapa komponen berikut ini (Marsh, 2000 dalam
Stuart & Laraia, 2005) :
1. Didactic
component, memberikan informasi tentang gangguan jiwa dan
sistem kesehatan jiwa. Pada komponen ini, difokuskan pada peningkatan
pengetahuan bagi anggota keluarga melalui metode pengajaran psikoedukasi.
2.
Skill component,
menawarkan pelatihan cara komunikasi, resolusi konflik, pemecahan masalah,
bertindak asertif, manajemen perilaku, dan manajemen stres. Pada komponen ini,
difokuskan pada penguasaan dan peningkatan keterampilan keluarga dalam merawat
keluarga dengan gangguan jiwa termasuk ketrampilan mengekspresikan perasaan
anggota keluarga sehingga diharapkan dapat mengurangi beban yang dirasakan keluarga
3.
Emotional
component, memberi kesempatan keluarga untuk ventilasi, bertukar pendapat,
dan mengerahkan sumber daya yang dimiliki. Pada komponen ini, difokuskan pada
penguatan emosional anggota keluarga untuk mengurangi stress merawat anggota
keluarga dengan gangguan jiwa. Keluarga dapat saling menceritakan pengalaman
dan perasaannya serta bertukar informasi dengan anggota kelompok yang lain
tentang pengalaman merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa.
4.
Family
process component, berfokus pada koping keluarga dengan gangguan jiwa dan
gejala sisa yang mungkin muncul. Pada komponen ini, difokuskan pada penguatan
koping anggota keluarga dalam menghadapi kemungkinan kekambuhan klien di masa
depan.
5. Social
component, meningkatkan penggunaan jaringan
dukungan formal dan informal. Pada komponen ini, difokuskan pada pemberdayaan
keluarga dan komunitas untuk meningkatkan kerjasama yang berkesinambungan dan
terus menerus.
Kelima komponen di atas sangat tepat diterapkan
sebagai prinsip dasar dalam menjalin kerjasama dengan keluarga dengan gangguan
jiwa karena telah mencakup semua hal yang diperlukan untuk sebuah kolaborasi
antara keluarga klien dengan tenaga kesehatan.
Menurut Stuart dan Laraia (2005), ada dua prinsip
utama dalam terapi keluarga yang membedakannya dari terapi individu atau
kelompok dan terapi-terapi yang lain, yaitu :
1. Keluarga
diartikan sebagai sebuah sistem perilaku dengan berbagai keunikan dibandingkan
dengan karakteristik sejumlah individu anggota keluarga.
2. Diasumsikan
bahwa ada hubungan tertutup antara fungsi keluarga sebagai suatu kumpulan dan
adaptasi emosional dari individu anggota keluarga.
Dalam perkembangannya, terdapat berbagai jenis
terapi keluarga dari berbagai aliran. Meskipun demikian, secara umum tujuan dari
terapi keluarga adalah untuk meningkatkan ketrampilan individu, komunikasi,
perilaku, dan fungsi dari keluarga.
Varcarolis (2006) mengidentifikasi beberapa jenis
terapi keluarga yang berbasis pada insight-oriented family therapy dan
behavioral family therapy. Insight-oriented
family therapy berfokus pada proses unconsciousness (bawah
sadar) yang mempengaruhi hubungan kebersamaan antar anggota keluarga dan
mendorong munculnya insight tentang diri sendiri dan anggota keluarga.
Berikut ini tiga jenis pendekatan terapi keluarga
yang berfokus pada insight-oriented family therapy yaitu :
1. Psychodinamic
Therapy, dikembangkan oleh Ackerman et al dengan dasar
konsep perbaikan/peningkatan insight dalam menyikapi cara pandang
terhadap hubungan masalah yang terjadi di masa lalu
2.
Family-of-origin therapy, dikembangkan
oleh Murray Bowen dengan asumsi bahwa keluarga dipandang sebagai suatu sistem
hubungan emosional. Bowen percaya bahwa keluarga mempunyai pengaruh sangat
besar terhadap hidup seseorang. Setiap kali
G. Dampak dari tindakan Pasung
Salah satu bentuk
pelanggaran hak asasi tersebut adalah masih adanya praktek pasung yang
dilakukan keluarga jika ada salah satu anggota keluarga yang mengidap gangguan
jiwa. Pasung merupakan suatu tindakan memasang sebuah balok kayu pada tangan
dan/atau kaki seseorang, diikat atau dirantai lalu diasingkan pada suatu tempat
tersendiri di dalam rumah ataupun di hutan
1.
Secara tidak sadar keluarga telah
memasung fisik dan hak asasi penderita hingga menambah beban mental dan
penderitaannya.
2.
Tindakan tersebut mengakibatkan orang
yang terpasung tidak dapat menggerakkan anggota badannya dengan bebas sehingga
terjadi atrofi. Tindakan ini sering dilakukan pada seseorang dengan gangguan
jiwa bila orang tersebut dianggap berbahaya bagi lingkungannya atau dirinya
sendiri (Maramis, 2006).
3.
Di beberapa daerah di Indonesia, pasung
masih digunakan sebagai alat untuk menangani klien gangguan jiwa di rumah. Saat
ini, masih banyak klien gangguan jiwa yang didiskriminasikan haknya baik oleh
keluarga maupun masyarakat sekitar melalui pemasungan. Sosialisasi kepada
masyarakat terkait dengan larangan "tradisi" memasung klien gangguan
jiwa berat yang kerap dilakukan penduduk yang berdomisili di pedesaan dan
pedalaman terus berupaya dilakukan antara lain dengan memberdayakan petugas kesehatan
di tengah-tengah masyarakat.
Pemasungan terdapat di seluruh
Indonesia, hanya prevalensinya berbeda-beda di berbagai daerah. Masyarakat
memakai caranya sendiri untuk menangani klien gangguan jiwa yang dianggap
berbahaya bagi masyarakat atau bagi klien itu sendiri. Cara pasung dianggap
oleh masyarakat sebagai suatu cara yang efektif akan tetapi sangat disayangkan
bahwa selanjutnya tidak ada atau hanya sedikit sekali diusahakan pengobatan
dari segi medis dan klien dipasung terus bertahun-tahun lamanya. Usaha untuk
melepaskan klien pasung sampai saat ini masih terbentur pada banyak masalah,
antara lain keuangan dan tempat di rumah sakit serta sikap masyarakat sendiri
(Maramis, 2006). Stigma dan ketidaktahuan yang menjadi penyebab klien gangguan
jiwa banyak berada di tengah masyarakat. Selain itu beban berat juga dipikul oleh
keluarga klien. Anggota keluarga menjadi malu dan ikut dijauhi masyarakat,
bahkan terkadang keluarga juga dipojokkan sebagai penyebab gangguan yang
dialami klien.
DAFTAR
PUSTAKA
Carson, V.B. (2000). Mental Health Nursing: The
nurse-patient journey. (2th ed.).
Philadelphia: W.B. Sauders Company.
Dirjen Pelayanan Medik, DEPKES RI. 2005
diakses pada
tanggal 25 feb 2014 pukul 21:35
Keliat, B.A., (2003). Pemberdayaan Klien dan Keluarga
dalam Perawatan Klien
Skizofrenia dengan Perilaku Kekerasan di
RSJP Bogor. Disertasi. Jakarta. FKM UI.
Maramis, W. F. (2006). Catatan Ilmu Kedokteran .
Surabaya : Airlangga
University Press.
Stuart & Laraia. (2005). Principle and Practice
of Psychiatric Nursing. 8th Edition.
Missouri
: Elsevier Mosby.
Videbeck, Sheila. L.(2008), Buku Ajar Keperawatan
Jiwa. Jakarta : EGC
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat