ASUHAN
KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA
A. Definisi
Menurut
Margolin dan Poplack (1997, dalam Wong, 2008, p.1137), leukemia merupakan kanker pada jaringan pemebentuk darah, adalah
bentuk kankervpada masa kanak-kanak yang paling sering ditemukan. Insiden per
tahunnya adalah 3 hingga kasus per 100.000 anak-anak kulit putih yang berusia
di bawah 15 tahun. Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki
dibandingkan perempuan yang berusia di atas 1 tahun. Selain itu leukemia sering diartikan sebagai
bsekelompok penyakit ganas pada sumsum tulang dan sistem limfatik.
Sementara
itu menurut Yatim (2003, p.15) leukemia (kanker darah) merupakan suatu penyakit
yang ditandai dengan pertambahan jumlah sel darah putih (leukosit). Pertambahan
ini sangat cepat dan tidak terkendali serta bentuk sel-sel darah putihnya tidak
normal.
Suriadi
(2006), mendefenisikan leukemia sebagai poliferasi sel darah putih yang masih
imatur dalam jaringan pembentukan darah. Dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Smeltzer & Bare (2001), menjelaskan bahwa sifat khas dari leukemia
adalah poliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum
tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal.
B. Klasifikasi
1. Leukemia
akut
a. ALL
(Acut Limfositic Leukemia)
Adalah kanker yang pertama terbukti
dapat disembuhkan dengan kemoterapi dan radiasi. LLA terjadi lebih sering pada
anak lelaki dibandingkan perempuan. Laporan mengenai kluster geografik leukemia
anak memberi kesan peran faktor lingkungan. Leukemia limfoid terjadi lebih sering
dari ada yang diharapkan pada penderita dengan immunodesiensi, atau dengan efek
kromosom konstitusional. Manifestasi klinis, anoreksia,
iritabel, dan letargi, mungkin ada riwayat infeksi virus atau eksantem dan
penderita sperti tidak mengalami kesembuhan sempurna. Kegagalan sumsum tulang
yang progesif, sehingga timbul anemia, perdarahan, dan demam (Nelson, 2000, p.1772).
b. AML
(Acut Mielogeneus Leukemia)
Leukemia Mielogeneus Akut mengenai
sistem sel hematopoetik yang kelak berdiferensiasike semua sel mieloid,
monosit, granulosit (basofil, neutrofil, eosinofil), eritosit, dan trombosit.
Semua kelompok usia dapat terkena, insidensi meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. Leukemia
kronik
a. CLL
(Cronic Limfositic Leukemia)
Leukemia limfositik kronis cenderung
merupakan kelainan ringan yang terutama mengenai individu antara usia 50-70
tahun.
b. CML
(Cronic Mielogeneus Leukemia)
Leukemia mielogeneus kronis juga
dimasukkan dalam kegenasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak terdapat sel
normal dibanding pada bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan.
Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom Philadelphia ditemukan pada 90
sampai 95% klien dengan CML. CML jarang menyerang individu berusia di bawah 20
tahun, namun insidennya meningkat sesuai pertambahan usia.
C. Etiologi
Penyebab yang pasti dari leukemia belum
diketahu, tetapi ada bebrapa faktor predisiposisi yang menyebabkan terjadinya
leukemia, yaitu:
1. Faktor
genetik
Insidensi leukimia akut pada anak-anak penderita Sindrom Down
adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukimia akut. Insidensi leukimia akut, juga meningkat pada penderita
kelainan kongenital dengan aneuloidi, misalnya agranulositosis kongenital,
sindrom Ellis van Greveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia fanconi,
sindrom klenefelter, dan sindrom trisomi D (Handayani, 2008, p. 88)
2. Sinar
Radioaktif
Merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan
leukimia pada binatang maupun manusia. Angka kejadian leukimia mioblastik akut
(AML) dan leukimia granulositik kronis (LGK) jelas sekali meningkat sesudah
sinar radioaktif. Akhir-akhir inidibuktikan bahwa penderita yang diobati dengan
sinar radioaktif akan menderita leukimia pada 6 % klien, dan baru terjadi
sesudah 5 tahun.
3. Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan dapat menyebabkan
leukimia pada binatang. Sampai sekarang belum dapat dibuktikan bahwa penyebab
leukimia pada manusia adalah virus. Meskipun demikian, ada beberapa hasil
penelitian yang mendukung teori virus sebagai penyebab leukimia, yaitu enzyme reverse transcriptase yang
ditemukan dalam darah manusia.
Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C, yaitu jenis
virus RNA yang menyebabkan leukimia pada binatang. Enzim tersebut menyebabkan
virus yang bersangkutan dapat membentuk bahan genetik yang kemudian bergabung
dengan genom yang terinfeksi.
4. Bahan
kimia dan obat-obatan, seperti obat-obat imunosupresif, obat-obat karsinogrnik
seperti diethylstilbestrol
D. Patofisiologi
Gambar patofisilogi
leukemia Sumber: Ashwill and Droske (1997, dalam Suriadi & Yuliani (2010).
E. Manifestasi klinis
Menurut
Suriadi dan Yuliani (2010, p.162) manifestasi yang sering dijumpai pada
penyakit leukemia yaitu:
1. Pilek
tidak sembuh-sembuh
2. Pucat,
lesu, mudah terstimulasi
3. Demam
dan anorexia yang menyebabkan berat badan menurun
4. Ptechiae,
memar tanpa sebab
5. Nyeri
pada tulang dan persendian
6. Nyeri
abdomen
7. Lymphadenopathy
8. Hepatosplenomegaly
9. Abnormal
WBC
F. Komplikasi
1.
Sepsis
2.
Perdarahan
3.
Gagal organ
4.
Iron deficiency Anemia ( IDA )
(Suriadi & Yuliani, 2010).
G. Pemeriksaan
penunjang
1.
Pemeriksaan darah tepi : terdapat leukosit
yang imatur
2.
Aspirasi sumsum tulang ( BMP ) :
hiperseluler terutama banyak terdapat sel muda
3.
Biopsi sumsum tulang
4.
Lumbal punki untuk mengetahui apakah system
saraf pusat terinfil-trasi (Suriadi & Yuliani, 2010).
Data penunjang (menurut Doengoes, Moorhouse, & Geissler, 1999):
1.
Penghitungan sel darah :
1)
Normocitic, normokromik anemia
2)
Hb < 10 g/100 ml
3)
Retikulosit : rendah
4)
Platelet count : < 50.000/mm
5)
WBC > 50.000/cm (Shift to left) tampak
blast sel leukemia
2.
PT/PTT memanjang
3.
LDH meningkat
4.
Serum asam urat dalam urine : meningkat
5.
Serum lysozym : meningkat terutama pada
acut monosit dan myelosit leukemia.
6.
Serum tembaga : meningkat
7.
Serum Zinc : menurun
8.
Biopsi Bone Narrow: abnormal WBC lebih dari
50 %, lebih dari 60 % - 90 % blast sel,
9.
Chest X- Ray : Pembesaran hepar dan lien
10. Lymp node biopsy :
tampak pengecilan
H. Proses
keperawatan
1. Pengkajian
Data tergantung
pada derajat/lamanya penyakit dan organ lain yang terlibat.
Sistem
|
Gejala
|
Tanda
|
Aktivitas
|
Lesu, lemah, terasa payah, merasa tidak kuat untuk
melakukan aktivitas sehari-hari
|
Kontraksi otot lemah
Klien ingin tidur terus dan tampak bingung
|
Sirkulasi
|
Palpitasi
|
Tachycadi, suara mur-mur jantung, kulit dan mukosa pucat,
defisit saraf cranial terkadang ada pendarahan cerebral.
|
Eliminasi
|
Diare, anus terasa lebih lunak, dan terasa nyeri. Adanya
bercak darah segar pada tinja dan kotoran berampas, Adanya darah dalam
urine dan terjadi penurunan output urine.
|
|
Makanan/cairan
|
Kehilangan nafsu makan, tidak mau makan, muntah, penurunan
berat badan, nyeri pada tenggorokan dan sakit pada saat menelan.
|
Distensi abdomen, penurunan peristaltic usus, splenomegali,
hepatomegali, ikterus, stomatitis, ulserasi pada mulut, gusi membengkak
(acute monosit leukemia).
|
Neurosensori
|
Penurunan kemampuan koordinasi, perubahan mood, bingung,
disorientasi, kehilangan konsentrasi, pusing, kesemutan, kebas, parestesia.
|
Peningkatan kepekaan otot, aktivitas yang tak terkontrol.
|
Nyeri/kenyamanan
|
Nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, sternum
terasa lunak, kram pada otot.
|
Meringis, kelemahan, hanya berpusat pada diri
sendiri.
|
Pernapasan
|
Nafas pendek
|
Dyspnoe, tachypnoe, batuk, ada suara ronci, rales,
penurunan suara nafas.
|
Keamanan
|
Merasa kehilangan kemampuan dan harapan, cemas
terhadap lingkungan baru serta kehilangan teman.
Riwayat infeksi yang berulang, riwayat jatuh, perdarahan
yang tidak terkonrol meskipun trauma ringan.
|
Demam, infeksi, memar, purpura, perdarahan retina,
perdarahan pada gusi, epistaksis, pembesaran kelenjar limpa,
spleen, atau hepar, papiledema dan exoptalmus,
|
Seksualitas
|
Perubahan pola menstruasi, menornhagi. Impoten.
|
|
2. Diagnosa
a. Nyeri
berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik
b. Gangguan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan poliferatif
gastrointestinal dan efek toksik obat kemoterapi
c. Intoleransi
aktivitas dan kelemahan berhubungan dengan anemia
d. Gangguan
integritas kulit: alopesia berhubungan dengan efek toksik kemoterapi
e. Gangguan
gambaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan dan fungsi serta peran
f. Resiko
infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
g. Resiko
defisit volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
3. Intervensi
a. Diagnosa
1: Nyeri berhubungan dengan infiltrasi
leukosit jaringan sistemik
Tujuannya pasien tidak mengalami nyeri atau mengalami pegnurangan
rasa nyeri hingga tingkatan yang bisa diterima anak.
Hasil yang diharapkan: anak beristirahat
dengan tenag, tidak melaporkan dan/atau memperlihatkan tanda-tanda
ketidaknyamanan, dan tidak mengungkapkan keluhan gangguan rasa nyaman.
Intervensi yang dapat diberikan beserta rasionalnya antara
lain sebagai berikut:
1) Sedapat
mungkin gunakan prosedur noninvasif (misalnya alat pemantau suhu yang
noninvasif atau alat akses vena), untuk meminimalkan gangguan rasa nyaman.
2) Kaji
kebutuhan untuk penanganan rasa nyeri
3) Evaluasi
efektivitas terapi pereda nyeri dengan memperhatikan derajat kesadaran dan
sedasi, untuk menentukan perlunya perubahan jenis obat, dosis, dan waktu
pemberian
4) Implementasikan
teknik pereda nyeri nonfarmakologi yang tepat sebagai terapi tambahan pada
pemberian analgesik
5) Berikan
analgesik sesuai resp
6) Berikan
obat-obatan menurut jadwal pemberian preventif (selama 24 jam) untuk mencegah
timbulnya kembali rasa nyeri
7) Pantau
aktivitas terapi berdasarkan catatan hasil pengkajian nyeri.
b. Diagnosa
2: Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan poliferatif gastrointestinal dan efek toksik
obat kemoterapi
Tujuannya mengurangi
mual muntah sebelum, selama, dan sesudah pemberian kemoterapi. Hasil yang
diharapkan setelah pelaksanaan intervensi nanti adalah:
1) Melaporkan
penurunan mual dan muntah
2) Mengonsumsi
cairan dan makanan yang adekuat
3) Menunjukkan
penggunaan distraksi, relaksasi, dan imajinasi ketika diindikasikan
4) Menunjukkan
turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab
5) Melaporkan
tidak adanya penurunan berat badan tambahan
Intervensi yang dapat diberikan antara lain:
1) Sesuaikan
diet sebelum dan sesudah pemberian obat dengan kesukaan dan toleransi pasien
2) Cegah
pendangan, bau dan bunyi-bunyi yang tidak menyenangkan di lingkungan
3) Gunakan
distraksi, relaksasi dan imajinasi sebelum dan sesudah kemoterapi
4) Berikan
antimetik, sedatif, dan kortikosteroid
5) Pastikan
hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama, dan sesudah pemberian obat. Kaji
intake dan output cairan
6) Berikan
dukungan kepada pasien agar dapat menjaga personal higiene dengan baik
7) Berikan
tindakan perdea nyeri jika diperlukan.
c. Diagnosa
3: Intoleransi aktivitas dan kelemahan
berhubungan dengan anemia
Tujuan dilakukannya intervensi adalah
setelah dilakukan tindakan terjadi penurunan tingkat keletihan. Beberapa hasil
yang diharapkan antara lain:
1) Melaporkan
penurunan tingkat keletihan
2) Meningkatkan
keikutsertaan dalam aktivitas secara bertahap
3) Istirahat
ketika mengalami keletihan
4) Melaporkan
dapat tidur lebih baik
5) Melaporkan
energi yang adekuat untuk ikut serta dalam aktivitas
6) Mengosumsi
diet dengan masukan protein dan kalori yang diajurkan.
Intervensi yang dapat diberikan antara lain:
1) Berikan
dorongan untuk istirahat beberapa periode selama siang hari, terutama sebelum
dan sesudah latihan fisik
2) Tingkatkan
jam tidur total pada malam hari
3) Atur
kembali jadwal setiap hari dan atur aktivitas untuk menghemat pemakaian energi
4) Berikan
dorongan untuk teknik relaksasi imajinasi
5) Kolaborasi
pemberian produk daran sesuai yang diresepkan.
d. Diagnosa
4: Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan efek toksik kemoterapi, radioterapi dan imobilisasi
Tujuan 1:
pasien mempertahankan integritas kulit. Hasil yang diharapkan setelah pemberian
intervensi yaitu kulit kepala tetap bersih dan utuh. Intervensi yang dapat
diberikan:
1) Lakukan
perawatan kulit dengan teliti, terutama perawatan di daerah mulut dan perianal,
karena daerah ini rentan terkena ulserasi
2) Ubah
posisi tubuh secara periodik, untuk menstimulasi sirkulasi darah dan mengurangi
tekanan
3) Dorong
asupan protein dan kalori yang adekuat untuk mencegah ketidakseimbangan nitrogen.
Tujuan 2:
pasien mengalami efek negatif kemoterapi yang minimal. Intervensi yang dapat
diberikan antara lain:
1) Pilih
pakaian yang longgar di bagian tubuh yang menjalani radiasi untuk meminimal
iritasi tambahan
2) Lindungi
bagian tubuh yang diterapi terhadap sinar matahari dan perubahan suhu yang
emndadak selama radioterapi.
e. Diagnosa
5: Gangguan gambaran diri berhubungan
dengan perubahan penampilan dan fungsi serta peran
Setelah dilakukan
pemberian asuhan keperawatan, maka citra tubuh dan harga diri pasien dapat
diperbaiki. Kriteria evaluasi pada pasien ini adalah:
1) Mengidentifikasi
hal-hal penting
2) Mengambil
peran aktif dalam aktivitas
3) Mempertahankan
peran sebelumnya dalam pembuatan keputusan.
Intervensi keperawatan yang diberikan pada pasien dengan gangguan
gambaran diri bertujan agar tercapainya peningkatan harga diri.
1) Kaji
perasaan pasien tentang gambaran dan tingkat harga diri
2) Berikan
motivasi untuk keikutsertaan yang kontinu dalam aktivitas dan pembuatan
keputusan
3) Berikan
dukungan pada pasien untuk mengungkapkan kekhawatirannya
4) Bantu
pasien dalam perawatan diri ketika keletihan
5) Berikan
motivasi kepada pasien dan pasangannya mengenai peubahan fungsi seksual.
f. Diagnosa
6: Resiko infeksi berhubungan dengan
menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuannya pasien mengalami resiko infeksi yang minimal.
Setelah dilakukannya tindakan keperawatan diharapkan anak tidak berhubungan
dengan orang yang terinfeksi atau barang-barang yang terkontaminasi. Anak
mengosumsi makanan sesuai dengan usianya, serta anak tidak memperlihatkan
tanda-tanda infeksi (Wong, 2008, p. 1148)
Intervensi keperawatan dan rasional nya adalah sebagai
berikut:
1) Tempatkan
anak dalam ruang khusus untuk meminimalkan terpaparnya dari sumber infeksi
2) Anjurkan
pengunjung dan staf melakukan teknik mencuci tangan dengan baik
3) Gunakan
teknik septik dan aseptik
4) Monitor
tanda viital anak
5) Evaluasi
keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan
jarum, ulserasi mukosa, masalah gigi
g. Diagnosa
7: Resiko defisit volume cairan
berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuannya agar pasien tidak mengalami
mual atau muntah. Dan setelah pemberian intervensi keperawatan pasien dapat
makan dan minum tanpa muntah serta tidak mengalami mual dan muntah lagi.
Intervensi yang dapat diberikan antara lain:
1) Berikan
antimetik sebelum dilakukannya kemoterapi dan secara beraturan pada waktu
program kemoterapi
2) Kaji
respon anak terhadap antimetik
3) Hindari
memberikan makanan yang memilki aroma yang merangsang mual dan muntah
4) Anjurkan
makan dengan porsi kecil tapi sering
5) Kolaborasi
untuk pemberian cairan infus untuk emmpertahankan dehidrasi.
4. Evaluasi
No Dx
|
TGL
|
Pukul
|
Evaluasi
|
Paraf/ tanda tangan
|
1
2
3
4
5
6
|
01 oktober 2012
01 oktober 2012
01 oktober 2012
01 oktober 2012
01 oktober 2012
01 oktober 2012
|
08.09
08.09
08.09
08.09
|
S : “badan saya panas”
O : redness dan tumescene
berkurang
A :resiko infeksi tidak
terjadi
P :intervensi di hentikan/lanjutkan
S :saya pusing dan sakit
kepala
O :terdapat hematuria,
anemia
A : resiko cedera
(perdarahan) terjadi
P :intervensi
dipertahankan
I : - pantau keadaan urin
-
lakukan
pemeriksaan darahlebih lanjut
E :hematuria
berkurang/hilang
S :saya tidak mual dan
muntah lagi
O : -keadaan umum baik
A : resiko defisit volume cairan tidak terjadi
P : intervensi dihentikan
S : orang tua mengatakan
kalau sudah makan dengan porsi kecil tapi sering
O : KU nya membaik, berat badannya bertambah
A : tidak terjadi
perubahan nutrisi
P : intervensi dihentikan
S: pasien mengatakan kalau
ia sudah mandi dengan teratur
O: kulit nampak bersih dan
utuh
A: tidak terjadi kerusakan
integritas kulit
P: intervensi di hentikan
S: saya sakit di perut
O: tangan pasien memegang perut sambil merintih kesakitan A: terjadi nyeri P:intervensi di lanjutkan I: berikan obat anti nyeri dan tehnik mengatatasi nyeri nonfarmakologi
E: nyeri berkurang/hilang
|
|
Referensi:
Handayani
& Haribowo. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem hematologi.
Jakarta: Salemba Medika
Hegner,
B. 2003. Asisten Keperawatan. Jakarta: EGC
Smeltzer,
suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan
medikal bedah Brunner &
Suddarth.
Jakarta: EGC
Suriadi
& Yuliani, R. 2010. Asuhan
Keperawatan pada Anak. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Wong,
D. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan
Pediatrik. Jakarta: EGC.
Yatim,
F. 2003. Talasemia, Leukimia, dan Anemia.
Jakarta: Pustaka Populer Obor.
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat