A.
KONSEP
KESEHATAN KELUARGA
1.
Definisi Kesehatan Keluarga
Kesehatan keluarga digambarkan sebagai sebuah konsep
yang dinamis dan kompleks, yang lebih dipengaruhi dari multidimensi variabel keluarga,
interaksi anggota keluarga, dan konteks budaya daripada pertemuan medis
sekali-kali anggota keluarga (Denham, 2003). Kemudian, ide kesehatan keluarga
menjadi lebih daripada jumlah kesehatan anggota keluarga secara individu dan
tidak dapat diketahui hanya melalui pengkajian (Loveland-Cherry), 1996 dalan
Denham, 2003).
Dalam penelitian keluarga, kesehatan keluarga paling
sering diartikan sebagai fungsi keluarga atau adaptasi keluarga (McCubbin &
Patterson, 1983a), walaupun terdapat variasi dalam cakupan definisi yang luas
ini. WHO (1974) memberikan sebuah definisi yang hampir sama dengan definisi
terakhir ini. WHO menyatakan bahwa kesehatan keluarga “mengandung arti fungsi
keluarga sebagai lembaga sosial primer dalam promosi kesehatan dan kesejahteraan”.
Pengertian kesehatan keluarga juga berbeda-beda, bergantung pada disiplin ilmu
penulis atau perspektif teori yang digunakannya.
Dalam literature tentang tress keluarga , adaptasi
keluarga didefinisikan sebagai ukuran kesehatan keluarga. Hal itu mengacu pada
“ sebuah proses sistem keluarga yang bersinambung, yaitu penggunaan berbagai
strategi koping yang digunakan untuk megatasi stress dan tuntutan yang dihadapi
keluarga”(Lawson, 1996). Dengan menggunakan teori self care (perawatan diri)
Orem, kesehatan keluarga merujuk pada sejauh mana keluarga membantu anggotanya
untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya, dan sejauh mana keluarga memenuhi
fungsi keluarga serta mencapai tugas perkembangan yang sesuai dengan tingkat
perkembangan keluarga.
Kesehatan keluarga adalah kualitas hidup dari
keluarga sebagaimana kualitas tersebut dipengaruhi oleh perspektif holistik
variabel – variabel, seperti nutrisi, stres, lingkungan, rekreasi, olahraga,
tidur, dan seksualitas (Bomar, 1999 dalam Christtensen, 2009, p. 138).
Selain definisi di atas, Loveland Cherry (1989)
dalam Christtensen (2009, p. 138) mengidentifikasi emapat pandangan tentang
kesehatan keluarga yang didasarkan pada model kesehatan individual, yaitu:
a. Klinik
Tidak terdapat terdapat
penyakit fisik, mental, sosial, penyimpangan, atau disfungsi sistem keluarga.
b. Performa
Peran
Kemampuan sistem keluarga untuk
menjalankan fungsi keluarganya secara efektif dan untuk mencapai tugas-tugas
perkemabangan keluarga.
c. Adaptif
Pola-pola interaksi keluarga dengan
lingkungan ditandai oleh adaptasi yang fleksibel dan ekfektif atau kemampuan
untuk berubah dan bertumbuh.
d. Eudaimonistik
Penyediaan sumber–sumber, panduan,
dan dukungan yang berkesinambungan guna merealisasi kesejahteraan dan potensi
maksimum keluarga sepanjang rentang hidup keluarga.
2.
Karakteristik keluarga sehat
Karakteristik keluarga sehat di gambarkan dalam cara
yang beragam oleh beberapa penulis buku terkenal. Bahkan, istilah yang
digunakan oleh para penulis ini untuk menggambarkan keluarga yang sehatpun
beragam. Sebagai contoh, Pratt(1976) menyebut keluarga sehat dengan “keluarga
yang kuat” atau “berfungsi secara optimal”, sementara McCubbin dan rekan (1999)
dan Walsh (1998) menyebut keluarga yang berfungsi dengan baik dengan “keluarga
yang tangguh”. (friedman, Marilyn M, 2010. p 10)
Model
sistem Beavers mungkin merupakan model yang paling dikenal karena memasukkan
skala pengkajian keluarga menurut tingkat kompetensi keluarga dalam 6 area:
a. Struktur
keluarga- kekuatan, persatuan orang tua, dan kedekatan
b. Mitologi
c. Negosiasi
yang diarahkan pada tujuan
d. Otonomi
e. Pengaruh
keluarga
f. Penilaian
menyeluruh terhadap penyyimpangan kesehatan.
Model ini menggabunngkan pengamatan klinik terhadap
keluarga yang menjalani terapi dan lingkungan penelitian selama periode 30
tahun serta memberikan penekanan pada kompetensi keluarga, “seberapa baik
keluarga menjalankan tugas perawatan dan tugas yang semestinya dilakukan dalam
mengatur dan mengelola diri” (Beavers & Hampson, 1993, dalam Friedman,
Marilyn M, 2010).
Di bawah ini adalah sebuah rangkuman deskripsi
Beavers dan Hampson (1993) mengenai
keluarga yang berfungsi secara optimal. Keluarga yang berfungsi secara optimal
ditandai dengan:
a. Menunjukkan
tingkat kemampuan keterampilan negosiasi yang tinggi dalam menghadapi masalahnya
secara terus menerus.
b. Mengungkapkan
berbagai perasaan, kepercayaan, dan perbedaan mereka dengan jelas, terbuka, dan
spontan.
c. Menghargai
perasaan anggotanya
d. Memotivasi
otonomi anggotanya
e. Mengharapkan
anggota keluarga untuk memikul tanggung jawab pribadi terhadap tindakan yang
mereka lakukan.
f. Menunjukkan
prilaku afiliatif (kedekatan dan kehangatan) satu sama lain. Dalam keluarga ini
orang tuan merupakan pemimpin yang nyata dan saling memehartikan. Kepemimpinan
keluarga bersifat setara dan berasal dari pernikahan atau kedua orang tua.
Orang tua membentuk persatuan yang kuat sebagai orang tua dan menunjukkan cara
menghargai dan afeksi atau kedekatan bagi anak-anaknya. Keluarga memperlihatkan
sikap optimis dan merasa nyaman satu sama lain (Beavers & Hampson,1993).
Ditemukan beberapa keterbatasan gambaran Beavers
mengenai keluarga yang kesehatanya optimal. Kritik paling banyak terhadap hal
ini adalah bahwa keluarga yang terlibat dalam observasi ini kebanyakan
merupakan keluarga yang berkulit putih, kelas menengah, dengan 2 orang tua
(Gershwin & Nilsen,1989). Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan
bahwa keluarga yang berasal dari latar belakang sosioekonomi dan budaya yang
beragam, serta keluarga dengan struktur yang berbeda, mungkin tidak “cocok”
dengan gambaran Beavers mengenai sebuah keluarga yang kompeten.
Pratt (1976) serta McCbbin (1993) menekankan
pentingnya interaksi keluarga dengan komunitas dalam memfasilitasi kesehatan
keluarga tingkat tinggi. Menurut McCubbin, Thompson (1998), fungsi keluarga
dibentuk kembali dengan memasukkan sampai sejauh mana keluarga mampu
beradaptasi terhadap lingkup sosial tempat mereka tinggal. Keluarga dianggap
berfungsi dengan baik jika keluarga dapat menyesuaikan diri dengan baik
terhadap budaya dan komunitas umum. Pratt (1976) juga mengatakan bahwa keluarga
yang kuat memilki kontak yang aktif dan beragam dengan berbagai kelompok dan
organisasi lain, yaitu sebagai cara untuk meningkatkan, mendukung, dan memenuhi
minat serta kebutuhan anggota keluarganya.
Goldenberg (2000), seorang ahli terapi keluarga,
menekankan bahwa keluarga yang berfungsi dengan baik mendorong individu yang
ada di dalam keluarga untuk meraih potensi dirinya. Keluarga yang sehat
memberikan kebebasan yang dibutuhkan anggota keluarga untuk mengeksplorasi dan
menemukan jati diri, sementara pada ssaat yang sama memberikan perlindungan dan
keamanan yang mereka butuhkan untuk meraih potensi dirinya.
Sedangkan menurut Curran (1983) dalam Christtensen
(2009, p. 139) ada beberapa sifat dari keluarga sehat, dimana anggotanya:
1. Berkomunikasi
dan mendengarkan.
2. Menguatkan
dan mendukung satu sama lain.
3. Mengajarkan
cara menghormati orang lain.
4. Mengembangkan
rasa percaya dalam keluarga.
5. Mempunyai
rasa bersenang – senang dan humor.
6. Menunjukkan
rasa saling berbagi dan bertanggung jawab.
7. Mengajarkan
tentang benar dan salah.
8. Mempunyai
rada kekeluargaan yang kuat serta terdapat ikatan tradisi dan ritual.
9. Mempunyai
keseimbangan interaksi diantara anggotanya.
10. Mempunyai
inti keagamaan yang sama.
11. Menghargai
privasi satu sama lain.
12. Menghargai
layanan kepada orang lain.
13. Memlihara
jadwal dan percakapan keluarga.
14. Menggunakan
waktu luang bersama.
15. Mengakui
dan mencari bantuan jika menghadapi masalah.
B.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN KELUARGA
1. Konteks
keluarga adalah semua lingkungan dimana setiap anggota keluarga berinteraksi
atau mempunyai kesempatan untuk berinteraksi dengan keluarga. Konteks keluarga
meluputin anggota keluarga dapat berperan di dalam konteks sebagai yang
mempunyai potensi untuk menguatkan, melemahkan, mempertahankan, memelihara,
atau menghancurkan keluarga; sumber dari anggota keluarga (potensi),
karakteristik/tipe keluarga (missal keluarga inti yang banyak), asset anggota
keluarga (anak), jarak antar setiap rumah (Jarak rumah jauh/dekat) , dan lokasi
tetangga, hubungan dengan teman sosial,
warisan biologis (penyakit keturunan), tradisi budaya (mis. Seorang wanita
melahirkan, pantangan dari ortunya seperti tidak boleh makan makanan yang
berlemak atau berminyak), sumber komunitas (masyarakatnya yang bagaimana, misal
pendidikan yang bias mempengaruhi keehatan) social kapital, kebijakan publik,
hukum, dan akses untuk perawatan medis (sarana dan prasarana, puskesmas dan
RS).
Konteks= ruang lingkup keluarga, semua anggota
keluarga.
2. Hubungan
keluarga meliputi pola dan proses komunikasi (fungsional dan disfungsional),
koordinasi (adanya keterikatan antar keluarga, mis dalam hal mengambil
keputusan harus bersama), kerjasama, dan pengasuhan, kedekatan keluarga, dan
kesenangan, berbagi nilai-nilai sesama anggota keluarga, saling menghormati,
dukungan, perawatan dan berbagi rasa humor, pengembangan keluarga, kebutuhan
keluarga yang unik, nilai-nilai (sosioekonomi, etnisitas dan akulturasi, letak
geografis, perbedaan generasi) dan
batasan-batasan rumah tangga.
3. Perilaku
keluarga, rutinitas dari anggota keluarga.
a. Self
care, berhubungan dengan pengalaman aktivitas sehari-hari dari keluarga
meliputi diet, hygiene, istirahat dan tidur, aktivitas fisik dan exescise,
gender dan seksualiti.
b. Keamanan
dan pencegahan, berhubungan dengan pencegahan penyakit, menghindari atau
berpartisipasi dalam perilaku yang beresiko tinggi dan usaha untuk mencegah
kecelakaan meliputi status imunisasi, pelecehan, dan pemerkosaan, merokok,
alcohol, dan penggunaan obatobatan terlarang.
c. Perilaku
kesehatan mental, meliputi cara anggota dan keluarga untuk memiliki kepercayaan
diri, menyelesaikan masalah stress sehari-hari meliputi self esteem, integritas
pribadi, bekerja dan bermain dan level stress.
d. Perawatan
keluarga, meliputi aktivitas sehari-hari, perilaku tradisional, dan perayaan
khusus yang memberikan makna dalam kehidupan, dan membuat perasaan santai dan
bahagia bagi anggota keluarga meliputi relaksasi, rekreasi, tradisi dan praktek
agama.
e. Perawatan
sakit, terdiri dari cara anggota keluarga membuat keputusan yang berhubungan
dengan perawatan kesehatan yang dibutuhkan, memutuskan kapan, dimana dan
bagaimana cara mencari dukungan pelayanan kesehatan (sarana dan prasarana
kesehatan) dan menentukan cara merespon informasi kesehatan.
f. Pengasuhan
anggota keluarga, meliputi pendidikan kesehatan (mis., peran anggota dan
tanggung jawab, dukungan terhadap aktivitas anggota keluarga.
DAFTAR
PUSTAKA
Christensen, Paula J. 2009. Proses keperawatan: aplikasi model konseptual. Ed. 4. Jakarta: EGC
Efendy. (1998). Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat.
Jakarta: EGC
Effendi,
Ferry. (2009). Keperawatan kesehatan
komunitas: teori, dan praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Friedman,
M.M. (1998). Keperawatan keluarga: teori
dam praktek. Ed.3. Jakarta: EGC
Friedman., Marilyn M. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga: riset, teori
dan praktik. Ed.5. Jakarta: EGC
Mubarak,
Wahit Iqbal. (2009). Ilmu keperawatan
komunitas buku 2: konsep dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Mubarak,
W.I. & Santoso, B.A. (2006). Buku
ajar ilmu keperawatan komunitas: teori & aplikasi dalam praktik dengan
pendekatan asuhan keperawatan komunitas, gerontik, dan keluarga. Jakarta:
Sagung Seto
Setiadi.
(2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan.
(Ed.1). Jogjakarta: Graha Ilmu
Suprajitno.
(2004). Asuhan keperawatan keluarga:
aplikasi dalam praktik. Jakarta: EGC
Agusman, F. (2011). Aplikasi teori Orem terhadap asuhan keperawatan keluarga. Diambil
pada 28 November 2012 dari: http://ebookbrowse.com/aplikasi-teori-orem-terhadap-asuhan-keperawatan
keluarga-ppt.d143522297
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat