KONSEP
GAGAL JANTUNG AKUT (GJA)/ADHF
1.
Epidemiologi
Gagal jantung merupakan penyebab paling
banyak perawatan dirumah sakit pada populasi Medicare di Amerika Serikat, sedangkan di Eropa dari data-data Scottish memperlihatkan peningkatan dari
perawatan gagal jantung. Peningkatan ini sangat erat hubungannya dengan semakin
bertambahnya usia seseorang. Dari survey
registrasi rumah sakit didapatkan angka perawatan di RS, perempuan registrasi
rumah sakit didapatkan angka perawatan di RS : perempuan 4,7% dan laki-laki
5,1% adalah berhubungan dengan gagal jantung (Manurung. D dalam Sudoyo,
Setiyohadi, Alwi dkk. 2006 : 1505).
Menurut WHO, 17,5 juta (30%) dari 58 juta kematian di dunia,
disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah pada tahun 2005. Dari
seluruh angka tersebut, penyebab kematian antara lain disebabkan oleh serangan
jantung (7,6 juta penduduk), stroke (5,7 juta penduduk), dan selebihnya
disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah (4,2 juta penduduk).
Berdasarkan seluruh data yang telah dikumpulkan dari WHO, pada tahun 2015
diperkirakan kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat
menjadi 20 juta jiwa. Kemudian akan tetap meningkat sampai tahun 2030,
diperkirakan 23,6 juta penduduk akan meninggal akibat penyakit jantung dan
pembuluh darah. Angka yang cukup besar mengingat penyakit jantung dan pembuluh
darah dikategorikan sebagai penyakit tidak menular. Penyakit ini sebenarnya
dapat dimodifikasi dan dicegah.
Di Indonesia sendiri
belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung
Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar
65% adalah pasien gagal jantung (Fahri, 2010).
2. Definisi
gagal jantung akut
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai
serangan cepat (rapid onset) dari gejala-gejala atau tanda-tanda (Symptoms and
signs) akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa
adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi
sistolik atau diastolic, keadaan irama jantung yang abnormal atau
ketidakseimbangan dari preload atau afterload, seringkali memerlukan pengobatan
penyelamatan jiwa dan perlu pengobatan segera (Manurung. D dalam Sudoyo,
Setiyohadi, Alwi dkk. 2006 : 1505).
GJA dapat berupa acute de novo (serangan baru dari GJA, tanpa ada kelainan jantung
sebelumnya) atau dekompesasi akut dari GJK. GJA dapat timbul dengan asatu atau
beberapa kondisi klinis berbeda (Manurung. D dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi
dkk. 2006 : 1505).
3.
Klasifikasi gagal jantung
Menurut Daulat Marunung (dalam Sudoyo, Setiyohadi,
Alwi dkk.2006 :1506) ada beberapa klasifikasi yang biasa dipakai di perawatan
intensif untuk menilai beratnya gagal jantung akut yaitu
a. Klasifikasi killip
yang berdasarkan tanda-tanda klinis dan foto thoraks
Tabel : klasifikasi killip mengenal
derajat keparahan gagal jantung
Kelas
|
Gambaran
klinis
|
Mortalitas
rumah sakit (%)
|
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
|
Tidak ada
tanda disfungsi LV
Galop S3
dengan atau tanpa kongesti paru
Edema paru
berat akut
Syok
kardiogenik
|
0-6
30
40
>80
|
Sumber : Gray, Dawskin, Morgan
& Simpson (2005 : 97) dalam buku At a Glance Medicine.
b. Klasifikasi forrester
yang berdasarkan tanda-tanda klinis dan karakteristik hemodinamik.
c. Klasifikasi yang ketiga telah divalidasi pada
perawatan kardiomiopati yang berdasarkan penemuan
klinis yaitu berdasarkan sirkulasi
perifer (perfusion) dan auskultasi
paru (congestion). Pasien
diklasifikasi menjadi: Class I (Group A/
warm and dry), Class II (Group B/ warm and wet), Class III (Group L/ cold and
dry), dan Class IV (Group C/ cold and
wet)
Klasifikasi
fungsional gagal jantung (NYHA)
Menurut Gray, Dawskin, Morgan & Simpson (2005 : 86) dan Kay Blum
(dalam buku Morton, Hudak, Fontaine dan gallo. 2011 : 504)
1) Kelas
I : tidak ada batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan
keletihan yang tidak semestinya atau dispnea
2) Kelas
II : sedikit batasan pada aktivitas (rasa lelah, dispnu)
3) Kelas
III : batasan aktivitas bermakna (nyaman saat istirahat namun aktivitas
menyebabkan gejala)
4) Kelas
IV : gejala saat istirahat
Sumber : Rachman, Otte J (dalam
buku Ajar Kardiologi. 2004 : 23)
Menurut Kay Blum (dalam buku Morton, Hudak, Fontaine dan gallo. 2011 :
504) Panduan tahap gagal jantung menurut American College of Cardiology (ACC) /
American Heart Association (AHA)* :
1) Pasien
berisiko tinggi mengalami gagal jantung karena adanya kondisi yang sangat berkaitan
dengan perkembangan gagal jantung. Pasien seperti ini tidak memiliki
abnormalitas structural atau fungsional yang terindentifikasi pada pericardium,
miokardium atau katup jantung dan tidak pernah menunjukkan tanda dan gejala
gagal jantung
2) Pasien
yang memiliki penyakit jantung structural yang sangat berkaitan dengan
perkembangan gagal jantung tetapi yang tidak pernah menunjukkan tanda dan
gejala gagal jantung
3) Pasien
yang mengalami gejala gagal jantung saat ini atau sebelumnya, yang berkaitan
dengan penyakit jantung structural yang mendasar
4) Pasien
yang memiliki penyakit jantung structural lanjutan dan gejala gagal jantung
yang nyata pada saat istirahat walaupun terapi medis maksimal dan yang
memerlukan intervensi khusus.
*
Klasifikasi NewYork Heart Association dapat digunakan hanya pada tahap 3)
dan 4)
4. Etiologi
gagal jantung akut
Menurut Daulat Manurung (dalam Sudoyo,
Setiyohadi, Alwi dkk.2006 : 1505) Penyebab dan faktor presipitasi gagal jantung
akut adalah :
a. Dekompensasi
pada GJK yang sudah ada (kardiomiopati)
b. Sindrom
koroner akut
1) Infark
miokardial/angina pectoris tidak stabil dengan iskemia yang bertambah luas dan
disfungsi iskemik
2) Komplikasi
kronik infark miokard akut
3) Infark
ventrikel kanan
c. Krisis
hipertensi
d. Atrimia
akut (takikardia ventrikel, fibrilasi ventricular, fibrilasi atrial atau fluter
atrial, takikardia supraventrikular lain).
e. Regurgitasi
valvular/endokarditis/rupture korda tendinae, perburukan regurgitasi katup yang
sudah ada
f. Stenosis
katup aorta berat
g. Miokarditis
berat akut
h. Tamponad
jantung
i.
Diseksi aorta
j.
Kardiomiopati pasca melahirkan
k. Faktor
presipitasi non kardiovaskular
1) Pelaksanaan
terhadap pengobatan sebelumnya
2) overload
volume
3) Infeksi
terutama pneumonia atau septicemia
4)
Severe
brain insult
5) Pasca
operasi besar
6) Penurunan
fungsi ginjal
7) Asma
8) Penyalahgunaan
obat
9) Penggunaan
alcohol
10) Feokromositoma
l.
Sindrom high output
5.
Patofisiologi
Berbagai faktor bisa berperan menimbulkan
gagal jantung. Faktor-faktor ini kemudian merangsang timbulnya mekanisme
kompensasi yang apabila berlebihan dapat menimbulkan gejala-gejala gagal
jantung. Gagal jantung paling sering mencerminkan adanya kelainan fungsi
kontraktilitas ventrikel (suatu bentuk gagal sistolik) atau gangguan relaksasi
ventrikel (suatu bentuk gagal diastolik)
Sumber
: Sitompul B dan Sugeng J.I (2004 : 116) dalam buku buku ajar kardiologi
Patofisiologi Gagal Jantung Akut (Nieminen. 2005 : 384-416)
a. Sirkulus visious pada gagal jantung
akut.
Faktor utama pada gagal jantung akut,
ketidakmampuan miokardium untuk mempertahankan curah jantung supaya dapat
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan perifer. Sehingga akan terjadi aktivasi
neurohormonal yang berakibat timbulnya keluhan dan gejala-gejala klinis. Jika
lingkaran setan (sirkulus visious) ini terjadi terus menerus akhirnya terjadi
gagal jantung kronik.
b. Myocardial stunning.
Myocardial stunning adalah keadaan
disfungsi miokardium yang terjadi sementara akibat iskemia miokardium yang
berkepanjangan dan tetap terjadi walaupun perfusi miokardium sudah terjadi/dilakukan.
Mekanisme yang mendasarinya adalah stres oksidatif, perubahan-perubahan
homeostasis Ca++, desensitisasi protein-protein kontraktil miokardium.
Intensitas dan lamanya keadaan ini tergantung pada iskemia miokardium yang
mendahuluinya.
c. Myocardial hibernation.
Myocardial hibernation adalah gangguan
fungsi miokardium akibat aliran darah koroner yang terganggu, walaupun sel-sel
miokardium masih tetap intak. Dengan meningkatkan aliran darah dan oksigenasi,
otot-otot miokardium akibat myocardial hibernation ini dapat diperbaiki kembali
fungsinya. Keadaan ini dapat dianggap suatu mekanisme adaptasi terhadap keadaan
kekurangan oksigen agar tidak terjadi iskemia dan nekrosis miokardium yang
irreversible. Myocardial stunning dan hibernation dapat terjadi bersama-sama.
Myocardial hibernation dapat diperbaiki dengan meningkatkan aliran darah
koroner dan oksigenasi, sedangkan myocardial stunning mempunyai respons yang
baik terhadap inotropik.
6.
Manifetasi klinis
Menurut
Daulat Manurung (dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi dkk. 2006 : 1505) gejala gagal
jantung akut terutama disebabkan oleh kongesti paru yang berat sebagai akibat
peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, dapat disertai
penurunan curah jantung ataupun tidak. Manifestasi klinis GJA meliputi:
a. Gagal
jantung dekompensasi (de novo atau sebagai gagal jantung kronik yang
mengalami dekompensasi).
b. Gagal
jantung akut hipertensi yaitu terdapat gagal jantung yang disertai tekanan
darah tinggi dan gangguan fungsi jantung relatif dan pada foto toraks terdapat
tanda-tanda edema paru akut.
c. Edema
paru yang diperjelas dengan foto toraks, respiratory distress, ronki
yang luas, dan ortopnea. Saturasi oksigen biasanya kurang dari 90% pada udara
ruangan.
d. Syok
kardiogenik ditandai dengan penurunan tekanan darah sistolik kurang dari 90
mmHg atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg dan atau
penurunan pengeluaran urin kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam, frekuensi nadi lebih
dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ.
e. High
output failure, ditandai dengan curah jantung yang
tinggi, biasanya dengan frekuensi denyut jantung yang tinggi, misalnya pada
mitral regurgitasi, tirotoksikosis, anemia, dan penyakit Paget’s. Keadaan ini
ditandai dengan jaringan perifer yang hangat dan kongesti paru, kadang disertai
tekanan darah yang rendah seperti pada syok septik.
f. Gagal
jantung kanan yang ditandai dengan sindrom low output, peninggian
tekanan vena jugularis, serta pembesaran hati dan limpa.
7. Penatalaksanaan
Ekokardiografi adalah sebuah alat yang dapat
mengeluarkan gelombang suara ultrasonik atau USG untuk menilai jantung.
Ekokardiografi dapat menilai struktur dan fungsi jantung dengan akurat. Namun,
ekokardiografi ini dengan elektrokardiografi atau yang sering disebut EKG atau
rekam jantung. Keduanya memiliki fungsi dan indikasi yang berbeda dan tak
jarang saling melengkapi. Dengan ekokardiografi, kita dapat menilai fungsi dan
struktur jantung secara langsung atau real-time. Dengan alat ini kita dapat
melihat apakah fungsi jantung baik -apalagi jika pasca serangan jantung-,
bagaimana gerakan katup jantung, bagaimana dinding jantung, dan bagaimana
aliran cairan yang mengalir di ruangan jantung. Alat ekokardiografi terdiri
dari probe yang akan disentuhkan ke tubuh, kemudian terhubung dengan kabel, dan
masuk ke dalam mesin yang berlayar. Probe ini pertama akan mengeluarkan
gelombang suara ultrasonik yang akan masuk ke dalam tubuh dan memantul lagi dan
akhirnya diinterpretasi atau diubah ke dalam bentuk gambar di layar mesin.
Prosedur yang dilakukan adalah meminta pasien untuk membuka pakaian dari dada
sampai ke pinggang dan kemudian berbaring di kasur.
Gambar : ekokardiografi
Dokter
akan menaruh probe di atas dada yang telah diberi jeli. Alat probe ini berbeda
dengan USG perut atau rahim, probe pada ekokardiografi lebih kecil. Jeli ini
dimaksudkan agar alat probe dapat menempel dengan baik pada kulit sehingga
gambar yang didapat akan maksimal. Dokter akan menggerakkan probe untuk
mendapat tampilan yang diperlukan dalam menilai fungsi dan struktur jantung.
Prosedur ini tidak memberi rasa sakit,
biasanya dilakukan selama 15-30 menit, bergantung apakah dokter sudah
dapat menilai fungsi dan struktur jantung. Secara umum tidak ada efek samping
dari prosedur ini. Secara umum tidak ada kontraindikasi yang khusus. Namun
memang dalam keadaan tertentu, alat ini tidak dapat memberi informasi yang
efektif misalnya pada orang dengan kegemukan yang tinggi, atau badan yang
sangat kurus, karena dapat mempengaruhi hantaran gelombang suara. Tidak ada
persiapan khusus (pasien boleh makan dan minum sebelum dan sesudahnya) hasil
ekokardiografi dapat langsung didapat oleh dokter yang melakukan prosedur ini.
Hasil yang dianggap bermakna akan dicetak dalam bentuk foto sebagai dokumentasi.
Contoh hasil ekokardiografi
Gambar : contoh hasil ekokardiografi
Salah satu parameter untuk
menilai kemampuan fungsi jantung adalah fraksi ejeksi (EF). Fraksi ejeksi
dinilai menggunakan parameter ekokardiografi dengan nilai normal 55%, dan <
40% dianggap sudah difungsi ventrikel kiri. Fraksi
ejeksi ini mewakili isi sekuncup sebagai presentase dari volume akhir diastolik
ventrikel kiri, dimana terdapat dua metode yang diterima secara umum untuk
mengukur fraksi ejeksi, yaitu teknik volumentrik dan rekaman M-mode. ACC/AHA (American
College of Cardiology/American Heart Association) tidak pernah
mengklasifikasikan tingkat keparahan gagal jantung berdasarkan fraksi ejeksi
namun disebutkan tentang gagal jantung sistolik (FE <50%) dan gagal jantung
diastolik (FE >50%), hanya studi-studi dengan sampel pasien gagal jantung
yang mengelompokkannya berdasarkan fraksi ejeksi, misalnya studi SOLVD,
PROMISE, GESICA yang memakai batasan fraksi ejeksi < 35% untuk gagal jantung
yang berat (NYHA III-IV), namun ada juga studi yang memakai batasan fraksi
ejeksi < 40% untuk yang berat.
Tabel : Kelainan Ekokardiografi yang sering ditemukan
pada Gagal Jantung
Pengukuran
|
Kelainan
|
Implikasi
Klinis
|
Fraksi ejeksi ventrikel kiri
|
Berkurang (<45-50%)
|
Disfungsi sistolik
|
Fungsi ventrikel kiri, global dan fokal
|
Akinesis, hipokinesis, diskinesis
|
Infark/ iskemia miokard, kardiomiopati, miokarditis
|
Diameter akhir diastolik
|
Meningkat (>55-60 mm)
|
Volume berlebih, sangat mungkin gagal jantung
|
Diameter akhir sistolik
|
Meningkat (>45 mm)
|
Volume berlebih, sangat mungkin disfungsi sistolik
|
Fractional shortening
|
Berkurang (<25%)
|
Disfungsi sistolik
|
Ukuran atrium kiri
|
Meningkat (>40 mm)
|
Peningkatan tekanan pengisian, disfungsi katup mitral,
fibrilasi atrial
|
Ketebalan ventrikel kiri
|
Hipertropi (>11-12 mm)
|
Hipertensi, stenosis aorta, kardiomiopati hipertropi
|
Struktur dan fungsi valvular
|
Stenosis atau regurgitasi valvular (terutama stenosis
aorta dan insufisiensi mitral)
|
Mungkin penyebab primer atau sebagai komplikasi gagal
jantung
Nilai gradien dan fraksi regurgitan->nilai
konsekuensi hemodinamik
Pertimbangkan operasi
|
Profil low diastolik mitral
|
Kelainan pola pengisian diastolik didni dan lanjut
|
Menunjukkan disfungsi diastolik dan kemungkinan
mekanismenya
|
Peak velociy regurgitasi trikuspid
|
Meningkat(> 3m/sek)
|
Peningkatan tekanan sistolikventrikel kananà suspek
hipertensi pulmonal
|
Perikardium
|
Efusi, hemoperikardium, penebalan
|
Pertimbangkan tamponade, uremia, keganasan, penyakit
sistemik, perikarditis akut atau kronik, perikarditis konstriktif
|
Aortic outflow velocity time
integral
|
Berkurang (<15 cm)
|
Isi sekuncup rendah atau berkurang
|
Vena cava inferior
|
Dilatasi, retrograde flow
|
Peningkatan tekanan pada atrium kanan
Disfungsi ventrikel kanan
Kongesti hepatik
|
Menurut Daulat Manurung (dalam Sudoyo,
Setiyohadi, Alwi dkk.2006 : 1507) penatalaksaan untuk pasien gagal jantung akut
adalah :
Sasaran
pengobatan pasien gagal jantung akut
|
Klinis
a.
↓ Gejala (dyspea dan/atau fatik)
b.
↓ Tanda klinis
c.
↓ Berat badan
d.
↑ Diuresis
e.
↓ Oksigenasi
Laboratorium
a.
Normalisasi elektrolit serum
b.
↓ BUN dan/atau kreatinin
c.
↓ Bilirubin serum
d.
↓ BNP
Normalisasi
gula darah
Hemodinamik
a.
↓ Pulmonary
capillary wedge pressure menjadi <18 mmHg
b.
↓ Curah jantung dan/atau volume sukuncup
Outcome
a.
↓ Lama rawat di ICU
b.
↓ Lama rawat
c.
↑ waktu masuk kembali kerumah sakit
d.
↓ Mortalitas
Tolerabilitas
Low rate of withdrawal from therapeutic measures
Insidens efek
samping rendah
|
Sumber
: Daulat Manurung (dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi dkk.2006 : 1507) dalam buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Terapi
non farmakologis meliputi :
a. Diet
rendah garam ( pembatasan natrium )
b. Pembatasan
cairan
c. Mengurangi
berat badan
d. Menghindari
alcohol
e. Manajemen
stress
f. Pengaturan
aktivitas fisik
Terapi
farmakologis meliputi :
a. Digitalis,
untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung.
Misal : digoxin.
b. Diuretik,
untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi edema
paru. Misal : furosemide (lasix).
c. Vasodilator,
untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel.
Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.
d. Angiotensin
Converting Enzyme inhibitor (ACE inhibitor) adalah agen yang menghambat
pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah. Obat ini juga
menurunkan beban awal (preload) dan beban akhir (afterload). Misal : captopril,
quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.
e. Inotropik
(Dopamin dan Dobutamin)
Dopamin digunakan untuk meningkatkan
tekanan darah , curah jantung dan produksi urine pada syok kardiogenik.
Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan
kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan bersamaan.
Daftar
bacaan :
Bakta, M & Suastika, K. (1999). Gawat darurat
dibidang penyakit dalam. Jakarta : EGC (1-7)
Davey, P. (2005). At a Glance Medicine. Jakarta :
EGC (150-151)
Gray, H.H., Dawskin, K.D., Morgan, J.M & Simpson
I.A (2005). Lecture notes kardiologi, edisi 4. Jakarta : Erlangga (80-97)
Manurung, Daulat. (dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi
dkk.2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi. IV. Jakarta : FKUI
(1505-1509)
Mitchell., Kumar., Abbas & Fausto (2008). Buku
saku dasar patologis penyakit. Edisi 7. Jakarta : EGC (326-328)
Morton, P.C., Fontaine, D., Hudak C.M & Gallo,
B.M (2011). Keperawatan Kritis Volume 1 Edisi 8. Jakarta : EGC (502-511)
Sitompul, B & Sugeng J.I (2004). Buku Ajar
Kardilogi. Jakarta : FKUI (115-125)
Nieminen
MS, et al. Executive summary of guidelines on the diagnosis and treatment of
acute heart failure: the Task Force on Acute Heart Failure of the European
Society of Cardiology. Eur Heart J, 2005.26(4):384-416.
Mansi IA, et al. Echocardiography http://emedicine.medscape.com/article/1820912-overview
Echocardiogram.
Fahri I. Evaluasi Ekokardiografi pada
Gagal Jantung Diastolik. 23 Maret 2010 (16 Oktober 2012). Available from: http://www.kardiologi-ui.com/newsread.php?id=365
Hunt S,
Abraham T, Chin M et al. 2009 Focused Update Incorporated Into the ACC/AHA 2005. Guidelines
for the Diagnosis and Management of Heart Failure in Adults: A Report of the American
College of Cardioligy Foundation/ American Heart Association Task Force on
Practise Guidelines Developed in
Collaboration with the International Society for Heart and Lung Transplantation.
J. Am. Coll. Card. 2009, 53; hal 90.
Moran A,
Katz R, Smith N et al. Cystatin C Concentration as a Predictor of Systolic and
Diastolic Heart Failure. J Card Fail 2008,
14. hal 19-26.
Carbajal
E, Deedwania P. Congestive Heart Failure. Crawford M, editor. In Current
Diagnosis and Treatment in Cardiology.
McGraw-Hill, second edition, 2003. Hal: 217-247.
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat