google adsense

Thursday, August 3, 2017

KEPERAWATAN PERIOPERATIF

Kosep Dasar Keperawatan Perioperatif
1.      Pengertian
      Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu preoperative phase (pra operasi), intraoperative phase (intra operasi) dan post operative phase (pasca operasi). Masing-masing fase dimulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan (Smeltzer & Bare, 2001: 426)
      Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Perawat mempunyai peran yang sangat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung antara tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi, dan perawat) di samping peran pasien yang kooperatif selama proses perioperatif (Majid, 2011, hal.2).
      Asuhan keperawatan perioperatif meliputi asuhan keperawatan yang diberikan sebelum (preoperatif), selama (intraoperatif), dan setelah pembedahan (pascaoperatif) (Potter & Perry, 2005: 1790)
2.      Tahapan
Keperawatan perioperatif terdiri dari tiga tahap, yang masing-masing dari setiap tahap ini dimulai dan berakhir pada waktu tertentu, mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas, ketiga fase tersebut adalah:
a.     Tahap  Preoperatif
Tahap ini dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup ativitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik atau di rumah, menjalani wawancara praoperatif, dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan (Smeltzer & Bare, 2001: 426).
b.    Tahap  Intraoperatif
Tahap  kedua ini dimulai ketika pasien masuk atau pindah ke bagian atau departemen bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada tahap ini lingkup aktivitas keperawatan antara lain: memasang IV, memberikan medikasi intravena, melakukan pemantuan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa kasus, aktivitas keperawatan terbatas hanya pada menggenggam tangan pasien selama induksi anatesia umum, bertindak dalam perannya sebagai perawat scrub, atau mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip kesejajaran tubuh (Smeltzer & Bare, 2001: 426).
c.     Tahap Pascaoperatif
Tahap  pascaoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berahir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau rumah. Lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas keperawatan yang luas selama periode ini. Pada tahap pascaoperatif langsung, fokus termasuk mengkaji efek dari agens anesthesia, dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakuan penyuluhan, perawatan tindak lanjut, dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan (Smeltzer & Bare, 2001: 426)
3.      Indikasi dan Klasifikasi
      Terdapat beberapa hal yang menjadi indikasi untuk dilakukannya pembedahan, antara lain seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut ini:

Jenis
Tujuan prosedur pembedahan
Dignostik
Mengonfirmasi/menegakkan diagnosis, contoh : biopsi massa di payudara
Paliatif
Menurunkan/ mengurangi nyeri/ gejala penyakit; tidak menyembuhka, contoh : reseksi akar saraf
Ablatif
Mengangkat bagian tubuh yang berpenyakit, contoh : mengangkat kandung empedu (kolesistektomi)
Konstruktif
Memperbaiki fungsi/ penampilan yang telah hilang/ menurun, contoh : implantasi payudara
Transplantasi
Mengganti struktur yang tidak berfungsi, contoh : penggantian panggul
Sumber : Kozier, 2010 hal 360

Tabel 2.1 Indikasi Pembedahan
Jenis
Deskripsi
Contoh
Diagnostik
Bedah eksplorasi untuk memperkuat diagnosis dokter, terkadang termasuk pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan diagnistik yang lebih lanjut
Laparotomi seksplorasi (insisi rongga peritoneal untuk menginspeksi rongga abdomen), biopsy masa payudara
Ablatif
Eksisi atau pengangkatan bagian tubuh yang menderita penyakit
Amputasi, pengangkatan apendiks, kolesistektomi
Paliatif
Menghilangkan atau mengurangi intensitas gejala penyait, tidak akan menyembuhkan penyakit
Kolostomi, debrimen jaringan nekrotik, reseksi serabut akar
Rekonstruktif
Mengembalikan fungsi atau penampilan jaringan yang mengalami trauma atau malfungsi
Fiksasi internal pada fraktur, perbaikan jaringan parut
Transplantasi
Dilakukan untuk mengganti organ atau struktur yang mengalami malfungsi
Transplantasi ginjal, kornea, atau hati
Konstrukstif
Mengembalikan fungsi yang hilang atau berkurang akibat anomaly kongenital
Memperbaiki bibir sumbing, penutupan defek katup atrium jantung
Sumber: Potter & Perry, 2005, hal: 1793

      Selain berdasarkan indikasi, pembedahan juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan tingkat keseriusan dan urgensinya, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.2 Klasifikasi Pembedahan
Jenis
Deskripsi
Contoh
Keseriusan
Mayor
Melibatkan rekontruksi atau perubahan yang luas pada bagian tubuh :menimbulkan resiko yang tinggi bagi kesehatan
Bypass arteri koroner, reseksi kolon, pengangkatan faring, reseksi lobus paru
Minor
Melibatkan perubahan yang kecil pada bagian tubuh, sering dilakukan untuk memperbaiki deformitas, resiko yang lebih rendah
Ekstraksi katarak, operasi plastik wajah, graft ulit, dan estraksi gigi
Sumber: Potter & Perry, 2005, hal: 1793

Pembedahan diklasifikasikan dengan tingkat urgensi, dengan menggunakan istilah :
Tingkat urgensi
Indikasi untuk pembedahan
Contoh
Kedaruratan-pasien membutuhkan perhatian segera; gangguan mungkin mengancam jiwa
Tanpa ditunda
Perdarahan hebat
Obstruksi kandung kemih/usus
Fraktur tulang tengkorak
Luka tembak/tusuk
Luka bakar sangat luas
Urgen-pasien membutuhkan perhatian segera
Dalam 24-30 jam
Infeksi kandung kemih akut
Batu ginjal/batu pada uretra
Diperlukan – pasien harus menjalani pembedahan
Direncanakan dalam beberapa minggu/bulan
Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih
Gangguan kandung kemih
Gangguan tiroid
katarak
Efektif-pasien harus dioperasi ketika diperlukan
Tidak diperlukan pembedahan tidak terlalu membahayakan
Perbaikan eskar
Hernia sederhana
Perbaikan vaginal
Pilihan-keputusan terletak pada pasien
Pilihan pribadi
Bedah kosmetik
Sumber : Smeltzer & Bare, 2001: 428
4.      Pertimbangan Gerontologi
        Pembedahan mebimbulkan stres fisik dan psikologis, tetapi kemajuan-kemajuan dalam teknik pengkajian, prosedur pembedahan, teknik-teknik anestesi dan kemampuan pemantauan memungkinkan pasien yang berusia lebih tua dapat mentoleransi pembedahan elektif secara amat mengagumkan. Prinsip-prinsip dasar yang mengarahkan pengkajian praoperatif, pembedahan dan perawatan pascaoperatif adalah bahwa pasien tua mempunyai kemampuan cadangan fisiologis (kemempuan dari suatu organ untuk kembali normal setelah mengalami gangguan dalam ekuilibriumnya) lebih rendah dibandingkan pasien yang lebih muda (Smeltzer & Bare, 2001: 428).
         Persyaratan khusus untuk mencaapi hasil optimal meliputi :
1)      Pengkajian dan pengobatan praoperatif yang terampil
2)      Anestesia dan pembedahan yang cermat
3)      Penatalaksanaan pasca operatif yang sangat cermat dan kompeten (Smeltzer & Bare, 2001: 428).

B.     Askep pada pasien Perioperatif
1.      Pengkajian
Pengkajian pasien bedah meliputi mengevaluasi faktor-faktor fisik dan psikologis secara luas. Banyak parameter dipertimbangkan dalam pengkajian menyeluruh pasien dan berbagai masalah pasien.
Persiapan Preoperatif
Sebelum pengobatan dimulai, riwayat kesehatan dikumpulkan dan pemeriksaan fisik dilakukan, selama pemeriksaan fisik tersebut tanda-tanda vital dicatat dan data dasar ditegakkan untuk perbandingan di masa mendatang. Dalam persiapan untuk pemeriksaan ini, perawat berada dalam posisi untuk membantu pasien memahami perlunya pemeriksaan diagnostik (Smeltzer & Bare, 2001: 430)

a.       Persiapan fisik
Pada saat preoperatif, perawat melakukan pengkajian fisik singkat, tetapi lengkap dengan perhatian khusus pada sistem yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap anestesi dan pembedahan. Pemeriksaan penting untuk mengevaluasi kemampuan pasien dalam memahami apa yang terjadi. Pengkajian pendengaran dan penglihatan membantu mengarahkan penyuluhan pascaoperatif (Kozier, 2010 : 364)
a)      Status kardiovaskular
Tujuan dalam menyiapkan semua pasien untuk pembedahan adalah agar fungsi sistem kardiovaskular berfungsi dengan baik untuk memenuhi kebutuhan oksigen, cairan dan nutrisi sepanjang periode perioperatif.
Karena penyakit kardiovaskular meningkatkan risiko, pasien dengan penyakit ini membutuhkan perhatian yang lebih besar dari biasanya selama semua fase perawatan dan pelaksanaan. Bergantung pada keparahan gejala, pembedahan mungkin diundur sampai pengobatan medis dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi pasien. Contoh, pasien dengan obstruksi kolon desendens dan penyakit arteri koroner, kolonstomi sederhana sementara mungkin lebih baik dilakukan daripada tindakan reseksi kolon secara ekstensif.
Yang terpenting dari pasien dengan kardiovaskular Adalah kebutuhan untuk menghindari perubahan posisi secara mendadak, immobilisasi berkepanjangan, hipotensi atau hipoksia, dan terlalu membebani sistem sirkulasi dengan cairan atau darah (Smeltzer & Bare, 2001: 432).
b)       Status pernafasan
Tujuan bagi pasien yang berpotensi menjalani pembedaan adalah untuk mempunyai fungsi pernafasan yang optimal. Semua pasien diminta untuk berhenti merokok 4-6 minggu sebelum pembedahan, mereka yang akan menjalani bedah abdomen bagian atas dan bedah dada diajarkan latihan bernafas dan cara menggunakan spirometer insentif (Smeltzer & Bare, 2001: 432)
c)      Fungsi hepatik dan ginjal
Tujuannya adalah untuk mempunyai fungs hepar dan sistem urinari yang maksimal sehingga medikasi, agens anestesi dan sampah tubuh serta toksin dapat dibuang oleh tubuh secara adekuat.
Hepar penting dalam biotransformasi senyawa-senyawa anestesi. Penyakit hepar akut berkaitan dengan mortalitas bedah yang tinggi, perbaiakan fungsi hepar preoperatif amatlah diperlukan.
Ginjal terlibat dalam eksresi obat-obat anestesi dan metabolitnya. Status asam basa dan metabolisme juga merupakan pertimbangan penting dalam pemberian anestesia (Smeltzer & Bare, 2001: 432)
d)     Fungsi endokrin
Pada diabetes tidak terkontrol, bahaya pokok utama yang mengancam hidup adalah hipoglikemia, yang mungki terjadi selama anestesia atau akibat masukan karbohidrat pascaoperatif yang tidak adekua atau pemberian obat insulin yang berlebihan (Smeltzer & Bare, 2001: 432)
e)      Status nutrisi dan penggunaan bahan kimia
Hidrasi dan nutrisi yang adekuat meningkatkan proses penyembuhan. Program “NPO setelah tengah malam” telah menjadi kebiasaanlama karena anestetik diyakini dapat menekan fungsi gastrointestinal dan akan berbahaya jika pasienmuntah dan aspirasi selama pemeberian anestetik umum. Namun, hasil evaluasi ulang dan penelitian tidak mendukung kebiasaan ini. Menurut Crenshaw dan Winslow (2002, hal.38) panduan revisi untuk progran NPO memperbolehkan :
(a)    Konsumsi cairan bening sampai 2 jam sebelum pembedahan elektif yang memerluakan anestesi umum, anestesi regional atau analgesi-sedasi.
(b)   Sarapan ringan (mis, teh dan roti )diperbolehkan 6 jam sebelum prosedur
(c)    Makan malam yang lebih berat 8 jam sebelum pembedahan (Kozier, 2010 : 373)



Sedangkan menurut Potter & Perry (2005: 1799), menjelaskan beberapa klasifikasi status fisik menurut Persatuan Ahli Anastesi Amerika sebagai berikut:

Tabel 2.3 Klasifikasi Status Fisik menurut Persatuan Ahli Anastesi Amerika
Kelas
Deskripsi
Karakteristik
P1
Pasien normal dan sehat
Tida ada gangguan biologis, fisiologis dan organik
P2
Pasien yang menderita penyakit sistemik ringan
Penyait kardiovaskular dengan pembatasan aktivitas yang minimal
P3
Pasien yang menderita penyakit sistemik berat yang membatasi aktivitas sesuai kemampuannya
Hipertensi, Obesitas, DM
P4
Pasien yang menderita penyakit sistemik berat yang mengancam jiwa secara konstan
Penyakit kardiovaskular atau pulmonal yang membatasi aktivitas; diabetes berat dengan komplikasi sistemik, riwayat infark miokardium, angina pectoris, atau hipertensi yang tidak terkontrol
P5
Pasien sekarat yang diperkirakan tidak dapat lagi bertahan dalam waktu 24 jam dengan/tanpa operasi
Kelainan fungsi jantung, paru-paru, ginjal, hati, atau endokrin yang parah
P6
Pasien yang divonis telah mengalami kematian otak dan organnya diangat utnuk donor
Pembedahan dilakukan sebagai usaha resusitasi terakhir, trauma multisystem, mayor, atau trauma otak, rupture aneurisma, atau emboli paru yang besar
Sumber: Potter & Perry, 2005, hal: 1799




b.      Pemeriksaan Diagnostik
      Sebelum pasien menjalani pembedahan, dokter bedah akan meminta pasien untuk menjalani pemeriksaan diagnostic untuk memeriksa adanya temuan kondisi yang abnormal. Berikut ringkasan beberapa skrining diagnostic yang biasa dilakukan:


Tabel 2.4 Skrining Diagnostik untuk Pasien Bedah
Jenis Pemeriksaan
Tujuan/ Signifikansi
Nilai Normal
Hitung Darah Lengkap
Sampel darah vena perifer untuk mengukur sel darah merah (SDM), sel darah putih (SDP), hemoglobin, dan Hematokrit. Dapat memperlihatkan adanya infeksi, volume darah yang rendah dan potensi timbulnya masalah oksigenasi.
SDM (Pria: 4,7-6,1 juta/mm3; Wanita: 4,2-5,4 juta/mm3)
SDP (dewasa dan anak-anak > 2 thn: 5.000-10.000/ mm3)
Hb (P: 14,7-16,1 gr/dl; W: 12-16 gr/dl)
Ht (P: 42-52%; W: 37-47%)
Elektrolit Serum
Sampel darah vena perifer memperlihatkan adanya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebelum operasi. Jumlah Kalium (K+) perlu diperhatikan (normal :3,5-5 mmol/l), dapat diindikasikan penggantian melalui IV sebelum operasi

Pemeriksaan Koagulasi
Masa protrombin (prothrombin time PT) dan masa paruh tromboplastin (PTT) dan hitung trombosit memperlihatkan kemampuan pembeuan darah, serta memperlihatkan pasien yang beresiko mengalami perdarahan dan pembentukan thrombus.
PT kurang dari 2 detik deviasi dari control
PTT 25-27 detik
Trombosit 150.000-350.000/mm3
Kreatinin Serum
Kemampuan darah mengekskresi kreatinin, produk sisa metabolism, mengkaji fungsi ginjal. Peningkatan kadar dapat mengindikasikan adanya gagal ginjal
Kreatinin 0,6-1,5 mg/100ml
Urinalisis
Analisis pemeriksaan urin untuk melihat adanya infeksi saluran kemih, penyait ginjal dan diabetes

Sumber: Potter & Perry, 2005, hal:1801

c.       Informed concent
      Izin tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela dari pasien diperlukan sebelum suatu pembedahan dilakukan. Tanggung jawab perawat adalah memastikan Informed concent telah didapat secara sukarela dari pasien oleh dokter. Berikut beberapa kriteria untuk persetujuan tindak medik yang absah:
a.       Persetujuan diberikan dengan sukarela
b.      Subjek tidak kompeten
c.       Subjek yang di-informed
d.      Subjek yang memahami.
Dikutip dari Douglas. S dan Larson E. There’s more to informed consent than inormation. Focus Crit Care 1986 Apr; 13 (2) :44

d.      Konsep latihan Preoperatif
      Smeltzer & Bare (2001: 437), menjelaskan sebelum menjalani operasi, pasien juga diinstruksikan untuk melakukan beberapa latihan, seperti:
a.       Latihan pernapasan diafragma
b.      Latihan Batuk
c.       Latihan Tungkai
d.      Miring, dan
e.       Turun dari tempat tidur


2.      Diagnosa
      Smeltzer & Bare (2005) memberikan contoh beberapa diagnose keperawatan perioperatif mayor pasien bedah, seperti:
a.       Ansietas yang berhubungan dengan pengalaman bedah (anastesi, nyeri) dan hasil akhir dari pembedahan
b.      Defisit pengetahuan mengenai prosedur dan protocol praoperatif dan harapan postoperative
c.       Defisiensi pengetahuan (rutinitas preoperatif dan pascaoperatif) Kozier, 2010: 365

3.      Intervensi dan Implementasi
      Tujuan utama pasien bedah dapat meliputi menghilangkan ansietas praoperatif dan peningkatan pengetahuan tentang persiapan praoperatif dan harapan posoperatif. Beberapa intervensi yang dapat dilakukan adalah:
a.       Mendiskusikan kekhawatiran yang berkaitan dengan tipe anastesia dan induksi dengan ahli anastesi
b.      Mendiskusikan kekhawatiran saat-saat terakhir dengan perawat
c.       Ikut serta dalam persiapan praoperatif
d.      Menunjukkan dan menggambarkan latihan yang diperkirakan dapat dilakukan oleh pasien sebelum dan setelah operasi.

4.      Evaluasi
      Beberapa hasil yang diharapkan dari implementasi yang dilakukan adalah:
a.       Anietas berkurang

b.      Menyiapkan pasien terhadap intervensi pembedahan

No comments:

Post a Comment

Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat