KONSEP EMOTIONAL ABUSE
pengertian
kekerasan anak adalah perlakuan orang
dewasa atau anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan atau otoritasnya terhadap anak yang tidak
berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab dan pengasuhnya, yang berakibat
penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian (Sutanto, 2006)
Emotional abuse adalah
perlakuan oleh orang tua seperti menolak anak, mengabaikan anak, atau
mengisolasi anak. Hal tersebut akan membuat anak merasa dirinya tidak dicintai,
merasa buruk, atau tidak bernilai. Hal ini akan menyebabkan kerusakan mental
fisik, sosial, mental, dan emotional anak. Indikator fisik kelainan bicara,
gangguan pertumbuhan fisik, dan perkembangan. Indikator perilaku kelainan
kebiasaan (menghisap, mengigit, atau memukul-mukul).
Penyiksaan emosi adalah semua tindakan
merendahkan ayau meremehkan anak, selanjutnya konsep diri anak terganggu, anak
merasa tidak berharga untuk dicintai dan dikasihi.
Kekerasan emosional adalah sikap,
perilaku atau tindakan lain yang dilakukan oleh orangtu, pengasuh atau orang
lain yang menyebabkan gangguan emosi dan mental anak.kekerasan emosional dapat
dilihat dengan menggunakan kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui
sebagai anak. Kekerasan emosional sering juga disebut kekerasan verbal atau
kekerasan mental. Kekerasan emotional bergerak dari rentang yang sederhana
sampai pada rentang yang ekstrim.
Emotional abuse
meliputi acuh atau sibuk bekerja keras dengan kehadiran anak, membiarkan
seorang anak untuk menggunakan alkohol atau obat terlarang, tidak memenuhi
kebutuhan psikologis, meremehkan anak dan menolak ksih sayang, berikut perilaku
orang tua sebagai bentuk penganiayaan emosi pada anak:
a. melalaikan
b. secara
lisan menyerang anak misalnya, meremehkan, saling mengatai, dan ancaman
c. pengasingan,
yaitu mencegah anak untuk mempunyai kontak sosial normal dengan orang dewasa
dan anak-anak lainnya.
d. Teror,
yaitu mengancam anak dengan hukuman keras atau menciptakan suatau iklim teror
dengan merangsang masa kanak-kanak dengan rasa takut
e. Merusak
atau memanfaatkan, yaitu memberi harapan pada anak untuk mulai bekerja dengan
perilaku yang bersifat merusak, tidak suka bergaul atau perilaku menyimpang
Jenis-jenis penyiksaan emosi adalah:
1) Penolakan
2) tidak
diperhatikan
3) ancaman
4) isolasi
penilitian menunjukkan bahwa dalam
urusan menumbuhkan empati pada anak, tidak semua orangtua bisa begitu saja
melakukannya. Studi yang dilakukan Jonh Gottman dari Universitas Washington
menemukan bahwa orangtua yang bisa menumbuhkan empati dalam diri anaknya adalah mereka yang secara aktif terlibat
dalam kehidupan dan kondisi emotional anaknya. Itulah sebab kurangnya waktu
untuk bersama antara orangtua dan anak selama beberapa dekade belakangan ini
berpangaruh buruk. Penelitian suatu universitas menemukan bahwa ibu-ibu masa
kini yang bekerja di luar rumah melewatkan waktu rata-rata sebelas menit
perhari untuk berinteraksi yang berkualitas dengan anak-anaknya selama
berhari-hari kerja.
2. Etiologi
a. Faktor
predisposisi
1) Psikologis,
kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk, masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan seperti di tolak,
dianiaya dan dihina.
2) Perilaku,
reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan di rumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu
mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Sosial
budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam, dan konrol social yang tidak
pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima.
b. Faktor
prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari
individu, lingkungan, dan interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti
kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri
yang kurang dan menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan
situasai lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai, kehilangan pekerjaan dan sebgainya. Intarksi sosial yang propokatif
juga dapat memicu kekrasan.
Banyak
faktor-faktor yang menyebabkan kekrasan emosional pada anak dalam rumah tangga. Keluarga dalam hal ini
merupakan unit terpenting dalam menghindari dan menunjang kekerasan tersebut. Anak yang dilahirkan selayaknya mendapatkan
perlakuan yang baik untuk tumbuh kembang dan masa depannya. Anak tidak diminta
dilahirkan kedunia, tetapi ketika ia terlahir selayaknya orang tua merawat anak
dengan sebaik-baiknya dan keluargalah yang diharapkan oleh anak sebagai barier
terhadap kekrasan yang mungkin dapat di alamonya. Tetapi pada kenyataannya
justru kekerasan pada anak terjadi dalam keluarga.
3. Pohon
masalah
Faktor-faktor yang bersumber dari klien,
lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi mklien seperti kelemahan
fisik, keputusasaan, keridakberdayaan, percaya diri yang kuarang. Demikian pula
situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
dan kehilangan orang yang dicintai.
4. Tanda
dan gejala emotional ebuse pada anak:
a. Fisik:
1) Mata
melotot atau pandangan tajam
2) Tangan
mengepal
3) Rahang
mengatup
4) Wajah
memerah
5) Postur
tubuh kaku
b. Verbal:
1) Mengancam
2) Mengupat
dengan kata-kata kotor
3) Suara
keras
4) Bicara
kasar, ketus
c. Perilaku:
1) Menyerang
orang
2) Melukai
diri sendiri/orang lain
3) Merusak
lingkungan
4) Amuk/agresif
d. Emosi:
1) Tidak
aman dan nyaman
2) Merasa
terganggu
3) Dendam
4) Jengkel
5) Tidak
berdaya
6) Bermusuhan
7) Mengamuk
8) Ingin
berkelahi
9) Menyalahkan
10) Menuntut
e. Intelektual:
1) Cerewet
2) Kasar
3) Berdebat
4) Meremehkan
5) Tidak
jarang mengeluarkan kata-kata sarkasme
f. Spritual:
1) Merasa
diri berkuasa
2) Merasa
diri benar
3) Keragu-raguan
4) Kreativitas
terhambat
g. Social:
1) Menarik
diri
2) Kekerasan
3) Pengasingan
4) Ejekan
5) Sindiran
h. Perhatian:
1) Bolos
2) Melarikan
diri
3) Melakukan
penyimpangan seksual
5. Rentang
Respon (adaptif dan maladaptif)
a. Asertif,
individu dapat mengungkapkan rasa marah tanpa menyalahkan orang laiun dan
memberikan ketenangan.
b. Frustasi,
individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan
alternatife
c. Pasif,
individu dapat mengungkapkan persaannya
d. Agresif,
perilaku marah, terdapat dorongan menuntut tetapi masih terkontrol
e. Kekerasan,
perasaan marah dan bermusuhan serta hilangnya kontrol
6. Dampak
kekerasan emotional
Dampak yang muncul akibat perlakuan yang
salah pada anak dalam kategori kekerasan emosional adalah munculnya perlakuan
uang ekstrim, dimulain dengan anak bersifat pasif terhadap lingkungan sampai
munculnya sikap agresif dilingkunagan sekitar. Kemudian berlanjut dengan
kebiasaan yang destruktif, anak mengalami gangguan-gangguan neurotik seperti
cemas, fobia, dan stress pasca trauma.
Anak yang sering dimarahi orang tuanya,
apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk seperti
penyimpangan pola makan, anoreksia, kecanduan alkohol, obat-obatan, bunuh diri.
Kekerasan emotional
sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata
seperti penyiksaan fisik. Jenis penyiksaan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi
yang termanifestasikan dalam beberapa
bentuk seperti, kurang percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku
merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan
cenderung bunuh diri.
Dampak lain yang
terjadi secara umum adalah:
a. Anak
berbohong, ketakutan, kurang dapata mengenal cinta atau kasih sayang, sulit
percaya dengan orang lain
b. Harga
diri anak rendah dan menunjukkan perilaku yang destruktif
c. Mengalami
gangguan dalam perkembangan psikologis interaksi sosial
d. Kecemasan
berat atau panik, depresi anak mengalami sakit fisik dan bermasalah di sekolah
e. Gangguan
personality
f. Takut
kontak dengan orang dewasa, anak yang mengalami kekerasan emosional cenderung
tidak berani kontak dengan orang dewasa, karena selalu menaruh curiga terutama bagi
orang yang baru dikenal
g. Menarik
driri akibat anak mengalami banyak tekanan-tekanan baik dari dalam diri sendiri
maupun dari lingkungan luar
7. Mekanisme
Koping
a. Strategi
pencegahan : kesadaran diri, pendidikan kesehatan, latihan asertif
b. Trategi
antisipasi : komunikasi, perubahan lingkungan.
8. Sikap
yang harus dibina oleh orang tua terhadap anaknya
a. Bersikap
lebih peka terhadap kondisi mental fisik dan mental anak
b. Hubungan
oramg tua dan anak sehat, terbuka, dan penuh kasih sayang
c. Menjadi
orang tua yang penyayang dan melindungi anak-anak serta menjamin
kesejahteraannya
d. Menanamkan
keterbukaan pada anak untuk berbagi cerita tentang kegiatannyasehari-hari
e. Berkosultasi
dengan guru tentang pertumbuhan anak
f. Bersatu
dengan para orang tausisekitar maupun lingkungan sekolah, tetangga untuk
bersiaga dalam mencegah terjadinya penelantaran anak.
9. Asuhan
Keperawatan Emotional Abuse pada Anak
a. Pengkajian
A.
Asuhan
Keperawatan
1. Pengkajian
a. Lakukan
pengkajian fisik dengan perhatian khusus pada manifestasi potensial kekerasan
emosional atau pengabaian.
b. Wawancarai
anak bila tepat termasuk pertanyaan verbal dan informasi dari menggambar atau
aktivitas bermain lainnya.
c. Dapatkan
riwayat kejadian, waspadai adanya ketidaksesuaian dalam deskripsi oleh pemberi
asuhan dan observasi
d. Perhatikan
urutan kejadian, termasuk waktu, terutama selang waktu antara kejadian cedera
dan mulainya pengobatan
e. Wawancarai
orang tua, saksi mata, atau orang terdekat lainnya, termasuk kutipan verbal
mereka
f. Observasi
interaksi orangtua-anak (interaksi verbal, kontak mata, sentuhan, bukti
kekhawatiran orang tua)
g. Observasi
atau dapatkan informasi mengenai nama, usia, dan kondisi anak-anak lain dalam
rumah yang sama bila mungkin.
h. Lakukan
tes perkembangan
i.
Bantu dengan prosedur
diagnostik dan tes, mis radiologi, pengumpulan spesimen untuk pemeriksaan.
2. Diagnosa
dan intervensi
a. Diagnosa
1: Takut atau cemas berhubungan dengan interaksi interpersonal yang negatif,
perilaku yang menyimpang berulang dari orang lain, ketidakberdayaan,
kemungkinan kehilangan orang tua.
tujuan: cemas dan stres
yang dialami pasien menurun atau menghilang.
Intervensi
keperawatan/rasional
No
|
Intervensi
keperawatan
|
Rasional
|
1.
|
Demonstrasi
penerimaan pada anak dengan tidak mengharapkan agar anak menunjukkan hal yang
sama pada kita
|
|
2.
|
Tugaskan
pemberi asuhan dan lingkungan terapeutik yang konsisten selama hospitalisasi
|
Untuk menghilangkan
stres pada anak dan menjadi model peran untuk keluarga
|
3.
|
Tunjukkan
perhatian sambil tidak menguatkan perilaku yang tidak tepat
|
Karena
semua anak mempunyai kebutuhan akan hal ini
|
4.
|
Rencanakan
aktivitas yang tepat untuk menarik perhatian anak bersama perawat orang
dewasa lain, dan anak-anak yang lain, gunakan terapi bermain
|
|
5.
|
Puji
kemampuan anak
|
Untuk
meningkatkan harga diri
|
6.
|
Perlakukan
anak sebagai seseorang yang mempunyai masalah khusus selama hospitalisasi,
bukan sebagai korban penganiayaan
|
|
7.
|
Jangan
mengajukan terlalu banyak pertanyaan
|
Karena
hal ini dapat menjengkelkan anak dan tercampur aduk dengan interogasi profesional
lain
|
8.
|
Gunakan
bermain, terutama aktivitas keluarga atau permainan rumah-rumahan
|
Untuk
menyelidiki tipe hubungan yang dirasakan oleh anak
|
9.
|
Berikan
individu yang konsisten pada siapa anak berhubungan mengenai kejadiaan
penganiayaan
|
Sehingga
anak tidak terlalu berlebihan
|
10.
|
Bantu
anak berduka karena kehilangan orangtua bila hak mereka diakhiri
|
Karena mungkin anak
sangat dekat dengan orangtua meskipun orangtuanya menganiayaan diri anak tersebut
|
11.
|
Bila
mungkin, dorong pengenalan orangtua angkat sebelum penempatan
|
Untuk memberi waktu
pada anak untuk menyesuaikan diri
|
12.
|
Dorong
anak untuk membicarakan perasaannya terhadap orangtua dan penempatannya di
masa yang akan datang
|
Untuk
memfasilitasi koping
|
Hasil yang diharapkan
1) Anak
terlibat hubungan yang positif dengan pemberi asuhan
2) Anak
menunjukkan minimalnya atau
tidak adanya bukti-bukti distres
3) Anak
berduka karena kehilangan orang tua.
(Wong, 2004, hal. 692).
b. Diagnosa
2: perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan anak, pemberi asuhan, atau
karakteristik situasional yang mencetuskan perilaku kekerasan.
1) Sasaran
pasien (keluarga) 1: pasien (keluarga) menunjukkan bukti interaksi yang positif
dengan anak.
a) Intervensi
keperawatan/rasional
No
|
Intervensi
keperawatan
|
Rasional
|
1.
|
Tingkatkan
kedekatan orangtua pada anakIdentifikasi keluarga yang berisiko terhadap
penganiayaan
|
Karena anak mempunyai
kebutuhan ini
|
2.
|
Identifikasi
keluarga yang beresiko terhadap kekerasan
|
Intervensi yang tepat
dapat dilakukan
|
3.
|
Tekankan
praktik mengasuh anak, khususnya metode disiplin yang efektif
|
Karena
mungkin orangtua mengalami kekurangan pengetahuan tentang metode disiplin
yang tidak kejam
|
4.
|
Tingkatkan
perasaan keadekuatan rangtua dan harga diri orang tua
|
|
5.
|
Ajari
anak untuk mengenali situasi yang menempatkan mereka pada resiko penganiayaan
seksual dan ajarkan respon asertif.
|
Untuk
mengurangi penganiayaan
|
6.
|
Dorong
sistem pendukung
|
Yang mengurangi stres
dan tanggung jawab total perawatan anak pada satu atau kedua orangtua
|
b) Hasil
yang diharapkan: keluarga menunjukkan bukti-bukti interaksi yang positif dengan
anak.
2) Sasaran
pasien (keluarga) 2: pasien (keluarga) mendapatkan dukungan yang adekuat
a) Intervensi
keperawatan/rasional
No
|
Intervensi
Keperawatan
|
rasional
|
1
|
Berikan
motivasi kepada orang tua agar bisa bersikap keibuan untuk mengambil
alih tanggung jawab, perawatan anak
sampai orangtua merasa siap untuk berpartisipasi, dan berfokus pada kebutuhan
orangtua
|
Sehingga orangtua
kahirnya dapat memenuhi kebutuhan anak
|
2.
|
Tunjukkan
sikap perhatian murni, bukan menuduh dan menghukum
|
Karena
ini hanya akan mengasingkan keluarga
|
3.
|
Rujuk
orangtua ke kelompok pendukung khusus dan/atau konseling
|
Untuk
dukungan jangka panjang
|
4.
|
Rujuk
ke lembaga-lembaga sosial yang dapat memberikan bantuan dalam area-area
seperti dukungan finansial, rumah yang adekuat, dan pekerjaan
|
|
5.
|
Bantu
keluarga mengidentifikasi kelompok pendukung untuk orangtua, seperti keluarga
besar atau tetangga; bantu orang-orang dekat lainnya untuk memahami
pentingnya peran mereka dalam mencegah penganiayaan lebih lanjut.
|
|
b) Hasil
yang diharapkan:
(1) Orangtua
menunjukkan aktivitas yang tepat untuk menjadi orangtua. Orangtua mencari
kelompok dan individu pendukung.
(2) Orangtua
mendapatkan bantuan dalam menghadapi masalah.
3) Sasaran
pasien (keluarga) 3: pasien (keluarga) menunjukkan pengetahuan tentang
pertumbuhan dan perkembangan normal.
a) Intervensi
keperawatan/rasional
No
|
Intervensi
keperawatan
|
Rasional
|
1.
|
Ajarkan
pengharapan yang realistik tentang perilaku dan kemampuan anak.
|
|
2.
|
Tekankan
metode alternatif dari disiplin seperti penghargaan, waktu istirahat,
konsekuensi, dan ungkapan verbal atas ketidaksetujuan.
|
Sehingga
orangtua mempelajari metode disiplin yang tidak menyakiti anak.
|
3.
|
Ajarkan melalui demonstrasi
dan model peran, bukan menguliahi, hindari pendekatan yang otoriter.
|
Karena keluarga
mungkin sensitif terhadap kritik atau dominasi serta harga diri
|
4.
|
Anjurkan metode
penanganan masalah atau sasaran perkembangan seperti negativisme pada todler,
toilet training, dan kemandirian.
|
Karena situasi ini
dapat mencetuskan penganiayaan serta harga diri.
|
(Wong,
2004, hal. 692-693)
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat