google adsense

Thursday, August 3, 2017

ASKEP PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA
A.    Definisi
Menurut Margolin dan Poplack (1997, dalam Wong, 2008, p.1137), leukemia merupakan  kanker pada jaringan pemebentuk darah, adalah bentuk kankervpada masa kanak-kanak yang paling sering ditemukan. Insiden per tahunnya adalah 3 hingga kasus per 100.000 anak-anak kulit putih yang berusia di bawah 15 tahun. Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan yang berusia di atas 1 tahun.  Selain itu leukemia sering diartikan sebagai bsekelompok penyakit ganas pada sumsum tulang dan sistem limfatik.
Sementara itu menurut Yatim (2003, p.15) leukemia (kanker darah) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan pertambahan jumlah sel darah putih (leukosit). Pertambahan ini sangat cepat dan tidak terkendali serta bentuk sel-sel darah putihnya tidak normal.
Suriadi (2006), mendefenisikan leukemia sebagai poliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentukan darah. Dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Smeltzer & Bare (2001), menjelaskan bahwa sifat khas dari leukemia adalah poliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal.



B.     Klasifikasi
1.      Leukemia akut
a.       ALL (Acut Limfositic Leukemia)
Adalah kanker yang pertama terbukti dapat disembuhkan dengan kemoterapi dan radiasi. LLA terjadi lebih sering pada anak lelaki dibandingkan perempuan. Laporan mengenai kluster geografik leukemia anak memberi kesan peran faktor lingkungan. Leukemia limfoid terjadi lebih sering dari ada yang diharapkan pada penderita dengan immunodesiensi, atau dengan efek kromosom konstitusional.  Manifestasi klinis, anoreksia, iritabel, dan letargi, mungkin ada riwayat infeksi virus atau eksantem dan penderita sperti tidak mengalami kesembuhan sempurna. Kegagalan sumsum tulang yang progesif, sehingga timbul anemia, perdarahan, dan demam (Nelson, 2000, p.1772).
b.      AML (Acut Mielogeneus Leukemia)
Leukemia Mielogeneus Akut mengenai sistem sel hematopoetik yang kelak berdiferensiasike semua sel mieloid, monosit, granulosit (basofil, neutrofil, eosinofil), eritosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena, insidensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.

2.      Leukemia kronik
a.       CLL (Cronic Limfositic Leukemia)
Leukemia limfositik kronis cenderung merupakan kelainan ringan yang terutama mengenai individu antara usia 50-70 tahun.
b.      CML (Cronic Mielogeneus Leukemia)
Leukemia mielogeneus kronis juga dimasukkan dalam kegenasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak terdapat sel normal dibanding pada bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom Philadelphia ditemukan pada 90 sampai 95% klien dengan CML. CML jarang menyerang individu berusia di bawah 20 tahun, namun insidennya meningkat sesuai pertambahan usia.

C.     Etiologi
      Penyebab yang pasti dari leukemia belum diketahu, tetapi ada bebrapa faktor predisiposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu:
1.      Faktor genetik
      Insidensi leukimia akut pada anak-anak penderita Sindrom Down adalah 20 kali lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukimia akut. Insidensi leukimia akut, juga meningkat pada penderita kelainan kongenital dengan aneuloidi, misalnya agranulositosis kongenital, sindrom Ellis van Greveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia fanconi, sindrom klenefelter, dan sindrom trisomi D (Handayani, 2008, p. 88)
2.      Sinar Radioaktif
      Merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukimia pada binatang maupun manusia. Angka kejadian leukimia mioblastik akut (AML) dan leukimia granulositik kronis (LGK) jelas sekali meningkat sesudah sinar radioaktif. Akhir-akhir inidibuktikan bahwa penderita yang diobati dengan sinar radioaktif akan menderita leukimia pada 6 % klien, dan baru terjadi sesudah 5 tahun.
3.      Virus
      Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan dapat menyebabkan leukimia pada binatang. Sampai sekarang belum dapat dibuktikan bahwa penyebab leukimia pada manusia adalah virus. Meskipun demikian, ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai penyebab leukimia, yaitu enzyme reverse transcriptase yang ditemukan dalam darah manusia.
      Seperti diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan leukimia pada binatang. Enzim tersebut menyebabkan virus yang bersangkutan dapat membentuk bahan genetik yang kemudian bergabung dengan genom yang terinfeksi.
4.      Bahan kimia dan obat-obatan, seperti obat-obat imunosupresif, obat-obat karsinogrnik seperti diethylstilbestrol










D.    Patofisiologi
Gambar patofisilogi leukemia Sumber: Ashwill and Droske (1997, dalam Suriadi & Yuliani (2010).
E.     Manifestasi klinis
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010, p.162) manifestasi yang sering dijumpai pada penyakit leukemia yaitu:
1.      Pilek tidak sembuh-sembuh
2.      Pucat, lesu, mudah terstimulasi
3.      Demam dan anorexia yang menyebabkan berat badan menurun
4.      Ptechiae, memar tanpa sebab
5.      Nyeri pada tulang dan persendian
6.      Nyeri abdomen
7.      Lymphadenopathy
8.      Hepatosplenomegaly
9.      Abnormal WBC

F.      Komplikasi
1.      Sepsis
2.      Perdarahan
3.      Gagal organ
4.      Iron deficiency Anemia ( IDA )
 (Suriadi & Yuliani, 2010).

G.    Pemeriksaan penunjang
1.      Pemeriksaan darah tepi : terdapat leukosit yang imatur
2.      Aspirasi sumsum tulang ( BMP ) : hiperseluler terutama banyak terdapat sel muda
3.      Biopsi sumsum tulang
4.      Lumbal punki untuk mengetahui apakah system saraf pusat terinfil-trasi (Suriadi & Yuliani, 2010).
Data penunjang (menurut Doengoes, Moorhouse, & Geissler, 1999):
1.      Penghitungan  sel darah :
1)      Normocitic, normokromik anemia
2)      Hb < 10 g/100 ml
3)      Retikulosit :  rendah
4)      Platelet count : < 50.000/mm
5)      WBC > 50.000/cm (Shift to left) tampak blast sel leukemia
2.      PT/PTT memanjang
3.      LDH meningkat
4.      Serum asam urat dalam urine : meningkat
5.      Serum lysozym : meningkat terutama pada acut monosit dan myelosit leukemia.
6.      Serum tembaga : meningkat
7.      Serum Zinc : menurun
8.      Biopsi Bone Narrow: abnormal WBC lebih dari 50 %, lebih dari 60 % - 90 % blast sel,
9.      Chest X- Ray : Pembesaran hepar dan lien
10.  Lymp node biopsy : tampak pengecilan

H.    Proses keperawatan
1.      Pengkajian
Data tergantung pada derajat/lamanya penyakit dan organ lain yang terlibat.
Sistem
Gejala
Tanda
Aktivitas

Lesu, lemah, terasa payah, merasa tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Kontraksi otot lemah
Klien ingin tidur terus dan tampak bingung
Sirkulasi

Palpitasi

Tachycadi, suara mur-mur jantung, kulit dan mukosa pucat, defisit saraf cranial terkadang ada pendarahan cerebral.
Eliminasi

Diare, anus terasa lebih lunak, dan terasa nyeri. Adanya bercak darah segar pada tinja dan kotoran berampas,  Adanya darah dalam urine dan terjadi penurunan  output urine.

Makanan/cairan

Kehilangan nafsu makan, tidak mau makan, muntah, penurunan berat badan,  nyeri pada tenggorokan dan sakit pada saat menelan.

Distensi abdomen, penurunan peristaltic usus, splenomegali, hepatomegali, ikterus, stomatitis, ulserasi pada mulut, gusi membengkak (acute monosit leukemia).
Neurosensori

Penurunan kemampuan koordinasi, perubahan mood, bingung, disorientasi, kehilangan konsentrasi, pusing, kesemutan, kebas, parestesia.
Peningkatan kepekaan otot, aktivitas yang tak terkontrol.

Nyeri/kenyamanan
Nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, sternum terasa lunak, kram pada otot.
Meringis, kelemahan, hanya  berpusat pada diri sendiri.

Pernapasan
Nafas pendek

Dyspnoe, tachypnoe, batuk, ada suara ronci, rales, penurunan suara nafas.
Keamanan
Merasa kehilangan kemampuan dan harapan,  cemas terhadap lingkungan baru serta kehilangan teman.
Riwayat infeksi yang berulang, riwayat jatuh, perdarahan yang tidak terkonrol meskipun trauma ringan.
Demam, infeksi, memar, purpura, perdarahan retina, perdarahan pada gusi, epistaksis,  pembesaran  kelenjar limpa, spleen, atau hepar, papiledema dan exoptalmus,

Seksualitas

Perubahan pola menstruasi, menornhagi. Impoten.


2.      Diagnosa
a.       Nyeri berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik
b.      Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan poliferatif gastrointestinal dan efek toksik obat kemoterapi
c.       Intoleransi aktivitas dan kelemahan berhubungan dengan anemia
d.      Gangguan integritas kulit: alopesia berhubungan dengan efek toksik kemoterapi
e.       Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan dan fungsi serta peran
f.       Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
g.      Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

3.      Intervensi
a.       Diagnosa 1: Nyeri berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik
    Tujuannya pasien tidak mengalami nyeri atau mengalami pegnurangan rasa nyeri hingga tingkatan yang bisa diterima anak.
Hasil yang diharapkan: anak beristirahat dengan tenag, tidak melaporkan dan/atau memperlihatkan tanda-tanda ketidaknyamanan, dan tidak mengungkapkan keluhan gangguan rasa nyaman.
         Intervensi yang dapat diberikan beserta rasionalnya antara lain sebagai berikut:
1)   Sedapat mungkin gunakan prosedur noninvasif (misalnya alat pemantau suhu yang noninvasif atau alat akses vena), untuk meminimalkan gangguan rasa nyaman.
2)   Kaji kebutuhan untuk penanganan rasa nyeri
3)   Evaluasi efektivitas terapi pereda nyeri dengan memperhatikan derajat kesadaran dan sedasi, untuk menentukan perlunya perubahan jenis obat, dosis, dan waktu pemberian
4)   Implementasikan teknik pereda nyeri nonfarmakologi yang tepat sebagai terapi tambahan pada pemberian analgesik
5)   Berikan analgesik sesuai resp
6)   Berikan obat-obatan menurut jadwal pemberian preventif (selama 24 jam) untuk mencegah timbulnya kembali rasa nyeri
7)   Pantau aktivitas terapi berdasarkan catatan hasil pengkajian nyeri.

b.      Diagnosa 2: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan poliferatif gastrointestinal dan efek toksik obat kemoterapi
           Tujuannya mengurangi mual muntah sebelum, selama, dan sesudah pemberian kemoterapi. Hasil yang diharapkan setelah pelaksanaan intervensi nanti adalah:
1)   Melaporkan penurunan mual dan muntah
2)   Mengonsumsi cairan dan makanan yang adekuat
3)   Menunjukkan penggunaan distraksi, relaksasi, dan imajinasi ketika diindikasikan
4)   Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab
5)   Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan

      Intervensi yang dapat diberikan antara lain:
1)   Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat dengan kesukaan dan toleransi pasien
2)   Cegah pendangan, bau dan bunyi-bunyi yang tidak menyenangkan di lingkungan
3)   Gunakan distraksi, relaksasi dan imajinasi sebelum dan sesudah kemoterapi
4)   Berikan antimetik, sedatif, dan kortikosteroid
5)   Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama, dan sesudah pemberian obat. Kaji intake dan output cairan
6)   Berikan dukungan kepada pasien agar dapat menjaga personal higiene dengan baik
7)   Berikan tindakan perdea nyeri jika diperlukan.

c.    Diagnosa 3: Intoleransi aktivitas dan kelemahan berhubungan dengan anemia
Tujuan dilakukannya intervensi adalah setelah dilakukan tindakan terjadi penurunan tingkat keletihan. Beberapa hasil yang diharapkan antara lain:
1)   Melaporkan penurunan tingkat keletihan
2)   Meningkatkan keikutsertaan dalam aktivitas secara bertahap
3)   Istirahat ketika mengalami keletihan
4)   Melaporkan dapat tidur lebih baik
5)   Melaporkan energi yang adekuat untuk ikut serta dalam aktivitas
6)   Mengosumsi diet dengan masukan protein dan kalori yang diajurkan.

      Intervensi yang dapat diberikan antara lain:
1)      Berikan dorongan untuk istirahat beberapa periode selama siang hari, terutama sebelum dan sesudah latihan fisik
2)      Tingkatkan jam tidur total pada malam hari
3)      Atur kembali jadwal setiap hari dan atur aktivitas untuk menghemat pemakaian energi
4)      Berikan dorongan untuk teknik relaksasi imajinasi
5)      Kolaborasi pemberian produk daran sesuai yang diresepkan.

d.      Diagnosa 4: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek toksik kemoterapi, radioterapi dan imobilisasi
           Tujuan 1: pasien mempertahankan integritas kulit. Hasil yang diharapkan setelah pemberian intervensi yaitu kulit kepala tetap bersih dan utuh. Intervensi yang dapat diberikan:
1)   Lakukan perawatan kulit dengan teliti, terutama perawatan di daerah mulut dan perianal, karena daerah ini rentan terkena ulserasi
2)   Ubah posisi tubuh secara periodik, untuk menstimulasi sirkulasi darah dan mengurangi tekanan
3)   Dorong asupan protein dan kalori yang adekuat untuk mencegah ketidakseimbangan nitrogen.
      Tujuan 2: pasien mengalami efek negatif kemoterapi yang minimal. Intervensi yang dapat diberikan antara lain:
1)   Pilih pakaian yang longgar di bagian tubuh yang menjalani radiasi untuk meminimal iritasi tambahan
2)   Lindungi bagian tubuh yang diterapi terhadap sinar matahari dan perubahan suhu yang emndadak selama radioterapi.

e.       Diagnosa 5: Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan dan fungsi serta peran
Setelah dilakukan pemberian asuhan keperawatan, maka citra tubuh dan harga diri pasien dapat diperbaiki. Kriteria evaluasi pada pasien ini adalah:
1)   Mengidentifikasi hal-hal penting
2)   Mengambil peran aktif dalam aktivitas
3)   Mempertahankan peran sebelumnya dalam pembuatan keputusan.
           Intervensi keperawatan yang diberikan pada pasien dengan gangguan gambaran diri bertujan agar tercapainya peningkatan harga diri.
1)      Kaji perasaan pasien tentang gambaran dan tingkat harga diri
2)      Berikan motivasi untuk keikutsertaan yang kontinu dalam aktivitas dan pembuatan keputusan
3)      Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan kekhawatirannya
4)      Bantu pasien dalam perawatan diri ketika keletihan
5)      Berikan motivasi kepada pasien dan pasangannya mengenai peubahan fungsi seksual.

f.       Diagnosa 6: Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
           Tujuannya pasien mengalami resiko infeksi yang minimal. Setelah dilakukannya tindakan keperawatan diharapkan anak tidak berhubungan dengan orang yang terinfeksi atau barang-barang yang terkontaminasi. Anak mengosumsi makanan sesuai dengan usianya, serta anak tidak memperlihatkan tanda-tanda infeksi (Wong, 2008, p. 1148)
           Intervensi keperawatan dan rasional nya adalah sebagai berikut:
1)   Tempatkan anak dalam ruang khusus untuk meminimalkan terpaparnya dari sumber infeksi
2)   Anjurkan pengunjung dan staf melakukan teknik mencuci tangan dengan baik
3)   Gunakan teknik septik dan aseptik
4)   Monitor tanda viital anak
5)   Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, masalah gigi

g.      Diagnosa 7: Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuannya agar pasien tidak mengalami mual atau muntah. Dan setelah pemberian intervensi keperawatan pasien dapat makan dan minum tanpa muntah serta tidak mengalami mual dan muntah lagi.
      Intervensi yang dapat diberikan antara lain:
1)      Berikan antimetik sebelum dilakukannya kemoterapi dan secara beraturan pada waktu program kemoterapi
2)      Kaji respon anak terhadap antimetik
3)      Hindari memberikan makanan yang memilki aroma yang merangsang mual dan muntah
4)      Anjurkan makan dengan porsi kecil tapi sering
5)      Kolaborasi untuk pemberian cairan infus untuk emmpertahankan dehidrasi.

4.      Evaluasi
No Dx
TGL
Pukul
Evaluasi
Paraf/ tanda tangan
1





2









3






4






5






6
01 oktober 2012



01 oktober 2012







01 oktober 2012




01 oktober 2012




01 oktober 2012




01 oktober 2012





08.09







08.09






08.09






08.09

S : “badan saya panas”
O : redness dan tumescene berkurang
A :resiko infeksi tidak terjadi
 P :intervensi di hentikan/lanjutkan


S :saya pusing dan sakit kepala
O :terdapat hematuria, anemia
A : resiko cedera (perdarahan) terjadi
P :intervensi dipertahankan
I : - pantau keadaan urin
-          lakukan pemeriksaan darahlebih lanjut
E :hematuria berkurang/hilang



S :saya tidak mual dan muntah lagi
 O : -keadaan umum baik
A :  resiko defisit volume cairan tidak terjadi
P : intervensi dihentikan



S : orang tua mengatakan kalau sudah makan dengan porsi kecil tapi sering
 O : KU nya membaik, berat badannya bertambah
A : tidak terjadi perubahan nutrisi
P : intervensi dihentikan

S: pasien mengatakan kalau ia sudah mandi dengan teratur
O: kulit nampak bersih dan utuh
A: tidak terjadi kerusakan integritas kulit
P: intervensi di hentikan


S: saya sakit di perut
O: tangan pasien memegang perut sambil merintih kesakitan
A: terjadi nyeri
P:intervensi di lanjutkan
I: berikan obat anti nyeri dan tehnik mengatatasi nyeri nonfarmakologi
E: nyeri berkurang/hilang




Referensi:
Handayani & Haribowo. 2008. Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Hegner, B. 2003. Asisten Keperawatan. Jakarta: EGC
Smeltzer, suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC
Suriadi & Yuliani, R. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Wong, D. L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Yatim, F. 2003. Talasemia, Leukimia, dan Anemia. Jakarta: Pustaka Populer Obor.



No comments:

Post a Comment

Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat