Kosep
Dasar Keperawatan Perioperatif
1.
Pengertian
Keperawatan
perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman
fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah
perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman
pembedahan, yaitu preoperative phase (pra
operasi), intraoperative phase (intra
operasi) dan post operative phase (pasca
operasi). Masing-masing fase dimulai pada waktu tertentu dan berakhir pada
waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan
masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas
yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar
praktik keperawatan (Smeltzer & Bare, 2001: 426)
Tindakan
operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua
pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang akan membahayakan
bagi pasien. Perawat mempunyai peran yang sangat penting dalam setiap tindakan
pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah operasi. Intervensi
keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik
maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung antara tim
kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi, dan perawat) di samping peran pasien yang kooperatif
selama proses perioperatif (Majid, 2011, hal.2).
Asuhan
keperawatan perioperatif meliputi asuhan keperawatan yang diberikan sebelum
(preoperatif), selama (intraoperatif), dan setelah pembedahan (pascaoperatif)
(Potter & Perry, 2005: 1790)
2.
Tahapan
Keperawatan perioperatif terdiri dari tiga tahap,
yang masing-masing dari setiap tahap ini dimulai dan berakhir pada waktu
tertentu, mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas, ketiga
fase tersebut adalah:
a.
Tahap
Preoperatif
Tahap ini dimulai ketika keputusan untuk
intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi.
Lingkup ativitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian dasar pasien di tatanan klinik atau di rumah, menjalani wawancara
praoperatif, dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan
(Smeltzer & Bare, 2001: 426).
b.
Tahap
Intraoperatif
Tahap kedua ini dimulai ketika pasien masuk atau
pindah ke bagian atau departemen bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke
ruang pemulihan. Pada tahap
ini lingkup aktivitas keperawatan antara lain: memasang IV, memberikan medikasi
intravena, melakukan pemantuan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa kasus, aktivitas
keperawatan terbatas hanya pada menggenggam tangan pasien selama induksi
anatesia umum, bertindak dalam perannya sebagai perawat scrub, atau mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan
menggunakan prinsip-prinsip kesejajaran tubuh (Smeltzer
& Bare, 2001: 426).
c.
Tahap
Pascaoperatif
Tahap
pascaoperatif dari keperawatan
perioperatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berahir
dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau rumah. Lingkup aktivitas
keperawatan mencakup rentang aktivitas keperawatan yang luas selama periode
ini. Pada tahap
pascaoperatif langsung, fokus termasuk mengkaji efek dari agens anesthesia, dan
memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian
berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakuan penyuluhan, perawatan
tindak lanjut, dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan
rehabilitasi diikuti dengan pemulangan (Smeltzer
& Bare, 2001: 426).
3.
Indikasi dan Klasifikasi
Terdapat
beberapa hal yang menjadi indikasi untuk dilakukannya pembedahan, antara lain
seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut ini:
Jenis
|
Tujuan prosedur pembedahan
|
Dignostik
|
Mengonfirmasi/menegakkan diagnosis, contoh : biopsi
massa di payudara
|
Paliatif
|
Menurunkan/ mengurangi nyeri/ gejala penyakit; tidak
menyembuhka, contoh : reseksi akar saraf
|
Ablatif
|
Mengangkat bagian tubuh yang berpenyakit, contoh :
mengangkat kandung empedu (kolesistektomi)
|
Konstruktif
|
Memperbaiki fungsi/ penampilan yang telah hilang/
menurun, contoh : implantasi payudara
|
Transplantasi
|
Mengganti struktur yang tidak berfungsi, contoh :
penggantian panggul
|
Sumber : Kozier, 2010 hal 360
Tabel 2.1 Indikasi Pembedahan
Jenis
|
Deskripsi
|
Contoh
|
Diagnostik
|
Bedah
eksplorasi untuk memperkuat diagnosis dokter, terkadang termasuk pengangkatan
jaringan untuk pemeriksaan diagnistik yang lebih lanjut
|
Laparotomi
seksplorasi (insisi rongga peritoneal untuk menginspeksi rongga abdomen),
biopsy masa payudara
|
Ablatif
|
Eksisi
atau pengangkatan bagian tubuh yang menderita penyakit
|
Amputasi,
pengangkatan apendiks, kolesistektomi
|
Paliatif
|
Menghilangkan
atau mengurangi intensitas gejala penyait, tidak akan menyembuhkan penyakit
|
Kolostomi,
debrimen jaringan nekrotik, reseksi serabut akar
|
Rekonstruktif
|
Mengembalikan
fungsi atau penampilan jaringan yang mengalami trauma atau malfungsi
|
Fiksasi
internal pada fraktur, perbaikan jaringan parut
|
Transplantasi
|
Dilakukan
untuk mengganti organ atau struktur yang mengalami malfungsi
|
Transplantasi
ginjal, kornea, atau hati
|
Konstrukstif
|
Mengembalikan
fungsi yang hilang atau berkurang akibat anomaly kongenital
|
Memperbaiki
bibir sumbing, penutupan defek katup atrium jantung
|
Sumber: Potter
& Perry, 2005, hal: 1793
Selain
berdasarkan indikasi, pembedahan juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan tingkat keseriusan dan urgensinya, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.2 Klasifikasi Pembedahan
Jenis
|
Deskripsi
|
Contoh
|
Keseriusan
|
||
Mayor
|
Melibatkan
rekontruksi atau perubahan yang luas pada bagian tubuh :menimbulkan resiko yang tinggi bagi kesehatan
|
Bypass
arteri koroner, reseksi kolon, pengangkatan faring, reseksi lobus paru
|
Minor
|
Melibatkan
perubahan yang kecil pada bagian tubuh, sering dilakukan untuk memperbaiki
deformitas, resiko yang lebih rendah
|
Ekstraksi
katarak, operasi plastik wajah, graft ulit, dan estraksi gigi
|
Sumber: Potter
& Perry, 2005, hal: 1793
Pembedahan diklasifikasikan dengan tingkat urgensi,
dengan menggunakan istilah :
Tingkat urgensi
|
Indikasi untuk pembedahan
|
Contoh
|
Kedaruratan-pasien membutuhkan perhatian segera; gangguan mungkin
mengancam jiwa
|
Tanpa ditunda
|
Perdarahan hebat
Obstruksi kandung kemih/usus
Fraktur tulang tengkorak
Luka tembak/tusuk
Luka bakar sangat luas
|
Urgen-pasien membutuhkan perhatian segera
|
Dalam 24-30 jam
|
Infeksi kandung kemih akut
Batu ginjal/batu pada uretra
|
Diperlukan – pasien harus menjalani pembedahan
|
Direncanakan dalam beberapa minggu/bulan
|
Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih
Gangguan kandung kemih
Gangguan tiroid
katarak
|
Efektif-pasien harus dioperasi ketika diperlukan
|
Tidak diperlukan pembedahan tidak terlalu membahayakan
|
Perbaikan eskar
Hernia sederhana
Perbaikan vaginal
|
Pilihan-keputusan terletak pada pasien
|
Pilihan pribadi
|
Bedah kosmetik
|
Sumber
: Smeltzer & Bare,
2001: 428
4.
Pertimbangan
Gerontologi
Pembedahan mebimbulkan stres fisik dan
psikologis, tetapi kemajuan-kemajuan dalam teknik pengkajian, prosedur
pembedahan, teknik-teknik anestesi dan kemampuan pemantauan memungkinkan pasien
yang berusia lebih tua dapat mentoleransi pembedahan elektif secara amat
mengagumkan. Prinsip-prinsip dasar yang mengarahkan pengkajian praoperatif,
pembedahan dan perawatan pascaoperatif adalah bahwa pasien tua mempunyai kemampuan
cadangan fisiologis (kemempuan dari
suatu organ untuk kembali normal setelah mengalami gangguan dalam
ekuilibriumnya) lebih rendah dibandingkan pasien yang lebih muda (Smeltzer
& Bare, 2001: 428).
Persyaratan khusus untuk mencaapi
hasil optimal meliputi :
1) Pengkajian dan pengobatan praoperatif yang terampil
2) Anestesia dan pembedahan yang cermat
3) Penatalaksanaan pasca operatif yang sangat cermat dan
kompeten (Smeltzer & Bare, 2001: 428).
B.
Askep pada pasien Perioperatif
1.
Pengkajian
Pengkajian pasien bedah meliputi mengevaluasi
faktor-faktor fisik dan psikologis secara luas. Banyak parameter
dipertimbangkan dalam pengkajian menyeluruh pasien dan berbagai masalah pasien.
Persiapan
Preoperatif
Sebelum pengobatan dimulai, riwayat kesehatan
dikumpulkan dan pemeriksaan fisik dilakukan, selama pemeriksaan fisik tersebut
tanda-tanda vital dicatat dan data dasar ditegakkan untuk perbandingan di masa
mendatang. Dalam persiapan untuk pemeriksaan ini, perawat berada dalam posisi
untuk membantu pasien memahami perlunya pemeriksaan diagnostik (Smeltzer &
Bare, 2001: 430)
a. Persiapan
fisik
Pada
saat preoperatif, perawat melakukan pengkajian fisik singkat, tetapi lengkap
dengan perhatian khusus pada sistem yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
anestesi dan pembedahan. Pemeriksaan penting untuk mengevaluasi kemampuan
pasien dalam memahami apa yang terjadi. Pengkajian pendengaran dan penglihatan
membantu mengarahkan penyuluhan pascaoperatif (Kozier, 2010 : 364)
a)
Status
kardiovaskular
Tujuan dalam
menyiapkan semua pasien untuk pembedahan adalah agar fungsi sistem
kardiovaskular berfungsi dengan baik untuk memenuhi kebutuhan oksigen, cairan
dan nutrisi sepanjang periode perioperatif.
Karena penyakit
kardiovaskular meningkatkan risiko, pasien dengan penyakit ini membutuhkan
perhatian yang lebih besar dari biasanya selama semua fase perawatan dan
pelaksanaan. Bergantung pada keparahan gejala, pembedahan mungkin diundur
sampai pengobatan medis dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi pasien.
Contoh, pasien dengan obstruksi kolon desendens dan penyakit arteri koroner,
kolonstomi sederhana sementara mungkin lebih baik dilakukan daripada tindakan
reseksi kolon secara ekstensif.
Yang terpenting
dari pasien dengan kardiovaskular Adalah kebutuhan untuk menghindari perubahan
posisi secara mendadak, immobilisasi berkepanjangan, hipotensi atau hipoksia,
dan terlalu membebani sistem sirkulasi dengan cairan atau darah (Smeltzer
& Bare, 2001: 432).
b)
Status pernafasan
Tujuan bagi pasien
yang berpotensi menjalani pembedaan adalah untuk mempunyai fungsi pernafasan
yang optimal. Semua pasien diminta untuk berhenti merokok 4-6 minggu sebelum
pembedahan, mereka yang akan menjalani bedah abdomen bagian atas dan bedah dada
diajarkan latihan bernafas dan cara menggunakan spirometer insentif (Smeltzer
& Bare, 2001: 432)
c)
Fungsi
hepatik dan ginjal
Tujuannya adalah
untuk mempunyai fungs hepar dan sistem urinari yang maksimal sehingga medikasi,
agens anestesi dan sampah tubuh serta toksin dapat dibuang oleh tubuh secara
adekuat.
Hepar penting
dalam biotransformasi senyawa-senyawa anestesi. Penyakit hepar akut berkaitan
dengan mortalitas bedah yang tinggi, perbaiakan fungsi hepar preoperatif
amatlah diperlukan.
Ginjal terlibat
dalam eksresi obat-obat anestesi dan metabolitnya. Status asam basa dan
metabolisme juga merupakan pertimbangan penting dalam pemberian anestesia (Smeltzer
& Bare, 2001: 432)
d)
Fungsi
endokrin
Pada diabetes tidak
terkontrol, bahaya pokok utama yang mengancam hidup adalah hipoglikemia, yang
mungki terjadi selama anestesia atau akibat masukan karbohidrat pascaoperatif
yang tidak adekua atau pemberian obat insulin yang berlebihan (Smeltzer
& Bare, 2001: 432)
e)
Status
nutrisi dan penggunaan bahan kimia
Hidrasi dan nutrisi
yang adekuat meningkatkan proses penyembuhan. Program “NPO setelah tengah
malam” telah menjadi kebiasaanlama karena anestetik diyakini dapat menekan
fungsi gastrointestinal dan akan berbahaya jika pasienmuntah dan aspirasi
selama pemeberian anestetik umum. Namun, hasil evaluasi ulang dan penelitian
tidak mendukung kebiasaan ini. Menurut Crenshaw dan Winslow (2002, hal.38)
panduan revisi untuk progran NPO memperbolehkan :
(a)
Konsumsi
cairan bening sampai 2 jam sebelum pembedahan elektif yang memerluakan anestesi
umum, anestesi regional atau analgesi-sedasi.
(b)
Sarapan
ringan (mis, teh dan roti )diperbolehkan 6 jam sebelum prosedur
(c)
Makan
malam yang lebih berat 8 jam sebelum pembedahan (Kozier, 2010 :
373)
Sedangkan
menurut Potter
& Perry (2005: 1799), menjelaskan beberapa klasifikasi status fisik menurut
Persatuan Ahli Anastesi Amerika sebagai berikut:
Tabel
2.3 Klasifikasi Status Fisik menurut Persatuan Ahli Anastesi Amerika
Kelas
|
Deskripsi
|
Karakteristik
|
P1
|
Pasien
normal dan sehat
|
Tida
ada gangguan biologis, fisiologis dan organik
|
P2
|
Pasien
yang menderita penyakit sistemik ringan
|
Penyait
kardiovaskular dengan pembatasan aktivitas yang minimal
|
P3
|
Pasien
yang menderita penyakit sistemik berat yang membatasi aktivitas sesuai
kemampuannya
|
Hipertensi,
Obesitas, DM
|
P4
|
Pasien
yang menderita penyakit sistemik berat yang mengancam jiwa secara konstan
|
Penyakit
kardiovaskular atau pulmonal yang membatasi aktivitas; diabetes berat dengan
komplikasi sistemik, riwayat infark miokardium, angina pectoris, atau
hipertensi yang tidak terkontrol
|
P5
|
Pasien
sekarat yang diperkirakan tidak dapat lagi bertahan dalam waktu 24 jam
dengan/tanpa operasi
|
Kelainan
fungsi jantung, paru-paru, ginjal, hati, atau endokrin yang parah
|
P6
|
Pasien
yang divonis telah mengalami kematian otak dan organnya diangat utnuk donor
|
Pembedahan
dilakukan sebagai usaha resusitasi terakhir, trauma multisystem, mayor, atau
trauma otak, rupture aneurisma, atau emboli paru yang besar
|
Sumber: Potter
& Perry, 2005, hal: 1799
b. Pemeriksaan
Diagnostik
Sebelum
pasien menjalani pembedahan, dokter bedah akan meminta pasien untuk menjalani
pemeriksaan diagnostic untuk memeriksa adanya temuan kondisi yang abnormal.
Berikut ringkasan beberapa skrining diagnostic yang biasa dilakukan:
Tabel 2.4 Skrining Diagnostik untuk
Pasien Bedah
Jenis Pemeriksaan
|
Tujuan/ Signifikansi
|
Nilai
Normal
|
Hitung Darah
Lengkap
|
Sampel
darah vena perifer untuk mengukur sel darah merah (SDM), sel darah putih
(SDP), hemoglobin, dan Hematokrit. Dapat memperlihatkan adanya infeksi,
volume darah yang rendah dan potensi timbulnya masalah oksigenasi.
|
SDM (Pria:
4,7-6,1 juta/mm3; Wanita: 4,2-5,4 juta/mm3)
SDP (dewasa
dan anak-anak > 2 thn: 5.000-10.000/ mm3)
Hb (P:
14,7-16,1 gr/dl; W: 12-16 gr/dl)
Ht (P: 42-52%;
W: 37-47%)
|
Elektrolit
Serum
|
Sampel darah
vena perifer memperlihatkan adanya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
sebelum operasi. Jumlah Kalium (K+) perlu diperhatikan (normal :3,5-5 mmol/l), dapat
diindikasikan penggantian melalui IV sebelum operasi
|
|
Pemeriksaan
Koagulasi
|
Masa
protrombin (prothrombin time PT) dan masa paruh tromboplastin (PTT) dan
hitung trombosit memperlihatkan kemampuan pembeuan darah, serta
memperlihatkan pasien yang beresiko mengalami perdarahan dan pembentukan
thrombus.
|
PT kurang dari
2 detik deviasi dari control
PTT 25-27
detik
Trombosit
150.000-350.000/mm3
|
Kreatinin
Serum
|
Kemampuan
darah mengekskresi kreatinin, produk sisa metabolism, mengkaji fungsi ginjal.
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan adanya gagal ginjal
|
Kreatinin
0,6-1,5 mg/100ml
|
Urinalisis
|
Analisis
pemeriksaan urin untuk melihat adanya infeksi saluran kemih, penyait ginjal
dan diabetes
|
|
Sumber: Potter
& Perry, 2005, hal:1801
c.
Informed concent
Izin
tertulis yang dibuat secara sadar dan sukarela dari pasien diperlukan sebelum
suatu pembedahan dilakukan. Tanggung jawab perawat adalah memastikan Informed
concent telah didapat secara sukarela dari pasien oleh dokter. Berikut beberapa
kriteria untuk persetujuan tindak medik yang absah:
a.
Persetujuan diberikan dengan sukarela
b.
Subjek tidak kompeten
c.
Subjek yang di-informed
d.
Subjek yang memahami.
Dikutip dari Douglas. S dan
Larson E. There’s more to informed consent than inormation. Focus Crit Care
1986 Apr; 13 (2) :44
d.
Konsep latihan Preoperatif
Smeltzer
& Bare (2001: 437), menjelaskan sebelum menjalani operasi, pasien juga
diinstruksikan untuk melakukan beberapa latihan, seperti:
a.
Latihan pernapasan diafragma
b.
Latihan Batuk
c.
Latihan Tungkai
d.
Miring, dan
e.
Turun dari tempat tidur
2.
Diagnosa
Smeltzer
& Bare (2005) memberikan contoh beberapa diagnose keperawatan perioperatif
mayor pasien bedah, seperti:
a.
Ansietas yang berhubungan dengan
pengalaman bedah (anastesi, nyeri) dan hasil akhir dari pembedahan
b.
Defisit pengetahuan mengenai prosedur
dan protocol praoperatif dan harapan postoperative
c.
Defisiensi
pengetahuan (rutinitas preoperatif dan pascaoperatif) Kozier, 2010: 365
3.
Intervensi dan Implementasi
Tujuan
utama pasien bedah dapat meliputi menghilangkan ansietas praoperatif dan
peningkatan pengetahuan tentang persiapan praoperatif dan harapan posoperatif.
Beberapa intervensi yang dapat dilakukan adalah:
a.
Mendiskusikan kekhawatiran yang
berkaitan dengan tipe anastesia dan induksi dengan ahli anastesi
b.
Mendiskusikan kekhawatiran saat-saat
terakhir dengan perawat
c.
Ikut serta dalam persiapan praoperatif
d.
Menunjukkan dan menggambarkan latihan yang
diperkirakan dapat dilakukan oleh pasien sebelum dan setelah operasi.
4.
Evaluasi
Beberapa hasil yang diharapkan dari
implementasi yang dilakukan adalah:
a.
Anietas berkurang
b. Menyiapkan
pasien terhadap intervensi pembedahan
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat