A.
Mekanisme
Proses Pembentukan Beta Endorphin dalam Mengurangi Rasa Nyeri
1. Sistem
Penekanan Rasa Nyeri (Analgesia) di dalam Otak dan Medula Spinalis
Derajat
reaksi seseorang terhadap rasa nyeri dapat sangat bervariasi. Keadaaan ini
sebagian disebabkan oleh kemampuan otak sendiri untuk menekan besarnya sinyal
nyeri yang masuk ke dalam sistem saraf, yaitu dengan mengaktifkan sistem
pengatur rasa nyeri, disebut “sistem analgesia”. (Guyton. 2007, p. 629)
Menurut
Guyton (2007), sistem analgesia atau sistem pnegaturan nyeri ini terdiri atas
tiga komponen utama, yaitu:
a.
Area periakuaduktus
grisea dan periventrikuler dari
mesensefalon dan bagian atas pons yang mengelilingi akuaduktus Sylvii dan
bagian ventrikel ketiga dan keempat. Neuron-neuron dari daerah ini akan
mengirim sinyal ke nucleus rafe magmus.
b.
Nukleus
Rafe magmus, merupakan nukelus tipis di bagian
tengah yang terletak di bagian bawah pons dan bagian atas medula oblongata dan
nucleus retikularis paragigantoselularis yang terletak di sebelah lateral dari
medulla. Dari nuclei ini, sinyal-sinyal urutan kedua dijalarkan ke bawah
kolumna dorsolateralis di medula spinalis menuju ke kompleks penghambat rasa nyeri.
c.
Kompleks
penghambat rasa nyeri, berada di dalam medulla spinalis.
Pada tempat itu, sinyal analgesia dapat menghambat sinyal rasa nyeri sebelum
dipancarkan ke otak.
Gambar 2.1 Sistem
pengaturan nyeri
2. Sistem
Opium Otak- Endorfin dan Enkefalin
Lebih
dari 35 tahun yang lalu telah ditemukan bahwa penyuntikan morfin dalam jumlah
yang sangat sedikit ke dalam nukelus periventrikular di sekitar ventrikel
ketiga atau ke dalam area periakuaduktal kelabu batang otak menimbulkan
perasaan analgesia yang hebat. Dalam penelitian yang dilakukan setelah itu,
telah ditemukan bahwa zat serupa-morfin, terutama opioat, bekerja di banyak
titik pada sistem analgesia, termasuk kornu dorsalis medulla spinalis, sehingga
timbul anggapan bahwa “reseptor morfin” sistem analgesia sebenarnya merupakan
neurotransmitter yang memang disekresikan di dalam otak. (Guyton, 207, p. 630)
Sekarang
telah terbukti bahwa dalam otak ada paling sedikitnya dua belas bahan semacam
opioum yang terdapat pada beberapa tempat dalam sistem saraf; semuanya
merupakan hasil pemecahan tiga molekul protein besar yaitu: proopiomelanokortin, proenkefalin, dan prodinorfin. Bahan serupa opium yang
penting adalah b-endorfin, met-enkefalin,
leu-enkefalin, dan
dinorfin. (Guyton, 2007, p. 630)
Sel lobus intermedius
dan sel kortikotrop lobus anterior pada kelenjar Hipofisis, keduanya
mensintesis suatu protein precursor yang besar dan terurai membentuk sekelompok
hormone. Setelah peptide sinyal dikeluarkan, prohormon ini disebut sebagai pro-opiomelanokortin (PMOC). Molekul
ini juga disintesis di hipotalamus, paru, saluran cerna, dan plasenta. Di
kortikotrop, molekul ini mengalami hidrolisis menjadi ACTH dan b-LPH,
sejumlah kecil b-endorfin, dan zat-zat ini kemudian
disekresikan. Di sel lobus intermedius, PMOC mengalami hidrolisis lebih lanjut
menjadi corticotrophin-like intermedicate
lobe peptide (CLIP), g-LPH dan b-endorfin dalam
jumlah yang cukup bermakna. b-endorfin adalah suatu peptide opioid,
yang memiliki lima residu asam amino met-enkefalin di ujung terminal
aminonya. (Ganong. 2008, 414)
Terdapat
tiga golongan utama peptida opioid endogen, yang masing-masing berasal dari
precursor yang berlainan dan memiliki distribusi anatomik yang sedikit berbeda,
yaitu golongan enkefalin, beta endorphin dan dinofrin. (Price. 2005, p. 1073)
Beta
endorphin adalah suatu fragmen peptide yang berasal dari proopiomelanokortin
(POMC), di kelenjar hipofisis. Melanocyte stimulating hormone (MSH) dan hormone
adrenokortikotropik (ACTH) juga berasal dari PMOC. Beta endorphin terdapat
dalam jumlah signifikan di dalam hipotallamus dan PAG serta sedikit di medulla
dan medulla spinalis. Beta endorphin adalah analgesic yang jauh lebih poten
daripada enkefalin. (Price. 2005, p. 1073)
Endorphin
dikeluarkan oleh hipofisis sebagai respon terhadap olah raga berat, dan selama
pengalaman nyeri misalnya persalinan dan kelahiran. Endorphin juga mempengaruhi
suasana hati. Nyeri berkepanjangan telah dibuktikan menyebabkan berkurangnya
kadar endorphin, dan mungkin menimbulkan penderitaan dan putus asa pada orang
yang mengidap nyeri kronik. (Corwin. 2000, p. 227)
Semua
opioat endogen ini bekerja dengan mengikat reseptor opioat, dengan efek analgesik
serupa dengan yang ditimbulkan oleh obat opioat eksogen. Dengan demikian,
reseptor opioat dan opioat endogen membentuk suatu “sistem penekanan nyeri”
intrinsik. Bukti eksperimental membuktikan bahwa tindakan-tindakan untuk
mengurangi nyeri, seperti placebo, akupuntur, dan TENS mungkin bekerja karena
tindakan-tindakan tersebut merangsang pelepasan opioid endogen. (Price. 2005, p. 1073)
Obat opioat (misalnya, morfin) dalam dosis
relative kecil sudah menimbulkan efek analgesia yang kuat dan bekerja lama
dengan efek sistemik yang sedikit. Opioid yang diberikan secara klinis adalah
agonis bagi reseptor opioat sehingga menyerupai kerja endorphin tubuh. Efek
spesifik opioid bergantung pada lokasi dan jenis reseptor yang diikat, telah
ditemukan adanya reseptor mu, kappa, dan delta (Zaki et al, 1996 dalam Price,
2005, p. 1073)
Setelah
berikatan dengan reseptor opioid di sistem limbik, otak tengah, medulla
spinalis, dan usus, opioid mengurangi nyeri dengan mencegah dibebaskannya
berbagai neurotransmitter penghasil nyeri. (Price. 2005, p. 1073)
DAFTAR
PUSTAKA
Corwin,
Elizabeth J. (2009). Buku saku
patofisiologi Corwin. Egi Komara Yudha (et al). Jakarta: EGC.
Djohan.
(2009). Psikologi musik. Yogyakarta:
Best Publisher.
Guyton, A. C.(2007).
Buku ajar fisiologi kedokteran.
Ed. 11 (Irawati, Penerjemah).
Jakarta: EGC.
Mucci,
K dan Mucci, R. (2002). The healing sound
of musik: manfaat musik untuk kesembuhan, kesehatan dan kebahagiaan anda (Jungprakoso,
penerjemah). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Potter, A. Patricia, Perry Anne Griffin. (2005). Fundamental keperawatan: konsep, proses, dan
praktik. Ed. 4. Vol. 2. (Renata Komalasari, penerjemah). Jakarta: EGC
Price, S. A. (2005). Patofisiologi:
konsep klinis proses-proses penyakit. (Brahm U. Pendit, et. al.,
Penerjemah). Jakarta: EGC.
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat