google adsense

Thursday, August 3, 2017

ASKEP HIDROCEPHALUS

A.  Hidrosefalus
1.    Pengertian
Hidrosefalus adalah akumulasi berlebihan dari cairan serebro spinal (CSS) dalam sistem ventrikeel, yang mengakibatkan dilatasi  postif pada ventrikel. Hidrosefalus komunikans merupakan absorpsi CSS dalam ruang subaraknoid (ventrikel berhubungan) sedangkan  hidorosefalus nonkomunikans merupakan obstruksi aliran CSS dalam ventrikel (ventrikel tidak berhubungan) (Wong, 2003, P. 572).

2.    Etiologi
Hidrosefalus  merupakan keadaan yang disebabkan gangguan keseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan serebrospinal dalam sistem ventrikel otak. Jika produksi CSS lebih besar dari absorpsi, CSS akan terakumulasi dalam sistem ventrikel, dan biasanya peningkatan tekanan akan menghasilkan dilatasi pasif ventrikel (Wong (2008, P. 1262).
Penyebab hidrosefalus antara lain:
a.    Kongenital (Kelainan Bawaan)
1)    Stenosis Aqueduktus Sylvii
Merupakan penyebab yang terbanyak pada hidrosefalus bayi dan anak. Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahir atau progesif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah lahir.
2)    Spina Bifida dan Kranium Bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan serebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total.
3)    Sidrom Dandy-Walker
Merupakan atresia kongenital foramen Luscha dan Magendie yang menyebabkan hidrosefalus obstruktif dengan pelebaran sistem ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya hingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa pascaerior.
4)      Kista arakhnoid
Dapat terjadi kongenital tetapi juga dapat timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.
5)    Anomali pembuluh darah
b.    Infeksi
Karena terjadinya infeksi dapat timbul pelekatan meninges sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subarakhnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat purulen di aqueduktus sylvii atau sistem basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada pasien pasca meningitis
c.    Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak diangkat (tidak mungkin dioperasi), maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau.
d.   Pendarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis leptomeningers terutama pada daerah basal otak, selaian penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
3.    Manifestasi Klinis
Hidrosefalus ditandai dengan pembesaran kepala, tonjolan pada bagian dahi, atrofi otak, dan deteriorasi mental yang disebabkan oleh kegagalan sirkulasi cairan serebrospinalis (CSS) dari ventrikel serebrum. Obstruksi atau gangguan absorpsi mengakibatkan peningkatan bendungan cairan otak, terjadi peningkatan tekanan intrakranial (TIK), jika tidak mengalami perbaikan, dapat mengakibatkan kerusakan otak atau meninggal. Hidrosefalus dapat bersifat kongenital atau akibat tumor, infeksi, atau perdarahan (Speer, 2007, P. 81).
Ada dua faktor yang mempengaruhi gambaran klinis hidrosefalus, yaitu waktu awitan dan keberadaan lesi struktural yang sudah ada sebelumnya. Pada bayi, sebelum terjadi penutupan sutura kranial, pembesaran kepala merupakan tanda yang dominan; sementara itu, pada bayi yang lebih besar dan anak-anak, lesi yang menyebabkan hidrosefalus akan menghasilkan tanda-tanda neurologik lain akibat penekanan pada struktur di sekitar lesi  sebelum menyebabkan obstruksi (Wong, 2008, P. 1263).
Menurut Wong (Wong, 2008, P. 1264), manifestasi klinis hidrosefalus antara lain:
a.    Masa bayi, tahap awal
1)   Pertumbuhan kepala cepat dan abnormal
2)   Fontanela menonjol (terutama fontanela anterior) kadang-kadang tanpa pembesaran kepala, tegang dan tidak berdenyut
3)   Dilatasi vena-vena kulit kulit kepala
4)   Sutura tepisah
5)   Tanda Maccwen (bunye perkusi seperti pot retak retak)
6)   Penipisan tulang tengkorak
b.    Masa bayi, tahap lanjut
1)   Pembesaran frontal, atau penonjolan dahi
2)   Mata yang masuk ke dalam
3)   Tanda setting sun-sklera terlihat di atas iris
4)   Refleks pupil lamban, respons terhadap cahay tidak sama
c.    Masa bayi, umum
1)   Iritabilitas (rewel)
2)   Letargi
3)   Bayi menangis ketika digendong atau ditimang dan diam ketika dibiarkan  berbaring tenang
4)   Refleks infantil awal mungkin masih ada
5)   Respons yang normalnya terjadi tidak muncul
6)   Dapat memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran, opisitotonos (sering berlebihan), spastisitas ekstremitas bawah, muntah
7)   Kasus lanjut seperti kesulitan mengisap dan minum susu, tangisan yang melengking, singkat dan bernada tinggi, gangguan kardiopulmonal
d.   Masa kanak-kanak
1)   Sakit kepala pada saat bangun tidur, perbaikan terjadi setelah muntah atau dalam posisi tegal
2)   Papiledema
3)   Strabismus
4)   Tanda-tanda traktus ekstrapiramidal (mis, ataksia)
5)   Iritabilitas (rewel)
6)   Letargi
7)   Apatis
8)   Konfusi (bingung)
9)   Inkoherensi
10)         Muntah
Tanda dan gejala hidrosefalus pada masa kanak-kanak awal sampai akhir disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial, dan manifestasi spesifik berhubungan dengan lesi fokal. Manifestasi klinis, yang paling sering disebabkan oleh neoplasma pada fosa posterior dan stenosis akuaduktus, terutama berkaitan dengan SOL (Wong, 2008, P. 1263).

4.    Patofisiologi
Dua mekanisme pembentukan CSS adalah sekresi oleh pleksus koroid dan rabas menyerupai cairan limfatik yang berasal dari cairan ekstraseluler otak. Cairan serebrospinal bersirkulasi melalui seluruh sistem ventrikel, kemudian diabsorpsi dalam rongga subaraknoid dengan mekanisme yang tidak sepenuhnya dipahami. Diagnosis pranatal jelas memberikan dampak terhadap prevalansi kelahiran hidrosefalus pada saat ini. Kemajuan teknologi dalam pemeriksaan  MRI dan CT scan telah menghasilkan informasi yang sangat berharga tentang patofisiologi berbagai penyakit. Hidrosefalus disebabkan oleh berbagai keadaan; hidrosefalus dapat merupakan penyakit kongenital (gangguan perkembangan janin dalam uterus atau infeksi intrauteri), atau didapat (neoplasma, perdarahan, atau infeksi) (Wong, 2008, P. 1262).
Hidrosefalus merupakan gejala kelainan otak yang mendasar yang dapat mengakibatkan (1) gangguan absorpsi CSS dalam ruang subaraknoid (masih ada hubungan antar ventrikel; hidrosefalus komunikans), atau (2) obstruksi aliran CSS dalam ventrikulus (tyidak ada hubungan antar ventrikel hidrosefalus nonkomunikans). Setiap gangguan keseimbangan antara produksi dan absorpsi CSS menyebabkan peningkatan akumulasi CSS dalam ventrikel yang kemudian mengalami dilatasi dan menekan substansi otak ke tulang kranial yang keras disekitarnya. Jika terjadi sebelum penyatuan tulang sutura kranial, peristiwa ini akan menimbulkan pembesaran tengkorak selain dilatsi ventrikel. Pada anak-anak yang berusia dibawah 10 sampai 12 tahun, garis sutura yang sebelumnya telah menutup, terutama sutura sagital, dapat mengalami proses diastatik atau terbuka kembali (swaiman, 1994 dalam Wong, 2008, P. 1262).
Sebagian besar kasus hidrosefalus nonkomunikans terjadi karena malforasi pada saat perkembangan janin. Walaupun biasanya telah terlihat pada awal usia bayi, defek tersebut dapat muncul setiap saat mulai dari periode pranatal sampai akhir masa kanak-kanak atau awal usia dewasa. Penyebab lainnya antara lain neoplasma, infeksi dan trauma. Obstruksi pada aliran yang normal dapat terjadi di setiap titik alaur CSS sehingga menhasilkan peningkatan tekanan dan dilatasi alur di bagian proksimal lokasi obstruksi (Wong, 2008, P. 1262).
Defek pada perkembangan janin (mis., malformasi Arnold-Chiari, stenosis akuaduktus, gliosis akuaduktus, dan atresia foramina Luschka dan Magendie (Dandy-Walker syndrome)) menyebabkan sebagian besar kasus hidrosefalus pada saat lahir sampai usia 2 tahun. Hidrosefalus sangat sering disertai dengan mielomeningokel sehingga semua bayi dengan kelainan tersebut harus diamati untuk menemukan tanda-tanda hidrosefalus. Pada kasus-kasus lainnya terdapat riwayat infeksi intrauteri, perdarahan perinatal, dan meningoensefalitis neonatus. Pada anak-anak yang lebih besar, hidrosefalus paling sering terjadi karena tumor atau SOL (space-occupying lesion), infeksi intrakranial, perdarahan, atau defek pertumbuhan dan perkembangan yang sudah ada sebelumnya seperti stenosis akuaduktus atau malformasi Arnold-Chiari (anomali konginetal dengan serebelum dan medula oblongata memanjang ke bawah melalui foramen magnum) (Wong, 2008, P. 1262).

5.    Komplikasi
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita Hidrosefalus adalah:
a.    Peningkatan tekanan intrakranial
b.    Kerusakan otak
c.    Infeksi: infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses otak
d.   Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
e.    Hematomi subdural, peritonitis, abses abdomen, perforasi organ dalam rongga abdomen, fistula, hernia, dan ileus.
f.     Kematian

6.    Penatalaksanaan
Pengobatan termasuk pembedahan dengan penempatan dengan pirau untuk mengurangi tekanan intrakranial. Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi termasuk infeksi, sumbatan, atau hematoma subdural (Speer, 2007, P. 81).
Menurut Wong (2008, P. 1263), terapi hidrosefalus diarahkan pada:
a.    Pengurangan gejala hidrosefalus
b.    Penanganan komplikasi
c.    Penatalaksanaan masalah yang berkaitan dengan efek gangguan terhadap psikomotorik
Dengan beberapa pengecualian, penanganan hidrosefalus dilakukan dengan pembedahan. Pembedahan ini dilakukan dengan mengangkat langsung obstruksi (seperi tumor), atau prosedur pemintasan yang mengalirkan CSS dari ventrikel ke kompartemen ekstrakranial, biasanya peritoneum (ventriculoperitoneal (VP) shunt) (Wong, 2008, P. 1263).
Sebagian besar sistem pirau terdiri atas karakter ventrikel, pompa pembilas (flush pump), katup untuk aliran satu arah, dan kateter distal. Pada semua model, katup disesain untuk terbuka pada tekanan intraventrikel yang ditemukan sebelumnya dan menutup ketika tekanan turun di bawah tingkat tekanan tersebut, sehingga mencegah aliran balik sekresi (Wong, 2008, P. 1263).
Pirau awal dipasang jika diperlukan untuk meredakan obstruksi CSS, dan perbaikannya dilakukan jika terdapat tanda-tanda malfungsi. Pada semua mekanisme, angka keberhasilan awal relatif tinggi, namun, prosedur pirau bisa disertai komplikasi yang mengganggu kontuinitas fungsi pirau tersebut atau mengancam jiwa anak (Wong, 2008, P. 1264).
Komplikasi utama pirau VP adalah infeksi dan malfungsi. Semua jenis pirau dapat mengalami permasalahan mekanis seperti penekukan, penyumbatan, pelepasan atau pergeseran slang. Malfungsi sering disebabkan oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di dalam ventrikel akibat materi pertikel-pertikel (jaringan atau eksudat), atau pada ujung distal akibat trombosis atau pergeseran akibat pertumbuhan tubuh anak. Anak dengan pirau yang tersumbat sering ditemukan pertama kali di ruang gawat darurat dengan manifestasi klinis peningkatan tekanan intrakranial yang sering disertai perburukan status neurologik (Wong, 2008, P. 1264).
Komplikasi yang paling serius, yaitu infeksi pada pirau, dapat terjadi kapan saja, tetapi periode dengan resiko infeksi tertinggi adalah 1 sampai 2 bulan setelah pemasangan pirau. Infeksi biasanya terjadi secara bersamaan pada saat pemasangan pirau. Infeksi meliputi septikemia, endokarditis bakteri, infeksi luka, nefritis pirau, meningitis, dan ventrikulitis (Wong, 2008, P. 1264).
7.    Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada pasien dengan hidrosefalus meliputi:
a.    CT Scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikularm dan perubahan jaringan otak.
b.    MRI
Digunakan sama dengan CT Scan dengan/tanpa kontras radioaktif.
c.    Rontgen Kepala
Mendeteksi perubahan struktur garis sutura.
d.   Cairan Serebrospinal
Lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarakhnoid. CSS dengan/tanpa kuman dengan biakan yang ditandai dengan protein LCS normal atau menurun, leukosit meningkat/tetap dan glukosa menurun/tetap.
e.    Kadar Elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit akibat peningkatan tekanan intrakranial.
f.     Analisa Gas Darah
AGD adalah salah satu tes diagnostik untuk menetukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam basa.

8.    Asuhan Keperawatan pada Pasien Hidrosefalus
a.    Pengkajian
1)   Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai cidera kepala atau infeksi serebral.
2)   Lakukan pengkajian fisik, khususnya untuk bukti-bukti perbaikan mielomeningokel, pengukuran lingkar oksipitofrontal.
3)   Observasi adanya manifestasi hidrosefalus.
a)    Bayi Muda
(1)           Pertumbuhan kepala dengan kecepatan yang tidak  normal
(2)           Penonjolan fontanel (khususnya anterior) kadang tanpa pembesaran kepala:
                                                              i.          Tegang
                                                            ii.          Tidak berdenyut
(3)           Dilatasi vena kulit kepala
(4)           Perengangan sutura
(5)           Tanda macewen (bunyi craked-pot) pada perkusi
(6)           Penipisan tulang tengkorak
b)   Bayi Lanjut
1)      Pembesaran frontal atau “bossing”
2)      Depresi mata
3)      Tanda setting sun (sklera terlihat di atas iris)
4)      Pupil lambat dalam berespons, dan dengan respons yang tidak sama terhadap cahaya
c)    Bayi, Umum
1)   Peka rangsang
2)   Letargi
3)   Bayi menangis bila diangkat atau diayun dan diam bila dibiarkan berbaring
4)   Kerja refleks dini bayi menetap
5)   Respons normal tidak terlihat
6)   Dapat menunjukkan hal-hal berikut:
                                                              i.          Perubahan tingkat kesadaran kesadaran
                                                            ii.          Opistonosus (seringkali bersifat ekstrim)
                                                          iii.          Spastisitas ekstrimitas bawah
7)   Kasus-kasus parah:
                                                              i.          Sulit menghisap dan makan
                                                            ii.          Menangis dan melengking, singkat dan bernada tinggi
                                                          iii.          Kesulitan kardiopulmonal
d)   Masa kanak-kanak
1)      Sakit kepala pada saat bangun, membaik setelah muntah atau postur tegak
2)      Papiledema
3)      Strabismus
4)      Tanda-tanda saluran ekstrapiramidal (misalnya, ataksia)
5)      Peka rangsang
6)      Letargi
7)      Apatis
8)      Konfusi
9)      Sering bicara tidak logis
4)      Bantu dengan prosedur diagnostik misalnya: temografi MRI, ekosefalografi, transmulasi, pungsi ventrikel.
b.   Diagnosa
a.       Risiko tinggi cedera berhubungan dengan peningkatan intrakranial.
b.      Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan sistem drainase mekanis, prosedur bedah.
c.       Risiko tinggi kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan area tekanan, paralisis, sfingter anal yang terelaksasi.
d.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi (anak dengan defek fisik)



c.    Intervensi
1)   Diagnosa 1
Kriteria hasil: Pasien tidak mengalami peningkatan tekanan intrakranial
a)    Observasi dengan cermat adanya tanda-tanda peningkatan TIK untuk mencegah keterlambatan tindakan.
b)   Lakukan pengkajian neurologis dasar pada praoperasi sebagai pedoman untuk pengkajian pascaoperasi dan evaluasi  fungsi pirau.
c)    Hindari pemasangan infus intravena di vena kulit kepala bila pembedahan akan dilakukan karena prosedur akan mempengaruhi sisi IV.
d)   Posisikan anak sesuai ketentuan.
e)    Tempatkan pada sisi yang tidak dioperasi untuk mencegah tekanan pada katup paru
f)    Tinggikan kepala tempat tidur, bila diinstruksikan, untuk meningkatkan aliran gravitasi melalui pirau.
g)   Jaga anak agar tetap berbaring datar, bila diinstruksikan, untuk membantu mencegah komplikasi karena penurunan cairan intrakranial yang terlalu cepat.
h)   Hindari sedasi karena tingkat kesadaran adalah indikator penting dari TIK.
i)     Jangan pernah memompa pirau untu mengkaji fungsi karena hal ini dapat menimbulkan sumbatan, yang menyebabkan sakit kepala karena penurunan CSS, atau menghambat ujung kateter peritoneal.
j)     Lakukan perawatan pascaoperasi terhadap pirau sesuai ketentuan.
k)   Ajak keluarga tentang tanda-tanda peningkatan TIK dan kapan harus memberitahu praktisi kesehatan untuk mencegah keterlambatan tindakan.
2)   Diagnosa 2
Kriteria hasil: pasien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi
a)    Kaji anak untuk tanda-tanda infeksi CSS yang mencakup peningkatan tanda-tanda vital, makan buruk, muntah, penurunan responsifitas, aktivitas kejang.
b)   Observasi adanya kemerahan, bengkak (tanda-tanda inflamasi lokal) pada sisi operatif dan sepanjang jalur pirau.
c)    Berikan antibiotik sesuai resep.
d)   Bantu praktisi dengan instilasi antibiotik intraventrikel sesuai kebutuhan.
e)    Inspeksi sisi insisi untuk adanya kebocoran, uji drainase untuk adanya glukosa karena hal ini merupakan indikator dari CSS.
f)    Berikan perawatan luka sesuai ketentuan dengan menggunakan teknik aseptik ketat untuk mencegah kontaminasi.
g)   Jaga agar popok anak tidak menyentuh sisi balutan peritoneal atau garis jahitan untuk mencegah kontaminasi.
3)   Diagnosa 3
Kriteria hasil: pasien mempertahankan intergritas kulitnya.
a)    Berikan perawatan kulit yang cermat untuk mencegah kerusakan jaringan karena kelembapan, tekanan.
b)   Mempertahankan kelembaban dan turgor kulit
c)    Ubah posisi sesering mungkin
d)   Lindungi titik tekanan (ex., trokanter, sakrum, tumit)
e)    Inspeksi bagian luar kulit untuk tanda-tanda iritasi kemerahan dan bekas tekanan.
f)    Bersihkan kulit sehari sekali.
4)      Diagnosa 4
Kriteria hasil : mendapatkan dukungan keluarga yang adekuat
a)    Hargai kewenangan orang tua
b)   Berikan penjelasan tentang  perawatan anak kepada keluarga
c)    Dukung dan empati kemampuan keluarga dalam merawat anak
d)   Berikan reward dan umpan balik kepada keluarga
e)    Konsul kepada profesional yang lainnya (perawat jiwa apabila dibutuhkan)

d.   Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa keperawatan  sehingga :
1)   masalah teratasi atau tujuan tercapai
2)   masalah teratasi atau tercapai sebagian
3)   masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai

Referensi
Speer, Kathleen Morgan. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan Clinical Pathways, Ed.3. jakarta: EGC.
Wong, Donna.L. (2003). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. E/4. Jakarta: EGC.
Wong, Donna.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, Ed. 6, Vol. 2. Jakarta: EGC.
Hidayat, Aziz Alimul. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Sacharin, Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.




No comments:

Post a Comment

Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat