A. Asuhan Keperawatan Pada Lansia
dengan Depresi
1. Pengertian
Depresi
adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan, dan pesimis, yang berhubungan dengan
suatu penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan kepada diri sendiri
atau perasaan marah yang dalam.
Pada
lansia depresi terus menjadi masalah kesehatan mental yang serius meskipun
pemahaman kita tentang penyebab dan perkembangan pengobatan farmakologis dan
psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejala-gejala depresif sering
berhubungan dengan penyesuaian yang terlambat terhadap kehilangan dalam hidup
dan stresor-stresor lain (misalnya: pensiun yang terpaksa, kematian pasangan)
dan penyakit-penyakit fisik. Oleh karena itu depresi merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang signifikan; merupakan gangguan psikiatrik yang paling
banyak dapat terjadi pada lansia, akan tetapi untungnya paling dapat diobati.
Hampir 80% penderita depresi serius berhasil diobati dan kembali sehat
(Stanley, 2006)
Depresi
dapat memperpendek harapan hidup dengan mencetuskan atau memperburuk kemunduran
fisik. Dampak terbesarnya sering terjadi di area-area tempat kepuasan dan
kualitas hidup menurun, menghambat pemenuhan tugas-tugas perkembangan lansia.
Lebih lanjut lagi, depresi dapat menguras habis emosi dan finansial orang yang
terkena juga pada keluarga dan sistem pendukung sosial informal dan formal yang
dimilikinya. Akhirnya, angka bunuh diri yang tinggi menjadi konsekuensi
(Stanley, 2006)
2. Pertimbangan
Khusus Dalam Perawatan
a. Pertolongan
segera untuk mengatasi depresi. Untuk membantu klien lanjut usia memahami dan
menyatakan perasaan positif dan negatif yang menyangkut dirinya, orang lain,
dan apa yang terjadi, lakukan hal berikut:
1) Bentuk
kontak dengan klien lanjut usia sesering mungkin, baik secara verbal maupun
nonverbal.
2) Beri
perhatian terus-menerus, walaupun klien lanjut usia tidak mau dan tidak dapat
berbicara dengan Anda. Pendekatan ini akan menjadikan Anda seseorang yang
menyenangkan dan menarik. Ingat, klien lanjut usia yang mengalami depresi
biasanya merasa sendiri dan tidak berharga. Kepercayaan bahwa seseorang menaruh
minat dan memperhatikan mereka adalah tindakan yang paling menolong.
3) Libatkan
klien lanjut usia dalam menolong dirinya sendiri atau aktivitas sehari-hari dan
tingkatkan secara bertahap.
4) Jika
Anda merasa perlu, usulkan pada dokter untuk memakai antidepresan (Nugroho,
2008, p. 129-130).
b. Beralih
ke perawatan diri sendiri untuk menambah harga diri.
1) Tetap
luangkan waktu untuk klien lanjut usia setiap hari.
2) Gunakan
pertanyaan terbuka untuk mengekspresikan perasaan klien lanjut usia, misalnya,
“Anda kelihatan sedih hari ini, apa yang Anda rasakan?”
3) Jangan
katakan pada klien lanjut usia bahwa ia tidak sesedih seperti yang ia rasakan.
Pendekatan ini hanya akan menguatkan perasaan bahwa tidak seorang pun mengerti
dirinya.
4) Puji
klien lanjut usia karena keterlibatannya dalam menolong dirinya atau aktivitas
lainnya (Nugroho, 2008, p. 130).
c. Bekerja
sama dengan tim dan keluarga untuk mencapai tujuan membantu klien lanjut usia
secara optimal. Untuk memudahkan pengenalan cara penyesuaian diri dan
memudahkan staf mengatasi masalah klien lanjut usia, hal berikut dapat
dilakukan:
1) Meyakinkan
pemberi asuhan tentang tanggung jawab mereka untuk tidak memperberat rasa sedih
klien.
2) Menganjurkan
staf atau orang terdekat memuji klien lanjut usia atas usaha dan aktivitasnya.
3) Membantu
staf dalam upaya berkomunikasi dengan klien lanjut usia, mengarahkan mereka
supaya memberi perhatian kepada klien lanjut usia sebanyak mungkin (Nugroho,
2008, p. 130).
3.
Manifestasi Klinis
Gejala-gejala depresi,
yang tetap sama selama rentang kehidupan, dapat dibagi menjadi tiga kelompok
utama, sering disebut triad depresif. Meskipun gejala-gejala depresi pada
lansia sama dengan yang ditunjukkan pada orang yang lebih muda dengan gangguan
depresi, tetapi lansi lebih dari kelompok lainnya, tidak dapat secara tepat
dimasukka ke dalam kategori-kategori psikiatrik (Stanley, 2006).
Menurut Nugroho (2008),
gajala umum yang terjadi adalah:
a. Pandangan
kosong
b. Kurang
atau hilangnya perhatian pada diri, orang lain, dan lingkungan
c. Inisiatif
menurun
d. Keidakmampuan
berkonsentrasi
e. Aktivitas
menurun
f. Kurang
nafsu makan
g. Mengeluh
tidak enak badan dan kehilangan semangat, sedih, atau mungkin cepat lelah
sepanjang waktu
h. Susah
tidur di malam hari
Menurut Stanley (2006),
tanda dan gejala depresi pada lansia adalah sebagai berikut:
a.
Gangguan alam perasaan pervasif
1)
Kesedihan, kehilangan semangat
2)
Menangis
3)
Ansietas, serangan panik
4)
Murung
5)
Iritabilitas
6)
Pernyataan, merasa sedih, “blue”,
tertekan, “rendah”, atau “susah”, dan perasaan bahwa tidak ada satupun rang
yang menyenangkan
7)
Paranoia
b.
Gangguan persepsi diri, lingkungan, masa
depan
1)
Menarik diri dari aktivitas-aktivitas
biasa
2)
Penurunan gairah seks
3)
Perasaan tidak berharga
4)
Ketidakmampuan mengekspresikan
kesenangan
5)
Ketakutan tidak beralasan
6)
Pendekatan diri kembali pada kegiatan
kecil
7)
Delusi
8)
Halusinasi (durasi singkat)
9)
Kritik yang ditujukan pada diri sendiri
dan orang lain
10)
Pasif
c.
Vegetatif
1)
Peningkatan atau penurunan gerakan tubuh
2)
Mondar-mandir, meremas-remas tangan,
menarik atau mengusap rambut, tubuh, atau pakaian
3)
Sulit tidur, terus terjaga, terbangun
dini hari
4)
Penurunan atau (terkadang) peningkatan
nafsu makan
5)
Penurunan atau (terkadang)
peningkatan berat badan
6)
Keletihan
7)
Terpaku pada kesehatan fisik, terutama
ketakutan terhadap kanker
8)
Ketidakmampuan berkonsentrasi, berpikir
jernih, atau membuat keputusan
9)
Bicara lambat, berhenti sejenak sebelum
menjawab, penurunan jumlah bicara, bicara rendah atau menonton
10)
Berpikir tentang kematian
11)
Bunuh diri atau upaya bunuh diri
12)
Konstipasi
13)
Takikardia
4.
Penatalaksanaan
a.
Pencegahan Primer
Sejumlah
bahaya interpersonal dan lingkungan yang banyak terdapat pada kehidupan akhir
dapat bergabung menempatkan lansia pada risiko depresi yang lebih besar.
Beberapa diantaranya, seperti reaksi obat yang merugikan, dapat dicegah; yang
lainnya, seperti awitan demensia atau kematian pasangan, tidak dapat dicegah.
Namun demikian, perawat harus selalu mewaspadai adanya faktor-faktor tersebut
dan mengintervensinya untuk mencegah awitan depresi jika mungkin (Stanley,
2006).
Perawat
yang menghadapi lansia yang telah mengalami kehilangan besar dan sering kumulatif
dapat membantu mereka menghindari depresi dengan:
1)
Mengarahkan kembali minat-minat mereka
2)
Mendorong aktivitas-aktivitas dan
hubungan baru yang penuh makna
3)
Mendukung jaringan pendukung sosial
mereka.
4)
Memastikan bahwa lansia memiliki akses
telepon atau mengetahui bagaimana cara menggunakan transportasi umum, dan
strategi-strategi fasilitatif, seperti mendorong keluarga untuk berkunjung
dengan lebih teratur.
5)
Menganjurkan konseling prapensiun.
b.
Pencegahan Sekunder
1)
Pengkajian
Cara terbaik untuk
mengkaji depresi pada lansia adalah dengan meninjau ulang tanda dan gejala
depresi dan pastikan melalui wawancara langsung dengan klien apa gejala-gejala
yang ia alami, berapa lama gejala itu sudah berlangsung, dan apakah
gejala-gejala tersebut pernah terjadi sebelumnya. Hal yang sangat penting untuk
diperhatikan adalah apakah pencetus lingkungan yang jelas atau kehilangan
(mis., pensiun yang terpaksa) telah memicu gejala-gejala depresi tersebut.
(Stanley & Beare, 2006; 370)
Jika dicurigai terjadi
depresi, perawat harus melakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang
terstandarisasi dan dapat dipercaya serta valid dan memang dirancang untuk dan
diujikan kepada lansia. Ada beberapa alat pengkajian semacam itu, tetapi salah
satu yang paling mudah digunakan dan diinterpretasikan di berbagai tempat
adalah Geriatric Depression Rating Scale (GDRS).
GDRS 30 poin dibuat sebagai alat penapisan depresi pada lansia. GDRS tersebut
menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan ya atau tidak
atau dapat dibacakan untuk orang dengan gangguan penglihatan, serta memerlukan
waktu sekitar 10 menit untuk menyelesaikannya. GDRS merupakan alat psikomotorik
dan tidak mencakup hal-hal somatik yang tidak berhubungan dengan pengukuran
mood lainnya. Skor lebih dari 10 menunjukkan kebutuhan untuk rujukan guna
mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara lebih rinci; GDRS hanya
merupakan alat penapisan. (Stanley & Beare, 2006; 370)
Pengkajian identifikasi
masalah emosional dilakukan melalui list pertanyaan berikut:
No
|
Pertanyaan Tahap 1
|
Ya
|
Tidak
|
1.
|
Apakah klien mengalami sukar tidur?
|
|
|
2.
|
Apakah klien sering merasa gelisah?
|
|
|
3.
|
Apakah klien sering murung dan
menangis sendiri?
|
|
|
4.
|
Apakah klien sering was-was dan khawatir?
|
|
|
Lanjutkan ke pertanyaan
tahap 2 jika > 1 jawaban “Ya”
No
|
Pertanyaan Tahap 2
|
Ya
|
Tidak
|
1.
|
Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih
1 kali dalam 1 bulan?
|
|
|
2.
|
Ada masalah atau banyak pikiran?
|
|
|
3.
|
Ada gangguan/masalah dalam keluarga?
|
|
|
4.
|
Menggunakan obat tidur/penenang atas
anjuran dokter?
|
|
|
5.
|
Cenderung mengurung diri?
|
|
|
Bila > 1 “Ya”
berarti masalah emosional (+)
2) Intervensi
No
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria evaluasi
|
Rencana intervensi
|
1.
|
Depresi
|
|
1.
Klien menunjukkan lebih sedikit tanda
dan gejala vegetatif
|
Diagnostik/pemantauan
1.
Pantau nafsu makan, penurunanan
BB, pola tidur dan eliminasi, tingkat keletihan dan aktivitas, geraka tubuh.
2.
Observasi pola bicara, kemampuan
berkonsentrasi, membuat keputusan dan perhatian terhadap kesehatan fisik.
Terapeutik
1.
Anjurkan untuk berpartisipasi
dala aktivitas perawatan diri
2.
Beri dukungan, struktur dan
konsistensi
3.
Modifikasi lingkungan fisik dan
sosial untuk meningkatkan input sensoris dan beri kesempatan untuk
keberhasilan menyelesaikan tugas
4.
Anjurkan keterlibatan
tumbuh-tumbuhan dan hewan peliharaan
5.
Buat batasan-batasan bila
diperlukan
|
2.
Klien menunjukkan alam perasaan
dan persepsi tentang diri, lingkungan dan masa depan yang lebih positif.
|
Diagnostik/pemantauan
1.
Kaji alam perasaan, gunakan GDRS
2.
Pantau kepatuhan terhadap
pengobatan dan adanya efek samping yang merugikan
3.
Observasi interaksi sosial dengan
staf, pasien lain, keluarga dan teman-teman
4.
Kaji adanya delusi, halusinasi
atau ide paranoid
5.
Pantau tingkat aktivitas,
perasaan tidak berharga dan rasa takut yang tidak beralasan
6.
Observasi gejala-gejala menangis,
iritabilitas dan ansietas
Terapeutik
1.
Komunikasikan perawatan secara
langsung
2.
Validasi dan terima alam perasaan
klien yang sedih dengan sikap yang tidak menghukum dan tidak menghakimi
3.
Tunjukkan ketertarikan dan ajukan
pertanyaan-pertanyaan yang membantu klien mengidentifikasi kehilangan dan
luka hati klien. Dengarkan dan biarkan klien mengekspresikan emosinya yang
kuat
4.
Bantu klien mengungkapkan bahwa
ia mengalami kesedihan atau deprsesi yang tidak biasa
5.
Fasilitasi klien dalam mengingat
kembali kejadian-kejadian positif di masa lalu dan kuatkan perasaan harga
diri
6.
Beri informasi yang akurat
tentang depresi dan pengobatannya
7.
Anjurkan verbalisasi masalah dan
perasaan. Ajarkan klien tentang bagaimana caranya bersikap asertif
8.
Tingkatkan rasa penguasaan,
memiliki dan berbagi pengalaman.
9.
Anjurkan pembuatan keputusan
untuk meningkatkan rasa kendali
10. Fasilitasi
terapi rehabilitative psikososial, baik dengan membentuk kelompok atau
merujuk klien kepada professional kesehatan mental
11. Berikan
obat yang diresepkan
|
c.
Pencegahan Tersier
Terapi
kelompok sering berhasil digunakan di antara lansia karena bersama dengan orang
lain merupakan hal yang penting dalam proses asuhan dan rehabilitasi depresi
yang berkelanjutan. Berbagai jenis terapi rehabilitatif psikososial yang
mungkin dilakukan:
1)
Terapi yang berfokus pada aktivitas dan
meningkatkan rasa keterkaitan dengan orang lain (misalnya: gerakan dan musik)
2)
Terapi yang mendorong ingatan atau
tinjauan hidup dan oleh karena itu membantu penyelesaian masalah-masalah lama
dan meninggalkan identifikasi dan pencapaian di masa lalu
3)
Terapi yang mengajarkan tentang
penatalaksanaan kesehatan stres
4)
Terapi yang menstimulasi rasa dan
perbaikan respons terhadap lingkungan
5)
Terapi yang membantu memenuhi kebutuhan
akan mencintai dan dicintai
6)
Terapi yang mendorong pembaharuan minat
terhadap lingkungan sekitar dan menstimulasi pemikiran dan pembahasan tentang
topik-topik yang berkaitan dengan duni nyata, seperti terapi remotivasi.
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat