A. MODEL KONSEP DAN TEORI KEPERAWATAN SISTER CALISTA ROY
Sister
Calissta Roy yang lahir di Los Angeles pada tanggal 14 Oktober 1939,
Mendefinisikan bahwa keperawatan merupakan suatu analisa proses dan tindakan
sehubungan dengan perawatan sakit atau potensial seseorang untuk sakit. Teori
adaptasi Suster Calista Roy (Roy dan Obloy, 1979, Roy,1980,1984,1989), memandang
klien sebagai suatu sistem adaptasi. Sesuai dengan model Roy, tujuan dari
keperawatan adalah membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap perubahan
kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan hubugan interdependensi
selama sehat dan sakit (mariner-Tomery,1994).
Dalam
Sebuah seminar dengan Dorrothy E. Johnson, Roy tertantang untuk mengembangkan
sebuah model konsep keperawatan. Konsep adaptasi mempengaruhi Roy dalam
kerangka konsepnya yang sesuai dengan keperawatan. Dimulai dengan pendekatan
teori sistem. Roy menambahkan kerja adaptasi dari Helsen (1964) seorang ahli
fisiologis – psikologis. Untuk memulai membangun pengertian konsepnya. Helsen
mengartikan respon adaptif sebagai fungsi dari datangnya stimulus sampai
tercapainya derajat adaptasi yang di butuhkan individu. Derajat adaptasi
dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus yaitu : focal stimuli, konsektual
stimuli dan residual stimuli.
Roy
mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan pandangan terhadap
manusia sebagai sistem yang adaptif. Selain konsep-konsep tersebut, Roy juga
mengadaptasi nilai “ Humanisme” dalam model konseptualnya berasal dari konsep
A.H. Maslow untuk menggali keyakinan dan nilai dari manusia. Menurut Roy
humanisme dalam keperawatan adalah keyakinan, terhadap kemampuan koping manusia
dapat meningkatkan derajat kesehatan. Sebagai model yang berkembang,
Roy menggambarkan kerja dari ahli-ahli lain di area adaptasi seperti Dohrenwend
(1961), Lazarus (1966), Mechanic ( 1970) dan Selye (1978).
Setelah
beberapa tahun, model ini berkembang menjadi sebagai suatu kerangka kerja
pendidikan keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Tahun 1970, model
adaptasi keperawatan diimplementasikan sebagai dasar kurikulum sarjana muda
keperawatan di Mount Saint Mary’s College. Sejak saat itu lebih dari 1500 staf
pengajar dan mahasiswa-mahasiswa terbantu untuk mengklarifikasi, menyaring, dan
memperluas model. Penggunaan model praktek juga memegang peranan penting untuk klarifikasi
lebih lanjut dan penyaringan model.
Sebuah
studi penelitian pada tahun 1971 dan survey penelitian pada tahun 1976-1977
menunjukkan beberapa penegasan sementara dari model adaptasi. Perkembangan
model adaptasi keperawatan dipengaruhi oleh latar belakang Roy dan
profesionalismenya. Secara filosofi Roy mempercayai kemampuan bawaan, tujuan, dan
nilai kemanusiaan, pengalaman klinisnya telah membantu perkembangan
kepercayaannya itu dalam keselarasan dari tubuh manusia dan spirit. Keyakinan
filosofi Roy lebih jelas dalam kerjanya yang baru pada model adaptasi
keperawatan.
1.
Konsep
Adaptasi Roy.
a. Manusia Sebagai System Adaptive.
Sistem, adalah suatu set dari
beberapa bagian yang berhubungan dengan keseluruhan
fungsi untuk beberapa tujuan dan demikian juga keterkaitan dari beberapa
bagiannya. Dengan kata lain bahwa untuk memeliki keseluruhan bagian-bagian yang
saling berhubungan, sistem juga memiliki input, out put, dan control, serta
proses feedback.
Roy mengemukakan bahwa manusia
sebagai sebuah sistim yang dapat menyesuaikan diri (adaptive system ). Sebagai
sistim yang dapat menyesuaikan diri manusia dapat digambarkan secara holistik (bio, psicho, Sosial) sebagai
satu kesatuan yang mempunyai Inputs (masukan), Control dan Feedback Processes
dan Output (keluaran/hasil). Proses kontrol adalah Mekanisme Koping yang
dimanifestasikan dengan cara-cara penyesuaian diri. Lebih spesifik manusia
didefinisikan sebagai sebuah sistim yang dapat menyesuaikan diri dengan
activifitas kognator dan Regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat
cara-cara penyesuaian yaitu : Fungsi
Fisiologis, Konsep diri, Fungsi peran, dan Interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan
menurut Roy manusia dijelaskan sebagai suatu sistim yang hidup, terbuka dapat
menyesuaikan diri dari perubahan suatu unsur, zat, materi yang ada
dilingkungan. Sebagai sistim yang dapat menyesuikan diri manusia dapat
digambarkan dalam karakteristik sistem, manusia dilihat sebagai suatu kesatuan
yang saling berhubungan antara unit unit fungsionil atau beberapa unit
fungsionil yang mempunyai tujuan yang sama. Sebagai suatu sistim manusia dapat
juga dijelaskan dalam istilah Input,
Control, Proses Feedback, dan Output.
1)
Input
(Stimulus)
Pada
manusia sebagai suatu sistim yang dapat menyesuaikan diri: yaitu dengan menerima masukan dari lingkungan
luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri (Faz Patrick & Wall;
1989). Input atau stimulus yang masuk, dimana feedbacknya dapat berlawanan atau
responnya yang berubah ubah dari suatu stimulus. Hal ini menunjukkan bahwa
manusia mempunyai tingkat adaptasi yang berbeda dan sesuai dari besarnya
stimulus yang dapat ditoleransi oleh manusia.
2)
Mekanisme
Koping.
Adalah
tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
melindungi diri (stuart, sundeen; 1995). Manusia sebagai suatu sistim yang
dapat menyesuaikan diri disebut mekanisme koping, yang dibedakan menjadi 2
(dua), yaitu Mekanisme koping bawaan dan dipelajari.
Mekanisme
koping bawaan, ditentukan oleh sifat genetic yang dimiliki, umumnya dipandang
sebagai proses yang terjadi secara otomatis tanpa dipikirkan sebelumnya oleh
manusia. Sedangkan mekanisme koping yang dipelajari, dikembangkan melalui
strategi seperti melaui pembelajaran atau pengalaman-pengalaman yang ditemui
selama menjalani kehidupan berkontribusi terhadap respon yang biasanya
dipergunakan terhadap stimulus yang dihadapi.
Respon
adaptif, adalah keseluruhan yang meningkatkan itegritas dalam batasan yang
sesuai dengan tujuan “human system”.
Respon
maladaptif, yaitu segala sesuatu yang tidak memberikan kontribusi yang sesuai
dengan tujuan “human system.
Dua
Mekanisme Coping yang telah diidentifikasikan yaitu: Susbsistim Regulator dan
Susbsistim Kognator. Regulator dan
Kognator adalah digambarkan sebagai aksi dalam hubungannya terhadap empat
effektor atau cara penyesuaian diri yaitu: Fungsi Phisiologis, konsep diri,
fungsi peran, dan Interdependensi. (Baca Poin 1.4: Sistem Regulator dan
Kognator)
3)
Output
Faz
Patrick & Wall (1989), manusia sebagai suatu sistim adaptive adalah espon
adaptive (dapat menyesuaikan diri) dan respon maldaptive (tidak dapat menyesuaikan
diri). Respon-respon yang adaptive itu mempertahankan atau meningkatkan
intergritas, sedangkan respon maladaptive dapat mengganggu integritas. Melalui
proses feedback, respon-respon itu selanjutnya akan menjadi Input (masukan)
kembali pada manusia sebagai suatu sistim.
Perilaku
adaptasi yang muncul bervariasi, perilaku seseorang berhubungan dengan metode
adaptasi. Koping yang tidak konstruktif atau tidak efektif berdampak terhadap
respon sakit (maladaptife). Jika pasien masuk pada zona maladaptive maka pasien
mempunyai masalah keperawatan adaptasi (Nursalam; 2003).
4)
Subsistem
Regulator dan Kognator
Adalah
mekanisme penyesuaian atau Koping yang berhubungan dengan perubahan lingkungan,
diperlihatkan melalui perubahan Biologis, Psikhologis dan social. Subsistim
Regulator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan perubahan pada sistim
saraf, kimia tubuh, dan organ endokrin. Subsistim regulator merupakan mekanisme
kerja utama yang berespon dan beradaptasi terhadap stimulus lingkungan.
Subsistim Kognator adalah gambaran
respon yang kaitannya dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnnya
persepsi, proses informasi, pembelajaran, membuat alasan dan emosional.
Dapat
dijelaskan bahwa Semua input stimulus yang masuk diproses oleh subsistim Regulator
dan Cognator. Respon-respon susbsistem tersebut semua diperlihatkan pada empat
perubahan yang ada pada manusia sebagai sistim adaptive yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran
dan Interdependensi (Kozier, Erb, Blais, Wilkinson;1995).
Berikut ini pengertian empat perubahan dan contohnya:
a. Perubahan
Fungsi Fisiologis
Adanya
perubahan fisik akan menimbulkan adaptasi fisiologis untuk mempertahankan
keseimbangan.
Contoh
:
Keseimbangan cairan dan elektrolit, fungsi endokrin (kelenjar adrenal bagian
korteks mensekresikan kortisol atau glukokortikoid, bagian medulla mengeluarkan
epenefrin dan non epinefrin), sirkulasi dan oksigen.
b. Perubahan
konsep diri
Adalah
keyakinan perasaan akan diri sendiri yang mencakup persepsi, perilaku dan
respon. Adanya perubahan fisik akan mempengaruhi pandangan dan persepsi
terhadap dirinya.
Contoh :
Gangguan Citra diri, harga diri rendah.
c. Perubahan
fungsi peran
Ketidakseimbangan akan mempengaruhi fungsi dan peran
seseorang.
Contoh : peran yang
berbeda, konflik peran, kegagalan peran.
d. Perubahan
Interdependensi
Ketidakmampuan
seseorang untuk mengintergrasikan masing-masing komponen menjadi satu kesatuan
yang utuh.
Contoh
: kecemasan berpisah.
Cara
penyesuaian diri diatas ditentukan dengan menganalisa dan mengkatagorikan
perilaku manusia, dimana perilaku tersebut merupakan hasil dari aktivitas
Kognator dan Regulator yang diobservasi.
Kebutuhan
dasar untuk intergritas yang mencakup: Intergritas Fisik, Psikhologis dan
Sosial. Proses persepsi ditemukan baik dalam subsistim regulator maupun dalam
subsistem kognator dan digambarkan sebagai proses yang menghubungkan dua
subsistem tersebut. Input-input untuk regulator diubah menjadi persepsi.
Persepsi adalah proses dari kognator dan respon-respon yang mengikuti sebuah
persepsi adalah Feedback baik untuk
kognator maupun Regulator. Secara keseluruhan konsep manusia sebagai sistim
Adaptive dapat digambarkan dengan skema pada Gambar 1 dibawah ini.
Gambar 2.2: Skema Manusia Sebagai Sistem Adaptive
|
Sumber : Tomey and Alligood. 2006. Nursing
theoriest, utilization and application.
Mosby : Elsevier.
2. Stimulus.
Roy menjelaskan
bahwa Lingkungan digambarkan sebagai stimulus (stressor) lingkungan sebagai
stimulus terdiri dari dunia dalam (internal) dan diluar (external) manusia.(Faz
Patrick & Wall,1989). “Stimuluis
Internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh manusia berupa pengalaman,
kemampuan emosional, kepribadian dan Proses stressor biologis (sel maupun
molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu. Stimulus External dapat berupa
fisik, kimiawi, maupun psikologis yang diterima individu sebagai
ancaman”(dikutip oleh Nursalam;2003).
a. Tingkat Adaptasi
Tingkat adaptasi
merupakan kondisi dari proses hidup yang tergambar dalam 3 (tiga kategori),
yaitu 1) integrasi, 2) kompensasi, dan 3) kompromi. Tingkat adaptasi seseorang
adalah perubahan yang konstan yang terbentuk dari stimulus. Stimulus merupakan masukan ( Input ) bagi manusia
sebagai sistem yang adaptif. Lebih lanjut stimulus itu dikelompokkan menjadi 3
(tiga) jenis stimulus, antara lain: 1) stimulus fokal, 2) stimulus kontektual, dan 3) stimulus residual.
1) Stimulus
Fokal
yaitu stimulus yang secara langsung dapat menyebabkan
keadaan sakit dan ketidakseimbangan yang dialami saat ini. Contoh : kuman penyebab
terjadinya infeksi
2) Stimulus
Kontektual.
yaitu stimulus yang dapat menunjang terjadinya sakit
(faktor presipitasi) seperti keadaan tidak sehat. Keadaan ini tidak terlihat
langsung pada saat ini, misalnya penurunan daya tahan tubuh, lingkungan yang
tidak sehat.
3) Stimulus
Residual
yaitu sikap, keyakinan dan pemahaman individu yang dapat
mempengaruhi terjadinya keadaan tidak sehat, atau disebut dengan Faktor
Predisposisi, sehingga terjadi kondisi Fokal, misalnya ; persepsi pasien
tentang penyakit, gaya hidup, dan fungsi peran.
b.
Sehat-Sakit (Adaptive dan Maladaptif)
Kesehatan dipandang
sebagai keadaan dan proses menjadi manusia secara utuh dan integrasi secara keseluruhan . Integritas atau keutuhan manusia meyatakan secara tidak langsung bahwa kesehatan atau kondisi
tidak terganggu mengacu kelengkapan
atau kesatuan dan kemungkinan
tertinggi dari pemenuhan potensi manusia. Jadi intergrasi adalah sehat
sebaliknya kondisi tidak ada
integrasi adalah kurang sehat. Definisi kesehatan ini lebih dari tidak adanya sakit tapi termasuk
penekanan pada kondisi baik.
Dalam model adaptasi
keperawatan konsep sehat
dihubungkan dengan konsep adaptasi. Adaptasi
yang tidak memerlukan energi dari
koping yang tidak efektif dan memungkinkan manusia berespon terhadap stimulus yang lain. Mengurangi dan
tidak menggunakan energi ini dapat meningkatkan penyembuhan dan mempertinggi
kesehatan, ini adalah pembebasan energi
yang dihubungkan dengan konsep
adaptasi dan kesehatan.
Adaptasi adalah
komponen pusat dalam model
adaptasi keperawatan didalamnya
menggambarkan manusia sebagai sistem
yang dapat menyesuaikan diri . Adaptasi
dipertimbangkan baik proses koping
terhadap stressor dan produk
akhir dari koping. Proses adaptasi
termasuk fungsi holistik untuk mempengaruhi kesehatan secara positif dan itu meningkatkan integritas. Proses adaptasi
termasuk semua interaksi manusia dan lingkungan dan dua bagian proses.
Bagian pertama dari proses ini dimulai dengan perubahan dalam lingkungan
internal dan eksternal yang membutuhkan sebuah respon. Perubahan-perubahan itu adalah
stressor-strassor atau stimulus focal dan ditengahi oleh faktor-faktor
kontekstual dan residual. Bagian bagian stressor menghasilkan interaksi yang biasanya
disebut stress, bagian kedua dari stress adalah nekanisme koping yang
merangsang menghasilkan respon adaftif atau inefektif .
Produk adaptasi
adalah hasil dari proses adaptasi dan digambarkan dalam istilah kondisi yang meningkatkan tujuan-tujuan manusia yang meliputi:
kelangsungan hidup, pertumbuhan dan pengeuasaan yang disebut Intergritas.
Kondisi akhir ini adalah kondisi keseimbangan
dinamik yang meliputi peningkatan dan penurunan respon respon. Setiap
kondisi adaptasi baru dipengaruhi oleh tingkat adaptasi, sehingga keseimbangan
dinamik dari manusia berada pada tingkat yang lebih tinggi.
Lingkup yang besar dari stimulus dapat disepakati dengan
suksesnya manusia sebagai adaptive sistem. Jadi peningkatan adaptasi mengarah
pada tingkat-tingkat yeng lebih tinggi pada keadaan baik atau sehat. Adaptasi
kemudian disebut adalah suatu fungsi dari stimulus yang masuk dan tingkatan
adaptasi lebih spesifik, fungsi yang lebih tinggi antara stimulus fokal dan
sistim adaptasi.
c. Keperawatan.
Roy
menggambarkan keperwatan sebagai
disiplin ilmu dan praktek . Sebagai ilmu, keperawatan “mengobservasi, mengklasifikasi dan menghubungkan” proses yang secara positif berpengaruh pada status kesehatan (1983). Sebagai disiplin
praktek keperawatan menggunakan
pendekatan pengetahuan secara ilmiah
untuk menyediakan pelayanan pada orang-orang (1983). Lebih spesifik dia mendefinisikan keperawatan sebagai ilmu dan praktek
dari peningkatan adaptasi untuk
tujuan mempengaruhi kesehatan secara
positif. Keperawatan meningkatkan adaptasi
individu dan kelompok dalam situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Jadi model adaptasi keperawatan
menggambarkan lebih spesifik perkembangan ilmu keperawatan dan praktek keperawatan yang berdasarkan ilmu keperawatan tersebut. Dalam
model tersebut keperawatan terdiri dari
tujuan keperawatan dan aktivitas keperawatan.
Keperawatan adalah sepanjang menyangkut seluruh kehidupan manusia yang berinteraksi dengan perubahan lingkungan dan jawaban terhadap
stimulus internal dan eksternal yang mempengaruhi adaptasi. Ketika stressor yang
tidak biasa (focal stimulus) atau koping
mekanisme yang lemah membuat upaya manusia yang biasa menjadi koping yang tidak
efektif manusia memerlukan seorang perawat. Ini tidak harus,
bagaimanapun diinterpretasi untuk
memberi arti bahwa aktivitas tidak
hanya diberikan ketika manusia itu sakit. Roy menyetujui
pendekatan holistic keperawatan dilihat
sebagai proses untuk
mempertahankan keadaan baik dan tingkat fungsi yang tinggi.
Keperawatan terdiri dari dua yaitu tujuan keperawatan dan
aktivitas keperawatan. Tujuan keperawatan adalah
mempertinggi interaksi manusia dengan lingkungan. Jadi
peningkatan adaptasi dalam tiap 4
cara menyesuaikan diri: yaitu fungsi fisiologi, konsep diri, fungsi peran
dan interdependensi. Harapan terhadap
peningkatan integritas adaptasi dan berkontribusi terhadap kesehatan manusia,
kualitas hidup dan kematian yang bermanfaat. Tujuan keperawatan diraih ketika
stimulus fokal berada didalam suatu area tingkatan adapatasi manusia, dan
ketika stimulus fokal tersebut tidak ada dalam area, manusia dapat membuat
suatu penyesuaian diri atau respon efektif. Adaptasi tidak memerlukan energi dari upaya koping yang tidak efektif
dan memungkinkan individu untuk merespon stimulus
yang lain. Kondisi tersebut dapat
mencapai peningkatan penyembuhan dan
kesehatan. Jadi, peranan penting adaptasi sangat
ditekankan pada konsep ini.
Tujuan dari adaptasi adalah
membantu perkembangan aktivitas keperawatan, yang digunakan pada
proses keperawatan meliputi pengkajian,diagnosa keperawatan,
intervensi,dan evaluasi. Adaptasi model keperawatan ditetapkan “data apa yang
dikumpulkan, bagaimana mengindentifikasi masalah dan tujuan utama”,
pendekatan apa yang dipakai dan bagaimana mengevaluasi efektifitas proses keperawatan. Unit unit analisis
dari pengkajian keperawatan adalah interaksi
manusia dengan lingkungan. Proses pengkajian termasuk dalam dua
tingkat pengkajian.
Tingkat pertama mengumpulkan data tentang perilaku manusia, dalam
tiap empat cara penyesuaian diri. Data-data tersebut dikumpulkan dari hasil observasi penilaian
respon dan komunikasi dengan individu. Dari data
tersebut perawat membuat alasan sementara tentang apakah perilaku dapat menyesuaikan
diri atau tidak efektif.
Tingkat kedua pengkajian adalah mengumpulkan data tentang
focal, kontekstual, dan residual
stimuli. Sebelum tingkat pengkajian ini
perawat mengidentifikasi
factor-faktor yang mempengaruhi perilaku yang diobservasi pada pengkajian
tingkat pertama. Keterlibatan ini penting
untuk menetapkan factor-faktor
utama yang mempengaruhi perilaku. Intervensi
keperawatan dibawa dalam konteks proses
keperawatan dan meliputi pengelolaan atau manipulasi stimulus focal,kontekstual dan residual.
Manipulasi atau pengaturan stimulus (baik internal dan eksternal) bisa
termasuk didalam penghilangan, peningkatan, pengurangan, pemeliharaan atau
merubah stimulus.
Melalui pengelolaan factor-faktor stimulus, pencetus
tidak efektifnya perilaku diubah
atau meningkatkan kemampuan individu
untuk mengatasi masalah. Itu adalah memperlebar penyesuaian diri. Jadi stimulus
akan jatuh ke area yang dibangun oleh tingkat penyesuaian diri
manusia dan perilaku adaptif akan terjadi. Intervensi keperawatan berikutnya,
mengevaluasi hasil akhir perilaku dan
memodifikasi pendekatan-pendekatan
keperawatan sesuai kebutuhan Ini harus dicatat bahwa dalam model manusia dihormati sebagai individu yang
berpartisipasi aktif dalam perawatan dirinya. Tujuan
disusun berdasarkan tujuan yang saling menguntungkan.
Menurut Roy, kapan Keperawatan itu dibutuhkan?.
Jawabannya adalah: Manusia sebagai Sistem Adaptive (dapat menyesuaikan diri),
sakit atau memilki potensi sakit. Biasanya ketika mengalami stress atau
kelemahan/kekurangan mekanisme Coping, biasanya manusia berusaha untuk
menanggulangi yang tidak efektif. Menusia berusaha meminimalkan kondisi yang
tidak efektif yang memelihara yang adaptive. Dengan peningkatan adaptasi
menusia terbebas dari pemakaian energi dan enegi tersebut dapat digunakan untuk
stimulus yang lain.
3.
Hubungan komponen Dasar dalam Model Adaptasi Keperawatan.
Adaptasi
adalah konsep sentral dan konsep yang menyatukan konsep-konsep lain dalam model ini. Penerima
pelayanan keperawatan adalah manusia sebagai adaptif sistem yang menerima
stimulus dari lingkungan internal dan
eksternal. Stimulus-stimulus ini mungkin berada dalam area atau di luar area
adaptasi manusia dan subsistem
regulator dan kognator digunakan untuk
mempertahankan adaptasi dengan memperhatikan 4 cara penyesuaian diri. Saat
stimulus jatuh dalam area adaptasi
manusia, respon adaptif akan terjadi dan
energi dibebaskan untuk berespon terhadap stimulus lain. Dalam hal ini
meningkatkan integritas atau kesehatan. Keperawatan mendorong adaptasi melalui
penggunaan proses keperawatan dengan tujuan meningkatkan kesehatan. Hubungan
antar komponen dasar dari model adaptasi
keperawatan digambarkan berikut ini:
Keperawatan
|
Menggunakan proses Keperawatan
untuk meningkatkan
Integriatas
|
Adaptasi
|
Kesehatan
|
|
|
|
Respon inefektif
|
|
Hubungan komponen Dasar dalam Model Adaptasi Keperawatan.
(sumber: Craven, Ruth F, (2000). Fundamentals of
Nursing: Human Health and Function,
3rd
ed, DLMN/DLC.
4.
Mengidentifikasi
Penerapan Proses Keperawatan Pendekatan Teori Model Adaptasi Roy
Budaya
|
: Status sosial ekonomi, Ektnis (suku/Ras), sistim
kepercayaan.
|
Keluarga
|
: Struktur keluarga, tugas keluarga.
|
Fase
perkembangan
|
: Usia, jenis kelamin, tugas, keturunan dan faktor
keturunan.
|
Intergritas
dari cara-cara penyesuaian (modes Adaptive)
|
:
Fisiologis (termasuk patologi penyakit), konsep diri, fungsi peran,
interdependensi.
|
Efektivefitas
Kognator
|
:
Persepsi, pengatahuan, skill.
|
Pertimbangan
lingkungan
|
: Perubahan lingkungan internal dan ekternal, menajemen
pengobatan, penggunaan obat-obatan. Alkohol, dan merokok.
|
1) Metode Pertama
Adalah menggunakan satu tipologi diagnosa yang berhubungan dengan 4
(empat) cara penyesuaian diri (adaptasi). Penerapan metode ini ialah dengan
cara mengidentifikasi perilaku empat model adaptasi, perilaku adaptasi yang
ditemukan disimpulkan menjadi respon adaptasi (lihat tabel 2). Respon tersebut digunakan sebagai
pernyataan Masalah keperawatan. Misalnya: inadekuat pertukuran gas.(masalah
fisiologis) datanya ialah; sesak kalau beraktivitas, bingung/agitasi, bernafas
dengan bibir dimoncongkan, sianosis. Konstipasi (masalah
fisiplogis eliminasi) datanya: sakit perut, nyeri waktu defikasi, perubahan
pola BAB. Kehilangan (masalah konsep diri) datanya: diam, kadan-kadang
menangis, kegagalan peran (masalah fungsi peran).
2)
Metode
Kedua
Adalah membuat diagnosa keperawatan berdasarkan hasil observasi respon
dalam satu cara penyesuaian diri dengan memperhatikan stimulus yang sangat
berpengaruh. Metode ini caranya ialah menilai perilaku respon dari satu cara
penyesuaian diri, respom perilaku tersebut dinyatakan sebagai statemen masalah.
Sedangkan penyebab adalah hasil pengkajian tentang stimulus. Stimulus tersebut
dinyakatan sebagai penyebab masalah. Misalnya: Nyeri dada yang disebabkan oleh kurannyag
suplay oksigen ke otot jantung
3)
Metode
Ketiga
Adalah kumpulan respon-respon dari satu
atau lebih cara (mode Adaptive) berhubungan dengan beberapa stimulus yang sama.
Misalnya pasien mengeluh nyeri dada sangat beraktivitas (olah raga) sedangkan
pasien adalah atlit senam. Sebagai pesenam tidak mampu melakukan senam. Kadaan
ini disimpulkan diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Kegagalan peran
berkaitan dengan keterbatan fisik. Pasien
tidak mampu untuk bekerja melaksnakan perannya.
Tabel 2.4 Typologi Yang
Biasanya Berkaitan Dengan Problem Adaptasi.
FISIOLOGIS MODE
|
|
1.
Oksigenasi.
·
Hipoksia/syoks.
·
Gangguan
ventilasi.
·
Inadekuat
pertukaran gas.
·
Inadekuat
transport Gas
·
Gangguan
perfusi jaringan.
2.
nutrisi.
·
Malnutrisi.
·
Mual,muntah.
·
Anoreksia.
3.
eliminasi.
·
Diare.
·
Konstipasi.
·
Kembung.
·
Retensi Urine.
·
Inkontinensia
urine.
4.
aktivitas dan
istirahat.
·
Inadekuat pola aktivitas dan istirahat.
·
Intolenransi
aktivitas.
·
Immobilisasi.
·
Gangguan tidur.
5.
intergritas
kulit.
·
Gatal-gatal.
·
Kekeringan.
·
Infeksi.
·
Dekubitus
|
6.
sensoris.
·
Nyeri akut.
·
Nyeri kronis.
·
Sensori
overload.
·
Gangguan
sensori primer.
·
Potensial
injuri.
·
Kehilangan
kemampuan perawatan diri.
·
Gangguan
persepsi.
·
Potensial
injuri/ hilang kemam-puan merawat diri.
7.
cairan dan
elektriolit.
·
Dehidrasi.
·
Retensi cairan
intra seluler.;
·
Edema.
·
Shok
hipo/hipervolemik.
·
Hyper atau
hipokalsemia.
·
Ketidakseimbangan
asam basa.
8.
Fungsi
Nerologis.
·
Penurunan
kesadaran.
·
Defisit memori.
·
Ketidakstabilan
perilaku dan mood.
9.
Fungsi
endokrin.
·
Inefektiv
regulator hormon.
·
Inefektiv
pengembangan reproduksi.
·
Ketidakstabilan sikulus ritme stress internal.
|
KONSEP DIRI
|
|
Pandangan terhadap fisik.
·
Penurunan
konsep seksual.
·
Agresi.
·
Kehilangan.
·
Seksual
disfungtion.
|
Pandangan terhadap personal.
·
Cemas tidak
berdaya.
·
Harga diri
rendah.
·
Merasa
bersalah.
|
FUNGSI PERAN
|
INTERDEPENDENSI
|
·
Transisi peran.
·
Peran berbeda.
·
Konflik peran.
·
Kegagalan
peran.
|
·
Kecemasan.
·
Merasa.
·
Ditinggalkan/isolasi.
|
Sumber:
Julia B.George, RN,PhD (editor) 1995, Nursing Theories, The Base for
Profesional Nursing Practice. 4th. Appleton & lange Norwalk,
Connecticut.
Tujuan adalah
harapan perilaku akhir dari manusia yang dicapai. Itu dicatat merupakan indikasi perilaku dari
perkembangan adaptasi masalah pasien. Pernyataan masalah meliputi perilaku.
Pernyataan tujuan meliputi: perilaku, perubahan yang diharapkan dan waktu.
Tujuan jangka panjang menggambarkan perkembangan individu, dan proses adaptasi
terhadap masalah danm tersedianya energi untuk tujuan lain (kelangsungan hidup,
tumbuh, dan reproduksi). Tujuan jangka pendek mengidentifikasi
hasil perilaku pasien setelah managemen stimulus fokal dan kontektual. Juga
keadaan perilaku pasien itu indikasi koping dari sub sistim regulator dan
kognator.
Rencana
tindakan keperawatan ialah perencanaan yang bertujuan untuk
mengatasi/memanipulasi stimulus fokal kontektual dan residual, Pelaksanaan juga
difokus pada besarnya ketidakmampuan koping manusia atau tingkat adaptasi,
begitu juga hilangnya seluruh stimulus dan manusia dalam kemampuan untuk
beradaptasi. Perawat merencanakan tindakan keperawatan spesifik terhadap
gangguan atau stimulus yang dialami. Standar tindakan keperawatan menurut teori
adaptasi roy adalah seperti terlihat pada tabel 3. (dikutip oleh Nursalam,2003)
Tujuan
intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal, dengan
menggunakan koping yang konstruktif (Julia B.George; 1995). Intervensi ditujukan pada peningktan kemampuan koping
secara luas. Tindakan diarahkan pada subsistim regulator (proses
fisiologis/biologis) dan kognator (proses pikir. Misalnya: perspesi,
pengetahuan, pembelajaran).
Tabel 2.5
kriteria standar Intervensi Keperawatan Menurut teori Adaptasi Roy
STANDAR
TINDAKAN GANGGUAN FISIOLOGIS
|
|
Memenuhi kebutuhan Oksigen.
Kriteria:
1.
menyiapkan tabung oksigen dan flow meter.
2.
menyiapkan hemodifier berisi air.
3. menyiapkan
slang nasal dan masker.
4.
memberikan penjelasan pada pasien.
5.
mengatur posisi pasien.
6.
memasang slang nsal dan masker.
7.
memperhatikan reaksi pasien.
Memenuhi kebutuhan Nutrisi:
Kriteria
1.
menyiapkan peralatan dalam dressing car.
2.
menyeiapkan cairan infus/makanan/darah.
3.
memberikan penjelasan pada pasien.
4. mencocokan
jenis cairan/darah/diet makanan
5.
mengatur posisi pasien.
6.
melakukan pemasangan infus/darah/makana
Memenuhi kebutuhan Eliminasi
kriteria
1.
menyiapkan alat pemberian hukmah/gliserin, dulkolac &
peralatan pemasangan kateter
2.
memperhatikan suhu cairan/ukuran kateter
3.
menutup dan memasang selimut.
4.
mengobservasi keadaan feses dan uerine.
5.
Mengobservasi rekasi pasien.
|
Memenuhi
kebutuihan aktivitas dan Istirahat/tidur.
Kriteria
1. melakukan
latihan gerak pada pasien tidak sadar.
2. melakukan
mobilisasi pad pasien pasca operasi.
3. mengatur posisi yg nyama pada
pasien.
4. menjaga kebersihan lingkungan.
5. Mengopservasi reaksi pasien.
Memenuhi
kebutuhan Intergritas kulit (kebersihan dan kenyamanan fisik)
Kriteria
1. memandikna
pasien yang tidak sadar/ kondisinya lemah.
2. mengganti
alat-alat tenun sesuai kebutuhan/ kotor.
3. Merapikan alat-alat pasien.
Mencegah
dan mengatasi reaksi fisiologsi
Kriteria
1. Mengopservasi tanda-tanda vital
sesuai kebutuhan.
2. melakukan
tes alergi pada pemberian obat baru.
3. mengobservasi reaksi pasien.
|
STANDAR TINDAKAN GANGGUAN KONSEP DIRI
|
|
Memenuhi
kebutuhan emosional dan spiritual.
Kriteria
1.
Melaksnakan Orientasi pada pasien baru.
2. memberikan
penjelasan tentang tibndakan yang kan dilakukan.
3. memberikan
penjelasan dangan bahasa sederhana.
4.
memperhatikan setiap keluhan pasien.
5.
memotivasi pasien untuk berdoa.
6.
membantu pasien beribadah.
7.
memperhatikan pesan-pesan pasien.
|
|
STANDAR
TINDAKAN PAD GANGGUAN PERAN
|
|
1.
Menyakinkan kepada pasien bahwa dia adalah tetap sebagai
individu yang berguna bagi keluarga dan msayarakat.
2.
mendukung upaya kegiatan atau kreativitas pasien.
3.
melibatkan pasien dalam setiap kegiatan, terutama dalam
pengobatan dirinya.
4.
Melibatkan pasien dalam setiap mengambil keputusan
menyangkut diri pasien.
5. bersifat
terbuka dan komunikastif pada pasien.
6. mengijinkan
keluarga untuk memberikan dukungan kepada
pasien
7. perawat
dan keluarga selalu memberikan pujian atas sikap pasien yang dilakukan secara
benar dalam perawatan.
8. Perawat
dan keluarga selalu bersikap halus dan meneriman jika ada sikap yang negatif
dari klein.
|
|
STANDAR
TINDAKAN PADA GANGGUAN INTERDEPENSI
|
|
1. membantu
pasien memenuhi kebutuhan makan dan minum.
2. membantu
pasien memenuhi kebutuhan eliminasi.
3. membantu
pasien memenuhi kebutuhan kebesihan diri (mandi).
4.
membantu pasien untuk berhias atau berdandan.
|
Proses
keperawatan diselesaikan/dilengkapi dengan fase evaluasi. PerilakuTujuan dibandingkan dengan respon-respon perilaku
yang dihasilkan, dan bagaimana pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperaweatan didasarkan pada perubahan perilaku
dari kriteria hasil yang ditetapkan. Perawat memperbaiki tujuan dan intervensi
setelah hasil evaluasi ditetapkan.
5. Aplikasi Teori Adaptasi Roy dalam
Keperawatan Keluarga
Model adaptasi Suster Calista Roy (1976) menjabarkan
konsep individu sebagai sistem adaptif yang berinteraksi dengan stimulus
melalui empat cara respons: fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan saling
ketergantungan. Menurut Roy, asuhan keperawatan berfokus pada respons seorang
terhadap interaksi dengan lingkungan eksternal dan terhadap stimulus internal
dan eksternal yang mempengaruhi adaptasi. Dalam karya awal Roy (1976), keluarga
dipandang sebagai ruang lingkup individu. Kemudian Roy dan Roberts (1981)
mengubah penjabaran konsep keluarga sebagai (konteks) ini menjadi “keluarga
sebagai suatu system adaptif yang seperti individu, memiliki input, kendali
interna dan proses umpan balik, dan output” (Whall & Fawcett, 1991a, hlm.
23). Roy menjelaskan bahwa keluarga, individu, kelompok, organisasi social, dan
komunitas, dapat menjadi unit analisis dan fokus praktik keperawatan. McCubbin
dan figley (1983) menyatakan bahwa konsep koping dalam model Roy dapat dengan
mudah diperluas menjadi unit keluarga, yaitu pola koping keluarga yang tidak
efektif menyebabkan masalah fungsi keluarga. Selain itu, teori Roy menekankan
promosi kesehatan dan pentingnya membantu klien dalam memanipulasi lingkungan
mereka, yang konsisten dengan interaksi lingkungan keluarga yang ditekankan
dalam keperawatan keluarga.
Kegunaan dan kepopularitasan model Roy terbukti
dalam Boston-Based Research in Nursing Society (BBARNS), yang terbukti
meningkatkan proyek kemitraan dan kolaboratif diantara para peneliti
keperawatan yang bekerja menggunakan model Roy (Pollack, Frederickson, Carson,
Mawssey, & Roy, 1994). Contoh penelitian yang menggunakan Model adaptasi Roy
termasuk studi yang dilakukan Zhan (2000) tentang adaptasi kognitif dan
konsistensi diri pada lansia yang mengalami gangguan pendengaran dan studi yang
dilakukan Badger (1991) tentang citra tubuh interna dikalangan anak tunarungu
dan yang dapat mendengar. Baru-baru ini, Hanna dan Roy (2001) membahas
kesinambungan pengembangan model Roy terkait dengan keperawatan keluarga dan
mencatat bahwa keluarga dapat dijabarkan sebagai ruang lingkup individu atau
keluarga dapat dijabarkan sebagai orang atau kelompok yang saling terkait.
DAFTAR
PUSTAKA
Christensen, Paula J. 2009. Proses keperawatan: aplikasi model konseptual. Ed. 4. Jakarta: EGC
Efendy. (1998). Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat.
Jakarta: EGC
Effendi,
Ferry. (2009). Keperawatan kesehatan
komunitas: teori, dan praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Friedman,
M.M. (1998). Keperawatan keluarga: teori
dam praktek. Ed.3. Jakarta: EGC
Friedman., Marilyn M. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga: riset, teori
dan praktik. Ed.5. Jakarta: EGC
Mubarak,
Wahit Iqbal. (2009). Ilmu keperawatan
komunitas buku 2: konsep dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Mubarak,
W.I. & Santoso, B.A. (2006). Buku
ajar ilmu keperawatan komunitas: teori & aplikasi dalam praktik dengan
pendekatan asuhan keperawatan komunitas, gerontik, dan keluarga. Jakarta:
Sagung Seto
Setiadi.
(2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan.
(Ed.1). Jogjakarta: Graha Ilmu
Suprajitno.
(2004). Asuhan keperawatan keluarga:
aplikasi dalam praktik. Jakarta: EGC
Agusman, F. (2011). Aplikasi teori Orem terhadap asuhan keperawatan keluarga. Diambil
pada 28 November 2012 dari: http://ebookbrowse.com/aplikasi-teori-orem-terhadap-asuhan-keperawatan
keluarga-ppt.d143522297
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat