Proses
keperawatan keluarga berbeda-beda bergantung pada siap yang menjadi focus
keperawatan. Perbedaan ini bergantung pada konsep perawat tentang keluarga
dalam praktiknya. Jka perawat memandang keluarga sebagai latar belakang atau
konteks individu pasien, individu anggota keluarga menjadi foskus dan proses
keperawatan berorientasi pada individu. Namun, apabila perawat mengartikan
keluarga sebagai suatu unit perawatan, maka keluarga sebagai unit atau system
sebagai focus walaupun proses disitu sendiri tidak berbeda. (Friedman, Bowden
& Jones, 2010)
Asuhan
keperawatn keluarga keluarga merupakan proses yang kompleks dengan menggunakan
pendekatan sistematis untuk bekerja sama dengan keluarga dan individu sebagai
anggota keluarga. (Mubarak, 2010). Tahapan dari proses keperawatan keluarga
adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian
keluarga dan individu di dalam keluarga. Pengkajian keluarga dilakukan dengan
cara mengidentifikasi data demografi, data social cultural, data lingkungan,
struktur keluarga, fungsi keluarga, stress dan koping yang digunakan keluarga,
serta perkembangan keluarga. Sedangkan pengkajian terhadap individu sebagai
anggota keluarga meliputi: pengkajian fisik, mental, emosional, social, dan
spiritual.
2. Analisa
data
3. Perumusan
diagnosis keperawatan.
4. Prioritas
masalah kesehatan keluarga
5. Penyusunan
perencanaan.
6. Pelaksanaan
asuhan keperawatan.
7. Evaluasi.
1. PENGKAJIAN
a. Definisi
Pengkajian
merupakan tahapan terpenting dalam proses keperawatan, mengingat pengkajian sebagai
awal begi keluarga untuk mengidentifikasi data-data yang ada pada keluarga.
Pengkajian adalah proses sistematis dari pengumpulan, verivikasi dan komunikasi
data tentang klien. (Potter & Perry, 2005).
Sedangkan
menurut Suprajitno, (2004; 29), Pengkajian merupakan suatu tahapan ketika
seorang perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga
yang di binanya. Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga. Agar diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai
dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan menggunakan bahasa ibu (yang
digunakan setiap hari), lugas, dan sederhana.
Secara
garis besar data dasar yang dipergunakan mengkaji status keluarga adalah:
1) Struktur
dan karakteristik keluarga
Yakni komposisi
keluarga dan data demografi, tipe keluarga dan struktur keluarga, pola
pengambilan keputusan, hubungan interpersonal, pola interaksi, dan pola
komunikasi atau proses mempengaruhi hubungan keluarga, (seperti: mengekspresikan
perasaan atau emosi ditunjukkan dengan motivasi berkumpul atau berpisah, missal
ketika ada konflik/masalah), efektivitas dan efisiensi proses komunikasi
sebagai peran dalam keluarga, kesehatan tiap anggota keluarga, serta system
integritas keluarga.
2) Karakteristik
social, ekonomi, dan budaya
Yakni pekerjaan, tempat
kerja, dan pendapatan setiap anggota keluarga yang bekerja; pendidikan yang
diperoleh tiap anggota keluarga, latar belakang etnik dan agama;
tradisi/kebiasaan keluarga, kegiatan atau latihan yang mempengaruhi kesehatan anggota keluarga
atau fungsi keluarga; orang terdekat lainnya dan orang yang berperan penting
dalam kehidupan keluarga; serta hubungan keluarga dengan komunitas yang lebih
besar.
3) Faktor
rumah dan lingkungan
Yakni informasi tentang
tempat tinggal serta fasilitas penjagaan kesehatan/kebersihan; tipe
masyarakat/tetangga dan kemampuan bersosialisasi, kesehatan, komunikasi dan
fsilitas transportasi.
4) Riwayat
kesehatan dan medis dari setiap anggota keluarga
Yakni kondisi kesehatan
saat ini dan riwayat kesehatan/kesakitan masa lalu, kepercayaan atau kegiatan
yang menimbulkan kesehatan/kesakitan, nutrisi dan status tahap perkembangan,
hasil pengkajian fisik dan hasil tes laboratorium/tes diagnostic/prosedur
screening.
5) Psikososial
keluarga, nilai-nilai dan praktik promosi/ mempertahankan kesehatan, dan
pencegahan penyakit.
Yakni usaha promotif
atau preventif (mis status imunisasi) dari anggota keluarga yang beresiko dan
usaha melakukan gaya hidup yang sehat, kepatenan/adekuat dari istirahat/tidur,
olahraga, aktivitas rekreasi, mnajemen stress atau latihan gaya hidup sehat
lainnya.
b. Tahapan-tahapan
Pengkajian
Untuk
mempertahankan perawat keluarga saat melakukan pengkajian, digunakan istilah
penjajakan pertama dan penjajakan kedua (Friedman, 1998; Maglaya, 2009)
1)
Penjajakan pertama
Data-data yang dikumpulkan pada penjajakan
pertama anatara lain adalah data umum, lingkungan, struktur keluarga, fungsi
keluarga, stress dan koping keluarga, harapan keluarga, data tambahan, dan pemeriksaan
fisik. Dari hasil pengumpulan data tersebut maka akan dapat diidentifikasi
masalah kesehatan keluarga.
2)
Penjajakan kedua
Pengkajian
yang tergolong kedalam pengkajian kedua diantaranya pengumpulan data-data yang
berkaitan dengan ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan sehingga
dapat ditegakkan diagnosa keperawatan keluarga, adapun ketidakmampuan keluarga
dalam menghadapi masalah diantaranya adalah:
a)Ketidakmampuan keluarga
mengenal masalah kesehatan.
b)
Ketidakmampuan keluarga mengambil
keputusan.
c)Ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang sakit.
d)
Ketidakmampuan keluarga memodifikasi
lingkungan, dan
e)Ketidakmampuan keluarga
memanfaatkan fasilitas kesehatan.
c. Metode
dan sumber data pengkajian
Terdapat
beberapa metode pengumpulan data yang dapat dipilih oleh perawat, berdasarkan
dari sumber-sumber yang tersedia seperti materi, tenaga kerja, waktu, dan
fasilitas. Dalam pemilihan metoda harus mempertimbangkan keakuratannya,
validitasnya, reliabilitasnya, dan keadekuatan dari data pengkajain. Rendahnya
kualitas, tidak akurat, dan tidak adekuat data dapat mengakibatkan
katidakakuratan dari definsi masalah kesehatan dan keperawatan, yang bias
menyebabkan rendahnya desain dari rencana asuhan keperawatan. Untuk memastikan
kualitas dari data pengkajian, sebuah kombinasi dari beberapa metoda dan sumber
bias melakukan cross-check dan validasi data (Maglaya, 2009).
Pengumpulan
data keluarga berasal dari berbagai sumber yaitu wawancara klien tentang
peristiwa yang lalu dan saat ini, temuan objektif (mis: observasi rumah
keluarga dan fasilitasnya), penilaian subjektif (mis: pengalaman yang
dilaporkan anggota kelarga), informasi tertulis dan lisan dari rujukan,
berbagai agensi yang bekerja dengan keluarga, adan anggota tim kesehatan lain
(Friedman, Bowden & Jones, 2010).
Menurut
Maglaya (2009), terdapat beberapa metoda yang sering digunakan untuk
mendapatkan data tentang keluarga, status kesehatan, dan fungsi keluarga yaitu:
1) Observasi
Metode
pengumpulan data ini dilakukan dengan melibatkan seluruh indera/saraf sensori
seperti penglihatan, pendengaran, penciuman dan perabaan. Lewat pengamatan
langsung, perawat mengumpulkan informasi tentang keadaan keluarga dan respon
perilaku. Statur kesehatan keluarga dapat disimpulakan dari tanda dan gejala
dari masalah yang ditunjukkan dari berikut ini:
a) Komunikasi,
pola interaksi dan harapan hubungan interpersonal, kebiasaan dan toleransi
anggota keluarga.
b) Persepsi
peran/ asumsi tugas keluarga oleh tiap anggota kelaurga, termasuk pola
pengambilan-keputusan.
c) Kondisi
factor lingkungan dan rumah.
2) Pememriksaan
fisik
Data
signifikan terkait status kesehatan seorang anggota keluarga dapat didapatkan
lewat pemeriksaan fisik langsung. Hal ini dilakukan melalui inspeksi, palapsi,
perkusi dan auskultasi.
3) Wawancara
Metode
pengumpulan data berikutnya ialah dengan wawancara. Tipe wawancara pertama
yakni dengan mengumpulkan riwayat kesehatan keluarga. Riwayat kesehatan merujuk
pada status kesehatan masa kini yang didapat berdasarkan riwayat kesehatan masa
lalu (gangguan perkembangan, pengetahuan tentang penyakit, alergi, perawatan
restorative, dll); riwayat keluarga (genetic dan keturunan yang berhubungan
dengan kesehatan/kesakitan); riwayat social, dll.
Tipe
wawancara kedua ialah dengan mengumpulkan data dengan menanyakan secara
personal kepada anggota keluarga tentang pertanyaan yang berkaitan dengan
kesehatan, pengalaman/ gaya hisup keluarga, lingkungan tempat tinggal untuk
menyimpulkan data tentang kondisi apa yang sedang dihadapi dan masalah
kesehatan apa yang ada pada keluarga.
4) Record
review
Perawat
dapat mengumpulkan informasi dengan melihat rekaman medis yang ada dan laporan
klien. Dalam hal ini juga termasuk rekam medis anggota keluarga, hasil
laboratorium dan laporan hasil diagnostic, riwayat imunisasi, laporan tentang
kondisi rumah dan lingkungan, atau sumber yang sejenisnya.
5) Laboratorium/tes
diagostik
Metode
pengumpulan data lainnya ialah dengan menampilkan tes laboratorium, prosedur
diagnostic, atau tes lainnya yang dilakukan perawat itu sendiri atau petugas kesehatan
lainnya.
d.
Teknik Pengkajian
Menurut Mubarak 2009, pada tahap ini hal-hal yang
dikaji dalam keluarga adalah:
1) Data
Umum, meliputi:
a) Nama
kepala keluarga, umur, alamat, dan telepon jika ada, pekerjaan dan pendidikan
kepala, komposisi keluarga yang terdiri atas nama/inisial, jenis kelamin,
tanggal lahir/umur, hubungan dengan kelapa keluarga, status imunisasi dari
masing-masing anggota keluarga, dan genogram.
b) Genogram
keluarga
Genogram
keluarga merupakan sebuah diagram yang menggambarkan konstelasi atau pohon
keluarga dan genogram ini merupakan suatu alat pengkajian informative yang
digunakan untuk mengetahui keluarga dan riwayat keluarga, serta
sumber-sumbernya. (Friedman, Bowden & Jones, 1998 & 2010)
Wright
dan Leahey (2000) dalam Friedman, Bowden
dan Jones (2010) menjelaskan metode dasar yang terlibat dalam pencatatan data
keluarga pada genogram keluarga yaitu anggota keluarga ditempatkan pada baris
horizontal yang menunjukkan garis generasi. Anak-anak diurutkan dari kiri ke
kanan dimulai dari anak yang tertua. Kemudian, tiap individu dalam keluarga
disajikan. Disarankan pertanyaan tentang keluarga dekat yang pertama kali
diajukan adalah nama, usia, jenis kelamin anggota keluarga.
Grafik
genogram memperlihatkan informasi tentang anggota keluarga dan hubungan anggota
keluarga paling kurang tiga generasi. Teori system keluarga dari Bowen (dalam
Maglaya 2009) digunakan sebagai kerangka konsep untuk membangun dan
menganalisis pola genogram (informasi struktur, hubungan, dan fungsi tentang
keluarga) digambarkan potongan horizontal sebagai konteks keluarga dan vertical
sebagai generasi. Luasnya konteks keluarga memperlihatkan bahwa keterkaitan
anggota keluarga inti dan keluarga besar sebagai non-anggota keluarga yang
berpengaruh yang pernah hidup dengan keluarga atau memainkan peran utama dalam
kehidupan keluarga, termasuk kekuatan keluarga,
dan kerentanan dalam kaitannya dengan keseluruhan situasi.
Anggota
keluarga diwawancara tentang situasi sekarang yang berkaitan dengan tema,
mitos, aturan, dan isu-isu emosiaonal dari generasi sebelumnya, menunjukkan
kemungkinan hubungan antara acara keluarga. Pola penyakit terdahulu dan
sebelumnya bergantian dalam hubungan keluarga yang dibawa melalui perubahan
dalam struktur keluarga dan perubahan hidup yang penting lainnya dapat dengan
mudah untuk dicatat pada genogram, menyediakan sumber yang kaya informasi
tentang apa yang menyebabkan perubahan dalam keluarga tertentu (McGoldrick dan
Gerson dalam Maglaya, 2009).
Aturan
yang harus dipenuhi dalam pembuatan genogram:
a. Anggota
keluarga yang lebih tua berada di sebelah kiri
b. Umur
anggota keluarga ditulis pada symbol laki-laki atau perempuan
c. Tahun
dan penyebab kematian ditulis di sebelah atau dibawah symbol laki-laki atau
perempuan
d. Penggunaan
symbol dalam genogram
Symbol-simbol
pola interaksi keluarga yang harus diketahui oleh perawat (maglaya, 2009):
1) Hubungan
yang sangat dekat :
2) Konflik
hubungan:
3) Hubungan
jauh:
4) Ketegangan
atau cut off:
(buat tanggal jika
memungkinkan)
5) Tergabung
dan konflik:
c) Tipe
keluarga, menjelaskan jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah yang
terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
d) Suku
bangsa, atau latar belakang budaya (etnik), mengkaji asal suku bangsa keluarga
tersebut, serta mengidentifikasi budaya suku bangsa terkait dengan kesehatan.
i.
Latar belakang etnik keluarga atau
anggota keluarga.
ii.
Tempat tinggal keluarga bagaimana
(uraikan bagian dari sebuah lingkungan yang secara etnik bersifat homogeny)
iii.
Kegiatan-kegiatan social budaya, rekreasi
dan pendidikan. Apakah kegiatan ini ada dalam kelompok kultur atau budaya
keluarga.
iv.
Kebiasaan-kebiasaan diet dan berbusana,
baik tradisional atau modern.
v.
Bahasa yang digunakan didalam keluarga.
vi.
Penggunaan jasa pelayanan kesehatan
keluarga dan praktisi. Apakah keluarga mengunjungi praktik-praktik pelayanan
kesehatan tradisional atau mempunyai kepercayaan tradisional dalam bidang
kesehatan.
e) Agama,
mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat
memengaruhi kesehatan seperti:
i.
Apakah ada anggota keluarga yang berbeda
dalam keyakinan beragamanya.
ii.
Bagaimana keterlibatan keluarga dalam
kegiatan agama atau organisasi keagamaan.
iii.
Agama yang dianut oleh keluarga.
iv.
Keercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai
keagamaan yang dianut dalam kehidupan keluarga,
terutama dalam hal kesehatan.
f) Status
social ekonomi keluarga, yng ditentukan dari pendapatan, baik dari kepala
keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu, status social ekonomi
keluarga ditentukan pula oleh kebtuhan-kebituhan yang dikeluargak oleh keluarga
serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga, seperti:
i.
Jumlah pendapatan per bulan.
ii.
Sumber-sumber pendapatan per bulan.
iii.
Jumlah pengeluaran per bulan.
iv.
Apakah sumber pendapatan mencukupi
kebutuhan keluarga.
v.
Bagaimana keluarga mengatur pendapatan
dan pengeluarannya.
g) Aktivitas
rekreasi keluarga dan waktu luang, rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan
keluarga pergi bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi, namun dengan
menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi, selain
itu perlu dikaji pula penggunaan waktu luang atau senggang keluarga.
2) Riwayat
dan tahap perkembangan keluarga
Tahap
perkembangan keluarga adalah pengkajian keluarga berdasarkan tahap kehidupan
keluarga. Menurut Duvall, tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak
tertua dari keluarga inti dan mengkaji sejauh mana keluarga melaksanakan tugas
tahapan perkembangan keluarga. Sedangkan riwayat keluarga adalah mengkaji
riwayat kesehatan keluarga inti dan riwayat kesehatan keluarga.
a) Tahap
perkembangan keluarga saat ini, ditentukan oleh anak tertua dari keluarga inti.
b) Tahap
perkembangan keluarga yang belum terpenuhi, menjelaskan bagaimana tugas
perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga serta kendalanya.
c) Riwayat
keluarga inti, menjelaskan riwayat kesehatan keluarga inti, meliputi riwayt
penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota dan sumber
pelayanan yang digunakan keluarga seperti perceraiana, kematian, dan keluarga
yang hilang.
d) Riwayat
keluarga sebelumnya, keluarga asal kedua orang tua (seperti apa kehidupan
keluarga asalnya) hubungan masa silam dan saat dengan orang tua dari kedua
orang tua.
3) Pengkajian
Lingkungan
a) Karakteristik
rumah
Diidentifikasi
dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan
ruangan, peletakan perabotan rumah, sumber air, pembuangan sampah, dan denah.
b) Karakteristiklingkungan
dan komunitas tempat tinggal
Menjelaskan
mengenai karakteristik tetangga dan komunitas setempat yang meliputi kebiasaan,
lingkungan fisik, aturan atau kesepakatan penduduk setempat, budaya yang
memengaruhi kesehatan, sumber air, polusi, mayoritas pekerjaan masyarakat,
transportasi umum, keamanan, akses fasilitas umum dan pelayanan kesehatan.
c) Mobolitas
geografis keluarga
Mobilitas
geografis keluarga yang ditentukan dengan kebiasaan keluarga berpindah tempat,
lama keluarga tinggal di daerah ini, atau apakah sering mempunyai kebiasaan
berpindah-pindah tempat tinggal.
d) Perkumpulan
keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Menjelaskan
waktu yang digunakan keluarga keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan
keluarga yang ada.
e) System
pendukung keluarga, meliputi:
i.
Jumlah anggota keluarga yang sehat,
fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan yang meliputi
fasilitas fisk dan psikologis.
ii.
Sumber dukungan dari anggota keluarga
dan fasilitas social atau dukungan masyarakat setempat, lembaga pemerintah,
maupun swasta/LSM.
iii.
Jaminan pemeliharaan kesehatan yang
dimiliki keluarga.
4) Struktur
Keluarga
Struktur
pesan yang menjeaskan peran masing-masing anggota keluarga secara formal maupun
informal baik di keluarga atau masyarakat (Suprajitno, 2004; 33).
a) Pola
komunikasi keluarga
Menjelaskan bagaimana
cara keluarga berkomunikasi, siapa pengambil keputusan utama, dan bagaimana
peran anggota keluarga dalam menciptakan komunikasi. Perlu dijelaskan pula
hal-hal apa saja yang juga mempengaruhi komunikasi keluarga. Pola komunikasi
keluarga juga menjelaskan cara berkomunikasi antar anggota keluarga termasuk
pesan yang disampaiakan, bahasa yang digunakan, komunikasi secara langsung atau
tidak, pesan emosional (positif/negative), frekuensi, dan kualitas komunikasi
yang berlangsung. Adakah hal-hal yang tertutup dalam keluarga untuk
didiskusikan.
b) Struktur
kekuatan keluarga
Menjelaskan kemempuan
keluarga untuk memengaruhi dan mengendalikan anggota keluarga untuk mengubah
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.
(1) Keputusan
dalam keluarga, siapa yang membuat, yang memutuskan dalam keuangan, pengambilan
keputusan dalam pekerjaan atau tempat tinggal, serta siapa yang memutuskan
kegiatan dan kedisiplinan anak-anak.
(2) Model
kekuatan atau kekuasaan yang digunakan keluarga dalam membuat keputusan.
c) Struktur
peran
Menjelaskan peran dari
masing-masing anggota keluarga, baik secara formal maupun informal.
(1) Peran
formal, posisi dan peran formal pada setiap anggota kelurga (gembarkan
bagaimana setiap anggota keluarga melakukan peran masing-masing) dan apakah ada
konflik peran dalam keluarga.
(2) Peran
informal, adalah peran informal dalam keluarga, siapa yang memainkan peran
tersebut, berapa kali dan bagaimana peran tersebut dilaksanakan secara
konsisten
(3) Analisi
model peran, siapa yang menjadi model dalam menjalankan peran di budaya
masyarakat, bagaimana agama membegi pembagian peran keluarga, apakah peran yang
dijalankan sesuai tahap perkembangannya, bagaimana masalah kesehatan
mempengaruhi peran keluarga, adakah peran baru, bagaimana anggota keluarga
menerima peran baru, respon kelurga yang sakit terhadap perubahan peran atau
hilangnya peran, serta apakah ada konflik akibat peran.
d) Nilai
atau norma keluarga
Menjelaskan nilai atau
norma yang dipelajari dan dianut oleh keluarga yang berhubungan dengan
kesehatan. Mengenai nilai norma yang di anut kelurga dengan kelompok atau
kemunitas. Apakah sesuai dengan nilai norma yang dianut, seberapa penting nilai
yang dianut, apakah nilai yang dianut secara sadar atau tidak, apakah konflik
niai yang menonjol dalam kelurga, bagaimana latar belakang budaya yang
mempengaruhi nilai-nilai kelurga , serta bagaimana nilai-nilai kelurga
memengaruhi status kesehatan keluarga.
5) Fungsi
Keluarga
a) Fungsi
efektif
(1) Pola
kebutuhan keluarga. Apakah anggota keluarga merasakan kebutuhan individu lain
dalam keluarga, apakah orang tua mampu menggambarkan kebutuhan mereka,
bagaimana psikologi keluarganya, apakah setiap anggota keluarga memiliki orang
yang dipercaya dalam keluarga, apakah dalam keluarga saling menghormati satu
sama lainnya, apakah setiap anggota keluarga sensitive terhadap persoalan
individu.
(2) Mengkaji
gambaran dari anggota keluarga. Perasaan memiliki dan dimiliki keluarga,
dukungan keluarga terhadap anggota keluarga yang lainnya, kehangatan pada
keluarga, serta keluarga mengembangkan sikap slaing menghargai.
(3) Keterpisahan
dan keterkaitan. Bagaimana keluarga menghargai keterpisahan dengan anggota
keluarga yang lain, apakah keluarga merasa adanya keterkaitan yang erat antara
anggota keluarga satu dengan anggota keluarga lain.
b) Fungsi
sosialisasi
Menjelaskan tentang
hubungan anggota keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar tentang
disiplin, nilai, norma, budaya, dan prilaku yang berlaku dikeluarga dan
masyarakat.
c) Fungsi
perawatan kesehatan
Sejauh mana keluarga
menyediakan makanan, pakaian, dan perlindungan terhadap anggota yang sakit.
Pengetahuan keluarga mengenai konsep sehat sakit. Kesanggupan keluarga
melakukan pemenuhan tugas perawatan keluarga.
(1) Mengenal
masalah kesehatan
Sejauh mana keluarga
mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan meliputi, pengertian, tanda dan
gejala, penyebab dan yang mempengaruhi, serta persepsi keluarga terhadap
masalah.
(2) Mengambil
keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat
Sejauh mana keluarga
mengerti mengenai sifat dan luasnya maslah, apakah masalah dirasakan, menyerah
terhadap masalah yang dialami, takut akan akibat dari tindakan penyakit, dapat
menjangkau fasilitas kesehatan yang ada, dan kurang percaya terhadap tenaga
kesehatan.
(3) Merawat
anggota keluarga yang sakit
Sejauh mana keluarga
mengetahui keadaan penyakitnya, mengetahui tentang sifat dan perkembangan
perawatan yang dibutuhkan, mengetahui sumber-sumber yang ada dalam keluarga,
mengetahui keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan dan sikap
keluarga terhadap sakit.
(4) Memelihara
lingkungan rumah yang sehat
Sejauh mana mengetaui
sumber-sumber keluarga yang dimiliki, manfaat pemeliharaan lingkungan,
mengetahui pentingnya hygiene sanitasi.
(5) Menggunakan
fasilitas atau pelayanan kesehatan dimasyarakat
Apakah keluarga
memahami keuntungan yang diperoleh dari fasilitas kesehatan, tingkat
kepercayaan keluarga terhadappetugas kesehatan dan fasilitas kesehatan tersebut
terjangkau oleh keluarga.
d) Fungsi
Reproduksi
Mengkaji berapa jumlah
anak, merencanakan jumlah anggota keluarga, serta metode apa yang digunakan
keluarga dalam mengendalikan jumlah anggota keluarga. Perlu juga diuraikan
bagaimana keluarga menjelaskan kepada anggota keluarga tentang pendidikan seks
yang dini dan benar kepada anggota keluarganya.
e) Fungsi
ekonomi
Menjelaskan bagaimana
upaya keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan serta
pemanfaatan lingkungan rumah untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Juga
diuraikan kemampuan keluarga dalam pemanfaatan sumber yang ada di masyarakat
sekitar untuk meningkatkan status kesehatannya.
6) Stress
dan koping keluarga
a) Stressor
jangka pendek dan panjang
Stressor jangka pendek
adalah stressor yang dialami keluarga dan memerlukan waktu penyelesaian lebih
kurang 6 bulan. Stressor jangka panjang adalah stressor yang dialami keluarga
dan memerlukan waktu penyelesaian lebih dari 6 bulan.
b) Strategi
koping keluarga
Kemampuan keluarga
berespons terhadap stressor menjelaskan bagaimana keluarga berespons terhadap
stressor yang ada. Strategi koping yang digunakan menjelaskan tentang strategi
koping (mekanisme pembelaan) terhadap stressor yang ada. Mengkaji
bagaimana reaksi keluarga terhadap stressor, strategi koping internal,
strategi koping eksternal, dan strategi koping disfungsional (saat ini &
masa lalu, tingkat penggunaan koping).
c) Adaptasi
keluarga
Mengkaji adaptasi
keseluruhan keluarga, dan krisis keluarga. Disfungsi strategi adaptasi
menjelaskan tentang perilaku keluarga yang tidak adaptif ketika mempunyai
masalah.
7) Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan fisik
dilakukan pada semua anggota keluarga. Pemeriksaan fisik yang dilakukan tidak
jauh berbeda dengan pemeriksaan fisik pada klien di klinik (rumah sakit)
meliputi pengkajian kebutuhan dasar individu, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penujang yang perlu.
8) Harapan
keluarga
Pada akhir pengkajian,
perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas kesehatan (perawat) yang ada, untuk membantu menyelesaikan
masalah kesehatan yang terjadi.
2. Analisa
Data
a. Pengertian
Analisa data adalah kemampuan kognitif dalam pengembangan daya
berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu pengetahuan,
pengalaman, dan pengertian dalam keperawatan.
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan
menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori, prinsip-prinsip yang relevan
untuk membuat kesimpulan dari kesenjangan atau masalah kesehatan dan
keperawatan yang ditemukan.
b. Fungsi
analisa
1) Untuk
mengiterpretasikan data keperawatan dan kesehatan yang diperoleh dari berbagai
sumber, sehingga data yang diperoleh memiliki makna dan arti dalam menentukan
masalah kesehatan dan keperawatan serta kebutuhan kesehatan masyarakat.
2) Sebagai
alat pengambil keputusan dalam menentukan alternatif pemecahan masalah yang
dihadapi oleh masyarakat.
c. Pedoman
analisa data
1) Menyusun
kategorisasi data secara sistematis dan logis
2) Identifikasi
kesenjangan data
3) Menyusun
pola alternatif pemecahan masalah
4) Menerapkan
teori, model, kerangka kerja, norma dan standar yang kemudian dibandingkan
dengan data dan kesenjangan yang ditemukan
5) Identifikasi
kemampuan dan sumber daya masyarakat yang dapat menunjang asuhan perawatan
kesehatan masyarakat
6) Membuat
hubungan sebab akibat antara data dengan masalah yang diambil
d. Cara
analisa data
1) Validasi
data dengan cara meneliti kembali data yang terkumpul
2) Mengklasifikasi
data
3) Bandingkan
dengan standar dan kriteria
4) Buat
kesimpulan tentang kesenjangan (masalah) yang ditemukan
Menurut
setiawati dan Dermawan (2008), analisa data merupakan kegiatan pemilihan data
dalam rangka proses klarifikasi dan validasi informasi untuk mendukung
penegakan diagnose keperawatan keluarga yang akurat. Selain itu, data juga
direview dengan menghubungkan antara penyebab dan masalah yang di tegakkan; dan
menghubungkan data dari pengkajian yang berpengaruh kepada munculnya masalah.
Data
subyektif.
1) Ny.
N belum pernah mendapatkan informasi perawatan masa nifas.
2) Ny.
N mengatakan bahwa ia tidak tahu bagaimana masa nifas yang normal.
3) Ny.
N mengatakan bahwa proses melahirkan di bantu rukun beranak.
4) Ny.
N mengeluh pusing.
5) Ny.
N mengatakan agak takut kalua mau bergerak.
Data objektif
1) Ny.
N terlihat bingung saat dilakukan pengkajian.
2) Ny.
N terlihat banyak bertanya mengenai masalah nifas.
3) Ny.
N masa nifas minggu pertama.
Norma-norma
standar yang digunakan dalam menentukan status keluarga sebagai klien/pasien
dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis (maglaya, 2009) yaitu:
1) Kesehatan
normal dari masing-masing anggota keluarga.
Melibatkan
kesejahteraan fisik, sosial dan emosional dari setiap anggota keluarga.
2) Rumah
dan lingkungan yang kondusif untuk pengembangan kondisi kesehatan.
Kondisi rumah dan
lingkungan mencakup lingkungan fisik, psikologis, sosial budaya. Sebuah
lingkungan mempertimbangkan tipe dan kualitas dari rumah, ruang hidup yang
adekuat, fasiliotas dan sumber sanitasi yang adekuat baik di dalam rumah maupun
masyarakat, jenis lingkungan sekitar, norma psikologis/sosial- budaya,
nilai-nilai, harapan atau cara hidup yang meningkatkan pembangunan kesehatan
dan mencegah atau mengendalikan factor-faktor resiko dan berbahaya.
3) Karakteristik
keluarga, dinamika atau tingkat dari fungsi yang kondusif terhadap pertumbuhan
dan perkembangan keluarga.
Karakteristik keluarga
merupakan kemampuan klien sebagai sebuah sistem untu menjaga integritas batas
dan mencapai tujuannya melalui pertukaran dinamis antara anggotanya, ketika
menanggapi lingkungan multi-eksternal di sepanjang waktu.
Karakteristik dari fungsi
keluarga yang sehat menggambarkan sebagai pola peran yang fleksibel, responsive
terhadap kebutuhan masing-masing anggota, mekanisme pemecahan masalah yang
dinamis, kemampuan untuk menerima bantuan, pola komunikasi terbuka, pengalaman
terhadap kepercayaan dan rasa hormat dalam suasana hangat dan penuh perhatian
dan mempunyai kapasitas untuk mempertahankan dan menciptakan hubungan yang
konstruktif dengan lingkungan dan masyarakat yang lebih luas.
3. Diagnosa
Keperawatan
a. Pengertian
Diagnose keperawatan adalah keputusan klinis
mengenai individu, keluarga, atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu
proses pengumpulan data dan analisa data secara cermat, memberikan dasar untuk
menetapkan tindakan-tindakan dimana perawat bertanggung jawab untuk
melaksanakannya. Diagnose keperawatan keluarga dianalisis dari hasil pengkajian
terhadap masalah dalam tahap perkembangan keluarga, lingkungan keluarga,
struktur keluarga, fungsi keluarga, koping keluarga, baik yang bersifat aetual,
resiko, maupun yang sejahtera dimana perawat memiliki wewenang dan tanggung
jawab untuk melakukan tindakan keperawatan bersama-sama dengan keluarga
(Mubarak,2009,p;102).
Menurut Gordan (1994) dalam Friedman (2010)
mengatakan diagnosis keperawatan keluarga merupakan perpanjangan dari diagnosis
ke system keluarga dan subsistemnya serta merupakan hasil pengkajian
keperawatan. Diagnosis keperawatan keluarga termasuk masalah kesehatan actual
dan potensi dengan perawat keluarga yang memiliki kemampuan dan mendapatkan
lisensi untuk menanganinya berdasarkan pendidikan dan pengalaman.
b. Tipe
diagnosis keperawatan
1) Actual
(terjadi deficit atau gangguan kesehatan)
Dimana masalah
kesehatan yang dialami oleh keluarga memerluakan bantuan untuk segera ditangani
dengan cepat. Pada diagnose keperawatan actual, factor yang berhubungan
merupakan etiologi, atau factor penunjang lain yang mempengaruhi perubahan
status kesehatan. Factor tesebut dapat dikelompokkan menjadi empat katagori,
yaitu:
2) Patofisiologi
(biologi atau psikologi)
3) Tindakan
yang berhubungan
4) Situasional
(lingkungan, personal)
5) Maturasional.
Secara umum
faktor-faktor yang berhubungan atau etiologi dari diagnose keperawatan keluarga
adalah adanya:
1) Ketidaktahuan
(kurangnya engetahuan, pemahaman dan kesalahan persepsi)
2) Ketidakmauan
(sikap dan motivasi)
3) Ketidakmampuan
(kurangnya keterampulan terhadap suatu prosedur atau tindakan, kurang sumber
daya keluarga, baik financial, fasilitas, system pendukung, lingkungan fisik
dan psikologis).
(Mubarak,2009,p;103).
c. Resiko
(ancaman kesehatan)
Sudah
ada data yang menunjang namun belum terjadi gangguan, tetapi tanda tersebut
dapat menjadi masalah actual apabila tidak segera mendapatkan bantuan pemecahan
dari tim kesehatan atau keperawatan. Factor-faktor resiko untuk diagnosis
resiko dan resiko tinggi memperlihatkan keadaan dimana kerentanan meningkat
terhadap klian atau kelompok. Factor ini membedakan klien atau sekelompok
resiko tinggi dari yang lainnya pada populasi yang sama yang mempunyai resiko.
d. Potensial
Suatu keadaan jika
keluarga dalam keadaan sejahtera, kesehatan keluarga dapat ditingkatkan.
Diagnosis keperawatan sejahtera tidak mencakup factor-faktor yang berhubungan.
Perawat dapat memperkirakan kemampuan atau potensi keluarga dapat ditingkatkan
kea rah yang lebih baik.
1) Diagnose
keperawatan keluarga
Daftar diagnosis keperawatan keluarga berdasarkan NANDA tahun
1995 dalam Mubarak (2009) adalah sebagai berikut:
Diagnosis keperawatan
keluarga pada masalah lingkungan
a) Kerusakan
penatalaksanaan pemeliharaan rumah (hygiene lingkungan)
b) Resiko
terhadap cedera
c) Resiko
terjadi infeksi
2) Diagnosis
keperawatan keluarga pada masalah stuktur komunikasi. Komunikasi keluarga
disfungsional
3) Diagnosis
keperawatan keluarga pada maslah stuktur peran
a) Berduka
dan antisipasi
b) Berduka
disfungsional
c) Isolasi
social
d) Perubahan
dalam proses keluarga (dampak adanya orang yang sakit terhadap keluarga)
e) Potensial
peningkatan menjadi orang tua
f) Perubahan
menjadi orang tua (krisis menjadi orang tua)
g) Perubahan
penampilan peran
h) Kerusakan
penatalaksanaan pemeliharaan rumah
i)
Gangguan citra tubuh
4) Diagnosis
keperawatan keluarga pada masalah fungsi afektif
a) Perubahan
proses keluarga
b) Perubahan
menjadi orang tua
c) Potensial
peningkatan menjadi orang tua
d) Berduka
yang diantisipasi
e) Koping
keluarga tidak afektif, menurun
f) Koping
keluarga tidak afektif, ketidakmampuan
g) Resiko
terhadap tindakan kekerasan
5) Diagnosis
keparawatan keluarga pada masalah fungsi social
a) Perubahan
proses keluarga
b) Perilaku
mencari bantuan kesehatan
c) Konflik
peran orang tua
d) Perubahan
menjadi orang tua
e) Potensial
peningkatan menjadi orang tua
f) Perubahan
pertumbuhan dan perkembangan
g) Perubahan
pemeliharaan kesehatan
h) Kurang
pengetahuan
i)
Isolasi social
j)
Kerusakan interaksi social
k) Resiko
terhadap tindakan kekerasan
l)
Ketidakpatuhan
m) Gangguan
identitas diri
6) Diagnosis
leperawatan keluarga pada masalah fungsi perawatan kesehatan
a) Perubahan
pemeliharaan kesehatan
b) Potensial
peningkatan pemeliharaan kesehatan
c) Perilaku
mencari pertolongan kesehatan
d) Ketidakefektifan
penatalaksanaan aturan terapeutik atau pengobatan keluarga
e) Resiko
terhadap penularan penyakit
7) Diagnosis
keperawatan keluarga pada masalah koping
a) Potensial
peningkatan koping keluarga
b) Koping
keluarga tidak afektif, menurun
c) Koping
keluarga tidak afrktif, ketidakmampuan
d) Resiko
terhadap tindakan kekerasan
Diagnosis keperawatan
keluarga NANDA yang relevan dalam keperawatan keluarga menurut friedman (2010)
adalah:
a) Duka
cita adaktif
b) Ketegangan
peran pemberi asuhan
c) Kepedihan
kronik
d) Penurunan
koping keluarga
e) Konflik
pengambilan keputusan
f) Difisiensi
pengetahuan
g) Ketidakmampuan
koping keluarga terganggu
h) Disfungsi
proses keluarga (alkoholisme)
i)
Duka cita maladaktif
j)
Perilaku sehat
k) Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
l)
Ketidakseimbangan nutrisi: lebih dari
kebutuhan tubuh
m) Gangguan
penyesuaian
n) Gangguan
pemeliharaan rumah
o) Ketidakmampuan
menjadi orang tua
p) Kendala
interaksi social
q) Ketidakafektifan
performa peran
r) Ketidakafektifan
penatalaksanaan program teraupetik: keluarga
s) Gangguan
proses keluarga
t) Ketidakpatuhan
u) Konflik
peran menjadi orang tua
v) Sindrom
pasca-trauma
w) Ketidakberdayaan
x) Kesiapan
untuk meningkatkan koping keluarga
y) Kesiapan
untuk meningkatkan kesejahtaraan spiritual
z) Resiko
ketegangan peran pemberi asuhan
aa) Resiko
ketidakseimbangan nurtisi : lebih dari kebutuhan tubuh
bb) Resiko
ketidakseimbangan nitrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
cc) Resiko
ketidakmapuan menjadi orang tua
dd) Resiko
ganggan pelekatan antara orang tua/bayi/anak
ee) Resiko
kesepian
ff) Isolasi
social
gg) Resiko
ketidakberdayaan
hh) Resiko
perilaku kekerasan terhadap diri
ii) Disfungsi
seksual
jj) Distress
spiritual
Contoh diagnosa
keperawatan
a) Risiko
penularan pada anggota keluarga yang lain berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan keluarga terhadap pencegahan penularan penyakit (penyakit TB)
b) Ketidakmampuan
keluarga mengambil keputusan dalam merawat anggota keluarga yang sakit
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga terhadap pencegahan penularan
penyakit (penyakit TB)
4.
Prioritas
Masalah Keperawatan Keluarga
Setelah data dianalisis, kemungkinan perawat
menemukan lebih dari satu masalah. Mengingat keterbatasan kondisi dan sumber
daya yang dimiliki oleh keluarga maupun perawat, maka masalah-masalah tersebut
tidak dapat ditangani sekaligus. Oleh karena itu, perawat kesehatan masyarakat
dapat menyusun prioritas masalah kesehatan keluarga.
a.
Menentukan
prioritas masalah dengan skoring
Menurut Effendy (1998,
p.52) & Sudiharto (2007, p.41-42), kriteria prioritas masalah terbagi atas
empat, yaitu:
1)
Sifat masalah
Berdasarkan
sifar atau tipologi masalah, penilaian masalah adalah sebagai berikut:
a)
Tidak/ kurang
sehat (3): suatu keadaan sedang sakit atau gagal mencapai kesehatan optimal.
Misalnya, keadaan sedang sakit dan kegagalan tumbuh-kembang.
b)
Ancaman
kesehatan (2): keadaan yang dapat berisiko terjadinya penyakit, kecelakaan atau
kegagalan dalam mempertahankan kesehatan optimal. Misalnya, riwayat penyakit
keturunan, risiko tertular, risiko kecelakaan, dan lain-lain.
c)
Krisis (1):
suatu keadaan individu atau keluarga memerlukan penyesuaian lebih banyak dalam
hal sumber daya yang dimiliki. Sebagai contoh, kehamilan, aborsi, lahir di luar
nikah, dan kehilangan orang yang dicintai.
2)
Kemungkinan masalah dapat diubah, adalah kemungkinan keberhasilan untuk mengurangi
masalah atau mencegah masalah bila dilakukan intervensi keperawatan dan
kesehatan. Pemberian nilainya adalah dengan mudah (2), hanya sebagian (1), dan
tidak dapat diubah (0).
3)
Potensial masalah untuk dicegah, adalah sifat dan beratnya masalah yang akan
terjadi bila dapat dikurangi atau dicegah melalui tindakan keperawatan.
Pemberian nilainya adalah tinggi (3), cukup (2), dan rendah (1).
4)
Menonjolnya masalah, adalah cara memandang dan menilai masalah
keperawatan berkaitan dengan berat dan mendesaknya untuk segera diatasi.
Pemberian nilainya adalah masalah berat dan harus segera dirangani (2), ada
masalah tetapi tidak perlu segera ditangani (1), dan masalah tidak dirasakan
(0).
Menurut Bailon dan
Maglaya (1978, dalam Mubarak, 2009, p.104), prioritas masalah kesehatan
keluarga dengan menggunakan proses skoring sebagai berikut:
No
|
Kriteria
|
Skor
|
Bobot
|
1
|
Sifat Masalah
|
|
1
|
|
Skala:
a.
Tidak/ kurang
sehat (Aktual)
b.
Ancaman kesehatan
(Risiko)
c.
Krisis
(Sejahtera)
|
3
2
1
|
|
2
|
Kemungkinan Masalah dapat Diubah
|
|
2
|
|
Skala:
a.
Dengan mudah
b.
Hanya sebagian
c.
Tidak dapat
|
2
1
0
|
|
3
|
Potensial Masalah untuk Dicegah
|
|
1
|
|
Skala:
a.
Tinggi
b.
Cukup
c.
Rendah
|
3
2
1
|
|
4
|
Menonjolnya Masalah
|
|
1
|
|
Skala:
a.
Masalah berat,
harus segera ditangani
b.
Ada masalah,
tetapi tidak perlu segera ditangani
c.
Masalah tidak
dirasakan
|
2
1
0
|
|
Proses skoring dilakukan untuk setiap diagnosis
keperawatan dengan cara berikut:
1)
Tentukan skor
untuk setiap kriteria yang telah dibuat.
2)
Selanjutnya skor
dibagi dengan angka tertinggi yang dikalikan dengan bobot.
3)
Jumlahkanlah
skor untuk semua kriteria, skor tertinggi adalah 5, sama dengan seluruh bobot.
Catatan: Skoring
dihitung bersama dengan keluarga
Contoh soal skoring prioritas masalah:
1)
Risiko penularan
pada anggota keluarga yang lain berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
keluarga terhadap pencegahan penularan TBC.
No
|
Kriteria
|
Skala
|
Bobot
|
Skoring
|
Pembenaran
|
1
|
a. Sifat masalah: ancaman kesehatan
|
2
|
1
|
|
Keluarga tidak tahu
penyakitnya mudah menular.
|
2
|
b.
Kemungkinan
masalah dapat diubah: hanya sebagian
|
1
|
2
|
|
Kondisi pasien pada
usia produktif dengan pendidikan SD mempengaruhi penyerapan informasi.
|
3
|
c.
Potensial
masalah untuk dicegah: cukup
|
2
|
1
|
|
Keluarga mau diajak
kerja sama (kooperatif).
|
4
|
d. Menonjolnya masalah: masalah berat,
harus segera ditangani
|
2
|
1
|
|
Bila tidak segera
ditangani memungkinkan penyembuhan lama dan terjadi penularan kepada anggota keluarga.
|
|
|
|
Total
|
|
|
2)
Ketidakmampuan
keluarga mengambil keputusan dalam merawat anggota keluarga yang sakit
berhubungan dengan kurang pengetahuan keluarga terhadap pencegahn penularan
TBC.
No
|
Kriteria
|
Skala
|
Bobot
|
Skoring
|
Pembenaran
|
1
|
a.
Sifat masalah:
ancaman kesehatan
|
2
|
1
|
|
TBC adalah penyakit
menular, sehingga memungkinkan penularan pada anggota lain dalam rumah.
|
2
|
b.
Kemungkinan
masalah dapat diubah: sebagian
|
1
|
2
|
|
Pasien tidak tahu
kalau penyakitnya butuh pengobatan rutin.
|
3
|
c.
Potensial
masalah untuk dicegah: tinggi
|
3
|
1
|
|
Penderita kooperatif
dalam penyuluhan dan penatalaksanaan.
|
4
|
d.
Menonjolnya
masalah: masalah tidak dirasakan
|
0
|
1
|
|
Bila tidak dapat
ditangani memungkinkan penyembuhan lama dan terjadi penularan kepada anggota
keluarga.
|
|
|
|
Total
|
|
|
Berdasarkan rumusan
prioritas diatas, maka dapat diketahui prioritas permasalahan pada keluarga
Bapak B adalah sebagai berikut:
1)
Risiko penularan
pada anggota keluarga yang lain berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
keluarga terhadap pencegahan penularan TBC.
2)
Ketidakmampuan
keluarga mengambil keputusan dalam merawat anggota keluarga yang sakit
berhubungan dengan kurang pengetahuan keluarga terhadap pencegahn penularan
TBC.
b.
Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas dengan melihat beberapa kriteria
(Mubarak, 2009, p.105-106; Sudiharto, 2007, p.41-42; & Effendy, 1998, p.52)
1)
Sifat masalah
Sifat masalah kesehatan dapat dikelompokkan ke dalam
tidak atau kurang sehat diberikan bobot yang lebih tinggi karena masalah
tersebut memerlukan tindakan yang segera dan biasanya masalahnya dirasakan atau
disadari oleh keluarga. Krisis atau keadaan sejahtera diberikan bobot yang
paling sedikit atau rendah karena faktor kebudayaan biasanya dapat memberikan
dukungan bagi keluarga untuk mengatasi masalahnya dengan baik.
Misalnya keadaan sakit atau pertumbuhan anak yang
tidak sesuai dengan usia, kemudian baru diberikan kepada hal-hal yang mengancam
kesehatan keluarga dan selanjutnya kepada situasi krisis dalam keluarga dimana
terjadi situasi yang menuntut penyesuaian dalam keluarga.
2)
Kemungkinan
masalah dapat diubah
Adalah kemungkinan berhasilnya mengurangi atau
mencegah masalah jika ada tindakan (intervensi). Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam menentukan skor kemungkinan masalah dapat diperbaiki adalah:
a)
Pengetahuan dan
teknologi serta tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani masalah;
b)
Sumber-sumber
yang ada pada keluarga, baik dalam bentuk fisik, keuangan, tenaga, atau sarana
dan prasarana;
c)
Sumber-sumber
dari keperawatan, misalnya dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, dan waktu;
d)
Sumber-sumber di
masyarakat, misalnya dalam bentuk fasilitas kesehatan, organisasi masyarakat,
dan dukungan sosial masyarakat. Seperti posyandu, DUKM, polindes, dan
sebagainya.
3)
Potensial
masalah untuk dicegah
Menyangkut sifat dan beratnya masalah yang akan
timbul dapat dikurangi atau dicegah. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam menentukan skor kriteria potensi masalah bisa dicegah adalah sebagai
berikut:
1)
Kepelikan dari
masalah
Berkaitan
dengan beratnya penyakit atau masalah, prognosis penyakt atau kemungkinan
mengubah masalah. Umumnya makin berat masalah tersebut makin sedikit
kemungkinan untuk mengubah atau mencegah sehingga makin kecil potensi masalah
yang akan timbul.
2)
Lamanya masalah
Hal
ini berkaitan dengan jangka waktu terjadinya masalah tersebut. Biasanya lamanya
masalah mempunyai dukungan langsung dengan potensi masalah bila dicegah.
3)
Adanya kelompok
risiko tinggi atau kelompok yang peka atau rawan. Adannya kelompok tersebut
pada keluarga akan menambah potensi masalah bila dicegah
4)
Menonjolnya
masalah
Merupakan cara keluarga melihat dan menilai masalah
mengenai beratnya masalah serta mendesaknya masalah untuk diatasi. Hal yang
perlu diperhatikan dalam memberikan skor pada kriteria ini, perawat perlu
menilai persepsi atau bagaimana keluarga tersebut melihat masalah. Dalam hal
ini, jika keluarga menyadari masalah dan merasa perlu untuk menangani segera,
maka harus diberi skor yang tinggi
5. Perencanaan
keperawatan keluarga
a. Definisi
Perencanaan adalah perumusan tujuan yang berorientasi padaklien
yang mencakup tujuan umum dan khusus. Rencana keperawatan keluarga merupakan
kumpulan tindakan yang direncanakan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam
menyelesaikan atau mengatasi masalah kesehatan yang telah teridentifikasi.
Rencana keperawatan keluarga yang berkualitas akan menjamin keberhasilan dalam mencapai tujuan serta penyelesaian masalah. Selama proses
keperawatan ini, perawat keluarga terlibat dalam penyusunan rencana
keperawatan, bekerjasama dengan keluarga dan menetapkan intervensi dalam
rangka mencapai hasil yang diharapkan
(Friedman, 2010;172 : Mubarak, 2009;106).
b. Prinsip-prinsip
perencanaan
Dalam Friedman (2010; 176) , prinsip-prinsip perencanaan antara
lain :
1) Tindakan-tindakan
yang disusun harus berorientasi pada pemecahan masalah.
2) Rencana
tindakan yang dibuat akan dapat dilakukan mandiri oleh keluarga.
3) Rencana
tindakan yang dibuat berdasarkan masalah kesehatan.
4) Rencana
perawatan sederhana dan mudah dilakukan
5) Rencana
perawatan dapat dilakukan secara terus menerus oleh keluarga.
c. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rencana asuhan keperawatan
Menurut Mubarak (2009; 106) beberapa hal yang harus diperhatika
dalam mengembangkan keperawatan keluarga
diantaranya :
1) Rencana
keperawatan harus didasarkan atas analisis yang menyeluruh tentang masalah atau
situasi keluarga.
2) Rencana
yang baik realistis, artinya dapat dilaksanakan dan dapat menghasilkan apa yang
diharapkan.
3) Rencana
keperawatan harus sesuai dengan tujuan
dan falsafah instansi kesehatan. Misalnya bila instansi kesehatan pada daerah
tersebut tidak memungkinkan pemberian pelayanan cuma-Cuma , maka perawat harus
mempertimbangkan hal tersebut dalam menyusun perencanaan.
4) Rencana
keperawatan dibuat bersama dengan keluarga. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa
perawat bersama keluarga bukan untuk keluarga.
5) Rencana
asuhan keperawatan sebaiknya dibuat secara tertulis. Hal ini selain berguna
untuk perawat juga akan berguna bagi anggota tim kesehatan keluarga. Jika
keluarga mengerti dan menerima sasaran yang telah ditentukan, mereka diharapkan
dapat berpartisipasi secara aktif dalam mencapai sasaran tersebut. Selain itu, dengan membuat rencana keperawatan secara tertulis akan membantu
mengevaluasi perkembangan masalah keluarga.
d. Langkah-langkah
dalam mengembangkan rencana keperawatan keluarga
Menurut Mubarak (2009; 107)
langkah-langkah dalam mengembangkan rencana asuhan keperawatan keluarga.
1) Menentukan
sasaran atau goal
Sasaran merupakan tujuan akhir yang akan dicapai melalui segala upay. Prinsip yang
paling penting adalah sasaran harus
ditentukan bersama keluarga. Jika keluarga mengerti dan menerima sasaran yang
telah ditentuka, mereka diharapkan dapat berpartisipasi secara aktif dalam mencapai sasaran tersebut.
Misalnya setelah dilakukan tindakan keperawatan, keluarga mampu merawat anggota
keluarga yang menderita penyakit hipertensi.
2) Menentukan
tujuan atau objektif
Objektif merupakan pernyataan yang lebih spesifik atau
lebih terperinci, berisi tentang hasil yang diharapkan dari tindakan perawatan
yang dilakuka. Ciri tujuan atau objektif yang baik adalah spesifik, adapat
diukur, dapat dicapai, realistis dan ada batasan waktu. Misalnya setelah
dilakukan keperawatan diharapkan anggota keluarga yang sakit hipertensi
mengerti tentang cara pencegahan, pengobatan hipertensi, dan tekanan darah 120/80 mmHg.
Perawat dapat membantu keluarga menentukan tujuan
kesehatan mereka sendiri dengan memberikan informasi yang relavan tentang
hal-hal yang menjadi kepedulian/masalah mereka. Ini memungkinkan keluarga untuk
membuat keputusan yang masuk akal tentang apa yang menjadi tujuan dan pelayanan
yang mereka ingin rencanakan. Jadi, penentu utama dari apa yang menjadi tujuan
adalah keluarga bukan perawat (Friedman, Bowden, & Jones, 2010).
Menetapkan tujuan bersama dengan keluarga merupakan
tonggak dari suatu perencanaan afektif. Salah satu rumus dasar keperawatan
keluarga adalah bahwa klien mempunyai tanggung jawab mutlak untuk mengelola
kehidupan mereka (Prinsip penentuan diri) dan kita menghargai keyakinan mereka
( Carey, 1989), perawat dapat membantu keluarga menentukan tujuan kesehatan
mereka sendiri dengan memberikan informasi yang relavan tentang hal-hal yang
mnejadi kepedulian atau masalah mereka. Ini memungkinkan keluarga untuk membuat
keputusan yang masuk akal tentang apa yang menjadi tujuan dan pelayanan yang
mereka ingin rencanakan. Jadi, penentuan utama dari apa yang menjadi tujuan
adalah keluarga bukan perawat (Otto,1973).
Menetapkan bersama dengan anggota keluarga secara
konsisten lebih utama dari pada menetapkan tujuan sepihak untuk beberapa alasan
:
a) Proses menetapkan tujuan bersama mempunyai
afek positif dalam interaksi dengan keluarga.
b) Orang
cenderung menolak untuk diperintah apa yang harus dilakukan, tetapi akan lebih
suka untuk bekerja terkait dengan tujuan yan mereka pilih dan dukung sendiri.
c) Orang
yang membuat keputusan cenderung merasa bertanggung jawab (Carey, dalam
Friedman, Bowden, & jones, 2010)
Penetapan
tujuan semakin diakui sebagai komponen yang sangat penting dalam perencanaan.
Penyuluhan tujuan yang jelas, spesifik dan dapat diterima, merupakan hal yang
penting dalam perencanaan, penyusunan tujuan yan jelas, spesifik dan dapat di
terima, merupakan hal yang penting. Jika tujuan keluarga tidak jelas maka tidak
akan membuat banyak perbedaan apapun kegiatan yang di lakukan karena hasil
akhir yang di capaipun tidak diketahui.
Sepanjang
pertanyaan tujuan didefenisikan dan diterima sebagai sesuatu yang valid oleh
keluarga, tindakan yang diinginkan tampak akan mengikuti. Selain tujuan dapat
diterima , jelas dan spesifik, tujuan juga perlu dinyatakan dalam bentuk
perilaku sehingga dapat diukur (dievaluasi). Tujuan perlu disebutkan dalam
jangka pendek, yaitu spesifik, langsung dan terukur ; tujuan tingkat
menengah; atau pada akhir lain dari
rentang sebagai jangka panjang,lebih umum, tujuan utama yang menunjukan tujuan
yang luas yang di harapkan oleh perawat dan keluarga.
Tujuan jangka
pendek diperlukan untuk memoyivasi dan memberikan keyakinan kepada keluarga dan
individu bahwa mereka telah membuat kemajuan , dan untuk menentuakan keluarga
ke tujuan yang lebih luas, dan lebih komprehensif. Proses ini konsisten dengan
teori kontemporer utama yang berhubungan dengan perubahan perilaku sehat
(Glanz, Lewis, & Rimer, 1997).
3) Menentukan
pendekatan dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan
Tindakan keperawatan yang dipilih sangat bergantung
pada sifat masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk memecah masalah. Dalam
perawatan kesehatan keluarga tindakan keperawatan yang dilakukan ditujukan
untuk mengurangi atau menghilangkan sebab-sebab yang mengakibatkan timbulnya
kesanggupan keluarga dalam melaksanakan tugas-tugas kesehatan.
Perawat
dapat melakukan tindakan keperawatan dengan menstimulasi kesadaran dan
penerimaan terhadap masalah atau kebutuhan kesehatan keluarga dengan jalan:
a) Memperluas
informasi atau pengetahuan keluarga
b) Membantu
keluarga untuk melihat dampak atau akibat dari situasi yang ada
c) Menghubungkan
antara kebutuhan kesehatan dengan sasaran yang telah ditentukan
d) Menunjang
sikap atau emosi yang sehat dalam menghadapi masalah
Tindakan perawat untuk menolong keluarga agar dapat
menentukan keputusan yang tepat dalam menyelesaikan masalahnya dapat dilakukan
dengan:
a) Mendiskusikan
konsekuensi yang akan timbul jika tidak melakukan tindakan
b) Memperkenalkan
kepada keluarga alternatif kemungkinan yang
dapat diambil serta sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan
alternative tersebut.
c) Mendiskusikan
dengan keluarga manfaat dari masing-masing alternatif atau tindakan
Untuk meningkatkan kepercayaan diri keluarga dalam
memberikan keperawatan terhadap anggota keluarga yang sakit, perawat dapat
melakukan tindakan sebagai berikut :
a) Mendemonstrasikan
tindakan yang diperlukan
b) Memanfaatkan fasilitas atau sarana yang ada di rumah
keluarga
c) Menghindarkan
hal-hal yang menganggu keberhasilan keluarga dalam merujuk klien atau mencari
pertolongan kepada tim kesehatan yang ada.
Perawat dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam
menciptakan lingkungan yang menunjang
kesehatan keluarga antara lain dengan cara :
a) Membantu
mencari cara untuk menghindari adanya ancaman kesehatan dan perkembangan
kepribadian anggota keluarga.
b) Membantu
keluarga memperbaiki fasilitas fisik yang sudah ada
c) Menghindarkan
ancaman psikologis dalam keluarga dengan memperbaiki pola komunikasi keluarga,
memperjelas masing-masing anggota keluarga.
d) Mengembangkan
kesanggupan keluarga menemukan kebutuhan psikososial.
Adapun indikasi intervensi keperawatan keluarga baik
secara perawatan promotif dan preventif kesehatan rutin, menurut Wright dan
Leahey (dalam Friedman, Bowden, & Jones , 2010) yang diperlukan jika :
a) Anggota
keluarga mengalami suatu penyakit yang menimbulkan gangguan yang nyata terhadap
anggota keluarga lain.
b) Anggota
keluarga menyebabakan gejala atau masalah individu.
c) Perbaikan
pada satu anggota keluarga menimbulkan gejala atau gangguan pada anggota
keluarga lain.
d) Anggota
keluarga untuk pertama kalinya didiagnosis menderita penyakit.
e) Kondisi
anggota keluarga terganggu secara nyata.
f) Anak
remaja mengalami masalah emosi, perilaku, atau fisik dalam konteks penyakit
anggota keluarga.
g) Anggota
keluarga yang mengalami penyakit kronik pindah dari rumah sakit atau pusat
rehabilitasi ke komunikasi.
h) Anggota
keluarga yang mengalami penyakit kronik pindah dari rumah sakit atau pusat
rehabilitasi ke komunikasi.
i)
Pasien yang mengalami penyakit kronik
meninggal dunia.
Menurut Friedman, Bowden, dan Jones
(2010) intervensi keperawatan keluarga yang spesifik meliputi :
a) Modifikasi
prilaku
b) Manajemen
kasus, termasuk koordinasi dan advokasi
c) Kolabolasi
d) Konsultasi
e) Konseling
f) Strategi
pemberdayaan
g) Modifikasi
lingkungan
h) Advokasi
keluarga
i)
Modifikasi gaya hidup, termasuk
manajemen stress
j)
Jaringan
k) Model
peran
l)
Tambahan peran
m) Strategi
pengajaran
4) Menentukan
criteria dan standar criteria
Kriteria merupakan tanda atau indicator yang digunakan
untuk mengukur pencapaian tujuan, sedangkan standar menunjukkan tingkat
penampilan yang diinginkan untuk membandingkan bahwa perilaku yang menjadi
tujuan tindakan keperawatan telah tercapai. Pernyataan tujuan yang tepat
akan menentukan kejelasan criteria dan standar evaluasi.
a) Tujuan,
sesudah perawat kesehatan masyarakat melakukan kunjungan rumah, keluarga akan
memanfaatkan puskesmas atau poliklinik sebagai tempat mencari pengobatan.
b) Kriteria,
kunjungan ke puskesmas atau poliklinik.
c) Standar,
ibu memeriksakan kehamilan ke puskesmas atau poliklinik, keluarga membawa
berobat anaknya yang sakit ke puskesmas.
6. Implementasi
a. Definisi
Implementasi merupakan salah satu tahap dari proses
keperawatan keluarga dimana perawat mendapatkan kesempatan untuk membangkitkan
minat keluarga dalam mengadakan perbaikan ke arah perilaku hidup sehat. Adanya
kesulitan, kebingungan, serta ketidakmampuan yang dihadapi keluarga harus
menjadikan perhatian. Oleh karena itu, perawat dapat memberikan kekuatan dan
membantu mengembangkan potensi-potensi yang ada, sehingga keluarga mempunyai
kepercayaan diri dan mandiri dalam menyelesaikan masalah (Mubaraq, 2009 ; 108).
Implementasi adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi
keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang ditetapkan. Kemampuan yang
harus dimiliki perawat pada tahap implentasi adalah kemampuan komunikasi yang
efekti, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya, dan saling bantu,
kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan observasi
sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan
kemampuan evaluasi ( Asmadi, 2008; 177).
Sedangkan menurut Suprajitno (2004; 24) implentasi
merupakan bagian aktif dalam asuhan keperawatan, yaitu perawat melakukan
tindakan sesuai rencana. Tindakan ini bersifat intelektual, teknis, dan
interpersonal berupa berbagai upaya memenuhi kenutuhan klien.
b. Tindakan
keperawatan keluarga
Menurut Mubaraq (2009; 108) tindakan keperawatan keluarga
mencakup hal-hal sebagai berikut:
1) Menstimulasi
kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan kesehatan
dengan cara memberikan informasi, mengidentifikasi kebutuhan dan harapan
tentang kesehatan, serta mendorong sikap emosi yang sehat terhadap masalah.
2)
Menstimulasi keluarga untuk memutuskan
cara perawatan yang tepat dengan cara perawatan yang tepat dengan cara mengidentifikasi
konseksekuensi untuk tidak melakukan tindakan, mengidentifikasi sumber-sumber
yang dimiliki keluarga, dan mendiskusikan konsekuensi setiap tindakan.
3)
Memberikan kepercayaan diri dalam
merawat anggota keluarga yang sakit dengan cara mendemonstrasikan cara
perawatan, menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah, dan mengawasi
keluarga melakukan perawatan
4)
Membantu keluarga untuk menemukan cara
membuat lingkungan menjadi sehat dengan menemukan sumber-sumber yang dapat
digunakan keluarga dan melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal
mungkin.
5)
Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan
fasilitas kesehatan dengan cara mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada di
lingkungan keluarga dan membantu keluarga cara menggunakan fasilitas tersebut.
c. Prinsip-
prinsip Implementasi
1) Pelaksanaan
keperawatan mengacu pada rencana yang dibuat
2) Pelaksanaan
keperawatan dilakukan dengan tetap memperhatikan prioritas masalah
3) Kekuatan
keluarga berupa finansial, motivasi dan sumber-sumber pendukung lainnya jangan
diabaikan
4)
Pendokumentasian pelaksanaan keperawatan
keluarga janganlah terlupakan dengan menyertakan tanda tangan petugas sebagai
bentuk tanggung gugat dan tanggung jawab profesi.
d.
Hambatan-hambatan Implementasi
Menurut Mubaraq (2009; 109) hambatan-hambatan implentasi
sebagai berikut:
1)
Kurang informasi yang diterima keluarga
2)
Tidak menyeluruh informasi yang diterima
oleh keluarga
3)
Informasi yang diperoleh keluarga tidak
dikaitkan dengan masalah yang dihadapiKeluarga tidak mau menghadapi situasi
4)
Anggota keluarga tidak mau melawan
tekanan dari keluarga atau sosial
5)
Keluarga ingin mempertahankan suatu pola
tingkah laku
6)
Kegagalan mengaitkan tindakan dengan
sasaran keluarga
7) Kurang
percaya pada tindakan yang diusulkan
perawat
e.
Faktor-Faktor Kesulitan Yang Berasal
Dari Petugas
Menurut Mubaraq (2009; 109) faktor-faktor kesulitan yang
berasal dari petugas antara lain:
1)
Petugas cenderung menggunakan satu pola
pendekatan atau petugas kaku dan kurang fleksibel
2)
Petugas kurang memberikan penghargaan
atau perhatian terhadap faktor –faktor sosial budaya
3)
Petugas kurang mampu dalam mengambil
tindakan atau menggunakan bermacam-macam teknik dalam mengatasi masalah yang
rumit.
4)
Menurut Friedman, Bowden & Jones
(2010), hambatan impelementasi intervensi keluarga dapat terjadi pada :
a)
Hambatan terkait keluarga: apatis dan
tidak dapat memutuskan
Hambatan implementasi intervensi dapat berupa perilaku
keluarga dan/atau perilaku perawat. Perilaku pertama adalah apati. Apatis
dimanfestasikan ketika keluarga merespons tindakan keperawatan dengan sikap tak
acuh dan tidak menunjukkan tindakan apa-apa atau kepedulian. Pada umumnya
mereka peduli, namun demikian perbedaan nilai dan keyakinan sering kali
mempengaruhi respons keluarga, khususnya jika keluarga berasal dari latar
belakang social-ekonomi atau etnik yang berbeda dengan perawat.
Perilaku yang berhubungan dengan apatis adalah putus asa
(keyakinan bahwa “apapun yang dilakukan keluarga, tidak akan berpengaruh) dan
fatalism (perasaan bahwa “apa yang akan terjadi, terjadilah”). Fatalisme
merupakan kendala utama bagi orang miskin dan tak berdaya. Perilaku apatis
dapat juga terkait dengan suatu perasaan kegagalan terhadap keberhasilan atau
letersediaan pelayanan.
Dyer (1973) dalam Friedman (2010; 190) menjelaskan
keluarga yang tidak dapat membuat keputusan juga merupakan masalah. Dalam
contoh ini, anggota keluarga mengalami kesulitan mengambil keputusan atau
menggunakan “de facto” ketika membuat keputusan (membiarkan saja sesuatu
terjadi). Keluarga seperti itu memerlukan perawat untuk menggali perasaan
mereka dan menelaah berbagai pilihan pro dan kontra. Bukan mengambil alih
tanggung jawab untuk membuat keputusan bagi keluarga dan dengan tanpa disengaja
meningkatkan ketergantungan keluarga, perawat disarankan agar menjalankan peran
sebagai narasumber yang suportif terhadap keluarga.
Pada kedua situasi tersebut, perawat harus memeriksa
tentang apa yang sedang terjadi di dalam keluarga dan memiliki keingintahuan
tentang akar permasalahan, sehingga dapat diidentifikasi dan diatasi.
f.
Hambatan terkait perawat
Sering kali, kita berpikir bahwa hambatan implementasi
intervensi merupakan perilaku yang terpisah dari diri kita. Namun demikian,
beberapa hambatan implementasi intervensi yang efektif dapat berhubungan dengan
ide dan perilaku perawat. Perawat professional harus secara rutin merefleksikan
keyakinan dan perilaku mereka sendiri ketika bekerja dengan keluarga untuk
memastikan bahwa mereka tidak tanpa sengaja menutup pilihan bagi keluarga.
HAMBATAN
IMPLEMENTASI INTERVENSI KELUARGA YANG TERKAIT PERAWAT
|
Hambatan
1: memaksakan ide
Perawa
tmenerima, dan terlibat dalam hubungan nonkolaboratif (“berdirisendiri”)
dengan keluarga. Dalam hal ini, perawat dapat terperangkap pemaksaan ide
kelurga tanpa sepenuhnya mempertimbangkan kepakaran dan ide keluarga. Perawa tmenerima
tanggungjawab penuhatasrencana keperawatan dan implementasinya (bertentangan dengan
pendekatan kesetaraan, nonhierarki, yaitu input dari perawat dan keluarga dihormati
dan didorong).
Pertanyaan
refleksi diri :seberapa sering keputusan tentang pelayanan kesehatan keluarga
dibuat bersama oleh pasien, keluarga, dan diri sendiri, serta anggota tim kesehatan
lain?
|
Hambatan
2: memberi label negative
Perawatdapat
member label negative kepada keluarga (atau dirinya sendiri) apabila intervensi
tampak tidak berhasil. Sebagai contoh, jika keluarga tidak mengimplementasikan
ide perawat, perawat mungkin menyebut keluarga sebagai “melawan” atau memandang
tindakannya sebagai “tidak efektif”.
Pertanyaan
refleksi diri: apabila intervensi tidak berhasil, hal lain apa yang dapat saya
perbuat? Rencana pengobatan tidak efektif-dapatkah saya jelaskan mengapa?
|
Hambatan
3: tidak melihat kekuatan
Bukannya
memberikan perhatian pada kekuatan dan sumber yang ada di keluarga, atau keberhasilan
keluarga sebelumnya dalam situasilain, perawat menekankan pada kelemahan dan masalah dalam keluarga.
Pertanyaan
refleksi diri: apa saja kegiatan pengkajian intervensi yang saya dapat gunakan
untuk meningkatkan kekuatan keluarga?
|
Hambatan
4: mengabaikan implikasi budaya atau gender
Perawat
kurang mempertimbangkan perbedaan budaya atau etnik dan isu gender, ketika merencanakan
intervensi dengan keluarga.
Pertanyaan
refleksi diri: dengan cara apa rencana perawatan yang saya buat agar dapat merefleksikan
kebutuhan buday akeluarga? Jika ada, apakah biasa budaya atau gender saya
yang mungkin menganggu kerja saya dengan keluarga ini?
|
7. Evaluasi
a. Definisi
Evaluasi adalah tindakan intelektual
untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosis
keperawatan, rencana tindakan dan implementasinya sudah berhasil dicapai.
Evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tiga
tahap pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi tindakan
(Ignatavicius dan Bayne, 1994).
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematik dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien dan
tenaga kesehatan lainnya. Dalam melakukan
tindakan keperawatan, perlu
dilakukan evaluasi keperawatan.
Evaluasi keperawatan merupakan
tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain.
Sesuai dengan rencana tindakan yang telah diberikan,
dilakukan penilaian untuk melihat keberhasilannya. Penialian dalam keperawatan
merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana tindakan yang telah
ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan
mengukur hasil dari proses keperawatan Bila tidak atau belum berhasil, perlu disusun rencana
baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilaksanakan
dalam satu kali kunjungan ke keluarga. Untuk itu dapat dilaksanakan secara
bertahap sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga.
Evaluasi berdasarkan pada seberapa
efektif intervensi yang dilakukan keluarga, perawat, dan lainnya. Keberhasilan
lebih ditentukan oleh hasil pada sistem keluarga dan anggota keluarga
(bagaimana keluarga berespon) daripada intervensi yang diimplemetasikan.
Evaluasi merupakan kegiatan bersama antara perawat dan keluarga.
Rencana asuhan keperawata mencakup
kerangka evaluasi. Jika jelas, tujuan dan perilaku spesifik sudah digambarkan
yang kemudian dapat digunakan sebagai kriteria untuk mengevaluasi tingkat
keberhasilan yang dicapai. Evaluasi merupakan proses terus-menerus yang terjadi
setiap saat perawat memperbarui rencana perawatan dikembangkan atau
dimodifikasi, tindakan keperawatan tertentu perlu ditinjau oleh perawat dan
keluarga untuk memutuskan apakah tindakan tersebut memang membantu. Kecuali
respon keluarga terhadap intervensi keperawatan yang tidak efektif dapat terus
berlangsung.
Pernyataan
berikut seharusnya direnungkan ketika sedang mengevaluasi respon keluarga :
1) Adakah
kesepakatan antara keluarga dan anggota tim kesehatan lain tentang evaluasi?
2) Apa
data tambahan yang perlu dikumpulkan untuk perkembangan evaluasi?
3) Apakah
ada hasil yang tidak terduga yang perlu dipertimbangkan?
4) Jika
perilaku dan persepsi keluarga menunjukkan bahwa masalah belum diselesaikan
secara memuaskan, apa alasannya?
5) Apakah
diagnosis, tujuan, dan pendekatan keperawatan realistik dan akurat?
b. Tujuan
Evaluasi
Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien
berdasarkan respons klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan,
sehingga perawat dapat mengambil keputusan. Secara lebih spesifik, tujuan
evaluasi dalam keperawatan adalah :
1) Mengakhiri
rencana tindakan keperawatan
2) Menyatakan
apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3) Meneruskan
rencana tindakan keperawatan
4) Memodifikasi
rencana tindakan keperawatan
5) Dapat menentukan
penyebab apabila tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
Penilaian keperawatan adalah mungukur keberhasilan
dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan
tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan. Apabila dalam penilaian
ternyata tujuan tidak tercapai, maka perlu dicari penyebabnya.
Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan
tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan
tujuan. Apabila dalam penilaian ternyata tujuan tidak tercapai, maka perlu
dicari penyebabnya. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor :
1) Tujuan tidak realistis
2)
Tindakan
keperawatan yang tidak tepat
3)
Terdapat faktor
lingkungan yang tidak dapat diatasi.
c.
Dimensi dalam evaluasi
Hasil asuhan keperawatan dapat diukur dari 3 dimensi :
1)
Keadaan fisik,
misalnya peningkatan berat badan anak pada anak dengan BBLR
2)
Psikologis dan
sikap, misalnya berkembangnya sikap positif keluarga terhadap angota keluarga
yang sakit setelah sebelumnya sempat ditelantarkan
3)
Penetahuan dan
perubahan perilaku, keluarga melaksanakan petunjuk-petunjuk yang berkaitan
dengan perawatan lansia dengan keterbatasan aktivitas.
d.
Kriteria dan standar
Kriteria adalah gambaran tentang faktor-faktor tidak tetap yang dapat
memberi petunjuk bahwa tujuan telah tercapai. Sedangkan standar menunjukkan tingkat pelaksanaan yang diinginkan untuk membandingkan
pelaksanaan yang sebenarnya. Standar akan memberitahukan apakah tingkat
pelaksanaan atau keadaan menunjukkan keberhasilan atau tercapainya tujuan.
e.
Tahap evaluasi
Sesuai
dengan rencana tindakan yang telah diberikan, dilakukan penilaian untuk melihat
keberhasilannya. Bila tidak atau belum berhasil, perlu disusun rencana baru
yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilaksanakan dalam
satu kali kunjungan ke keluarga. Untuk itu dapat dilaksanakan secara bertahap
sesuai dengan waktu dan kesediaan keluarga.
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional. Evaluasi
disusun menggunakan SOAP secara operasional. Evaluasi dapat dibagi menjadi 2
jenis yaitu:
1)
Evaluasi formatif
Evaluasi
ini dilakukan selama proses asuhan keperawatan dan dikerjakan dalam bentuk
pengisian format catatan perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang
dialami oleh keluarga. format yang dipakai adalah format SOAP.
2)
Evaluasi sumatif
Evaluasi
jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang akan dicapai.
Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya, mungkin semua tahap dalam proses
keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat data-data, masalah atau
rencana yang perlu dimodifikasi.
Contoh format evaluasi
Format evaluasi formatif
Tanggal
dan waktu
|
No dx
|
Evaluasi
|
1 Desember
2012
|
1
|
S : klg
mengatakkan bahwa masih kurang mengerti tentang …….
O : klg
dapat menjawab pertanyaan ……,belum bisa menjawab pertanyaan tentang ……..
A : implementasi
yg dilaks.dg metode cermah belum dimengertioleh klg , perlu metode lain….
P : berikan
pendidikan ulang, dengan metode lain….
|
Format
evaluasi sumatif
Tanggal
dan waktu
|
No dx
|
Evaluasi
|
1 Desember
2012
|
1
|
S : klg
mengatakkan masih kurang mengerti tentang …….
O : klg
dapat menjawab pertanyaan ……,belum bisa menjawab pertanyaan tentang ……..
A : masalah
belum teratasi
P :
lanjutkan intervensi, perlu bantuan LSM yang peduli akan kesehatan
|
f. Macam-macam
Evaluasi
Evaluasi proses
keperawatan ada dua yaitu :
1) Evaluasi
Kuantitatif
Evaluasi kuantitatif dilaksanakan, jumlah pelayanan, atau
kegiatan yang telah dikerjakan. Misalnya, jumlah keluarga yang dibina atau jumlah
imunisasi yang telah diberikan. Evaluasi kuantitatif sering digunakan dalam
kesehatan karena lebih mudah dikerjakan bila dibandingkan dengan evaluasi
kualiatatif. Pada evaluasi kuantitatif jumlah kegiatan dianggap dapat
memberikan hasil yang memuaskan.
2) Evaluasi
Kualitatif
Evaluasi kualiatatif merupakan evaluasi mutu yang dapat
difokuskan pada salah satu dari tiga dimensi yang saliang terkait.
g. Struktur
atau sumber
Evaluasi strukutur terkait dengan tenaga manusia atau
bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan. Upaya keperawatan yang terkait
antara lain :
1) Kecakapan
atau kualifikasi perawat.
2) Minat
atau dorongan
3) Waktu
atau tenaga yang digunakan
4) Macam
dan banyaknya peralatan yang digunakan
5) Dana
yang tersadia
h. Proses
Evaluasi proses berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan. Misalnya mutu penyuluhan kesehatan yang
diberikan kepada keluarga lansia dengan masalah nutrisi.
i.
Hasil
Evaluasi
ini difokuskan kepada bertambahnya kesanggupan keluarga dalam melaksanakan
tugas-tugas kesehatan.
j.
Metode evaluasi
Metode
yang dipakai dalam evaluasi antara lain:
1)
Observasi langsung
Yaitu mengamati secara langsung perubahan yang terjadi
dalam keluarga.
2)
Wawancara
keluarga
Wawancara yang dilakukan berkaitan dengan perubahan sikap, apakah telah menjalankan anjuran yang
diberikan perawat
3)
Memeriksa
laporan
Dapat dilihat
dari rencana asuhan keperawatan yang dibuat dan tindakan yang dilaksanakan
sesuai dengan rencana
4)
Latihan
simulasi
Latihan berguna dalam
menentukan perkembangan kesanggupan melaksanakan asuhan keperawatan.
k.
Mengukur pencapaian tujuan
keluarga
Proses
evaluasi terdiri atas dua tahap yaitu :
1)
Mengukur pencapaian tujuan klien,
a)
Kognitif (pengetahuan)
Hal-hal
yang dievaluasi adalah pengetahuan keluarga mengenai penyakitnya, mengontrol
gejala-gejala, pengobatan, diet, aktivitas, persediaan alat-alat, risiko
komplikasi, gejala yang harus dilaporkan dan pencegahan.
b)
Afektif
(status
emosional)
Dengan cara
observasi secara langsung, yaitu dengan cara observasi ekspresi wajah, postur
tubuh, nada suara, isi pesan secara verbal pada waktu melakukan wawancara
c)
psikomotor
yaitu
dengan cara melihat apa yang dilakukan keluarga sesuai dengan apa yang
diharapkan.
d)
perubahan fungsi tubuh serta gejalanya;
dan
2) Membandingkan
data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan.
l.
Penentuan keputusan pada tahap evaluasi
Ada tiga kemungkinan keputusan pada tahap ini:
1)
Keluarga telah
mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan, sehingga rencana mungkin
dihentikan
2)
Keluarga masih
dalam proses mencapai hasil yang ditentukan, sehingga perlu penambahan waktu,
resources, dan intervensi sebelum tujuan berhasil
3)
Keluarga tidak
dapat mencapai hasil yang telah ditentukan, sehingga perlu:
a)
Mengkaji ulang
masalah atau respon yang lebih akurat
b)
Membuat outcome
yang baru, mungkin outcome pertama tidak realistis atau mungkin keluarga tidak
menghendaki terhadap tujuan yang disusun oleh perawat.
c)
Intervensi
keperawatan harus dievaluasi dalam hal ketepatan untuk mencapai tujuan
sebelumnya.
m.
langkah-langkah evaluasi
Sesuai dengan rencana tindakan yang
telah diberikan, tahap penilaian dilakukan untuk melihat keberhasilannya. Bila
tidak/ belum berhasil, maka perlu disusun rencana baru yang sesuai. Semua
tindakan keperawatan mungkin tidak dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan ke
keluarga. Oleh karena itu, kunjungan dapat dilaksankan secara bertahap sesuai
dengan waktu dan kesediaan keluarga. Langkah-langkah dalam mengevaluasi
pelayanan keperawatan yang diberikan, baik kepada individu maupun keluarga
adalah sebagai berikut :
1)
Tentukan garis besar masalah kesehatan
yang dihadapi dan bagaimana keluarga mengatasi masalah tersebut.
2) Tentukan
bagaimana rumusan tujuan perawatan ysang akan dicapai.
3) Tentukan
kriteria dan standard untuk evaluasi. Kriteria dapat berhubungan dengan
sumber-sumber proses atau hasil, bergantung kepada dimensi evaluasi yang
diinginkan.
4) Tentukan
metode atau teknik evaluasi serta sumber-sumber data yang diperlukan.
5) Bandingkam
keadaan yang nyata (sesudah perawatan) dengan kriteria dan standard untuk
evaluasi.
6) Identifikasi
penyebab atau alasan penampilan yang
tidak optimal atau pelaksanaan yang kurang memuaskan.
7) Perbaiki
tujuan berikutnya. Bila tujuan tidak tercapai, perlu ditentukan alas an
kemungkinan tujuan tidak realistis, tinadakan tidak tepat, atau kemungkinan ada
factor lingkungan yang tidak dapat diatasi.
n. Luasnya
evaluasi
Evaluasi sebagai proses dipusatkan pada pencapian tujuan dengan
memerhatikan keberhasilan dari tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Evaluasi dapat dipusatkan pada tiga dimensi, yaitu :
1) Efisiensi
atau dapat guna, evaluasi ini dikaitkan dengan sumber daya yang digunakan,
misalnya : uang, waktu, tenaga, atau bahan.
2) Kecocokan
(appropriateness), evaluasi ini dikaitkan dengan adanya kesesuaian antara
tindakan keperwatan yang dilakukan dengan pertimbangan professional.
3) Kecukupan
(adequacy), evaluasi ini dikaitkan dengan kelengkapan tindakan keperwatan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan atau hasil yang diinginkan.
o. Kegiatan
dan evaluasi
Kegiatan adalah tindakan untuk mencapi tujuan. Kegiatan adalah
hal-hal yang dikerjakan oleh perawat untuk mencapai suatu hasil yang
diinginkan. Sedangkan hasil adalah akibat dari kegiatan yang telah dilakukan.
Hasil dari peratan klien dapat diukur melalui tiga bidang.
1) Keadaan
fisik, dapat diobservasi melalui suhu tubuh yang turun, berat badan naik, dan
perubahan tanda klinik.
2) Psikologis
sikap, seperti perasaan cemas berkurang, keluarga bersikap positif terhadap
petugas kesehatan.
3) Pengetahuan
tentang prilaku, misalnya keluarga dapat menjalankan petunjuk yang diberikan
keluarga, dapat menjelaskan manfaat dari tindakan keperawatan.
p. Terminasi
hubungan perawat-keluarga
Wright dan Leahey (2000) menunjukkan bahwa indikator paling
penting dari terminasi adalah kemampuan keluarga untuk menguasai atau menjalankan
kehidupan yang bermasalah, tidak untuk mengurangi masalah. Diskusi tentang
terminasi seharusnya dilakukan lebih awal dalam proses terapeutik, sehingga
perawat dan keluarga menjadi jelas tentang harapan mereka. Tinjauan tujuan dan
perkembangan secara teratur membantu untuk mencegah masalah yang terkait dengan
terminasi. Terminasi akhir dapat diprakarsai oleh perawat, keluarga, atau
profesional atau institusi kesehatan lain.
Idealnya, terminasi disetujui bersama oleh keluarga dan perawat
jika waktu telah disepakati, ada percakapan terakhir tentang pekerjaan yang
telah diselesaikan. Perawat perlu waspada terhadap kontinuitas kerjanya dengan
keluarga jika mereka telah menunjukkan kemampuan untuk hidup dengan masalahnya,
jika tidak, meneruskan hubungan dengan keluarga dapat menimbulkan
ketergantungan keluarga yang tidak perlu dan menghabiskan sumber sistem.
Wright dan Leahey (2000) memberikan daftar tindakan keperawatan
yang dapat digunakan dalam terminasi terapeutik dari hubungan perawat-keluarga
:
1) Meninjau
kontrak
2) Mengurangi
frekuensi kunjungan
3) Memberikan
penguatan kepada keluarga untuk perubahan dan pencapaian yang telah dilakukan
4) Mengevaluasi
wawancara keluarga
5) Memberikan
pelayanan tindak lanjut atau rujukan
Tindakan
tersebut membantu menyisipkan suatu penutup dalam hubungan dan dimaksudkan
untuk membantu keluarga mempertahankan pencapaian yang positif.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi.(2008).
Konsep dasar keperawatan. Jakarta. EGC
Setiawati,
S., & Darmawan,.A. C. (2008). Penuntun Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: TIM
Setiadi. 2008. Konsep dan
Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu
Effendy, Nasrul. (1998). Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat.
(Ed.2). Jakarta: EGC
Friedman, Marilyn M. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga: riset,
teori, & praktik. (Achir Yani S. Hamid, penerjemah). (Ed. 5). Jakarta:
EGC
Mubarak,
Wahit Iqbal. (2009). Ilmu keperawatan
komunitas buku 2: konsep dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Mubarak,
W.I. & Santoso, B.A. (2006). Buku
ajar ilmu keperawatan komunitas: teori & aplikasi dalam praktik dengan
pendekatan asuhan keperawatan komunitas, gerontik, dan keluarga. Jakarta:
Sagung Seto
Sudiharto. (2007). Asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan keperawatan transkultural.
Jakarta: EGC
Suprajitno.
(2004). Asuhan Keperawatan Keluarga :
aplikasi dalam praktik. Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat