A. Komplikasi
Yang Terjadi Pada Kehamilan
1. Komplikasi
kehamilan pada trimester I
a. Hyperemesis
gravidarum
1) Definisi
Mual (nausea)
dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala yang wajar dan sering kedapatan
pada kehamilan trimester I. Mual
biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Perasaan mual ini disebabkan karena
meningkatnya kadar hormone estrogen, dan HCG dalam serum. Pengaruh fisiologik
kenaikan hormone ini belum jelas, mungkin karena system saraf pusat atau
pengosongan lambung yang berkurang. Biasanya wanita dapat beradaptasi terhadap
keadaan ini, namun bisa juga berlangsung hingga 4 bulan. Keadaan inilah yang
disebut hyperemesis gravidarum (Wiknjosastro, 2002)
2) Etiologi
Beberapa factor predisposisi dan factor lain yang dapat mengakibatkan
hyperemesis gravidarum antara lain:
a) Factor
predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan
kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda
menimbulkan dugaan bahwa factor hormone memegang peranan, karena pada keadaan
tersebut hormone khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
b) Masuknya
vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolic akibat hamil
serta resistensi ibu yang menurun terhadap perubahan ini merupakan factor
organic
c) Alergi
d) Factor
psikologik, seperti broken home, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan
dan persalinan, dll.
3) Gejala
dan tanda
a) Tingkatan
1= muntah terus menerus, lemah, nafsu makan tidak ada, BB menurun dan nyeri
pada epigastrium, ND meningkat sekitar 100/ mnt, TD sistolik menurun, turgor
kulit berkurang, lidah kering dan mata cekung
b) Tingkatan
2= penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih berkurang, lidah
kering dan kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik, dan mata
ikteris
c) Tingkatan
3= keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari samnolen
sampai koma, nadi kecil dan cepat; suhu meningkat dan tensi menurun.
4) Penatalaksanaan
a) Obat-obatan;
tidak memberikan obat yang teratogen. Sedative yang sering diberikan adalah Phenobarbital. Vitamin yang dianjurkan
adalah B1 dan B6.anti histamine juga dianjurkan, seperti drmamin, avomin. Pda
keadaan lebih berat diberikan antiemetic seperti disiklomin hidroklorida atau
khlorpromasin.
b) Isolasi;
penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran
udara yang baik. Catat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan perawat
yang boleh masuk ke dalam kamar penderita, sampai muntah berhenti dan penderita
mau makan. Tidak diberikan makanan/minuman dan selama 24jam. Kadang-kadang
dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
c) Terapi
psikologik; perlu diyakinkan pada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan,
hilangkan rasatakut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta
menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang
penyakit.
d) Cairan
parenteral; berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan
protein dengan glukosa 5% dalam cairan dalam cairan garam fisiologik sebanyak
2s/d3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium dan vitamin B komplek dan
vitamin C, bila ada kekurangan protein dapat diberikan pula asam amino secara
intravena.
e) Penghentian
kehamilan; pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur.
Usahakan mengadakan pemeriksaan medic dan psikiatrik bila keadaan memburuk.
Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterus, anuria dan pendarahan merupakan
manifestasi komplikasi organic. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan
untuk mengakhiri kehamilan.
b. Abortus
1) Definisi
Abortus (abortus, abortion) adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum
janin mampu bertahan hidup dengan berat janin-neonatus yang keluar kurang dari
500 g (Cunningham, et. al., 2005, p.951). Menurut Wiknyosastro (2005, p.302)
istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan. Abortus ditentukan sebagai pengakhiran
kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu.
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus buatan
ialah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus
terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik.
2) Etiologi
Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat
dibagi sebagai berikut.
a) Kelainan
pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin
atau cacat. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah
sebagai berikut:
(1) Kelainan
kromosom.
(2) Lingkungan
di endometrium kurang sempurna yang menyebabkan pemberian makanan pada hasil
konsepsi terganggu.
(3) Pengaruh
dari luar, contohnya radiasi, virus, dan obat-obatan.
b) Kelainan
pada plasenta
Kelainan pada plasenta dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan
muda misalnya karena hipertensi menahun.
c) Penyakit
ibu
Penyakit mendadak, seperti pneumonia,
tifus abdominalis, malaria, dan lain-lain dapat menyebabkan abortus.
d) Kelainan
traktus genitalis
Kelainan traktus genitalis seperti
retroversio uteri dan miomata uteri dapat menyebabkan abortus.
3) Klasifikasi
a) Abortus
spontan
Abortus spontan merupakan hilangnya kehamilan sebelum tercapainya
viabilitas janin (22 minggu gestasi). Adapun tahap-tahapnya yaitu:
(1) Abortus
imminens
Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, di mana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan
tanpa adanya dilatasi serviks.
Tanda dan gejala dari abortus ini adalah perdarahan melalui ostium uteri
eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali uterus membesar,
serviks belum membuka, dan tes kehamilan
positif.
(2) Abortus
insipiens
Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri meningkat, tetapi hasil
konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan
kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan
dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan.
Tanda dan gejala dari abortus insipiensi ini adalah pada kehamilan lebih dari 12 minggu
perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi lebih besar.
(3) Abortus
inkompletus
Abortus inkompletus ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Tanda dan
gejala dari abortus ini yaitu perdarahan banyak sehingga menyebabkan syok,
perdarahan akan terhenti jika hasil konsepsi dikeluarkan. Pada pemeriksaan
vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum
uteri.
(4) Abortus
kompletus
Pada abortus kompletus semua
hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Tanda dan gejala dari abortus yaitu pada penderita ditemukan perdarahan
sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah benyak mengecil.
b) Abortus
Provokatus
(1) Therapeutic
abortion, merupakan penghaentian kehamilan dimana janin belum bisa hidup di
luar kandungan karena alasan ibu dan janin atau karena alasan penyakit.
(2) Eugenic
abortion, adalah penghentian kehamilan karena janin mengalami kecatatan.
(3) Elektive
abortion, penghentian kehamilan karena keinginan ibu.
4) Asuhan
Keperawatan pada Abortus
a) Pengkajian
Menurut Bobak, Lowdermilk dan Jensen
(2004), beberapa data subjektif dan objektif yang dapat dikaji antara lain:
(1) Data
subjektif : klien merasa haus, dingin, nyeri sedang sampai dengan berat, nyeri
terutama pada abdomen / uterus
(2) Data
objektif: tachicardia, hipotensi, vertigo, diaporesis, proteinuria
b) Diagnosa
keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul antara lain:
(1) Resiko
defisit volume cairan yang berhubungan dengan perdarahan abortif atau pasca
bedah.
(2) Nyeri
berhubungan dengan peningkatan kontraksi uterus
(3) Resiko
infeksi yang berhubungan dengan retensi sebagian atau semua PK
(4) Perubahan
penampilan peran yang berhubungan kehilangan janin
(5) Berduka
yang berhubungan dengan kehilangan janin yang diantisipasi atau aktual
c) Perencanaan
Diagnosa
I
(1) Kaji
TTV pada interval sering (tiap 15 mnt x 4; tiap 30 mnt x 2; tiap 1-2 jam sampai
stabil; kemudian setiap 4 jam)
(2) Pantau
warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
(3) Pantau
semua sekresi dari adanya perdarahan samar atau nyata
(4) Identifikasi
faktor-faktor yang berkontribusi terhadap bertambah buruknya dehidrasi,
misalnya demam, stress dan program pengobatan
(5) Tinjau
ulang elektrolit, terutama natrium, klorida, kalium, dan kreatinin
(6) Kaji
adanya vertigo atauu hipotensi postural
(7) Kaji
orientasi terhadap orang dan waktu
(8) Pantau
status dehidrasi (kelembaban membran mukosa, keadekuatan nadi, dan tekanan
darah ortostatik)
(9) Pantau
hasil lab yang relevan dengan keseimbangan cairan (seperti kadar Ht, BUN,
albumin, protein total, osmolalitas serum, dan berat jenis urin)
(10) Pantau
intake dan putput cairan
(11) Pastikan
pasien terhidrasi dengan baik jika pasien akan dioperasi
Diagnosa II
(1) Pantau
dan catat frekuensi dan durasi kontraksi. Kaji dan catat tingkat nyeri pasien
dan respon terhadap penatalaksanaan.
(2) Berikan
analgesik sesuai program
(3) Ajarkan
pasien metode lain penghilang nyeri: napas dalam, teknik relaksasi, guided imagery
Diagnosa III
(1) Kaji
suhu setiap 4 jam
(2) Waspadai
rabas vaginal berbau busuk, sebuah tanda infeksi
(3) Berikan
antibiotik sesuai program
(4) Pastikan
bahwa perawatan perineum yang tepat dilakukan setelah berkemih dan defekasi
Diagnosa iv
(1) Berikan
dukungan emosi untuk pasien dan orang terdekat.
(2) Bantu
pasien dalam mengidentifikasi, jika ada, penampilan peran sebagai istri atau
pengasuh anak.
(3) Libatkan
pekerjaan sosial jika diperlukan
Diagnosa v
(1) Kaji
tahap berduka yang dialami pasien
(2) Jangan
meminimalkan perasaan kehilangan klien
(3) Bantu
pasien dan orang terdekat dalam mengakui kehilangan dengan menyediakan waktu
untuk duduk dan berbicara dengan mereka.
d) Evaluasi
Evaluasi suatu proses yang berkesinambungan antara lain: defisit volume
cairan akan teratasi, nyeri hilang/ berkurang, klien toleran untuk melakukan
aktivitas yang tidak kontra indikasi, cemas teratasi, dan infeksi tidak
terjadi.
2. Komplikasi
Kehamilan pada Trimester ke dua
a. Preeklamsi
1) Definisi
Pre-eklamsia adalah penyakit dengan
tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan.
Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan. Hipertensi biasanya
timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis
pre-eklamsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30mm Hg atau lebih di atas
tekanan yang biasanya ditemukan atau mencapai 140 mmHg atau lebih.
Edema ialah penimbunan cairan secara umum
dan berlebihan dalam jaringan tubuh dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan
berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, muka. Proteinuria berarti
konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam air
kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1 atau 2 g/liter atau lebih
dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil
minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Preeklamsia merupakan suatu kondisi
spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke 20 pada wanita
yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal (bobak, 2004)
2) Patofisiologi
Lampiran
2
3) Gejala
klinis
Biasanya tanda-tanda pre-eklamsia timbul
dalam urutan: penambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema,
hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre-eklamsia ringan tidak ditemukan
gejala-gejal subyektif. Pada pre-eklamsia berat didapatkan sakit kepala di
daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di epigastrium,
mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre-eklamsia
yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darah
pun meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum dan proteinuria bertambah
banyak.
4) Klasifikasi
Tabel
2.2. Perbedaan Preeklamsia Ringan dan Berat
|
Preeklamsia ringan
|
Preeklamsia berat
|
EFEK PADA IBU
|
|
|
Tekanan darah
|
Peningkatan tekanan darah sistolik
sebesar 30 mm Hg atau lebih.
|
Peningkatan menjadi ≥ 160/110 mm Hg
pada dua kali pemeriksaan dengan jarak 6 jam pada ibu hamil yang beristirahat
di tempat tidur
|
Peningkatan berat badan
|
Peningkatan berat badan lebih dari
0.5 kg/minggu
|
Sama seperti preeklamsia ringan
|
Edema
|
Edema dependen, bengkak di mata,
wajah, jari, bunyi pulmoner tidak terdengar
|
Edema umum, bengkak semakin jelas di
mata wajah, jari, bunyi paru (rales) bisa terdengar
|
Refleks
|
Hiperefleksi + 3; tidak ada klonus
dipergelangan kaki
|
Hiperefleksi + 3 atau lebih, klonus
dipergelangan kaki
|
Haluaran urine
|
Keluaran sama dengan masukan ; ≥30
ml/jam
|
Oliguria; <30ml/jam atau 120
ml/jam
|
Nyeri kepala
|
sementara
|
Berat
|
Gangguan penglihatan
|
Tidak ada
|
Kabur
|
Nyeri ulu hati
|
Tidak ada
|
Ada
|
Kreatinin serum
|
Normal
|
Meningkat
|
Trombositopenia
|
Tidak ada
|
Ada
|
Penibgkatan AST
|
Minimal
|
Jelas
|
Hematokrit
|
meningkat
|
Meningkat
|
EFEK PADA JANIN
|
|
|
Perfusi plasenta
|
Menurun
|
Perfusi menurun dinyatakan sebagai
IUGR pada fetus
|
Premature plasenta
|
Tidak jelas
|
Pada waktu lahir plasenta terlihat
lebih kecil dari pada plasenta yang normal untuk usia kehamilan, premature
aging terlihat jelas dengan berbagai daerah yang sinsitianya pecah.
|
5) Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan
teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre-eklamsia. Walaupun timbulnya
pre-eklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensi dapat dikurangi
dengan pemberian penerangan zsecukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik
bagi wanita hamil. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam
pencegahan. Diet tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidrat, garam, dan
penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.
6) Penanganan
a) Penanganan
Pre-eklamsia Ringan
Istirahat di tempat tidur masih merupakan
terapi utama untuk penanganan pre-eklamsia. Istirahat dengan berbaring pada
sisi tubuh menyebabkan pengaliran darah ke plasenta meningkat, aliran darah ke
ginjal juga lebih banyak, tekanan vena pada ekstremitas bawah turun dan
resorbsi cairan dari daerah tersebut bertambah. Oleh karena itu, dengan
istirahat biasanya tekanan darah turun dan edema berkurang. Pemberian
fenobarbital 3x30 mg sehari akan menenangkan penderita dan dapat juga
menurunkan tekanan darah.
b) Penanganan
Pre-eklamsia Berat
Sebagai pengobatan untuk mencegah
timbulnya kejang-kejang pada pre-eklamsia berat
dapat diberikan:
(1) Larutan
sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gram) disuntikkan intramuskulus bokong
kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat di ulang 4 gram tiap 6 jam
menurut keadaan
(2) Klorpromazin
50 mg intramuskulus
(3) Diazepam
20 mg intramuskulus
7) Asuhan
keperawatan preeklamsi
a) Pengkajian
(1) Faktor
resiko preeklamsia-eklamsia
Menurut Bobak (2004).,p. 634. Ada beberapa
faktor resiko terkait preeklamsia dan eklamsia, yaitui sebagai berikut:
(a) Primigravida
atau multipara dengan usia lebih tua
(b) Adanya
proses penyakit kronis: diabetes mellitus, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit
pembuluh darah
(c) Kehamilan
mola
(d) Komplikasi
kehamilan: kehamilan multipel, janin besar, hidrop janin, polihidramnion
(e) Preeklamsia
pada kehamilan sebelumnya
Data subjectif dan data
objectik
a) Preeklamsia
ringan
Tabel
2.3. Data Subjektif dan Objektif preeklamsia ringan
|
Data objektif
|
Data subjektif
|
Tekanan darah
|
Pemeriksaan
darah sebesar 140/90 mmHg
|
-
|
Peningkatan
berat badan
|
-
|
Lebih dari 0,5
kg/ minggu
|
Proteinuria
|
300mg/l dalam
24 jam
|
-
|
Edema
|
Edema dependen
|
-
|
Refleks
|
Hiperefleksi
|
-
|
Haluaran urin
|
-
|
Sama dengan
masukan
|
Nyeri ulu hati
|
|
Tidak ada
|
Penglihatan
|
|
Normal
|
Nyeri kepala
|
-
|
Sementara
|
Afek
|
-
|
Sementara
|
Kreatinin
serum
|
Normal
|
-
|
b) Preeklamsia
berat
Tabel
2.4. Data Subjektif dan Objektif preeklamsia berat
|
Data objektif
|
Data subjektif
|
Tekanan darah
|
Pemeriksaan
darah sebesar 146/110 mmHg
|
-
|
Peningkatan
berat badan
|
-
|
Lebih dari 0,5
kg/ minggu
|
Proteinuria
|
5-10 g/l dalam
24 jam
|
-
|
Edema
|
Edema pitting
|
-
|
Refleks
|
Hiperefleksi
+3, klonus dipergelangan kaki
|
-
|
Haluaran urin
|
-
|
Oliguria <
30 ml/jam
|
Nyeri kepala
|
-
|
Berat
|
Penglihatan
|
|
Kabur
|
Afek
|
-
|
Berat
|
Kreatinin
serum
|
Meningkat
|
-
|
Nyeri ulu hati
|
|
Ada
|
(2) Pemeriksaan
laboraturium
Menurut Bobak (2004).,p. 637. Ada beberapa
pemeriksaan fisik terkait preeklamsia
dan eklamsia, yaitu sebagai berikut:
(a) Menghitung
sel darah lengkap (termasuk hitung trombosis)
(b) Pemeriksaan
pembekuan (termasuk waktu perdarahan, PT,PTT dan fibrinogen)
(c) Enzim
hati
(d) Kimia
darah (BUN, kreatinin, glukosa, asam urat)
(e) Pemeriksaan
silang darah
b) Diagnosa
keperawatan
Menurut Bobak (2004).,p. 638. Diagnosa
keperawatan untuk preeklamsia – eklamsia adalah:
(1) Ansietas
yang berhubungan dengan preeklamsia dan efeknya pada bayi dan ibu
(2) Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan hipertensi, perdarahan, edeema serebral
(3) Resiko
tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan edema paru
(4) Resiko
tinggi cedera janin yang berhubungan dengan solusio plasenta
c) Intervensi
Menurut Bobak (2004).,p. 639. Rencana
keperawatan mengikuti diagnosis medis, penatalaksanaan dirumah atau dirumah
sakit, dan sumber-sumber ibu dan keluarga. Prognosis perawatan klien dengan
hipertensi pada kehamilan adalah sebagai berikut:
(1) Ibu
akan mengenali dan segera melaporkan tanda dan gejala abnormal untuk mencegah
keadaan memburuk
(2) Ibu
akan tetap menjalani pengobatan medis untuk mengurangi resiko terhadap dirinya
dan janin
(3) Orang
terdekat lain juga akan terlibat untuk memberikan dukungan dalam perawatan
(4) Ibu
akan mengungkapkan rasa takut dan khawatir dalam mengatasi keadaan
(5) Ibu
dan janin tidak akan mengalami efeksamping dari penyakita atau pelaksanaannya
(6) Ibu
akan melahirkan dalam keadaan optimal
(7) Keluarga
akan mampu mengatasi secara efektif resiko tinggi ibu, penatalaksaannya dan
hasilnya
d) Implementasi
Menurut Nettina (2001).p, 933 ada beberapa
macam implementasi yang dilakukan untuk preeklamsia dan eklamsia:
(1) Implementasi
terapeutik
(a) Tirah
baring membantu menurunkan tekanan darah dan mempertahankan perfusi plasenta
(b) Peningkatan
protein dalam diet dan kalori untuk memastikan nutrisi yang adekuat
(c) Mungkin
diperlukan hospitalisasi untuk pemantauan yang ketat dan pencegahan kejang
(2) Implementasi
farmakologik
(a) Memberikan
magnesium sulfat melalui IV
(b) Diazepam
dan natrium dapat dugunakan jika terjadi konvulsi yang tidak berespons terhadap
magnesium sulfat
(c) Terapi
antihipertensif
(3) Implementasi
keperawatan
(a) Memantau
tekanan darah
(b) Memantau
asupan dan keluaran dengan ketat
(c) Memantau
kadar protein pada urin
(d) Mengevaluasi
edema setelah tirah baring 12 jam atau lebih
(e) Memantau
adanya penambahan berat badan
(f) Mengevaluasi
refleks tendon prefunda
(g) Memantau
aktivitas janin
(h) Mengontrol
asupan cairan IV
(i) Menganjurkan
dukungan keluarga dan teman pada saat tirah baring
(j) Menganjurkan
informasi tentang prosedur yang
dilakukan
e) Evaluasi
Evaluasi suatu proses yang berkesinambungan antara lain diagnosa yang
ditegakkan dapat di atasi
b. Eklamsi
1) Definisi
Eklamsia adalah kelainan akut yang merupakan
kelanjutan pre eklamsia yang disertai kejang-kejang dan koma pada masa
kehamilan,dalam persalinan dan masa nifas.Istilah eklamsia berasal dari berasal
dari bahasa Yunani yang berarti “halilintar”.kata tersebut dipakai karena
seolah-olah gejala eklamsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului dengan
tanda yang lain.Pada wanita yang menderita eklamsia timbul serangan
kejang-kejangan yang diikuti oleh koma.menjelang kejang biasanya didahului
gejala subjektiv,yaitu nyeri kepala didaerah frontal,nyeri
epigastrium,penglihatan kabur,dan ada keluhan mual dan muntah,pemeriksaan fisik
menunjukkan hiper refleksia dan mudah terangsang(Winkjosastro,2005).
2)
Patofisiologi
Sama
dengan pre eklamsia dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ
hati,ginjal,otak dan paru-paru dan jantung yakni terjadi nekrosis dan
perdarahan pada organ tersebut.
3) Gejala
klinis
Gejala klinis eklamsia meliputi : kehamilan lebih dari 20 minggu atau
persalinan atau masa nifas, tanda-tanda pre eklmsia (hipertensi,edema,dan
protenuiria),kejang-kejangan dan kadang-kadang disertai gangguan fungsi organ.
4) Klasifikasi
Berdasarkan waktu timbulnya,eklamsia dibedakan
3 macam yaitu :
a) Eklamsia
gravidarum(antepartum): insiden kejadian 50-60%,terjadinya kejang waktu masih hamil
b) Eklamsia
parturientum(intrapartum) : insiden kejadian 30-35%,,serangan kejang terjadi
saat intra partum,batasan tegas dengan eklamsia
gravidarum sukar ditentukan terutama saat mulai in partu
c) Eklamsiapuerperium(postpartum)
: jarang terjadi disbanding kejadian pada saat lain,hanya sekitar 10 % kejadian kejang ataukoma setelah persalinan
berakhir.
Konvulsi
eklamsia dibagi dalam 4 tingkat,yaitu :
a) Tingkat awal atau aura,keadaan
ini berlangsung sekitar 30 detik.Mata penderita terbuka tanpa melihat,kelopak
mahkota bergetar,demikian pula tangannya,dan kepala diputar kekanan dan kekiri.
b) Kemudin
timbul tingkat kejangan tonik,yang
belangsung kira-kira 30 detik.dalam tingkatan ini seluruh otot menjadi
kaku,wajahya kelihatan kaku,tangan menggenggam,dan kaki membengkak
kedalam,pernafasan berhenti,muka mulai menjadi sianotik,lidah dapat tergigit.
c) Stadium tingkat
kejangan klonik,yang berlangsung sekitar 1-2 mennit,spasmus tonik
menghilang,semua otot berkonstraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang
cepat,bola mata menonjol,keluar ludah yang berbusa,wajah menunjukan sianosis
dan kongesti,penderit jadi tak sabar.
d) Tingkat koma,lamanya
ketidak sadaran tidak selalu sama,secara perlahan pasien menjadi sadar,tapi
dapat terjadi pula sebelum timbul serangan yang baru dan
berulang-ulang,sehingga pasien tetap dalam keadaan koma.
Selama serangan
kejang,tandanya TD meningkat,nadi cepat, dan suhu meningkat sampai 40 derajat
celcius.Komplikasi yang biasa terjadi adalah lidah tergigit,gangguan
pernafasan,solusio plasenta,dan perdarahan otak.
5) Diagnosis
Diagnosis eklamsia pada umumnya tidak mengalami kesukaran,dengan adanya
gejala pre eklamsia yang disusul oleeh serangan kejangan,maka diagnosis
eklamsia sama dengan diagnosis pre-eklamsia.tapi eklampsia harus dibedakan dari
epilepsy,kejangan karena obat abastesi,koma karena sebab lain.
6) Komplikasi
Komplikasi yang paing bahaya adalah kematian ibu dan janin.Usaha utama
ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklamsia dan eklamsia.
Komplikasi eklamsia dan pre eklamsia yang berat biasanya akan terjadi :
a) Solusio plasenta,ini
biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi dan lebih seing terjadi
pada pre eklamsia
b) Hipofibrinogenemia
c) Hemolisis
d) Perdarahan otak,ini
merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklamsia.
e) Kelainan mata,kehilangan
penglihatan secara sementara yang dapat berlangsung selama seminggu,kadang
terjadi perdarahan pada retina,
f) Edema paru
g) Nekrosis jantung,
h) Sindrome HELLP,yaitu
Haemolysys,Elevated Liver Enzimes,dan Low Platelet
i)
Kelainan
ginjal,
j)
Komplikasi
lain,lidah tergigit,trauma,fraktur,
k) Prematuritas
7) Prognosis
Eklamsia diindonesia,masih merupakan penyakit yang menelan kematian
terbesar dari ibu dan anak.dari berbagai sumber,diketahui kematian ibu berkisar
antara 9,8%-25,5%,sedangkan kematian bayi lebih tinggi,yaitu sekitar 42,2%
-48,9 %..Kematian ibu biasanya disebabkan perdarahan otak,dekompensasio kordis
dengan edema paru-paru,payah ginjal,dan masuknya isi lambung kedalam jalan
pernafasan waktu kejangan.
8) Pencegahan
Usaha-usaha untuk mencegah/menurunkan eklamsia terdiri dari :
a) Meningkatkan
jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusuhakan agar semua wanita hamil
memeriksaka diri sejak hamil muda,
b) Mencari
pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklamsia dan mengobati segera apabila
ditemukan.
c) Mengakhiri
kehamilan sedapat-dpatnya pada kehamilan 37 minggu keatas apabila setelah
dirawat tanda-tanda pre eklamsia tidak juga dapat dihilangkan.
9) Penanganan
Tujuan utama pengobatan ialah menghetikan
berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara
yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.Tujuan utama lainnya adalah
menghentikan kejangan ,mengurangi vasospasmus,dan meningkatkan dieuresis.
Untuk menjaga jangan sampai terjadi
kejangan berulang,dapat diberikan beberapa jenis obet,diantaranya :
a) Sodium
penthotal,fungsinya untuk menghentikan kejangan dengan segera bila diberikan
secara intra vena.Dosis inisial dapat diberikan sebanyak 0,2-0,3 gram dan
disuntikkan perlahan-lahan.
b) Sulfas
megnesicus,fungsinya untuk mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan
neuro-muskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan ssaraf.Dosis inisial
yang diberikan adalah 8 g dalam larutan 40 % secara intramuscuslus.
c) Lytic
cocktail,yang terdiri atas petidin 100 mg,klorpromazin 100 mg,dan prometazin 50
mg dilarutkan dalam glukosa 5 % 500 ml dan diberikan secara infuse intravena.
10) Tindakan
obstetric
Setelah kejangan dapat diatasi dan keadaan umum pasien membaik,maka
direncakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan cara
yag aman.Apakah pengakhiran kehamilan dilakukan dengan sesarea atau induksi
persalinan vagina,ini dipandang dari berbagai factor,seperti keadaan servik,komplikasi
obstetric,paritas,adanya ahli anastesi,dan sebagainya.
3. Komplikasi
Kehamilan pada Trimester ke tiga
a. Plasenta
pravia
1) Definisi
Plasenta previa adaalah kondisi saat
plasenta terinplantasi di kutup bawah uterus. ini dapat berupa :
a) Total
atau komplet : plasenta menutupi seluruh ostium uteri serviks
b) Parsial
: hanya sebagian ostium uteri yang tertutupi.
c) Marginal
: ujung plasenta berada pada tepi ostium uteri.
d) Letak-rendah
: ujung plasenta berada sangat dekat dengan tepi ostium uteri. (morgan, 2009)
Plasenta previa adalah plasenta yang
berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian/seluruh ostium uteri internum.
(prae = didepan, vias= jalan). Implantasi plasenta yang normal adalah pada
dinding depan, dinding belakang, atau di daerah tundus uteri. (sartrawinata,
2004)
2) Klasifikasi
Ada empat derajat abnormalitas yang
diketahui:
a) Plasenta
previa totalis. Ostium internum servisis tertutup sama sekali oleh jaringan
plasenta.
b) Plasenta
previa parsialis. Ostium internum tertutup sebagian oleh jaringan plasenta.
c) Plasenta
previa marginalis. Tepi plasenta terletak pada bagian pinggir ostium internum.
d) Plasenta
letak rendah. Plasenta tertanam dalam segmen bawah uterus, sehingga tepi
plasenta sebenarnya tidak mencapai ostium internum tetapi terletak sangat
berdekatan dengan ostium tersebut.
Gambar 2.15. Klasifikasi derajat
abnormalitas plasenta
Derajat plasenta previa akan tergantung
kepada luasnya ukuran dilatasi serviks saat dilakukan pemeriksaan. Sebagai
contoh, plasenta letak rendah pada dilatasi 2 cm dapat menjadi plasenta previa
parsialis pada dilatasi 8 cm, karena serviks yang berdilatasi tidak lagi
menutupi plasenta. Sebalinya, plasenta previa yang tampaknya total sebelum
dilatasi serviks dapat menjadi parsial pada dilatasi 4 cm, karena serviks
berdilatasi melewati tepi plasenta.
3) Etiologi
Plasenta Previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang
endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang
baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada:
a) Multipara,
terutama jika jarak antara kehamilannya pendek.
b) Mioma
uteri
c) Kuretasi
yang berulang
d) Usia
lanjut
e) Bekas
seksio sesarea
f) Perubahan
inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain.
Hipoksemia yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan
hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20
batang sehari).
4) Patofisiologi
Lampiran 3
5) Manifestasi
klinik
a) Gejala
yang terjadi ialah perdarahan tanpa nyeri
b) Awitan
pendarahan yang tiba-tiba tanpa didahului tanpa sebelumnya.
c) Terjadi
selama trimester tiga
d) Malpresentasi
atau ma malposisi karena janin harus menyesuaikan diri akibat adanya plasenta.
6) Komplikasi
a) Perdarahan
dan mengakibatkan syok
b) Prematurasi
janin
c) Perdarahan
pascapartum karena perdarahan pada tempat pelekatan plasenta. Pada tempat
tersebut, kontraksi serat otot uterus kurang efektif.
d) Sindrom
sheeehan dan defek pembekuan dapat terjadi, namun lebih sering terjadi pada
abrupsi.
7) Penatalaksanaan
a) Jangan
lakukan pemeriksaan vagina. Pembuluh darah plasenta dapat pecah dan
mengakibtakn hemoragi massif.
b) Diagnosis
dapat ditegakkan dengan USG
c) Bila
diagnosis ditegakkan pada awal kehamilan, plasenta dapat berpindah ke uterus
seiring uterus yang mebesar.
d) Tindakan
lanjut dengan USG serial sampai plasenta cukup jauh dari ostium uteri. Bila
plasenta tetap tumbuh pada ostium uteri saat 32 ,minggu, rujuk ke dokter
e) Anjurkan
pasien untuk melapor saat tanda pertama perdarahan vagina.
f) Konsultasikan
dengan dokter segera saat di diagnosis plasenta previa total , parsial, atau
marginal setelah 20 minggu kehamilan.
g) Periksa
apakah pasien Rh (D) negative yang tidak tersensitisasi menerima injeksi RHOGAM
setelah tiap episode perdarahn untuk mencegah sensitisasi dari kemungkinan
percampuran darah janin D-positif dengan darah ibu
h) Dosis
yang biasa adalah satu vial, yang cukup untuk tranfusi sampai 15 ml darah janin
ke dalam sirkulasi ibu.
i) Dosis
harus lebih besar bila cairan mungkin ditranfusikan lebih dari 15 ml
j) Uji
Betke-Kleihauer dapat dialkukan untuk menentukan jumlah darah janin dalam
sirkulasi ibu.
k) Anjurkan
untuk mebatasi aktifitas atau tirah baring pada pasien di diagnosis plasenta
previa parsial, atau total.
l) Opservasi
pasien secara ketat sampai janin cukup bulan atau smapi terjadi episode
pendarahan serius yang memerluakn kelahiran segera dilaksanakan.
m) Rencanakan
kelahiran melalui seksio sesaria karena plasenta menutupi ostium uteri dan
mencegah turunya janin ke vagina. (Morgan, 2009)
Penatalaksanaan medis
a) Seksio
sesaria untuk janin yang mengalami distress atau untuk mengontrol pendarahan.
b) Agens
tokolitik sesuai indikasi jika pasien mengalami preterm.
c) Pemberian
cairan intravena sesuai indikasi :
d) golongan
darah dan pencocokan silang darah sebanyak 2-4 unit darah segar dan atau produk
darah lain sesuai kebutuhan. (Tucker, 1998)
8) Asuhan
keperawatan plasenta previa
a)
Pengkajian
Observasi
/ temuan. Pendarahan vagina taksakit : aliran intermiten sampai konstan. Uterus
lunak dan relaks
Riwayat kesehatan terdahulu
Riwayat kesehatan sekarang
Pemeriksaan
laboratorium atau diagnostic; Ultrasound untuk mengidentifikasi posisi plasenta
almiografi; Pemeriksaan vagina dengan speculum; Ht atau Hb : jumlah darah
lengkap (JDL); Amniosintesis terhadap maturitas janin sesuai indikadi
pemeriksaan pembeku; Pemantauan listrik janin secara terus menerus
Potensial
komplikasi; Janin mengalami bradikardia : dibawah 120 x/mnt, Pemantauan janin : deselerasi terlambat, Tidak adanya suara jantung janin, Syok ibu hamil, Hiperaktifitas janin, hivoksia, Anemia neonatal, syok (hipovelemik)
b)
Diagnosa keperawatan
(1) Ketakutan
yang berhubungan dengan efek perdarahan pada kehamilan dan bayi (Carpenito, 2009)
(2) Hambatan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan meningkatnya perdarahan dalam merespon
aktivitas (Carpenito, 2009)
(3) Duka
cita yang berhubungan dengan kemungkinan keguguran yang telah diantisipasi dan
kehilangan anak yang diharapkan (Carpenito, 2009)
(4) Ketakutan
yang berhubungan dengan kemungkinan komplikasi pada kehamilan berikutnya
(Carpenito, 2009)
c)
Intervensi
Dx
|
Kriteria evaluasi
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kekurangan volume cairan bhd kehilangan vaskuler
berlebihan
2.
Perubahan perpusi jaringan utero
plasenta b/d Hipovolemia.
|
Mendemostrasikan kestabilan /
perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil,
pengisian kapiler cepat, sensorium tepat dan haluaran serta berat jenis urin
adekuat secara individual.
Mendemonstrasikan perfusi adekuat,
dibuktikan oleh DJJ dan aktivitas DBN serta tes nonstres reaktif (NST)
|
1.
Evaluasi,
laporkan, dan catat jumlah masukan serta jumlah kehilangan darah.
2.
Lakukan
perhitungan pembalut. Timbang pembalut pengalas.
3.
Lakukan
tirah baring. Instuksikan klien untuk menghindari Valsalva manover dan
koitus.
4.
Posisikan
klien dengan tepat, telentang dengan panggul ditinggikan atau posisi semi –
fowler. Hindari posisi trendelenburg.
5.
Catat
tanda – tanda vital Pengisian kapiler pada dasar kuku, warna menbran mukosa/
kulit dan suhu. Ukur tekanan vena sentarl, bila ada. Hindari pemeriksaan
rectal atau vagina.
1.
Berikan larutan intravena, ekspander plasma, darah
lengkap, atau sel-sel kemasan, sesuai indikasi.
2.
Siapkan untuk kelahiran sesaria
3.
Perhatikan status fisiologis ibu, status sirkulasi, dan
volume darah.
4.
Auskultasi dan laporkan DJJ , catat bradikardia atau
takikardia. Catat perubahan pada aktivitas janin (hipoaktivitas atau
hiperaktivitas.
5.
Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri.
6.
Berikan suplemen oksigen pada klien
7.
Ganti kehilangan darah/cairan ibu.
8.
Siapkan klien untuk intervensi bedah dengan tepat.
|
1.
Perkiraan
kehilangan darah membantu membedakan diagnosa, Setiap gram peningkatan berat
pembalut sama dengan kehilangan kira-kira 1 ml darah.
2.
Perdarahan
dapat berhenti dengan reduksi aktivitas.
3.
Peningkatan
tekanan abdomen atau orgasme ( yang meningkatkan aktivitas uterus) dapat
meransang perdarahan.
4.
Menjamin
keadekuatan darah yang tersedia untuk otak; peninggian panggul menghindari
kompresi vena kava. Posisi semi- fowler memungkinkan janin bertindak sebagai
tanpon.
5.
Membantu
menentukan beratnya kehilangan darah, meskipun sianosis dan perubahan pada
tekanan darah, nadi adalah tanda-tanda lanjut dari kehilangan sirkulasi atau
terjadinya syok. Dapat meningkatkan hemoragi, khususnya bila plasenta previa
marginal atau total terjadi.
1.
Meningkatkan
volume darah sirkulasi dan mengatasi gejala-gejala syok.
2.
Hemoragi
berhenti bila plasenta diangkat dan sinus-sinus vena tertutup.
3.
Kejadian
perdarahan potensial merusak hasil kehamilan , kemungkinan menyebabkan
hipovolemia atau hipoksia uteroplasenta.
4.
Mengkaji
berlanjutnya hipoksia janin. Pada awalnya , janin berespon pada penurunan
kadar oksigen dengan takikardia dan peningkatan gerakan . Bila tetap defisit,
bradikardia dan penurunan aktivitas terjadi.
5.
Menghilangkan
tekanan pada vena kava inferior dan meningkatkan sirkulasi plasenta/janin dan
pertukaran oksigen.
6.
Meningkatkan
ketersediaan oksigen untuk ambilan janin.
7. Mempertahankan volume sirkulasi
yang adekuat untuk transport oksigen.
8.
Pembedahan
perlu bila terjadi pelepasan plasenta yang berat, atau bila perdarahan
berlebihan , terjadi penyimpangan oksigen janin, dan kelahiran vagina tidak
mungkin.
|
d) Implementasi
(1) Pantau
jumlah dan jenis perdarahan.
(2) Pantau
dan catat TTV ibu dan janin.
(3) Pantau
adanya kontraksi uterin.
(4) Pantau
hemoglobin dan hematokrit untuk jumlah darah yang hilang.
(5) Pantau
suhu setiap 4 jam kecuali jika terdapat peningkatan suhu, ukur suhu setiap 2
jam.
(6) Pantau
jumlah sel darah putih (SDP) untuk adanya infeksi.
Perawatan Penunjang
(Nettina, 2001)
(1) Beri
posisi miring pada ibu untuk meningkatkan perfusi plasenta dan beri oksigen
jika terdapat bukti-bukti distres janin.
(2) Buat
dan pertahankan jalur IV, sesuai ketentuan, dan ambil darah untuk pemerikasaan
golongan dan skrining untuk penggantian darah.
(3) Beri
posisi duduk pada ibu agar berat badan janin dapat menekan plasenta dan
menurunkan kehilangan darah selama periode perdarahan.
(4) Pertahankan
tirah baring ketat selama periode perdarahan.
(5) Jika
terjadi perdarahan berat dan persalinan yang tidak dapat ditunda, siapkan ibu
secara fisik dan emosi untuk menghadapi persalinan sesar.
(6) Gunakan
teknik aseptik ketika memberikan asuhan, dan ajarkan perawatan perineal serta
mencuci tangan untuk mencegah infeksi.
(7) Berikan
dukungan emosional dan diskusikan dampak dari hospitalisasi jangka panjang atau
tirah baring yang lama.
e)
Evaluasi
(1) Pasien menunjukkan kestabilan /
perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil,
pengisian kapiler cepat, sensorium tepat dan haluaran serta berat jenis urin
adekuat secara individual.
(2) Pasien menunjukkan perfusi adekuat,
dibuktikan oleh DJJ dan aktivitas DBN serta tes nonstres reaktif (NST).
b. Solosio plasenta
1) Definisi
Abrupsio plasenta (solusio plasenta)
adalah pemisahan prematur plasenta yang terimplantasi normal dari dinding
uterus, yang mengakibatkan perdarahan retoplasenta setelah gestasi minggu ke-20
dan sebelum janin dilahirkan. Pada kira-kira 80% kasus, terdapat perdarahan
vagina (hemoragi eksternal); pada sisanya, perdarahan tersembunyi (hemoragi
tersembunyi). Solusio plasenta dapat bersifat parsial atau komplet. Pada
solusio plasenta janin mempunyai kesempatan hidup bila abrupsio mengenai kurang
dari 50% permukaan plasenta. Kematian janin adalah inevitable pada abrupsio
komplet (Walsh, 2007).
2)
Klasifikasi solusio
plasenta yaitu :
a) Derajat
0; Asimptomatik, didiagnosis setelah kelahiran dengan memperhatikan bekuan
etoplasma kecil. Rupture sinus marginal termasuk dalam kategori ini.
b) Derajat
1
(1) Perdarahan
vaginal
(2) Nyeri tekan dan tetani uterus mungkin
(3) Tidak
ada tanda syok maternal atau pola denyut jantung janin abnormal
c) Derajat
2
(1) Perdarahan
vaginal eksternal mungkin ada atau tidak adak
(2) Nyeri
tekan dan tetani uterus ada
(3) Tidak
ada tanda syok maternal
(4) Ada
pola abnormal denyut jantung janin
d) Derajat
3
(1) Perdarahan
vaginal eksternal mungkin ada atau tidak ada.
(2) Tetani
uterus nyata
(3) Nyeri
abdomen menetap
(4) Syok
maternal
(5) Kematian
janin
3)
Etiologi
Etiologinya trauma abdomen, tali pusat
pendek, polihidramnion, dekompresi uterus tiba-tiba, fibroid, anomaly uterin,
plasenta sirkumvalat, dan gangguan hipertensif. Kecelakaan kendaraan pada ibu dan pemukulan adalah dua
sumber yang paling umum sebagai penyebab trauma tumpul pada abdomen. Abrupsio
plasenta marjinal mencakup ruang intervilus dan vena pada tepi plasenta dan
secara khas kurang serius disbanding abrupsio yang terjadi pada bagian tengah.
Abrupsi bagian tengah dapat mengenai arteri yang menimbulkan kehilangan darah
banyak karena peningkatan tekanan pada pembuluh darah. Ketika darah keluar ke
dalam otot uterin, perubahan warna merah sampai keunguan pada permukaan serosa
dapat terlihat. Ketika plasenta diimplantasi pada dinding anterior uterus,
perubahan warna mungkin terlihat pada kulit. Hal ini dianggap bahwa
perkembangan ini akan menimbulkan atoni dan memerlukan histerektomi untuk
menyelamatkan nyawa ibu (Walsh, 2007).
4)
Tanda dan gejala
Tanda dan gejala bervariasi, tergantung
pada lusnya abrupsio. Berikut tanda dan gejalanya :
a) Perdarahan
per vagina
b) Nyeri
tekan uterus
c) Nyeri
punggung
d) DJJ
abnormal
e) anemia
f) Hipertonus
uterus
g) Kematian
janin
h) Gerak
janin menurun
i)
Tanda vital dapat
abnormal sampai dengan syok
j)
Perut terasa tegang
5)
Penatalaksanaan
a)
Penatalaksanaan Medis
(1) Pemberian
ringer laktat
(2) Persalinan
secara sesaria apabila terjadinya distres janin, perdarahan berat, koagulopati,
peningkatan tonus rahim istirahat
(3) Transfusi
darah
b) Penatalaksanaan
Keperawatan
(1) Pemeriksaan
laboratorium meliputi: hitung sel darah, golongan darah dan Rh, profil
pembekuan dan uji silang darah
(2) Melakukan
pemeriksaan non invasif curah jantung
(3) Pemasangan
kateter tekanan intrauterin
(4) Evaluasi
kesehatan janin dengan melakukan pemeriksaan non stres, profil biofisik, dan
USG.
6)
Patofisiologi
Lampiran 4
7)
Proses Keperawatan pada
Kasus Solusio Plasenta
a) Pengkajian
Identitas pasien, riwayat penyakit, riwayat kesehatn sekarang, riwayat
penyakit yang lalu, riwayat penyakit keluarga, sosial ekonomi, keadaan
psikologis.
Data
Subjektif:
(1.) Klien
merasa haus dan dingin
(2.) Nyeri
sedang sampai dengan berat
(3.) Nyeri
terutama pada abdomen atau uterus
Data objektif:
(1.) Takikardi
(2.) Hipotensi
(3.) Vertigo
(4.) Diaporesis
(5.) Proteinuria
b) Diagnosa,
intervensi, dan evaluasi
Tabel
2.5. Diagnosa, intervensi serta evaluasi sulosio plasenta
Kriteria
hasil
|
Implementasi
|
Rasional
|
Evaluasi
|
Diagnos
keperawatan: penurunan curah jantung yang berhubungan dengan perdarahan hebat
akibat solusio plasenta
|
|||
Volume
darah intravaskular dan curah jantung dipertahankan, ditandai dengan nadi
normal, tekanan darah, dan laboratorium normal
|
Mengkaji
dan mencatat tanda-tanda vital, tekanan darah , LOC, CVP/PAWP, perfusi
perifer, masukan dan haluaran dari jumlah perdarahan
Membantu
pemberi perawatan kesehatan atau memulai terapi cairan IV atau terapi
penggantian darah sesuai program: memberi medikasi sesuai program pemberi
perawatan kesehatan.
|
Pengkajian
akurat status hemodinamik merupakan dasar perencanaan dan evaluasi
intervensi.
Perbaikan volume vaskular memerlukan
terapi IV dan intervensi farmakologi. Kehilangan volume darah harus
diperbaiki untuk mencegah komplikasi lanjut, seperti infeksi, gangguan pada
janin, dan gangguan pada sistem organ vital ibu.
|
Perdarahan
berhenti dan profil hemodinamika membaik. Nilai laboratorium kembali normal.
|
Diagnosa
keperawatan:
|
|||
Pasien
tetap merasa aman, secara fisiologis dibuktikan oleh tidak ada infeksi dan
nilai laboratorium kembali normal.
|
Mengkaji
dan mendokumentasi TTV, tekanan darah, nyeri tekan pada uterus, perubahan bau
rabas vagina.
Memantau
hasil laboratorium untuk melihat adanya perubahan diferensiasi atau
peningkatan SDM.
Mengkaji
janin untuk melihat adanya tanda infeksi intra uterin, seperti takikardia
janin dan penurunan nilai profil biofisiologis.
|
Pengkajian
kurat perubahan samar pada status pasien dapat mendeteksi tanda dini infeksi.
|
Pasien
tetap afebril, bebas tanda infeksi selama 6 minggu berikutnya dan melahirkan
janin yang matur.
|
Diagnosa
keperawatan: resiko tinggi cedera (janin) yang berhubungan dengan penurunan
perfusi uterin/plasenta akibat perdarahan
|
|||
Janin
akan tetap aman secara fisiologis, dibuktikan oleh uji non stres reaktif,
nilai profil biofisik normal, tidak ada deselerasi lanjt selama persalinan,
dan bayi lahir tanpa gangguan.
|
Memantau
janin sedikitnya setiap hari untuk melihat adanya tanda takikardia, penurunan
gerak, kehilangan reaktifitas pada uji non stres, dan adanya deselarasi pada
pemantauan janin.
Mendapat
profil biofisik sesuai program untuk mengkaji tanda infeksi intra uterin.
Mendapatkan
pemeriksaan ultrasonografi sesuai program untuk mengevaluasi pertumbuhan
janin dan volume cairan amnion.
|
Resiko
janin untuk mengalami gangguan intra uterin meningkat: pengkajian yang cermat
dan konsisten akan mengidentifikasi perubahan status janin secara dini
sehingga intervensi dapat di implementasikan
|
Janin
mencapai maturitas (gestatsi minggu 39) tanpa gangguan. Pada saat lahir, bayi
menunjukkan nilai apgar normal (9/9), pH tali pusat (7,32), dan tidak
memerlukan resusitasi. Berat badan bayi 3345 gram dan pulang bersama
keluarganya pada hari ketiga pasca partum.
|
Daftar Pustaka
Barrios,
Diana. 2010. Post Partum: Maternal
Physiologic Changes. Merritt Collage.
Bahiyatun. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC
Bobak.
2004. Buku ajar keperawatan maternitas.
Ed. 4. Jakarta: EGC
Carpenito,
Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada praktik klinis. Edisi 9. Jakarta: EGC
Cunningham, F. G. et. al. 2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
Hamilton,
Persis Mary. 1995. Dasar – dasar
keperawatan maternitas. Ed. 6 . Jakarta: EGC
Hidayati,
Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan pada
Kehamilan Fisiologis dan patologis. Jakarta: Salemba Medika.
Henderson, Christine. 2005. Buku ajar konsep kebidanan. Jakarta :
EGC
Lauralee,
Sherwood. 2001. Fisiologi manusia dari
sel ke sistem. Jakarta : EGC
Llwellyn-Jones, Derek. 2001. Dasar-dasar obstetric dan ginekologi. Jakarta
: Hipokretes
Perry, Shannon E. 2010. Maternal child nursing care. Jakarta :
EGC
Potter, Patricia A. 2005. Buku ajar fundametal keperawatan: konsep,
proses, dan praktik. Jakarta: EGC
Rabe, Thomas. 2002. Buku saku ilmu kebidanan. Jakarta : Hipokrates
Rachimhadhi,
T. 2010. Ilmu kebidanan. Ed. 4.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
Saleha, 2009. Asuhan kebidanan pada masa nifas. Jakarta: Salemba Medika
Susan
L. Elrod & William D. Stanfield. 2006. Genetika,
edisi 4. Jakarta : Erlangga
Swearingen, P. L. 2000. Keperawatan medikal bedah edisi 2. Jakarta:
EGC
Walsh, Linda V.2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta :EGC
Wiknjosastro,
H. 2005. Ilmu Kebidanan. Ed.3.
Jakarta: Yayasan Rachimhadhi Sarwono Prawirohardjo.
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat