A. Adaptasi
Fisiologis dan Psikososial Pada periode post partum
1. Adaptasi
Fisiologis
a. Sistem
Reproduksi
1) Uterus
a) Proses
involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan
sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini di mulai setelah plasenta keluar
akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah,
kira-kira 2 cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Pada saat ini
besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu (kira-kira sebesar grapefruit/ jeruk asam dan beratnya
kira-kira 1000 g) (Bobak, 2004, p.493).
Involusi uterus adalah kembalinya uterus
kepada keadaan sebelum hamil, baik dalam bentuk maupun posisi. Selain uterus,
vagina, ligamen uterus, dan otot dasar panggul juga kembali ke keadaan sebelum
hamil. Bila ligamen uterus dan otot dasar panggul tidak kembali ke keadaan
sebelum hamil, kemungkinan terjadinya prolaps uteri makin besar (Bahiyatun,
2008).
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus
mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilicus.
Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan
cepat. Fundus turun kira-kira 1 cm
sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari
pascapartum keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilicus
dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa
dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum (Bobak, 2004, p.493).
Selama proses involusi, uterus menipis
dan mengeluarkan lokia yang di ganti dengan endometrium baru. Setelah kelahiran
bayi dan plasenta terlepas, otot uterus berkontraksi sehingga sirkulasi darah
yang menuju uterus berhenti dan ini disebut dengan iskemia. Otot redundant, fibrous, dan jaringan elastis
bekerja. Fagosit dalam pembuluh darah dipecah menjadi dua fagositosis. Enzim
proteolitik diserap oleh serat otot yang disebut autolisis. Lisozim dalam sel
ikut berperan dalam proses ini. Produk ini dibawa oleh pembuluh darah yang
kemudian disaring di ginjal (Bahiyatun, 2008).
Uterus, yang ada pada waktu hamil penuh
beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 g (1
lb) 1 minggu setelah melahirkan dan 350 g (11 sampai 12 ons) 2 minggu setelah
lahir. Seminggu setelah melahirkan
uterus berada di dalam panggul sejati lagi.
Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50 sampai 60 g (Bobak, 2004,
p.493).
Peningkatan kadar enstrogen dan
progesterone bertanggung jawab untuk pertumbuhan massif uterus selama
hamil. Pertumbuhan uterus prenatal
tergantung pada hyperplasia, peningkatan jumlah sel otot, dan hipertrofi,
pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada
masa pascapartum penurunan hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya autolysis,
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa
hamil menetap. Inilah penyebabnya ukuran
uterus sedikit lebih besar setelah hamil (Bobak, 2004, p.493). Subinvolusi
adalah kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil. Penyebab subinvolusi yang paling sering
tertahannya pragmen plasenta dan infeksi (Bobak, 2004, p.493).
b) Kontraksi
Intensitas
kontraksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan
volume intrauterine yang sangat besar.
Hemostasis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah
intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan pembekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar
hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah,
dan membantu hemostatis. Selama 1 sampai
2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur. Biasanya suntikan oksitosin
(pitosin) secara intravena atau intramuscular diberikan segera setalah bayi
lahir, bertujuan untuk mempertahankan kontraksi uterus (Bobak, 2004, p.493).
c) Afterpain
Pada
primipara, tonus otot uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap
kencang. Relaksasi dan kontraksi yang
periodic sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan
sepanjang masa awal puerperium. Rasa
nyeri setelah melahirkan lebih nyata dirasakan di uterus yang menegang. Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya
meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsang kontraksi uterus (Bobak,
2004, p.493).
2) Tempat
plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban
dikeluarkan , kontriksi vascular dan thrombosis menurunkan tempat plasenta ke
suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan
pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang
menjadi karakteristik penyembuhan luka.
Proses penyembuhan yang unik ini memampukan endometrium menjalankan
siklusnya seperti biasa dan menungkinkan implantasi dan plasentasi untuk
kehamilan di masa yang akan datang.
Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga pascapartum,
kecuali pada bekas tempat plasenta (Bobak, 2004, p.494).
3) Lokia
Rabas uterus yang keluar setelah bayi
dilahirkan seringkali disebut lokia, mula-mula bewarna merah, kemudian berubah
menjadi merah tua atau merah coklat.
Rabas ini dapat mengandung bekuan darah kecil. Selama 2 jam setelah lahir, jumlah cairan yang
keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama
menstruasi Bobak, 2004, p.494).
Lokia rubra terutama mengandung darah
dan debris desidua serta debris trofoblastik.
Aliran menyembur, menajdi merah muda atau coklat setelah 3 sampai 4 hari
(Lokio serosa). Lokia serosa terdiri
dari darah lama, serum, leukosit, dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna
cairan ini menjadi kuning sampai putih (lokia alba). Lokia alba mengandung leukosit, desidua, sel
epitel, mucus, serum, dan bakteri. Lokia
alba bisa bertahan selama 2 sampai 6 minggu setelah bayi lahir (Bobak, 2004,
p.494).
4) Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu
melahirkan. 18 jam pascapartum, servik
memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk
semula. Serviks setinggi segmen bawah
uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu
melahirkan. Ektoserviks (bagian servik
yang menonjol ke vagina) terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecil (kondisi
optimal untuk perkembangan infeksi).
Muara servik yang berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan, menutup secara
bertahap. Dua jari mungkin masih dapat
dimasukkan ke dalam muara serviks pada hari ke empat sampai ke enam
pascapartum, tetapi hanya tangkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada
akhir minggu ke dua. Muara serviks eksternal
tidak akan berbentuk seperti lingkarang seperti sebelum melahirkan, tetapi
terlihat memanjang seperti suatu celah, sering disebut seperti mulut ikan
(Bobak, 2004, p.495).
5) Vagina
dan perineum
Estrogen pascapartum yang menurun
berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan
kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, enam sampai delapan minggu
setelah bayi lahir. Rugae akan kembali
terlihat pada sekitar minggu ke empat, walaupun tidak akan semenonjol pada
wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan
memipih secara permanen. Mukosa tetap
atrofik pada wanita menyusui sekurang-kurangnya sampai mentruasi dimulai
kembali. Penebalan mukosa vagina terjadi
seiring pemulihan fungsi ovarium.
Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan
penipisan mukosa vagina (Bobak, 2004, p.495).
6) Topangan
otot panggul
Struktur penopang uterus dan vagina bisa
mengalami cedera sewaktu melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul di
kemudian hari. Jaringan penopang dasar
panggul yang terobek atau renggang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai
enam bulam untuk kembali ke tonus semula.
Istilah relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya
topangan permukaan struktur panggul. Struktur
ini terdiri dari uterus, dinding vagina posterior atas, uretra, kandung kemih,
dan rectum (Bobak, 2004, p.496).
7) Payudara
Payudara mengalami pertumbuhan dan
perkembangan sebagai persiapan meberikan ASI pada saat laktasi. Perkembangan
payudara dipengaruhi oleh hormon esterogen, progesteron, dan somatomammotropin.
Pembentukan payudara akan terasa lebih lembut, kenyal dan berisi, serta
jalur-jalur pembuluh darah di sekitar wilayah dada akan lebih terlihat jelas
dari biasanya, hal ini untuk persiapan saat menyusui (hidayati, 2009).
b. Sistem
pencernaan
1) Nafsu
makan
Ibu
biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengonsumsi makanan
ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan
keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh
makanan dua kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan
yang sering ditemukan.
2) Motilitas
Secara
khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu
yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesia bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
3) Defekasi
Buang
air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu
melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selam
proses persalinan dan pada awal masa pasca partum, diare sebelum persalinan,
enema serbelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi. Ibu seringkali sudah
menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya diperineum akibat
episiotomi, laserasi atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur perlu
dicapai kembali setelah tonus usus kembali ke normal.
c. Sistem
kardiovaskular
1) Volume
darah
Perubahan
volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama
melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler(edema
fisiologis). Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total
yang cepat, tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan
tubuh yang menyebabkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu ketiga
dan keempat setelah bayi lahir ,volume darah biasanya menurun sampai mencapai
volume sebelum hamil.
Hipervolemia
yang diakibatkan kehamilan (peningkatan sekurang-kurangnya 40% lebih dari
volume tidak hamil) menyebabkan kebanyakan ibu bisa menoleransii kehilangan
darah saat melahirkan. Banyak ibu kehilangan 300 sampai 400 ml darah sewaktu
melahirkan bayi tunggal pervaginam atau sekitar dua kali lipat jumlah ini pada
saat operasi sesaria.
Penyesuaian
pembuluh darah maternal setelah melahirkan berlangsung dramatis dan cepat.
Respons wanita dalam menghadapi kehilangan darah selama masa pascapartum dini
berbeda dari respons wanita tidak hamil. Tiga perubahan fisiologis pascapartum
yang melindungi wanita : (1) hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi
ukuran pembuluh darah maternal 10% sampai 15%, (2) hilangnya fungsi endokrin
plasenta yang menghilangkan stimulus vasodilatasi, dan (3) terjadinya
mobilisasi air ekstravaskular yang disimpan selama wanita hamil. Oleh karena
itu, syok hipervolemik biasanya tidak terjadi pada kehilangan darah normal.
2) Curah
jantung
Denyut
jantung volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang masa hamil.
Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan
lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintasi
sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat
pada semua jenis kelahiran atau semua pemakaian konduksi anestesia (Bowes,
1991).. data mengenai kembalinya hemodinamika jantung secara pasti ke kadar
normal tidak tersedia, tetapi nilai curah jantung normal ditemukan, bila
pemeriksaan dilakukan 8 sampai 10 minggu setelah wanita melahirkan (Bowes,
1991).
3) Tanda-tanda
vital
Beberapa
perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan normal.
Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistol maupun
diastol dapat timbul dan berlangsung
selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan (Bowes, 1991). Fungsi
pernapasan kembali ke fungsi saat wanita tidak hamil pada bulan keenam setelah
wanita melahirkan. Setelah rahim kosong, diafragma menurun , aksis jantung
kembali normal, dan impuls titik maksimum (point
of maximum impulse [PMI]) EKG kembali normal.
4) Komponen
darah
Selama
72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih besar
daripada sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan peningkatan sel
darah merah dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari ketiga sampai
hari ketujuh pascapartum. Tidak ada SDM yang rusak selama masa pascapartum ,
tetapi semua kelebihan SDM akan menurun secara bertahap sesuai dengan usia SDM
tersebut. Waktu yang pastikapan volume SDM kembali ke nilai sebelum hamil tidak
diketahui, tetapi volume ini berada dalam batas normal saat dikaji 8 minggu
setelah melahirkan (Bowes,1991).
5) Hitung
sel darah putih
Leukosit
normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12.000/mm3. Selama 10 sampai
12 hari pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit antara 20.000 dan 25.000/mm3merupakan
hal yang umum. Neutrofil merupakan sel darah putih yang paling banyak .
keberadaan leukositosis disertai peningkatan normal laju endap darah merah
dapat membingungkan dalam menegakkan diagnosis infeksi akut selama waktu ini.
6) Faktor
koagulasi
Faktor-faktor
pembekuan dan fibrinogen biasanya meningkat selama masa hamil dan tetap
meningkat pada awal puerperium. Keadaan hiperkoagulasi, yang bisa diiringi
kerusakan pembuluh darah dan imobilitas, mengakibatkan peningkatan risiko tromboembolisme, terutama setelah
wanita melahirkan secara sesaria. Aktivitas fibrinolitik juga meningkat selama
beberapa hari pertama setelah bayi lahir(Bowes,1991). Faktor I, II, VIII,
IX,dan X menurun dalam beberapa hari
untuk mencapai kadar sebelum hamil.produk pemecahan fibrin, yang kemungkinan dilepaskan dari bekas tempat
plasenta juga dapat ditemukan dalam darah maternal.
7) Varises
Varises
di tungkai dan di sekitar anus(hemoroid) sering dijumpai pada wanita
hamil.varises, bahkan varises vulva yang jarang dijumpai akan mengecil dengan
cepat setelah bayi lahir. Operasi varises tidak dipertimbangkan selama masa
hamil. Regresi total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah
melahirkan.
d. Perubahan
Neurologi
Perubahan
neurologi selama purpureum merupakan kebalikan adaptasi neurologis yang terjadi
saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami wanita saat melahirkan. Perubahan neurologis pada masa post partum lebih disebabkan
karena adanya trauma saat melahirkan, yaitu : trauma jaringan / episiotomi :
kandung kemih penuh. Sedangkan nyeri kepala bisa disebabkan oleh hipertensi,
stress dll. Keadaan ini memerlukan penanganan dan pemeriksaan yang cepat.
Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan hilang setelah
wanita melahirkan. Eliminasi edema fisiologismelalui dieresis setelah bayi
lahir menghilangkan sindrom carpal tunnel dengan mengurangi kompresi saraf
median. Rasa baal dan kesemutan (tingling) periodik pada jari yang dialami 5%
wanita hamil biasanya hilang setelah anak lahir, kecuali jila mengangkat dan
memindahkan bayi memperburuk keadaan. Nyeri kepala memerlukan pemeriksaan yang
cermat. Nyeri kepala pascapartum bisa disebabkan berbagai keadaan, termasuk
hipertensi akibat kehamilan, stress dan kebocoran cairan serebrospinalis ke
dalam ruang ekstradural selama jarum epidural diletakkan di tulang punggung
untuk anesthesia. Lama nyeri kepala bervariasi dari satu sampai tiga hari
sampai beberapa minggu, tergantung pada penyebab dan efektivitas pengobatan.
Terjadi
keletihan dan ketidaknyamanan serta pola tidur yang terganggu akibat kebutuhan
bayi. Ketidaknyamanan yang disebabkan oleh kehamilan menghilang setelah
persalinan, misalnya carpal tunnel syndrome, digantikan dengan ketidaknyamanan
pada uterus akibat periode relaksasi dan kontraksi. Selain itu pitocin dan
menyusui menstimulasi kontraksi uterus dan meningkatkan nyeri (Barrios, 2010).
e. Perubahan
Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot
uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh darah yang berada
diantara anyaman-anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
perdarahan setelah placenta dilahirkan.
Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak
jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi
retrofleksi karena ligamentum retundum menjadi kendor. Tidak jarang pula
wanita mengeluh “ kandungannya turun “ setelah melahirkan karena ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genitalia
menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi ppada 6-8 minggu setelah persalinan.
Sebagai
akibat putusnya serat-serat plastik kulit dan distensi yang berlangsung lama
akibat besarnya uterus pada waktu hamil, dinding abdomen masih agak lunak dan
kendor untuk sementara waktu. Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan
penunjang alat genitalia, serta otot-otot dinding perut dan dasar panggul,
dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu. Pada 2 hari post partum, sudah dapat fisioterapi.
f. Sistem
Integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil
biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi di areola dan
linea nitra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Pada beberapa
wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menetap. Kulit yang meregang pada
payudara, abdomen, paha dan panggul mungkin menudar, tetapi tidak hilang
seluruhnya.
Kelainan
pebuluh darah seperti spider angioma (nevi), aritema palmar, dan epuris
biasanya berkurang sebagai respon terhadap penurunan estrogen setelah kehamilan
berakhir, pada beberapa wanita spider nevi menetap. Rambut halus yang tumbuh
dengan lebat pada waktu hamil biasanya akan menghilang setelah wanita
melahirkan, tetapi rambut kasar yang tumbuh sewaktu hamil biasanya akan
menetap. Konsistensi dan kekuatan kuku akan kembali pada keadaan sebelum hamil.
Diaforesis ialah perubahan yang paling jelas terlihat pada sistem integumenak
(Bobak, 2004, p.501).
2. Adaptasi
Psikososial
a. Proses
menjadi orang tua
Periode prenatal, ibu ialah salah
satu-satunya pihak yang membentuk lingkungan tempat janin berkembang dan
tumbuh. Kemudian pada saat bayi lahir, orang lain mulai terlibat dalam
perawatan bayi. Menjadi orang tua bisa merupakan faktor pematangan dalam diri
seorang wanita atau pria, tanpa meperhatikan apakah anak asuh memiliki hubungan
biologis atau tidak. Peran orang tua sangat penting, tanggung jawab dan sikap
yang membentuk peran menjadi ibu (mothering function) merupakan proses orang
tua dewasa (pribadi yang matang, penyayang, mampu daan mandiri) dimulai
mengasuh seorang bayi (pribadi yang tidak matang, tidak berdaya, dependen.
Suatu hubungan orang tua-anak yang positif
ialah saling memberi satu sama lain, hubungan ini sangat mendasar. Konsep
erikson (1959, 1964) dalam bobak (2004) tentang dasar kepercayaan mengatakan
bahwa perkembangan rasa percayaa akaan menentukan respon bayi seumur hidupnya.
1) Keterampilan
kognitif-motorik
Komponen pertama dalam proses menjadi
orang tua melibatkan aktivas keperawatan anak, seperti memberi makan,
menggendong,mengenakan pakaian, dan membersihkan bayi, menjaga dari bahaya, dan
memungkinkannya untuk bisa bergerak. Aktivitas yang berorientasi pada tugas ini
atau keterampilan kognitif- motorik tidak terlihat secara otomatis pada saat
bayi lahir.
2) Keterampilan
kognitif-afektif
Dalam hal ini orang tua bisa dikatakan
mewarisi kemampuan untuk menunjukkan perhatian dan kelembutan serta menyalurkan
kemampuan ini ke generasi berikut dengan meniru hubungan orang tua-anak yang
pernah dialaminya. Keterampilan kognitif-afektif menjai orang tua ini meliputi
sikap yang lembut, waspada, dan memberi perhatian terhdap kebutuhan dan
keinginan anak.
b.
Perkenalan, ikatan, dan
kasih sayang yang dalam menjadi orang tua
Motivasi dan komitmen orang tua dan
anaknya selaam bertahun-tahun dalam saling mendukung dan merawat satu sama
lain, proses ini sering disebut attacment (kasih sayang) atau bonding (ikatan).
Bonding didefinisikan Brazelton (1978) sebagai suatu ketertarikan mutual
pertama antar individu, misalnya antar orang tua dan anak, saat pertama kali
mereka bertemu. Attachment terjadi pada periode kritis, seperti pada kelahiran
atau adopsi. Hal ini menjelaskan suatu perasaan menyayangi atau loyalitas yang
mengikat individu dengan individu lain.
Mercer (1982) menulis lima prakondisi yang
mepengaruhi ikatan, sebagai berikut
1) Kesehatan
emisional orang tua
2) Sistem
dukungan sosial yang meliputi pasangan hidup teman dan keluarga
3) Suatu
tingkat keterampilan dalam berkomunikasi dan dalam memberi asuhan yang kompeten
4) Kedekatan
orang tua dengan bayi
5) Kecocokan
orang tua dengan bayi
Respons orangtua
memberi implikasi langsung terhadap perawatan. Perawat dapat menciptakan suatu
lingkungan yang meningkatkan kontak positif orangtua-anak. Perawat dapat
mendorong kesadaran orangtua tentang kemampuan dan respons anaknya untuk
berkomunikasi, memberi dukungan dan dorongan semangat saat orangtua berusaha
untuk menjadi kompeten dan memainkan perannya dengan penuh kasih, dan
meningkatkan proses ikatan.
1) Komunikasi
orangtua-anak
a) Sentuhan
Banyak
ibu yang segera ingin meraih anaknya saat ia baru dilahirkan dan tali pusatnya
dipotong. Mereka mengangkat bayi ke dada, merangkulnya ke dalam pelukan, dan
mengayun-ayunnya. Begitu anak dekat dengan ibunya, mereka memulai proses
eksplorasi dengan ujungjarinya, salah satu daerah tubuh yang paling sensitif.
b) Kontak
mata
Kesenangan untuk melakukan kontak mata
diperlihatkan berulang-ulang. Beberapa ibu berkata, begitu bayinya bisa
memandang mereka, mereka merasa lebih dekat dengan bayinya. Ketika bayi baru
lahir mampu secara fungsional mempertahankan kontak mata, orangtua dan bayi
akan menggunakan lebih banyak waktu untuk saling memandang, seringkali dalam
posisi bertatapan. En face (bertatapan muka) ialah suatu posisi dimana kedua
wajah terpisah kira-kira 20 cm pada bidang pandang yang sama
c) Suara
Saling
mendengar dan meresposni suara antara orangtua dan bayinya juga penting.
Orangtua menunggu tangisan pertama bayinya dengan tegang. Saat suara yang membuat mereka yakin
bayinya dalam keadaan sehat terdengar, mereka mulai melakukan tindakan untuk
menghibur
d) Aroma
Perilaku
lain yang terjalin antara orangtua dan bayi ialah respons terhadap aroma / bau
masing-masing. Ibu berkomentar terhadap aroma bayi mereka ketika baru lahir dan
mengetahui bahwa setiap anak memiliki aroma yang unik. Bayi belajar dengan
cepat untuk membedakan aroma susu ibunya
e) Entrainment
Bayi
baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan struktur pembicaan orang dewasa. Mereka
menggoyang tangan, mengangkat kepala, menendang-nendang kaki, seperti sedang
berdansa mengikuti nada suara orangtua
f) Bioritme
Anak
yang belum lahir dapat dikatakan senada dengan ritme alamiah ibunya, misalnya
pada denyut jantung. Setelah lahir, bayi yang menangis dapat ditenangkan dengan
dipeluk dalam posisi sedemikian sehingga ia dapat mendengar denyut jantung
ibunya atau mendengar suara denyut jantung yang direkam. Salah satu tugas bayi
baru lahir ialah membentuk ritme personal (bioritme)
2) Kontak
dini
Kontak dini, tanpa meperhatikan lama
kontak, sangat mempengaruhi perilaku kasih sayang maternal pada hari-hari
pertama pasca partum. Hasil ini bersifat konsisten pada pasangan ibu-bayi dari
golongan sosioekonomi rendah dan menengah juga untuk negara-negara berkembang
atau pun yang kurang berkembang.
3) Kontak
secara luas
Salah satu metode perawatan yang berpusat
pada keluarga ialah memberi fasilitas bagi ibu-bayi, bayi ditranver dari
ruangan transisi( jika ada fasilitas semacam ini pada rumah sakit tersebut)
setelah menunjukkan adaptasi ekstrauterin yaang memuaskan. Ayah dianjurkan
mengunjungi dan berpartisipasi dalam perawatan bayi. Saudara kandung dan kakek
nenek juga dianjurkan.
c.
Peran orang tua setelah
bayi lahir
1) Tugas
dan tanggung jawab orangtua
Orang tua harus menerima penampilan fisik
jenis kelamin, temperamen, dan status fisik anaknya apabila anak yang diperoleh
ternyata sangat berbeda dengan yang dibayangkan sebelumnya, orang tua akan
memeelukan waktu bisa menerima anak tersebut sepenuhnya. Orang tua perlu
meyakini bahwa bayinya yang baru lahir adalah seorang pribadi yang terpsah dari
mereka. Orang tua harus menetapkan kriteria evaluasi yang baik dan dapat
ddipakai untuk menilai kesuksesan atau kegagalan hal-hal yang dilakukan pada
baayi orang tua haarus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di dalam
keluarga. Orang tua perlu menetapkan keunggulan hubungan dewasa mereka untuk
memperthankan keluarga sebagai suatu kelompok.
2)
Penyesuaian maternal
Ada tiga fase penyesuaian ibu terhadap
perannya sebagai orang tua. Fase-fase penyesuaian maternal ini ditandai oleh
perilaku dependen, perilaku dependen-mandiri, dan perilaku interdependen.
a) Fase
dependen
Selama satu sampai dua hari pertama
setelah melahirkan, ketergantungan ibu menonjol. Pada waktu ini ibu
mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi orang lain, ibu memindahkan
energi psikologisnya kepada anaknya. Rubin (1961) menetapkan periode beberapa
hari ini sebagai fase menerima (taking-in phase), suatu waktu di mana ibu baru
memerlukan perlindungan dan perawatan. Dalam penjelasan klasik Rubin, fase
menerima ini berlangsung selama dua sampai tiga hari. Penelitian yang lebih
baru (Ament, 1990) mendukung pernyataan Rubin, kecuali bahwa wanita sekarang
berpindah lebih cepat, dari fase menerima. Fase menerima yang kuat hanya
terlihat pada 24 jam pertama setelah ibu melahirkan. Selama beberapa jam atau
beberapa hari setelah melahirkan, wanita sehat yang dewasa tampaknya
mengesampingkan semua tanggung jawab sehari-hari. Mereka bergantung kepada
orang lain sebagai respons terhadap kebutuhan mereka akan istirahat dan
makanan.
Fase dependen ialah suatu waktu yang penuh
kegembiraan dan kebanyakana orang tua sangat suka mengomunikasikannya. Mereka
merasa perlu menyampaikan pengalaman mereka tentang kehamilan dan kelahiran
dengan kata-kata. Pemusatan, analisis, dan sikap yang menerima pengalaman ini
membantu orangtua untuk berpindah ke fase berikutnya.
b) Fase
dependen-mandiri
Apabila ibu telah menerima asuhan yang
cukup selama beberapa jam atau beberapa hari pertama maka pada hari kedua atau
ketiga keinginan untuk mandiri timbul dengan sendirinya. Dalam fase
dependen-mandiri ibu, secara bergantian muncul kebutuhan untuk mendapat
perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa melakukan
segala sesuatu secara mandiri. Ia berespons dengan penuh semangat untuk
memperoleh kesempatan belajar dan berlatih tentang cara perawatan bayi atau jia
ia adalah seorang ibu yang gesit, ia akan memiliki keinginan untuk merawat
bayinya secara langsung. Rubin (1961) menjelaskan keadaan ini sebagai fase
taking-hold, yang berlangsung kira-kira 10 hari.
Pada fase ini tidak jarang terjadi depresi.
Perasaan mudah tersinggung bisa timbul akibat berbagai faktor. Secara
psikologis, ibu mungkin jenuh dengan banyaknya tanggung jawab sebagai orangtua.
Ia bisa merasa kehilangan dukungan yang pernah diterimanya dari anggota
keluarga dan teman-teman ketika ia hamil. Keletihan setelah melahirkan
diperburuk oleh tuntutan bayi yang banyak sehingga mudah dapat timbul perasaan
depresi. Dikatakan bahwa pada masa puerperium ini, kadar glukokortikoid dalam
sirkulasi dapat menjadi rendah atau terjadi hipotiroid subklinis. Keadaan
fisiologis ini dapat menjelaskan depresi pascapartum ringan (baby blues).
Keadaan depresif biasanya ditandai oleh perilaku yang khas (menarik diri,
kehilangan perhatian terhadap keadaan sekeliling, dan menangis).
c) Fase
interdependen
Pada fase ini perilaku interdependen
muncul, ibu dan keluarganya bergerak maju sebagai suatu sistem dengan para
anggota saling berinteraksi. Hubungan antar pasangan, walaupun sudah berubah
dengan adanya seorang anak, kembali menunjukkan banyak karakteristik awal.
Tuntutan utama ialah menciptakan suatu gaya hidup yang melibatkan anak, tetapi
dalam beberapa hal tidak melibatkan anak. Pasangan ini harus berbagi kesenangan
yang bersifat dewasa.
Kebanyakan suami-isteri memulai lagi
hubungan seksualnya pada minggu ketiga atau keempat setelah anak lahir.
Beberapa memulai hubungan lebih awal, yakni segera setelah hal itu dapat
dilakukan tanpa wanita merasa nyeri. Hubungan seksual meningkatkan aspek
pria-wanita pada suatu keluarga dan pasangan dewasa ini akan merasa dekat satu
sama lain tanpa terganggu oleh anggota keluarga lain. Banyak ayah baru yang
mengatakan bahwa ia mengalami perasaan disingkirkan ketika melihat keintiman
hubungan ibu-anak dan beberapa ungkapan terbuka kecemburuan terhadap bayi
mereka.
Fase interdependen (letting-go) merupakan
fase yang penuh stres bagi orangtua. Kesenangan dan kebutuhan sering terbagi
dalam masa ini. Pria dan wanita harus menyelesaikan efek dari perannya
masng-masing dalam hal mengasuh anak, mengatur rumah, dan membina karier. Suatu
upaya khusus harus dilakukan untuk memperkuat hubungan orang dewasa dengan
orang dewasa sebagai dasar kesatuan keluarga.
3)
Penyesuaian paternal
Saat ini diketahui bahwa hubungan antara
ibu-anak tidak berlangsung dalam suatu kevakuman, tetapi berada di dalam suatu
konteks sistem kelurga. Dalam budaya Amerika, bayi baru lahir diketahui memberi
dampak yang besar terhadap ayah. Ayah menunjukkan keterlibatan yang dalam
dengan bayi mereka. Greenberg dan Morris (1969) menyebytkan absorpsi,
keasyikan, dan kesenagan ayah dengan bayinya sebagai engrossment. Para ahli
melukiskan berbagai karakteristik engrossment.
Beberapa respons sensual, seperti sentuhan dan kontak mata. Keinginan ayah
untuk menemukan hal-hal yang unik maupun yang sama dengan dirinya merupakan
karakteristik lain yang berkaitan dengan kebutuhan ayah untuk merasakan bahwa
bayi ini adalah miliknya.
Riset tentang hubungan orangtua ini
membuat perawat mampu memahami masalah penyesuaian ayah. Misalnya, suatu studi
yang dilakukan oleh Henderson dan Brouse (1991) tentang pengalaman para ayah
baru selama tiga minggu pertama kehidupan bayi menyatakan bahwa para ayah baru
ini menjalani tiga tahap proses yang sudah bisa diperkirakan sebelumnya.
a) Tahap
pertama meliputi pengalaman prakonsepsi, yakni akan seperti apa rasanya jika
mereka membawa bayi pulang ke rumah.
b) Tahap
kedua adalah realitas yang tidak menyenangkan tentang menjadi ayah baru.
Beberapa ayah mulai menyadari bahwa harapan mereka sebelumnya tidak didasarkan
pada kenyataan. Perasaan sedih dan ragu seringkali menyertai realitas.
c) Tahap
ketiga meliputi keputusan yang dilakukan dengan sadar untuk mengontrol dan
menjadi lebih aktif terlibat dalam kehidupan bayi mereka.
Daftar Pustaka
Barrios,
Diana. 2010. Post Partum: Maternal
Physiologic Changes. Merritt Collage.
Bahiyatun. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC
Bobak.
2004. Buku ajar keperawatan maternitas.
Ed. 4. Jakarta: EGC
Carpenito,
Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada praktik klinis. Edisi 9. Jakarta: EGC
Cunningham, F. G. et. al. 2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
Hamilton,
Persis Mary. 1995. Dasar – dasar
keperawatan maternitas. Ed. 6 . Jakarta: EGC
Hidayati,
Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan pada
Kehamilan Fisiologis dan patologis. Jakarta: Salemba Medika.
Henderson, Christine. 2005. Buku ajar konsep kebidanan. Jakarta :
EGC
Lauralee,
Sherwood. 2001. Fisiologi manusia dari
sel ke sistem. Jakarta : EGC
Llwellyn-Jones, Derek. 2001. Dasar-dasar obstetric dan ginekologi. Jakarta
: Hipokretes
Perry, Shannon E. 2010. Maternal child nursing care. Jakarta :
EGC
Potter, Patricia A. 2005. Buku ajar fundametal keperawatan: konsep,
proses, dan praktik. Jakarta: EGC
Rabe, Thomas. 2002. Buku saku ilmu kebidanan. Jakarta : Hipokrates
Rachimhadhi,
T. 2010. Ilmu kebidanan. Ed. 4.
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
Saleha, 2009. Asuhan kebidanan pada masa nifas. Jakarta: Salemba Medika
Susan
L. Elrod & William D. Stanfield. 2006. Genetika,
edisi 4. Jakarta : Erlangga
Swearingen, P. L. 2000. Keperawatan medikal bedah edisi 2. Jakarta:
EGC
Walsh, Linda V.2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta :EGC
Wiknjosastro,
H. 2005. Ilmu Kebidanan. Ed.3.
Jakarta: Yayasan Rachimhadhi Sarwono Prawirohardjo.
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat