google adsense

Thursday, August 3, 2017

KONSEP EMOTIONAL ABUSE

KONSEP EMOTIONAL ABUSE
pengertian
         kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa atau anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan  atau otoritasnya terhadap anak yang tidak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab dan pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian (Sutanto, 2006)
Emotional abuse adalah perlakuan oleh orang tua seperti menolak anak, mengabaikan anak, atau mengisolasi anak. Hal tersebut akan membuat anak merasa dirinya tidak dicintai, merasa buruk, atau tidak bernilai. Hal ini akan menyebabkan kerusakan mental fisik, sosial, mental, dan emotional anak. Indikator fisik kelainan bicara, gangguan pertumbuhan fisik, dan perkembangan. Indikator perilaku kelainan kebiasaan (menghisap, mengigit, atau memukul-mukul).
       Penyiksaan emosi adalah semua tindakan merendahkan ayau meremehkan anak, selanjutnya konsep diri anak terganggu, anak merasa tidak berharga untuk dicintai dan dikasihi.
        Kekerasan emosional adalah sikap, perilaku atau tindakan lain yang dilakukan oleh orangtu, pengasuh atau orang lain yang menyebabkan gangguan emosi dan mental anak.kekerasan emosional dapat dilihat dengan menggunakan kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui sebagai anak. Kekerasan emosional sering juga disebut kekerasan verbal atau kekerasan mental. Kekerasan emotional bergerak dari rentang yang sederhana sampai pada rentang yang ekstrim.
Emotional abuse meliputi acuh atau sibuk bekerja keras dengan kehadiran anak, membiarkan seorang anak untuk menggunakan alkohol atau obat terlarang, tidak memenuhi kebutuhan psikologis, meremehkan anak dan menolak ksih sayang, berikut perilaku orang tua sebagai bentuk penganiayaan emosi pada anak:
a.       melalaikan
b.      secara lisan menyerang anak misalnya, meremehkan, saling mengatai, dan ancaman
c.       pengasingan, yaitu mencegah anak untuk mempunyai kontak sosial normal dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya.
d.      Teror, yaitu mengancam anak dengan hukuman keras atau menciptakan suatau iklim teror dengan merangsang masa kanak-kanak dengan rasa takut
e.       Merusak atau memanfaatkan, yaitu memberi harapan pada anak untuk mulai bekerja dengan perilaku yang bersifat merusak, tidak suka bergaul atau perilaku menyimpang
Jenis-jenis penyiksaan emosi adalah:
1)      Penolakan
2)      tidak diperhatikan
3)      ancaman
4)      isolasi

       penilitian menunjukkan bahwa dalam urusan menumbuhkan empati pada anak, tidak semua orangtua bisa begitu saja melakukannya. Studi yang dilakukan Jonh Gottman dari Universitas Washington menemukan bahwa orangtua yang bisa menumbuhkan empati dalam diri anaknya  adalah mereka yang secara aktif terlibat dalam kehidupan dan kondisi emotional anaknya. Itulah sebab kurangnya waktu untuk bersama antara orangtua dan anak selama beberapa dekade belakangan ini berpangaruh buruk. Penelitian suatu universitas menemukan bahwa ibu-ibu masa kini yang bekerja di luar rumah melewatkan waktu rata-rata sebelas menit perhari untuk berinteraksi yang berkualitas dengan anak-anaknya selama berhari-hari  kerja.

2.      Etiologi
a.       Faktor predisposisi
1)      Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk, masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan seperti di tolak, dianiaya dan dihina.
2)      Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3)      Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam, dan konrol social yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
b.      Faktor prespitasi
      Faktor prespitasi dapat bersumber dari individu, lingkungan, dan interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dan menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasai lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,  kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan dan sebgainya. Intarksi sosial yang propokatif juga dapat memicu kekrasan.
       Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kekrasan emosional pada anak  dalam rumah tangga. Keluarga dalam hal ini merupakan unit terpenting dalam menghindari dan menunjang kekerasan tersebut.  Anak yang dilahirkan selayaknya mendapatkan perlakuan yang baik untuk tumbuh kembang dan masa depannya. Anak tidak diminta dilahirkan kedunia, tetapi ketika ia terlahir selayaknya orang tua merawat anak dengan sebaik-baiknya dan keluargalah yang diharapkan oleh anak sebagai barier terhadap kekrasan yang mungkin dapat di alamonya. Tetapi pada kenyataannya justru kekerasan pada anak terjadi dalam keluarga.
3.      Pohon masalah
      Faktor-faktor yang bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi mklien seperti kelemahan fisik, keputusasaan, keridakberdayaan, percaya diri yang kuarang. Demikian pula situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, dan kehilangan orang yang dicintai.

4.      Tanda dan gejala emotional ebuse pada anak:
a.       Fisik:
1)      Mata melotot atau pandangan tajam
2)      Tangan mengepal
3)      Rahang mengatup
4)      Wajah memerah
5)      Postur tubuh kaku
b.      Verbal:
1)      Mengancam
2)      Mengupat dengan kata-kata kotor
3)      Suara keras
4)      Bicara kasar, ketus
c.       Perilaku:
1)      Menyerang orang
2)      Melukai diri sendiri/orang lain
3)      Merusak lingkungan
4)      Amuk/agresif
d.      Emosi:
1)      Tidak aman dan nyaman
2)      Merasa terganggu
3)      Dendam
4)      Jengkel
5)      Tidak berdaya
6)      Bermusuhan
7)      Mengamuk
8)      Ingin berkelahi
9)      Menyalahkan
10)  Menuntut
e.       Intelektual:
1)      Cerewet
2)      Kasar
3)      Berdebat
4)      Meremehkan
5)      Tidak jarang mengeluarkan kata-kata sarkasme
f.       Spritual:
1)      Merasa diri berkuasa
2)      Merasa diri benar
3)      Keragu-raguan
4)      Kreativitas terhambat
g.      Social:
1)      Menarik diri
2)      Kekerasan
3)      Pengasingan
4)      Ejekan
5)      Sindiran
h.      Perhatian:
1)      Bolos
2)      Melarikan diri
3)      Melakukan penyimpangan seksual
5.      Rentang Respon (adaptif dan maladaptif)
a.       Asertif, individu dapat mengungkapkan rasa marah tanpa menyalahkan orang laiun dan memberikan ketenangan.
b.      Frustasi, individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternatife
c.       Pasif, individu dapat mengungkapkan persaannya
d.      Agresif, perilaku marah, terdapat dorongan menuntut tetapi masih terkontrol
e.       Kekerasan, perasaan marah dan bermusuhan serta hilangnya kontrol

6.      Dampak kekerasan emotional
       Dampak yang muncul akibat perlakuan yang salah pada anak dalam kategori kekerasan emosional adalah munculnya perlakuan uang ekstrim, dimulain dengan anak bersifat pasif terhadap lingkungan sampai munculnya sikap agresif dilingkunagan sekitar. Kemudian berlanjut dengan kebiasaan yang destruktif, anak mengalami gangguan-gangguan neurotik seperti cemas, fobia, dan stress pasca trauma.
      Anak yang sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan, cenderung meniru perilaku buruk seperti penyimpangan pola makan, anoreksia, kecanduan alkohol, obat-obatan, bunuh diri.
Kekerasan emotional sukar diidentifikasi atau didiagnosa karena tidak meninggalkan bekas yang nyata seperti penyiksaan fisik. Jenis penyiksaan ini meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan  dalam beberapa bentuk seperti, kurang percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, dan cenderung bunuh diri.
Dampak lain yang terjadi secara umum adalah:
a.       Anak berbohong, ketakutan, kurang dapata mengenal cinta atau kasih sayang, sulit percaya dengan orang lain
b.      Harga diri anak rendah dan menunjukkan perilaku yang destruktif
c.       Mengalami gangguan dalam perkembangan psikologis interaksi sosial
d.      Kecemasan berat atau panik, depresi anak mengalami sakit fisik dan bermasalah di sekolah
e.       Gangguan personality
f.       Takut kontak dengan orang dewasa, anak yang mengalami kekerasan emosional cenderung tidak berani kontak dengan orang dewasa, karena selalu menaruh curiga terutama bagi orang yang baru dikenal
g.      Menarik driri akibat anak mengalami banyak tekanan-tekanan baik dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungan luar

7.      Mekanisme Koping
a.       Strategi pencegahan : kesadaran diri, pendidikan kesehatan, latihan asertif
b.      Trategi antisipasi : komunikasi, perubahan lingkungan.

8.      Sikap yang harus dibina oleh orang tua terhadap anaknya
a.       Bersikap lebih peka terhadap kondisi mental fisik dan mental anak
b.      Hubungan oramg tua dan anak sehat, terbuka, dan penuh kasih sayang
c.       Menjadi orang tua yang penyayang dan melindungi anak-anak serta menjamin kesejahteraannya
d.      Menanamkan keterbukaan pada anak untuk berbagi cerita tentang kegiatannyasehari-hari
e.       Berkosultasi dengan guru tentang pertumbuhan anak
f.       Bersatu dengan para orang tausisekitar maupun lingkungan sekolah, tetangga untuk bersiaga dalam mencegah terjadinya penelantaran anak.

9.      Asuhan Keperawatan Emotional Abuse pada Anak
a.       Pengkajian
A.    Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Lakukan pengkajian fisik dengan perhatian khusus pada manifestasi potensial kekerasan emosional atau pengabaian.
b.      Wawancarai anak bila tepat termasuk pertanyaan verbal dan informasi dari menggambar atau aktivitas bermain lainnya.
c.       Dapatkan riwayat kejadian, waspadai adanya ketidaksesuaian dalam deskripsi oleh pemberi asuhan dan observasi
d.      Perhatikan urutan kejadian, termasuk waktu, terutama selang waktu antara kejadian cedera dan mulainya pengobatan
e.       Wawancarai orang tua, saksi mata, atau orang terdekat lainnya, termasuk kutipan verbal mereka
f.       Observasi interaksi orangtua-anak (interaksi verbal, kontak mata, sentuhan, bukti kekhawatiran orang tua)
g.      Observasi atau dapatkan informasi mengenai nama, usia, dan kondisi anak-anak lain dalam rumah yang sama bila mungkin.
h.      Lakukan tes perkembangan
i.        Bantu dengan prosedur diagnostik dan tes, mis radiologi, pengumpulan spesimen untuk pemeriksaan.
2.      Diagnosa dan intervensi
a.       Diagnosa 1: Takut atau cemas berhubungan dengan interaksi interpersonal yang negatif, perilaku yang menyimpang berulang dari orang lain, ketidakberdayaan, kemungkinan kehilangan orang tua.
tujuan: cemas dan stres yang dialami pasien menurun atau menghilang.
Intervensi keperawatan/rasional
No
Intervensi keperawatan
Rasional
1.
Demonstrasi penerimaan pada anak dengan tidak mengharapkan agar anak menunjukkan hal yang sama pada kita

2.
Tugaskan pemberi asuhan dan lingkungan terapeutik yang konsisten selama hospitalisasi
Untuk menghilangkan stres pada anak dan menjadi model peran untuk keluarga
3.
Tunjukkan perhatian sambil tidak menguatkan perilaku yang tidak tepat
Karena semua anak mempunyai kebutuhan akan hal ini
4.
Rencanakan aktivitas yang tepat untuk menarik perhatian anak bersama perawat orang dewasa lain, dan anak-anak yang lain, gunakan terapi bermain

5.
Puji kemampuan anak
Untuk meningkatkan harga diri
6.
Perlakukan anak sebagai seseorang yang mempunyai masalah khusus selama hospitalisasi, bukan sebagai korban penganiayaan

7.
Jangan mengajukan terlalu banyak pertanyaan
Karena hal ini dapat menjengkelkan anak dan tercampur aduk dengan interogasi profesional lain
8.
Gunakan bermain, terutama aktivitas keluarga atau permainan rumah-rumahan
Untuk menyelidiki tipe hubungan yang dirasakan oleh anak
9.
Berikan individu yang konsisten pada siapa anak berhubungan mengenai kejadiaan penganiayaan
Sehingga anak tidak terlalu berlebihan
10.
Bantu anak berduka karena kehilangan orangtua bila hak mereka diakhiri
Karena mungkin anak sangat dekat dengan orangtua meskipun orangtuanya menganiayaan diri anak tersebut
11.
Bila mungkin, dorong pengenalan orangtua angkat sebelum penempatan
Untuk memberi waktu pada anak untuk menyesuaikan diri
12.
Dorong anak untuk membicarakan perasaannya terhadap orangtua dan penempatannya di masa yang akan datang
Untuk memfasilitasi koping

Hasil yang diharapkan
1)   Anak terlibat hubungan yang positif dengan pemberi asuhan
2)   Anak menunjukkan minimalnya atau tidak adanya bukti-bukti distres
3)   Anak berduka karena kehilangan orang tua.
(Wong, 2004, hal. 692).
b.      Diagnosa 2: perubahan menjadi orang tua berhubungan dengan anak, pemberi asuhan, atau karakteristik situasional yang mencetuskan perilaku kekerasan.
1)      Sasaran pasien (keluarga) 1: pasien (keluarga) menunjukkan bukti interaksi yang positif dengan anak.
a)      Intervensi keperawatan/rasional
No
Intervensi keperawatan
Rasional
1.
Tingkatkan kedekatan orangtua pada anakIdentifikasi keluarga yang berisiko terhadap penganiayaan
Karena anak mempunyai kebutuhan ini
2.
Identifikasi keluarga yang beresiko terhadap kekerasan
Intervensi yang tepat dapat dilakukan
3.
Tekankan praktik mengasuh anak, khususnya metode disiplin yang efektif
Karena mungkin orangtua mengalami kekurangan pengetahuan tentang metode disiplin yang tidak kejam
4.
Tingkatkan perasaan keadekuatan rangtua dan harga diri orang tua

5.
Ajari anak untuk mengenali situasi yang menempatkan mereka pada resiko penganiayaan seksual dan ajarkan respon asertif.
Untuk mengurangi penganiayaan
6.
Dorong sistem pendukung
Yang mengurangi stres dan tanggung jawab total perawatan anak pada satu atau kedua orangtua

b)      Hasil yang diharapkan: keluarga menunjukkan bukti-bukti interaksi yang positif dengan anak.
2)      Sasaran pasien (keluarga) 2: pasien (keluarga) mendapatkan dukungan yang adekuat
a)      Intervensi keperawatan/rasional
No
Intervensi Keperawatan
rasional
1
Berikan motivasi kepada orang tua agar bisa bersikap keibuan untuk mengambil alih  tanggung jawab, perawatan anak sampai orangtua merasa siap untuk berpartisipasi, dan berfokus pada kebutuhan orangtua
Sehingga orangtua kahirnya dapat memenuhi kebutuhan anak
2.
Tunjukkan sikap perhatian murni, bukan menuduh dan menghukum
Karena ini hanya akan mengasingkan keluarga
3.
Rujuk orangtua ke kelompok pendukung khusus dan/atau konseling
Untuk dukungan jangka panjang
4.
Rujuk ke lembaga-lembaga sosial yang dapat memberikan bantuan dalam area-area seperti dukungan finansial, rumah yang adekuat, dan pekerjaan

5.
Bantu keluarga mengidentifikasi kelompok pendukung untuk orangtua, seperti keluarga besar atau tetangga; bantu orang-orang dekat lainnya untuk memahami pentingnya peran mereka dalam mencegah penganiayaan lebih lanjut.


b)      Hasil yang diharapkan:
(1)   Orangtua menunjukkan aktivitas yang tepat untuk menjadi orangtua. Orangtua mencari kelompok dan individu pendukung.
(2)   Orangtua mendapatkan bantuan dalam menghadapi masalah.
3)      Sasaran pasien (keluarga) 3: pasien (keluarga) menunjukkan pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan normal.

a)      Intervensi keperawatan/rasional
No
Intervensi keperawatan
Rasional
1.
Ajarkan pengharapan yang realistik tentang perilaku dan kemampuan anak.

2.
Tekankan metode alternatif dari disiplin seperti penghargaan, waktu istirahat, konsekuensi, dan ungkapan verbal atas ketidaksetujuan.
Sehingga orangtua mempelajari metode disiplin yang tidak menyakiti anak.
3.
Ajarkan melalui demonstrasi dan model peran, bukan menguliahi, hindari pendekatan yang otoriter.
Karena keluarga mungkin sensitif terhadap kritik atau dominasi serta harga diri
4.
Anjurkan metode penanganan masalah atau sasaran perkembangan seperti negativisme pada todler, toilet training, dan kemandirian.
Karena situasi ini dapat mencetuskan penganiayaan serta harga diri.

    (Wong, 2004, hal. 692-693)

No comments:

Post a Comment

Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat