D.
Penyalahgunaan
Napza
1. Pengertian
penyalahgunaan NAZPA
NAPZA
adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi
tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan
kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan,
ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. NAPZA
biasanya sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja
pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran( Martono,2006,p:14)
Napza
merupakan seingkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
Narkotika merupakan suatu 0bat / sat alami, sintesis maupun semisintesis yang
dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi rasa neyri
dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungan zat jika dipakai secara
terus menerus. Contohnya ganja, heroin dann kokain. Psikotropika adalah suatu
zat/obat , sinetsis maupun semisintesis yang berkhasiat pada sistem saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku. Contohnya
stimulan. Zat adiktif lainnya adalah zat,bahan kimia, dan biologi dalam bentuk
campuran yang dapat membahayakan kesehatan. Contohnya minuman beralkohol.
Penyalahgunaan
zat dapat didefinisikan sebagai penggunaan obat dengan cara yang tidak sesuai
dengan norma sosial atau standar medis walaupun terdapat konsekuensi negatif
(Videbeck,2008,p:530).
2. Jenis
obat yang disalahgunakan
Obat yang disahgunakan
umumnya di golongkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :
a. Depresan (nama dagang Valium, Rohypnol, Magadon)
Depresan adalah obat
yang menghambat atau mengekang aktivitas saraf pusat. Obat tersebut mengurangi
rasa cemas dan tegang, menyebabkan gerakan kita menjadi lebih lambat. Dalam
dosis tinggi, deperesan dapat menahan
fungsi vital dan menyebabkan kematian. Contohnya seperti alkohol dan opioid.
Alkohol mengandung depresan
yang dibut etanol (etil alkohol) dapat menyebabkan
kematian bila di konsumsi dalam jumlah besar karena efeknya menekan respirasi. Contohnya beer,anggur dan vodka.
Opioid digunakan untuk obat adiktif yang memiliki
kemampuan melepaskan rasa sakit dan menyebabkan tidur. Nama dagang opioid narcan ataupun nalorex. Contoh dari
opioid morphin dan heroin.
b. Stimulan (obat perangsang)
Stimulan merupakan zat
yang dapat meningkatkan aktivitas sistem saraf. Contohnya seperti amfetamin dan
kokain. Amfetamin bila digunakan dalam dosis yang tinggi dapat menghasilkan
euforia secara cepat, efek umumnya
menekan nafsu makan, mual ataupun sakit kepala. Amfetamin biasa disebut dengan
shabu-shabu, nama dagangnya dexedrine. Kokain dapat menimbulkan sindrom putus zat jika
penggunaan yang berkepanjangan,
efek umum nya bisa disertai dengan euforia, peningkatan TD, sakit kepala
ataupun mual.
c. Halusinogen
Halusinogen merupakan
golongan obat yang mnenghasilkan distorsi sensori atau halusinasi, termasuk
perubahan besar dalam persepsi warna dan pendengaran. Halusinogen dapat juga
memilki efek tambahan seperti relaksasi dan euphoria. Contoh nya LSD (Lysergic Acid Diethylamide) merupakan obat yang dapat
memperluas halusinasi atau membuka dunia baru, nama dagangnya delysid.
Psilocybin dapat menyebabkan efek selain halusinasi seperti peningkatan TD,
keringat berlebihan atau peningkatan detak jantung. Marijuana atau yang biasa
disebut ganja dan bisa menghasilkan halusinasi minor, dan efek umumnya nafsu
makan bertambah, suka tertawa kecil.
3. Jenis
penyalahgunaan zat
Banyak zat yang dapat digunakan dan
disalahgunakan, beberapa diantaranya dapat diperoleh secara legal dan beberapa
ilegal. Penyalahgunaan lebih dari satu zat disebut penyalahgunaan
polisubstansia. Diagnostic and Statistical Manual IV - Text Revision (DSM IV-TR)
memuat 11 kelas diagnostik penyalahgunaan zat (alkohol, amfetamin atau
simpatomimetik yang bereaksi sama, kafein, kanabis, kokain, halusinogen,
inhalan, nikotin, opioid, fensiklidin(PCP)/obat yang bereaksi sama, sedatif,
hipnotik, atau ansiolitik). DSM IV-TR juga mengategorikan jenis gangguan yang
berhubungan dengan zat kedalam dua kelompok, yaitu mencakup ganguan
penyalahgunaan dan ketergantungan (Videbeck,2008,p:529).
Penyalahgunaan zat
dapat berlangsung untuk periode waktu yang lama atau meningkat menjadi
ketergantungan zat, tipe gangguan penyalahgunaan obat termasuk intoksikasi,
toleransi, sindrom putus zat dan detoksifikasi. Intoksikasi adalah penggunaan zat yang mengakibatkan perilaku
maladaptive. Toleransi adalah
kondisi habituasi fisik terhadap suatu obat sehingga dalam penggunaan obat yang
cukup sering akan dibutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mendapat efek yang
sama. Sindrom putus zat mencakup
reaksi psikologis dan fisik yang negatif terjadi ketika berhenti menggunakan
zat atau menghentikan penggunaan zat secar dramatis setelah periode penggunaan
zat yang berkepanjangan, orang yang mnegalami gejala putus zat seringkali
kembali menggunakan zat untuk menghilangkan rasa tidak nyaman akibat putus zat,
yang membuat pola adiksi menetap. Detoksifikasi
adalah proses putus zat secara aman (Nevid,2005,p:5).
Ketergantungan
penyalahgunaan zat mencakup dua yaitu ketergantungan fisiologis dan
ketergantungan psikologis. Ketergantungan
fisiologis berarti bahwa tubuh seseorang telah berubah sedemikian rupa
sebagai hasil dari penggunaan obat-obatan psioaktif secara teratur sehingga
tubuh menjadi ketergantungan pada psokan zat yang stabil. Ketergantungan psikologis mencakup penggunaan obat-obatan secara
kompulsif untuk memenuhi kebutuhan psikologis, seperti tergantung pada obat
untuk mengatasi stress (Nevid,2005,p:7).
4. Penyebab
penyalahgunaan NAPZA
a. Faktor
biologi
Anak-anak dari orang
tua alkoholik beresiko tinggi mengalami alkoholisme dan ketergantunga obat
daripada anak-anak dari orang tua non alkoholik. Peningkatan resiko ini sebagian
akibat faktor lingkungan(Videbeck,2008,p:531).
b. Faktor
sosial dan lingkungan
Faktor budaya, sikap
sosisal, prilaku tema sebaya, serta biaya dan ketersediaan zat memengaruhi
penggunaan zat awal dan lanjutan.
Konsumsi alkohol meningkat ditempat yang ketersediaan alkohol nya
meningkat dan menurun di tempat yang harga alkoholnya meningkat akibat
peningkatan pajak. Penggunaan kanabis di masyarakat meskipun ilegal, dipandang
kebanyakan orang sebagai hal yang tidak terlalu
membahayakan(Videbeck,2008,p:531).
c. Faktor
psikologis
Selain hubungan
genetik, dinamika keluarga diduga memainkan peranan. Anak-anak dari orang tua
alkoholik memiliki kemungkinan empat kali mengalami alkoholisme. Inkonsistensi
perilaku orang tua, model peran yang buruk, dan kurangnya asuhan membuat
mengadopsi gaya koping maladatif yang sama, hubungan yang kacau, dan
penyalahgunaan zat. Alkohol dapat digunakan sebagai mekanisme koping atau cara
untuk mengurangi stres dan ketegangan, meningkatkan perasaan kuat, dan
mengurang iderita psikologis(Videbeck,2008,p:532).
d. Pertimbangan
budaya
Sikap terhadap
penggunaan zat, pola penggunaan, dan perbedaan fisiologi terhadap zat
bervariasi pada budaya yang berbeda. Seorang muslim tidak diperbolehkan minum
alkohol, tetapi minuman anggur merupakan bagian integral dari tata cara
keagamaan orang yahudi(Videbeck,2008,p:532).
5. Rentang
respon penyalahgunaan NAPZA
Rentang respons ganguan
pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai yang berat,
indikator ini berdasarkan perilaku ang ditunjukkan oleh pengguna NAPZA.
Respon adaptif Respon
Maladaptif
Eksperimental Rekreasional
Situasional Peyalahgunaan Ketergantungan
Gambar 1.4
rentang respon penyalahgunaan NAPZA (Yosep, 2007)
a. Eksperimental: Kondisi pengguna taraf
awal, yang disebabkan rasa ingin tahu dari remaja. Sesuai kebutuan pada masa
tumbuh kembangnya, klien biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau
sering dikatakan taraf coba-coba.
b. Rekreasional: Penggunaan zat adiktif
pada waktu berkumpul dengan teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam
mingguan, acara ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama
temantemannya.
c. Situasional: Mempunyai tujuan secara
individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali
penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang
dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai masalah,
stres, dan frustasi.
d. Penyalahgunaan: Penggunaan zat yang
sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, minimal selama 1
bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di
lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
e. Ketergantungan: Penggunaan zat yang
sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis.
Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat
(suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin
pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai)
sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan.
Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang mengalami
peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang biasa diinginkannya.
6. Dampak
penyalahgunaan NAPZA
Martono
(2006,p:17-19) menjelaskan bahwa penyalahgunaan NAPZA mempunyai dampak yang
sangat luas bagi pemakainya (diri sendiri), keluarga, pihak sekolah
(pendidikan), serta masyarakat, bangsa, dan negara.
a. Bagi diri sendiri
Penyalahgunaan NAPZA
dapat mengakibatkan erganggunya fungsi otak dan perkembangan moral pemakainya,
intoksikasi (keracunan), overdosis (OD), yang dapat menyebabkan kematian karena
terhentinya pernapasan dan perdarahan otak, kekambuhan, gangguan perilaku (mental
sosial), gangguan kesehatan, menurunnya nilai-nilai, dan masalah ekonomi dan
hukum.
b. Bagi keluarga
Penyalahgunaan NAPZA
dalam keluarga dapatcmengakibatkan suasana nyaman dan tentram dalam keluarga
terganggu. Dimana orang tua akan merasa malu karena memilki anak pecandu,
merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan anak mereka. Stres keluarga
meningkat, merasa putus asa karena pengeluaran yang meningkat akibat pemakaian
narkoba ataupun melihat anak yang harus berulangkali dirawat atau bahkan menjadi
penghuni di rumah tahanan maupun lembaga pemasyarakatan.
c. Bagi pendidikan atau sekolah
NAPZA akan merusak
disiplin dan motivasi yang sangat tinggi untuk proses belajar. Penyalahgunaan
NAPZA berhubungan dengan kejahatan dan perilaku asosial lain yang menganggu
suasana tertib dan aman, rusaknya barang-barang sekolah dan meningkatnya
perkelahian.
d. Bagi masyarakat, bangsa, dan Negara
Penyalahgunaan NAPZA
mengakibatkan terciptanya hubungan pengedar narkoba dengan korbannya sehingga
terbentuk pasar gelap perdagangan NAPZA yang sangat sulit diputuskan mata
rantainya. Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan dan
kesinambungan pembangunan terancam.
7. Penanganan
penyalahgunaan NAPZA
Nevid
(2005,p:32-39) mengemukakan penanganan penyalahgunaan NAPZA dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu :
a. Penanagan
biologis
Makin
banyak penangana biologis yang digunakan dalam menangani masalah penyalahgunaan
dan ketergantungan zat. Untuk orang dengan ketergantungan kimiawi, penanganan
biologis umumnya dimulai dengan detoksifikasi yang membantu mereka melewati
sindrom putus zat.
b. Penanganan
behavioral
Penggunaan
terapi perilaku atau terapi perilaku dalam menangani penyalahgunaan dan
ketergantungan zat menekankan pada modifikasi pola prilaku penyalahgunaan
dpenden. Strategi self-control sering digunakan pada penangan behavioral,
strategi ini berfokus pada individu mengembangkan keterampilan yang dapat
mereka gunakan untuk mengubah perilaku mereka. Strategi aversive conditioning,
strategi ini berfokus pada strategi yang berhubungan dengan penyalahgunaan
untuk membuat penyalahgunaan kurang menarik. Dalam kasus masalah minum, rasa
minuman yang beralkohol yang berbeda biasanya di pasangkan dengan zat kimia
yang menyebabkan mual dan muntah atau pun dengan kejutan listrik.
c. Penanganan
psikodinamika
Psikoanalis
memandang penyalahgunaan dan ketergantungan zat sebagai tanda terjadinya
konflik yang berakar pada pengalaman masa kecil atau masa lalu.
d. Penanganan
kelompok pendukung nonprofesional
Terlepas
dari kompleksitas berbagai faktor yang berkontribusi pada penyalgunaan dan
ketergantungan zat, masalah-masalah ini sering ditangani oleh orang awan atau
nonprofesional. Orang seperti ini sering memiliki atau pernah memilki masalah
yang sama.
8. Proses
Keperawatan Pasien Dengan Penyalahgunaan Zat (Napza)
a. Pengkajian
1) Riwayat
Klien dapat melaporkan kehidupan keluarga
yang kacau, dengan salah satu orang tua atau anggota keluarga lain. Klien
biasanya menggambarkan beberapa macam krisis yang mencetuskan terapi, seperti
masalah fisik atau perkembangan gejala putus alkohol walaupun diobati untuk
kondisi yang lain. Biasanya orang lain dilibatkan dalam keputusan klien untuk
mencari terapi, seperti pengusaha yang terancam kehilangan usahanya, atau
pasangan atau rekan yang terancam kehilangan hubungan. Klien jarang memutuskan
untuk mencari terapi secara mandiri, tanpa pengaruh dari luar (Videbeck, 2008,
p.544).
2) Penampilan umum dan perilaku motorik
Penampilan dan bicara klien mungkin
normal, atau klien mungkin tampak cemas, letih, dan berantakan jika ia baru
saja menyelesaikan proses detoksifikasi yang sulit. Klien dapat terlihat sakit
secara fisik, bergantug pada status kesehatannya secara keseluruhan dan setiap
masalah kesehatan yang terjadi akibat penggunaan zat. Kebanyakan klien sedikit
khawatir dengan terapi. Hal ini mungkin pertama kali setelah waktu yang lama
klien harus menghadapi berbagai kesulitan tanpa bantuan zat psikoaktif.
3) Mood dan afek
Rentang mood dan afek yang luas mungkin terjadi. Beberapa klien terlihat
sedih dan menangis, dengan mengungkapkan rasa bersalah dan penyesalan atas
perilaku dan keadaan mereka. Klien lain dapat menjadi marah dan kasar atau
tenang dan murung, tidak mau berbicara kepada perawat. Iritabilitas biasa
terjadi karena klien baru saja terbebas dari zat. Klien dapat merasa senang dan
terlihat gembira, tampak tidak terpengaruh oleh situasi, terutama apabila ia
masih menyangkal penggunaan zat (Videbeck, 2008, p.544).
4) Proses dan isi pikir
Klien mungkin meremehkan penggunaan zat,
menyalahkan orang lain atas masalah mereka, dan merasionalisasi perilaku
mereka. Klien mungkin berpikir bahwa mereka tidak dapat bertahan tanpa zat,
atau mungkin mengungkapkan tidak mau melakukannya. Mereka mungkin memfokuskan
perhatian mereka pada keuangan, isu legal, atau masalah pekerjaan sebagai
sumber utama kesulitan mereka, bukan penggunaan zat. Mereka mungkin percaya
bahwa mereka dapat berhenti “atas kemauan mereka sendiri” apabila mereka
menginginkannya, dan terus menyangkal atau meremehkan besarnya masalah.
5) Sensorium dan proses intelektual
Klien biasanya terorientasi dan sadar,
kecuali jika mereka menglami efek putus zat yang lama. Kemampuan intelektual
utuh kecuali jika klien mengalami defisit neurologis akibat penggunaan alkohol
dalam jangka panjang atau penggunaan inhalan.
6) Penilaian dan daya tilik
Klien mungkin melakukan penilaian yang
buruk, terutama ketika berada di bawah pengaruh zat. Penilaian klien masih
dapat dipengaruhi: klien dapat berprilaku impulsif, seperti menghentikan terapi
untuk mendapatkan zat yang dipilihnya. Daya tilik biasanya terbatas terkait
dengan penggunaan zat. Klien mungkin mengalami kesulitan mengakui perilakunya ketika menggunakan zat,
atau tidak dapat melihat bahwa kehilangan pekerjaan atau hubungan terkait
dengan penggunaan zat. Klien dapat tetap yakin bahwa ia dapat mengendalikan
penggunaan zat (Videbeck, 2008, p.546).
7) Konsep diri
Klien biasanya mempunyai harga diri
rendah. Klien tidak merasa mampu untuk menghadapi kehidupan dan stres tanpa zat
dan sering merasa tidak nyamandi sekitar orang lain ketika tidak menggunakan
zat. Klien sering kesulitan dalam mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan
yang sebenarnya, di masa lalu lebih suka menghilangkan perasaan dan menghindari
setiap derita atau kesulitan pribadi dengan bantuan zat.
8) Peran dan hubungan
Klien biasanya mengalami banyak kesulitan
dengan peran sosial, keluarga, dan peran pekerjaan. Ketidakhadiran dan performa
kerja yang buruk biasa terjadi. Anggota
keluarga sering memberi tahu klien bahwa penggunaan zat adalah suatu masalah,
dan hal tersebut dapat menjadi pokok perdebatan keluarga. Hubungan dalam
keluarga sering mengalami ketegangan. Klien dapat marah pada anggota keluarga
yang berperan membawanya ke tempat terapi atau yang mengan cam akan kehilangan
hubungan yang signifikan.
9) Pertimbangan fisiologis
Banyak klien mempunyai riwayat gizi buruk
(lebih baik menggunakan zat daripada makan) dan gangguan tidur yang terjadi di
luar detoksifikasi. Klien dapat mengalami kerusakan hati akibat minum alkohol,
hepatis atau infeksi HIV akibat penggunaan obat intravena, atau kerusakan
neurologis atau paru akibat menggunakan inhalan.
b.
Diagnosa
1)
Analisis
data
Menurut Videbeck (2008, p.546) setiap
klien mempunyai diagnosis keperawatan spesifik untuk status kesehatan fisiknya.
Hal ini dapat mencakup:
a)
Perubahan
nutirisi: kurang dari kebutuhan tubuh
b)
Risiko
infeksi
c)
Risiko
cedera
d)
Diare
e)
Kelebihan
volume cairan
f)
Intoleran
aktivitas
g)
Defisit
perawatn diri
Diagnosis
keperawatan yang biasa digunakan ketika menangani klien yang menggunakan zat
mencakup:
a)
Penyangkalan
tidak efektif
b)
Perubahan
performa peran
c)
Perubahan
proses keluarga: alkoholisme
d)
Ketidakefektifan
koping individu.
2)
Identifikasi
hasil
Menurut
Videbeck (2008), Hasil terapi untuk klien yang menggunakan zat dapat mencakup:
a)
Klien
akan berhenti minum alkohol dan menggunakan zat.
b)
Klien
akan mengungkapkan perasaannya secara terbuka dan langsung.
c)
Klien
akan menyatakan kesediaannya untuk bertanggung jawab atas perilakunya.
d)
Klien
akan mempraktikkan alternatif nonkimia untuk menghadapi stres atau situasi yang
sulit.
e)
Klien
akan menetapkan rencana setelah perawatan yang efektif.
b.
Diagnosa
dan perencanaan
(Intervensi)
Dx I: koping
individu tidak efektif
|
||
Tujuan Jangka-Pendek
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pasien
akan mengganti respon koping yang sehat terhadap perilaku penyalahgunaan zat.
|
a.
Bantu pasien mengidentifikasi perilaku penyalahgunaan zat dan
konsekuensinya.
b.
Bantu pasien untuk mengidentifikasi masalah penyalahgunaan zat
c.
Libatkan pasien dalam menggambarkan situasi yang menyebabkan perilaku
penyalahgunaan zat.
d.
Berikan dukungan secara konsisten dan harapan bahwa pasien mampu
menghadapi masalah tersebut.
|
a.
Motivasi untuk perubahan ini terkait dengan pengakuan atas masalah yang
menjengkelkan pada pasien.
b.
Identifikasi faktor predisposisi dan pemicu stres harus direncanakan
terlebih dahulu untuk respon perilaku yang lebih adaptif.
|
Pasien
akan bertanggung jawab atas perilaku yang ia lakukan.
|
a.
Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam program pengobatan
b.
Buat kontrak tertulis dengan pasien untuk perubahan perilaku yang ditanda
tangani oleh pasien dan perawat.
c.
Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan mengadopsi respon koping yang
sehat.
|
a.
Penolakan dan rasionalisasi adalah mekanisme koping disfungsional yang
dapat mengganggu pemulihan
b.
Komitmen pribadi akan meningkatkan kemungkinan pantang sukses
|
Pasien
akan mengidentifikasi dan menggunakan sistem dukungan sosial
|
a.
Identifikasi dan kaji sistem dukungan sosial yang tersedia untuk pasien.
b.
Berikan dukungan dari orang yang terdekat.
c.
Ajarkan pasien dan orang terdekat tentang masalah penyalahgunaan zat dan
dampaknya.
d.
Rujuk pasien pada sumber yang tepat dan berikan dukungan sampai pasien terlibat dalam program yang
telah ditentukan.
|
a.
Pelaku penyalahgunaan zat sering bergantung pada orang lain dan
terisolasi secara sosial, ia menggunakan narkoba untuk mendapatkan
kepercayaan diri dalam situasi sosial.
b.
Perilaku penyalahgunaan zat mengasingkan orang terdekat, sehingga
meningkatkan isolasi seseorang.
c.
Sulit untuk memanipulasi orang yang telah berpartisipasi dalam perilaku
yang sama.
d.
Sistem dukungan sosial harus tersedia dari waktu ke waktu dan dapat
diterima oleh pasien.
|
Dx
II: Gangguan persepsi sensori
|
||
Kriteria
hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pasien akan menghentikan diri
dari ketergantungan terhadap penyalahgunaan zat.
|
a.
Dukung perawatan fisik: TTV, nutrisi, hidrasi, tindakan pencegahan
kejang.
b.
Kelola obat sesuai jadwal detoksifikasi.
|
a.
Detoksifikasi pada pasien yang ketergantungan dapat berbahaya dan selalu
tidak nyaman bagi pasien.
b.
Keselamatan fisik pasien harus mendapatkan prioritas tinggi untuk
intervensi keperawatan.
|
Pasien akan berorientasi pada
waktu, tempat, orang, dan situasi.
|
Kaji
frekuensi, arahkan pasien jika diperlukan, dan letakkan jam dan kalender
ditempat yang dapat dilihat oleh pasien.
|
Fungsi
kognitif biasanya dipengaruhi oleh kecanduan; disorientasi adalah hal yang
ditakutkan.
|
Pasien akan melaporkan gejala
dari putus zat
|
Hati-hati
dalam mengamati gejala putus zat dan laporkan dugaan putus zat segera.
|
Putus
zat memberikan motivasi yang kuat untuk kembali menggunakan zat; penilaian
mungkin terganggu oleh penggunaan narkoba.
|
Pasien akan menginterpretasikan
dengan benar mengenai rangsangan dari lingkungan.
|
Jelaskan
seluruh intervensi keperawatan, tetapkan staf yang konsisten, pantau cahaya
di dalam kamar pasien agar tidak terlalu terang, hindari suara keras, dan
ajak keluarga yang dipercaya dan teman untuk tetap bersama pasien.
|
Perubahan
sensori dan persepsi terkait dengan penggunaan narkoba dan alkohol adalah hal
yang ditakutkan; konsistensi mengurangi kebutuhan untuk menginterpretasikan
rangsangan
|
Pasien akan mengenali dan
menceritakan tentang halusinasi atau delusi.
|
Observasi
respon dari stimulus internal, dorong pasien untuk menggambarkan halusinasi
atau delusi, dan jelaskan hubungan dari pengalaman ini dan putus zat untuk menghindari kecanduan zat.
|
Membantu
pasien untuk mengidentifikasi pengalaman delusi atau halusinasi dan
menghubungkannya dengan putus zat
untuk lebih meyakinkan.
|
Tabel 2.6 Diagnosa dan
Intervensi penyalahgunaan NAPZA (Stuart & Laraia,
2005, p. 508-509)
c.
Pelaksanaan
(implementasi)
1)
Strategi
Pelaksanaan pada pasien menurut Keliat (2006)
SP I
a)
Membina
hubungan saling percaya
b)
Mendiskusikan
dampak NAPZA
c)
Mendiskusikan
cara meningkatkan motivasi
d)
Mendiskusikan
cara mengontrol keinginan
e)
Latihan
cara meningkatkan motivasi
f)
Latihan
cara mengontrol keinginan
g)
Membuat
jadwal aktivitas
SP
II
a) Mendiskusikan cara menyelesaikan masalah
b) Mendiskusikan cara hidup sehat
c) Latihan cara menyelesaikan masalah
d) Latihan cara hidup sehat
e) Mendiskusikan tentang obat
2)
Strategi
Pelaksanaan pada keluarga menurut Keliat (2006)
SP I
a)
Mendiskusikan
masalah yang dialami
b)
Mendiskusikan
tentang NAPZA
c)
Mendiskusikan
tahapan penyembuhan
d)
Mendiskusikan
cara merawat
e)
Mendiskusikan
kondisi yang perlu dirujuk
f)
Latihan
cara merawat
SP
II
a) Mendiskusikan cara meningkatkan motivasi
b) Mendiskusikan pengawasan dalam minum obat
d.
Evaluasi
Keefektifan terapi penyalahgunaan zat
banyak didasarkan pada abstinensi klien dari zat. Selain itu, terapi yang
berhasil harus menghasilkan performa peran yang lebih stabil, perbaikan
hubungan interpersonal, dan peningkatan kepuasan dengan kualitas kehidupan
(Videbeck, 2008, p.548).
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A., Panjaitan. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa,
penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta
Keliat, B. A., (2009). Model Praktik Keperawatan
Profesional Jiwa, penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta
Stuart
& Laraia. (2005). Principles and
practice of psychiatric nursing, 8th Edition. St. Louis: Mosby.
Videbeck,
S. L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa.
(Renata K. & Alfrina H., penerjemah). Jakarta: EGC.
Yosep,
Iyus.(2010). Keperawatan Jiwa.
Bandung. Refika Aditama
Nevid,
J.S., Rathus, S.A., & Greene. B., (2005). Psikologi Abnormal.Penerbit buku Erlangga, jakarta
Martono,
Lidya. H. (2008), Peran Orang Tua dalam
Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta : Balai Pustaka
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat