A.
Asuhan
Pada Keperawatan Meningitis
1.
Pengertian
Meningitis
adalah infeksi pada meninges yang biasanya disebabkan oleh invasi bakteri dan
hanya sedikit oleh virus. Prognosisnya tergantung pada usia anak, organisme,
dan respon anak terhadap terapi. Meningitis bakteri menyebabkan kematian jika
tidak ditangani segera. Kebanyakan kasus terjadi antara usia 1 bulan dan 5
tahun. Bayi dibawah usia 12 bulan paling rentan terhadap meningitis
bakteri.(Muscari, Mary E. 2005).
Meningitis
adalah radang membran pelindung yang menutupi otak
dan sumsum tulang belakang, yang dikenal secara kolektif sebagai meninges.
Peradangan dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau mikroorganisme
lain, dan kurang umum oleh obat-obatan tertentu. Meningitis dapat mengancam jiwa
karena kedekatannya peradangan untuk otak dan sumsum tulang belakang, sehingga
kondisi ini diklasifikasikan sebagai suatu keadaan darurat medis.
2.
Etiologi
Menurut Muscari, Mary
E. 2005 dia menyebutkan etiologi dari meningitis ada beberapa hal diantaranya :
a) E.coli,
streptococcus grup B dan liseria monotogenes merupakan organisme paling sering
menyebabkan meningitis pada neonatus
b) Haemophilus
influenza , neiseria meningitis dan diplococcus pneumoniae merupakan organisme
yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi dan anak-anak, namun vaksin
HIB mampu menurunkan insidensi meningitis H. Influenza. Organisme penyebab
lainnya adalah sterptococcus β-hemolitikus dan staphylococcus aureus.
c) Meningitis
virus disebabkan oleh coxsackie, virus echo atau gondong. Merupakan penyakit yg
dpt sembuh sendiri dan berlangsung antara7 sampai 10 hari.
Sedangkan
menurut corwin, elizabeth 2009 :
a)
Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus). Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada bayi
ataupun anak-anak. Jenis bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi
pneumonia, telinga dan rongga hidung (sinus).
b)
Neisseria meningitidis
(meningococcus). Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus
pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian
atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah.
c)
Haemophilus influenzae
(haemophilus). Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang
juga dapat menyebabkan meningitis. Jenis virus ini sebagai penyebabnya infeksi
pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis. Pemberian vaksin
(Hib vaccine) telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus
meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.
d)
Listeria monocytogenes (listeria).
Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa menyebabkan meningitis.
Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak tempat, dalam debu dan dalam makanan yang
terkontaminasi. Makanan ini biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging
sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal (peliharaan).
e)
Bakteri lainnya yang juga dapat
menyebabkan meningitis adalah Staphylococcus aureus dan Mycobacterium
tuberculosis
3. Patofisiolgi
4. Manifestasi klinis
Menurut brunner & suddath (2000)
1.
Gejala umum
a.
Gejala yang
timbul merupakan akibat dari infeksi dan peningkatan tekanan intracranial
b.
Sakit kepala dan
demam merupakan gejala awal yang sering timbul
c.
Perubahan
tingkat kesadaran berkaitan dengan tipe bakteri yang menyerang
d.
Disorientasi dan
kerusakan memori(ingatan) merupakan hal yang umum terjadi pada awal penyakit
e.
Letargi, tidak
memberikan respons, dan koma dapat berkembang sejalan dengan perkembangan
penyakit.
2.
Tanda-tanda
iritasi meningeal
a.
Rigiditas nukhal(kaku kuduk) merupakan tanda dini
b.
Tanda kernig
posiitif: ketika berbaring dengan paha difleksikan pada abdomen, tungkai tidak
dapat ekstensi sempurna
c.
Tanda burdzinski
positif: saat leher fleksi, maka diikuti juga dengan fleksi lutut dan panggul;
saat dilakukan fleksi salah satu ekstremitas bawah secara pasif, gerakan serupa
juga tampak pada ekstremitas yang berlawanan.
d.
Fotofobia
Menurut suriadi, SKp, MNS
& Rita yulianni, SKp, M. Psi(2006). Manifestasi klinis meningitis adalah:
a.
Neonatus
1)
Menolak untuk
makan
2)
reflex mengisap kurang
3)
muntah atau
diare
4)
tonus otot
kurang
5)
kurang gerak
6)
dan menangis
lemah.
b.
Anak-anak dan
remajan
1)
Demam tinggi
2)
sakit kepala
3)
muntah yang diikuti
dengan perubahan sensori dan kejang
4)
mudah
terstimulasi dan teragitasi
5)
fotofobia
6)
delirium
7)
Halusinasi
8)
perilaku agresif atau maniak
9)
stupor, koma,
kaku kuduk, opistotonus
10) tanda kernig brudzinski positif
11) reflex fisiologis hiperaktif
12) ptechiae atau pruritus (menunjukan adanya infeksi
meningococcal)
c.
Bayi dan anak(usia
3 bulan hingga 2 tahun)
1)
Demam
2)
malas makan
3)
muntah, mudah
terstimulasi
4)
kejang dan menangis dengan merintih
5)
ubun-ubun
menonjol, kaku kuduk
6)
tanda kernig dan
brudzinsky positif
Menurut
ngastiyah (2005) Gambaran klinis meningitis purulenta adalah:
1.
Gejala infeksi akut
a.
Anak menjadi
lesu
b.
mudah terangsang
c.
panas
d.
muntah
e.
anoreksia dan
pada anak yang besar mungkin didapatkan keluhan sakit kepala, pada Infeksi yang disebabkan oleh meningococcus terdapat petekia dan herpes
labialis.
2.
Gejala tekanan
intracranial meninggi
a.
Anak sering
muntahnyeri kepala (pada anak yang besar)
b.
morning cry(pada neonates), yaitu tangis yang
merintih
c.
kesadaran
bayi/anak menurun dari apatis sampai koma.
d.
Kejang yang
terjadi dapat bersifat umum
e.
fokal atau twitching.
f.
Ubun-ubun besar menonjol
dan tegang
g.
terdapat gejala
kelainan serebral lainnyseperti paresis atau paralisis, strabismus (crack pot
sign) dan pernafasan cheyne stokes. Kadang-kadang pada anak besar terdapat
hipertensi dan chocked disc dari papilla nervus optikus.
3.
Gejala rangsangan
meningeal
a.
Terdapat kuduk
kaku, bahkan dapat terjadi regiditas umum
b.
Tanda-tanda
spesifik seperti kernig
c.
Brudzinskiy I
dan II positif
d.
Pada anak besar
sebelum gejala dia atas terjadi serinng terdapat keluhan sakit di leher dan
punggung.
Menurut ngastiyah (2005) Gambaran klinis meningitis
tuberkulosa adalah:
Secara klinis belum terdapat
gejala meningitis nyata walaupun selaput otak sudah terkena. Hal demikian
terdapat pada tuberculosis miliaris, sehingga pada penyebaran miliar sebaiknya
dilakukan pungsi lumbal walaupun gejala meningitis belum tampak.
1.
Gejala biasanya
didahului oleh stadium prodormal
a.
Iritasi selaput
otak
b.
Meningitis
biasanya mulai perlahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu yang ringan
saja, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi.
c.
Sering dijumpai
anak mudah terangsang atau menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu.
d.
Anak besar dapat
mengeluh nyeri kepala.
e.
Anoreksia
f.
Obstipasi dan
muntah juga sering dijumpai
a.
Stadium ini
kemudian disusul dengan stadium transisi
a.
kejang
b.
Seluruh tubuh
menjadi kaku dan timbul opistotonus
c.
Reflek tendon menjadi
lebih tinggi
d.
Ubun-ubun
menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul
gejala strabismus dan nistagmus
e.
Sering tuberkel
terdapat di koroid
f.
Suhu tubuh menjadi
lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor
c. Stadium
terminal kelumpuhan-kelumpuhan
a.
Koma menjadi
lebih dalam
b.
Pupil melebar
dan tidak bereaksi sama sekali
c.
Nadi dan
pernafasan menjadi tidak teratur
d.
Sering terjadi
pernafasan “cheyne-stokes”
e.
Hipereksia
timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali
Tiga stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas
yang jelas antara satu dengan lainnya, namun jika tidak diobati umumnya
berlangsung 3 minggu sebelum anak meninggal.
B. Manifestasi
Klinis Miningitis
1. Meningitis
Bakteri
a. Anak
dan remaja
1) Awitan
mendadak
2) Demam
3) Menggigil
4) Sakit
kepala
5) Vomitus
6) Perubahan
sensorium
7) Kejang
(sering menjadi tanda awal)
8) Iritabilitas
9) Agitasi
10) Kaku
duduk, dapat berlanjut menjadi opistotonos
11) Tanda
kernig dan Brudzinski positif
12) Respon
reflex hiperaktiv tetapi bervariasi
13) Tanda
dan gejala yang khas sesuai dengan masing-masing organism:
a) Ruam
petekie atau purpurik (infeksi meningokokus) khususnya jika disertai dengan
keadaan mirip syok
b) Kelainan
sendi (infeksi meningokokus dan H. influenzae)
c) Telinga
mengeluarkan secret yang kronis (meiningitis pneumokokus)
b. Bayi
dan anak yang masih kecil
1) Demam
2) Pemberian
makan buruk
3) Vomitus
4) Iritabilitas
yang nyata
5) Serangan
kejang yang sering (disertai tangisan yang bernada tinggi)
6) Fontanela
menonjol
7) Kaku
duduk dapat terjadi atau tidak terjadi
8) Tanda
kernig dan Brudzinski tidak membantu dalam menegakkan diagnosis
9) Epiema
subdural (infeksi H. influenzae)
c. Neonatus:
Tanda-tanda spesifik
1) Sangat
sulit menegakkan diagnosis
2) Menifestasi
samar dan tidak spesifik
3) Pada
saatt lahir terlihat sehat, tetapi dlam beberapa hari mulai terlihat dan
menunjukan perilaku yang buruk
4) Menolak
pemberian susu atau makan
5) Kemampuan
mengisap susu buruk
6) Vomitus
atau diare
7) Tonus
otot buruk
8) Penurunan
gerakan
9) Fontanela
yang penuh, tegang, dan menonjol dapat terlihat pada akhir perjalanan penyakit
10) Leher
biasanya lemas (supel)
d. Neonatus:
Tanda nonspesifik yang mungkin terdapat
1) Hipotermia
atau demam
2) Ikterus
3) Iritabilitas
4) Mengantuk
5) Kejang
6) Pernafasan
ireguler/ apnea
7) Sianosis
8) Penurunan
berat badan
2. Meningitis
Nonbakteri
1) Awitan
mendadak atau bertahap
2) Sakit
kepala
3) Demam
4) Malaise
5) Gejala
gastrointestinal
6) Tanda
iritasi miningen yang timbul satu atau dua hari setelah awitan penyakit
7) Nyeri
abdomen
8) Mual
dan muntah
9) Nyeri
punggung dan tungkai
10) Tukak
tenggorokan
11) Nyeri
dada
12) Fotofobia
13) Rasa
nyeri atau pegal yang menyeluruh pada otot
14) Ruam
makulopapular
15) Biasanya
semua gejala menghilang secara spontan dan cepat dan anak akan sembuh dalam
waktu 3 sampai 10 hari tanpa dampak yang tersisa
5. Pemeriksaan penunjang
1.
Pemeriksaan
cairan otak melalui fungsi lumbal, didapatkan :
a.
Tekanan
b.
Warna cairan
otak: pada keadaan normal cairan otak tidak berwarna. Pada menigitis purulenta berwarna keruh sampai
kekuning-kuningangan. Sedangkan pada meningitis tuberkulosis cairan otak
berwarna jernih.
c.
Protein (
0,2-0,4 Kg ) pada miningitis meninggi
d.
Kadar Glukosa dan klorida
e.
Kadar ureum,
dan elekltrolit
2.
Pemeriksaan
darah,
a.
HB, HT, LED (laju endap darah)<
Ery, lekosit
b.
Kultur darah
3.
Uji
tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis tuberkulosis
4.
Pemeriksaan
radiologi
a.
CT Scan,
dlilakukan untuk menetukan adanya edema celebral atau penyakit saraf lainya.
b.
Rotgen
kepala.
c.
Rotgen thorak.
5.
Elektroensefalografi
( EEG ), akan menunjukkan perlambatan yang menyeluruh di kedua hemisfer dan
derajatnya sebanding dengan radang.
MANAGEMEN TERAPI
Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif suporatif untuk membantu pasien melaluimasa kritis :
1. Penderita dirawat di rumah sakit
2. Pemberian cairan intravena
3. Bila gelisah berikan sedatif/penenang
4. Jika panas berikan kompres hangat, kolaborasi antipiretik
5. Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan:
a. Kombinasi amphisilin 12-18 gram, klorampenikol 4 gram, intravena 4x sehari
b. Dapat dicampurkan trimetropan 80 mg, sulfa 400 mg
c. Dapat pula ditambahkan ceftriaxon 4-6 gram intra vena
6. Pada waktu kejang :
a. Melonggarkan pakaian
b. Menghisap lendir
c. Puasa untuk menghindari aspirasi dan muntah
d. Menghindarkan pasien jatuh
7. Jika penderita tidak sadar lama :
a. Diit TKTP melalui sonde
b. Mencegah dekubitus dan pneumonia ostostatikdengna merubah posisi setiap dua jam
c. Mencegah kekeringan kornea dengan borwater atau salep antibiotik
8. Jika terjadi inkontinensia pasang kateter
9. Pemantauan ketat terhadap tanda-tanda vital
10. Kolaborasi fisioterapi dan terapi bicara
11. Konsultasi THT ( jika ada kelainan telinga, seperti tuli )
12. Konsultasi mata ( kalau ada kelainan mata, seperti buta )
13. Konsultasi bedah ( jika ada hidrosefalus )
Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif suporatif untuk membantu pasien melaluimasa kritis :
1. Penderita dirawat di rumah sakit
2. Pemberian cairan intravena
3. Bila gelisah berikan sedatif/penenang
4. Jika panas berikan kompres hangat, kolaborasi antipiretik
5. Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa diberikan:
a. Kombinasi amphisilin 12-18 gram, klorampenikol 4 gram, intravena 4x sehari
b. Dapat dicampurkan trimetropan 80 mg, sulfa 400 mg
c. Dapat pula ditambahkan ceftriaxon 4-6 gram intra vena
6. Pada waktu kejang :
a. Melonggarkan pakaian
b. Menghisap lendir
c. Puasa untuk menghindari aspirasi dan muntah
d. Menghindarkan pasien jatuh
7. Jika penderita tidak sadar lama :
a. Diit TKTP melalui sonde
b. Mencegah dekubitus dan pneumonia ostostatikdengna merubah posisi setiap dua jam
c. Mencegah kekeringan kornea dengan borwater atau salep antibiotik
8. Jika terjadi inkontinensia pasang kateter
9. Pemantauan ketat terhadap tanda-tanda vital
10. Kolaborasi fisioterapi dan terapi bicara
11. Konsultasi THT ( jika ada kelainan telinga, seperti tuli )
12. Konsultasi mata ( kalau ada kelainan mata, seperti buta )
13. Konsultasi bedah ( jika ada hidrosefalus )
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan
lab darah lengkap
HB, HT, LED< Ery,
lekosit
2. Kultur
darah
3. CT-scan,
X-ray
4. Lumbal
fungsi (kultur cairan otak, bila peningkatan sel darah putih, protein
meningkat, glukosa menurun, tekanan csf meningkat lebih 180 mmHg à
adanya infeksi)
6. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Anamnesis
Muttaqin (2008, p. 74-81) mengatakan anamnesis
pada miningitis meliputu keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial (pada anak perlu dikaji dampak
hospitalisasi).
a) Keluhan
utama
Hal yang sering menjadi
alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah suhu badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
b) Riwayat
penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit
sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang
gejala yang timbul seperti kapan mulai terjadinya serangan, sembuh, atau
bertambah buruk. Pada pengkajian pasien yang miningitis biasanya didapatkan
keluhan yang berhubungan dengan akibat infeksi dan peningkatan tekanan
intraktanial. Keluhan tersebut diantaranya sakit kepala dan demam adalah gejala
awal yang sering. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat
dan sebagai akibat iritasi meningen.
Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian
untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang,
stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah
diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
c) Riwayat
penyakit dahulu
Pengkajian penyakit
yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi
predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkan klien mengalami infeksi jalan
nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya
pengaruh immunologis pada masa sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu
ditanyakan pada klien terutama pada keluhan batuk produktif yang pernah
menjalani pengobatan obat anti tuberculosis yang sangat berguna untuk
mengidentifikasi miningitis tuberkulosa. Pengkajian pemakaian obat-obatan yang
sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat kortikosteroid, pemakaian jenis – jenis anti biotik dan
reaksinya (untuk menilai restitensi pemakaian antibiotik) dapat menambah
komprehensifnya pengkajian. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
d) Pengkajian
psikososiospiritual
Pengkajian psikologis
klien miningitis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
klien. Sebagian besar pengkajian ini dapat diselesaikan melalui interaksi
menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan memberi
pertanyaan dan tetep melakukan pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan
kelayakan ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanisme koping yang
digunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari – harinya baik dalam keluarga
maupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu tibul
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan citra tubuh).
Pada
pengkajian pada klien anak perlu diperhatiakn dampak hospitalisasi pada anak
dan familly center. Anak dengan miningitis sangat rentan terhadap tindakan
invasif yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini memberi dampak
stress pada anak dan menyebabkan anak kurang kooperatif terhadap tindakan
keperawatan dan medis. Pengkajian psikososial yang baik dilaksanakan pada saat
observasi anak- anak bermain atau selama berinteraksi dengan orang tua. Anak –
anak sering kali tidak mampu untuk mengekspresikan perasaan mereka dan
cenderung utuk memperlihatkan masalah mereka melalui tingkah laku.
2) Pemeriksaan
fisik
a) Tanda
– Tanda Vital ( TTV )
Pada klien miningitis
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 38 – 41o
C, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat.
Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen
yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi
berhubungan dengan tanda – tanda peningkatan TIK. Jika disertai peningkatan
frekuensi nafas sering kali berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
umum dan adanya infeksi pada sistem pernafasan sebelum mengalami niningitis.
Tekanan darah normal atau peningkatan dan berhubungan dengan tanda – tanda peningkatan
TIK.
b) B1
(Breathimg)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi spurtum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi napas yang
sering didapatkan pada klien miningitis yang disertai adanya gangguan pada
sistem pernapasan. Palapsi toraks hanya dilakukan jika terdapat deformitas pada
tulang dada pada klien dengan efusi pleura massif (jarang terjadi pada klien
miningitis). Auskultasi bunyi napas tambah seperti ronkhi pada klien dengan
miningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.
c) B2
(blood)
Pengkajian pada sistem
kardiovaskular terutama dilakukan pada klien miningitis pada tahap lanjut
seperti apabila klien sudah mengalami renjatan ( syok ). Infeksi fulminasi
terjadi pada sekitar 10% klien dengan miningitis meningokokus, dengan tanda –
tanda septikemia : demam tinggi yang tiba – tiba muncul, lesi purpura yang
menyebar (sekitar wajah dan ekstermitas), syok dan tanda- tanda koagulasi
intravaskular diseminata (CID). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam
setelah serangan infeksi.
d) B3
(Brain)
Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.
(1) Pengkajian
tingkat kesadaran
Kualitas tingkat kesadaran klien merupakan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kewaspadaan
pada klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sitem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien miningitis biasanya berkisar pada
tingkat letergi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
(2) Pengkajian
fungsi serebral
Status mental :
observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien miningitis tahap lanjut biasanya status
mental klien mengalami perubahan.
(3) Pengkajian
saraf kranial, Pemeriksaan ini
meliputi pemeriksaan saraf I-XII.
(a) Saraf
I: Biasanya pada klien miningitis tidak ada kelainnan pada fungsi penciuman.
(b) Saraf
II: Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin
didapatkan terutama pada miningitis superatif disertai abses serebri dan efusi
subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama.
(c) Saraf
III, IV, dan VI: Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien miningitis yang
tidak disertai penurunan kesadran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut
miningitis yang telah menggangu kesadaran, tanda – tanda perubahan dari fungsi
dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien
miningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap
cahaya.
(d) Saraf
V: Pada klien miningitis pada umumnya tidak didapatka paralisis pada otot wajah
dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
(e) Saraf
VII: Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
(f) sarafI
IX dan X: Kemampuan menelan baik
(g) saraf
XI: Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha
dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
(h) saraf
XII: Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.
Indra pengecap normal.
(4) Pengkajian
sistem motorik
Kekuatan otot menurun,
kontrol keseimbangan, dan koordinasi pada miningitis tahap lanjut mengalami
perubahan
(5) Pengkajian
refleks
Pemeriksaan refleks
profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks
pada respons normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien miningitis
pada tingkat kesadaran koma. Adanya refleks babinski (+) merupakan tanda lesi
UMN.
(6) Pengkajian
sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik
pada miningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, suhu yang normal,
tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh, sensasi propiosefsi, dan
diskriminatif normal.
Pemeriksaan
fisik lainnya yang berhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan intrakranial).
Tanda – tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudut purulen dan edema
serebral terdiri atas : perubahan karakteristik, tanda – tanda vital
(melebarnya tekanan nadi dan bradikardi). Pernapasan tidak teratur, sakit
kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran.adanya ruam merupakan salah
satu ciri yang mencolok pada miningitis meningokokus (neisseria meningitis).
Sekitar setengah dari semua klien dengan tipe miningitis mengembangkan lesi-
lesi pada kulit diantaranya ruam petekie dengan lesi purpura sampai ekimosis
pada daerah yang luas. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tamda yang mudah
dikenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut
adalah kaku kuduk, tanda kerning , dan adanya tanda brudzinski.
(1) Kaku
kuduk
Kaku kuduk merupakan
tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesulitan karena adanya
spasme otot – otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat
(2) Tanda
kernig positif
Ketika klien
dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat
diekstensikan sempurna.
(3) Tanda
brudzinski
Tanda ini didapatkan
jika leher klien difleksikan, terjadi fleksi lutut dan pinggul, jika dilakukan
fleksi pasif pada ekstermitas bawah pada salah satu sisi gerakan yang sama
terlihat pada sisi ekstermitas yang berlawanan.
3) Pengkajian
pada anak
Muttaqin (2008, p. 80-82)
mengatakan pengkajian pada anak sedikit berbeda dengan klien dewasa, hal ini
disebabkan pengkajian anamnesis lebih banyak pada orang tua dan pemeriksaan
fisik yang berbeda karena belum sempernanya organ pertumbuhan terutama pada
neonatus. Pengkajian yang biasa didapatkan pada anak bergantung pada luasnya
penyebaran infeksi dimeningen dan usia anak. Hal lain yang mempengaruhi klinis
pada anak adalah jenis organisme yang menginvasi meningen dan seberapa jauh
keefektifan pemberian dari terapi, hal ini adalah jenis antibiotik yang dipakai
sangat berpengaruh terhadap klinis pada anak. Untuk memudahkan penilaian
klinis, gejala dan meningitis pada anak dibagi menjadi tiga, yaitu anak, bayi,
dan neonatus.
Pada anak manifestasi klinisnya
timbulnya sakit secara tiba – tiba, adanya demam, sakit kepala, panas dingin,
muntah, dan kejang – kejang. Anak menjadi rewel dan agitasi, serta dapat
berkembang fotofobia, derilium, halusinasi, tingkah laku yang agresif atau
mengantuk stupor dan koma. Gejala atau gangguan pada sistem pernapasan atau
gastrointenstinal seperti sesak napas, muntah dan diare.tanda yang khas adalah
adanya tahanan pada kepala jika difleksikan, kaku kuduk, tanda kerning dan
brudzenski. Akibat perfusi yang tidak optimal biasanya memberikan tanda klinis
kulit kering dan sianosis. Gejala lainnya yang lebih spesifik seperti peteki
(adanya perpura pada kulit) sering didapatkan apabila anak mengalami infeksi
meningokokus, keluarnya cairan dari telinga merupakan gejala khas pada anak
yang mengalami miningitis pneumococal dan congenital dermal sinus terutama
disebabkan oleh imfeksi E. Colli.
Pada bayi manifestasiklinisnya
biasanya tanpak pada anak usia 3 bulan sampai 2 tahun dan sering ditemukan
adanya demam, nafsu makan menurun, muntah, rewel, mudah lelah dan kejang –
kejang, serta menangis meraung – raung. Tanda khas dikepala adalah fontanel
menonjol. Reginitas nukal merupakan tanda miningitis pada anak, sedangkan tanda
– tanda brudzinski dan kerning dapat terjadi namun lampat atau ada pada kasus
miningitis tahap lanjut.
Pada neonatus biasanya masi sulit
untuk diketahui karena manifestasi klinisnya tidak jelas dan tidak spesifik,
namun pada beberapa keadaan gejalanya mempunyai kemiripan dengan anak yang
lebih tua, neonatus biasanya menolak untuk makan, kemampuan untuk menetek
buruk, gangguan gastrointenstinal berupa muntah dan kadang – kadang diare.
Tonus otot lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis melemah. Pada khasus
lanjut terjadi hipothermia / demam, ikterus, rewel, mengantuk, kejang- kejang,
frekuensi napas yang tidak teratur / apnoe, sianosis, dan penurunan berat
badan, tanda fontanel menonjol mungkin ada atau tidak. Leher fleksible dan
tidak didapatkan adanya kaku kuduk. Pada fase yang lebih berat, terjadi kolaps
kardiovaskular, kejang dan apnoe biasanya terjadi jika tidak diobati atau jika
tidak dilakukan tindakan yang cepat.
4) Pemerikasaan
diagnostik
Muttaqin (2008, p. 82) mengatakan pemeriksaan
diagnostik rutin pada klien miningitis, meliputi laboraturium klinik rutin (Hb,
leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa.). pemeriksaan fal hemostasis
diperlukan untuk mengetahui secara dini adanya DIC. Serum elektrolit dan glukos
adinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama
hiponatremi.
Pemeriksaan laboraturium yang khas
pada miningitis adalah analisis cairan otak. Lumbal pungsi tidak bisa
dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Analisis cairan
otak diperikasa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Kadar
glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya, kadar
glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien
miningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
Untuk lebih spesifik mengetahui
jenis mikroba, organisme penyebab infeksi dapat diidentifikasi melalui kultur
kuman pada cairan serebrospinal dan darah. Caunter immuno electrophoresis (CIE)
digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen bakteri pada cairan tubuh,
umumnya cairan serebrospinal dan urin.
Pemeriksaan lainnya diperlukan
sesuai klinis klien, meliputi foto rontgen paru, dan CT scan dilakukan untuk
menentukan adanya edema serebral atau penyakit saraf lain. Hasilnya biasanya
normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.
5) Pengkajian
penatalaksanaan medis
Muttaqin (2008, p. 82) mengatakan Penatalaksaan
medis lebih bersifat mengatasi etiologi perawat dan perlu menyesuikan dengan
standar pengobatan sesuai tempat kerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi
dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan miningitis meliputi
pemberian antiobiotik yang mampu melewati darah – barier otak kedalam ruang
subaraknoit dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakab
bakteri. Biasanya menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai
dengan hasil uji resistensi antibiotik agar pemberian antimikroba lebih efektif
digunakan.
Sedangkan
menurutt Doenges (1999, p. 308) pengkajian pasien dengan meningitis adalah
sebagai berikut:
1) Dasar
data pengkajian pasien
a) Aktivitas/istirahat
Gejala: Perasaan tidak
enak (malaise).
Keterbatasan
yang ditimbulkan oleh kondisinya.
Tanda: Ataksia, masalah
berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter. Kelemahan secara umum, keterbatasan
dalam rentang gerak.
Hipotonia.
b) Sirkulasi
Gejala:
Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit jantung
kongenital (abses otak).
Tanda:
Tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat (berhubungan
dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat vasomotor).
Takikardia, disritmia (pada fase
akut), seperti disritmia sinus (pada meningitis).
c) Eliminasi
Tanda: Adanya
inkontinensia dan atau retensi.
d) Makanan/cairan
Gejala: Kehilangan
nafsu makan.
Kesulitan menelan (pada periode
akut).
Tanda: Anoreksia,
muntah.
Turgor kulit jelek, membrane mukosa
kering.
e) Hygiene
Tanda: ketergantungan
terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada periode akut).
f) Neurosensori
Gejala:
Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya berat).
Parestesia, terasa kaku pada semua
persarafan yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf cranial).
Hiperalgesia/meningkatnya sensitivitas pada nyeri (meningitis). Timbul kejang
(meningitis bakteri atau abses otak).
Gangguan dalam penglihatan, seperti
diplopia (fase awal dari beberapa infeksi).
Fotofobia (pada meningitis).
Ketulian (pada meningitis atau
ensefalitis) atau mungkin hipersensitif terhadap kebisingan.
Adanya halusinasi penciuman/sentuhan
Tanda:
Status mental/tingkat kesadaran; letargi
sampai kebingungan yang berat hingga koma, delusi dan halusinasi/psikosis
organic (ensefalitis).
Kehilangan memori,
sulit dalam mengambil keputusan (dapat merupakan awal gejala berkembangnya
hidrosefalus komunikan yang mengikuti
meningitis bakterial).
Afasia/kesulitan dalam
berkomunikasi.
Mata (ukuran/reaksi
pupil); unisokor atau tidak berespons terhadap cahaya (peningkatan TIK),
nistagmus (bola mata bergerak-gerak terus menerus).
Ptosis (kelopak mata
atas jatuh). Karakteristik fasial (wajah); perubahan pada fungsi motorik dan
sensorik (saraf cranial V dan VII terkena).
Kejang umum atau local
( pada abses otak), kejang lobus temporal. Otot mengalami hipotonia/flaksid
paralisis (pada fase akut meningitis),
spastic (ensefalitis).
Hemiparese atau
hemiplegia (meningitis/ensefalitis).
Tanda Brudzinski
positif dan/atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya iritasi
meningeal (fase akut).
Rigiditas nukal
(iritasi meningeal).
Refleks tendon dalam:
terganggu, babinski positif.
Refleks abdominal
menurun/tidak ada, refleks kremastetik hilang pada laki-laki (meningitis).
g) Nyeri/kenyamanan
Gejala:
Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan diperburuk oleh
ketegangan; leher/punggung kaku; nyeri pada gerakan ocular, fotosensitivitas,
sakit; tenggorokan nyeri.
Tanda:
Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/gelisah. Menangis/menuduh/mengeluh.
h) Pernapasan
Gejala: Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses
otak).
Tanda: Peningkatan kerja pernapasan (episode awal).
Perubahan mental (letargi sampai
koma) dan gelisah.
i) Keamanan
Gejala:
Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan atas/infeksi lain, meliputi:
mastoiditis, telinga tengah, sinus, abses gigi; infeksi pelvis, abdomen atau
kulit; fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala, anemia
sel sabit.
Imunisasi yang baru saja
berlangsung; terpajan pada meningitis, terpajan oleh campak, chicken pox,
herpes simpleks, mononucleosis, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.
Gangguan penglihatan/pendengaran.
Tanda: Suhu meningkat, diaforesis, menggigil.
Adanya ras, purpuramenyeluruh,
pendarahan subkutan.
Kelemahan secara umum; tonus otot
flaksid atau spastic; paralisis atau paresis.
Gangguan sensasi.
j)
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Adanya riwayat menggunakan obat (abses otak).
Hipersensif terhadap obat (meningitis
non bakteri).
Masalah medis sebelumnya, seperti
penyekit kronis/gangguan umum, alkololisme, diabetes mellitus, splenektomi,
implantasi pirau vertikel.
2) Perioritas
keperawatan
Menurut Doenges (1999.,
p. 311) perioritas keperawatan adalah:
a) Memaksimalkan
fungsi serebral dan perfusi jaringan.
b) Mencegah
komplikasi/trauma.
c) Menghilangkan
ansietas /memberikan dukungan emosional pada pasien/keluarga.
d) Nyeri
menurun/minimal.
e) Memberikan
informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan akan pengobatan.
b. Diagnosa
keperawatan
Muttaqin (2008,
p. 83), mengatakan diagnosa keperawatan untuk meningitis adalah sebagai
berikut:
1) Gangguan
perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial
2) Ketidakefektifan
bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumualsi sekret, kemampuan batuk
menurun akibat penurunan kesadaran
3) Risiko
pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik
4) Risiko
tinggi trauma yang berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental
dan penurunan tingkat kesadaran
5) Nyeri
yang berhubungan dengan iritasi lapisan otak
6) Hambatan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan
kekuatan otot, penurunan kesadaran, kerusakan persepsi/kognitif
7) Gangguan
persepsi sensori yang berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang sensori,
transmisi sensori, dan integrasi sensori
c. Intervensi dan Implementasi
Muttaqin
(2008, p.83), sasaran klien dapat meliputi jalan napas klien yang bersih dan
kembali efektif, klien bebas dari cedera, dan nutrisi klien terpenuhi.
1) Dx
1: Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi
sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran
Tujuan:
dalam waktu 33x24 jam setelah diberikan tindakan jalan napas kembali efektif.
Kriteria:
a) Secar
subjektif sesak napas berkurang
b) Frekuensi
napas 16-20 kali/menit
c) Tidak
mengguanakan otot bantu napas
d) Tidak
ada mengi dan ronki
e) Dapat
mendemonstrasikan cara batuk efektif
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas
tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori, warna
dan kekenalan sputum.
|
Memantau dan mangatasi komplikasi
potensial.
Pengkajian fungsi pernapasan dengan
interval yang teratur adalah penting karena pernapasan yang tidak efektif dan
adanya kegagalan, karena adanya kelemahan atau paralisis pada otot-otot
interkostal dan diafragma yang berkembnag cepat.
|
Atur posisi fowler dan semifowler.
|
Peninggian kepala tempat tidur
memudahkan pernapasan, meningkatkan ekspansi dada dan meningkatkan batuk
efektif.
|
Ajarkan cara bauk efektif.
|
Klien berada pada risiko tinggi jika
tidak dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan napas dan mengalami
kesulitan dalam menelan, yang dapat menyebabkan aspirasi saliva dan
mencetuskan gagal nafas akut.
|
Lakukan fisioterapi dada;vibrasi dada.
|
Terapi fisik dada membantu
meningkatkan batuk efektif
|
Penuhi hidrasi cairan via oral,
seperti minum air putih, dan pertahankan asupan cairan 2.500 ml/hari.
|
Pemenuhan cairan dapat mengencerkan
mukus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak keluar dari
tubuh.
|
Lakukan pengisapan lendir di jalan
napas
|
Pengisapan mungkin diperlukan untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas menjadi bersih.
|
2) Dx
2: risiko cedera yang berhubungan dengan kejang, perubahan status mental, dan
penurunan tingkat kesadaran
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam
perawatan klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan
kesadaran.
Kriteria:
klien tidak mengalami cedera apabila terjadi kejang.
Intervensi
|
Rasionalisasi
|
Monitor kejang pada kaki, tangan,
mulut, dan otot-otot lainnya.
|
Gambarkan tribilitas sistem persarafan
pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk
mencegah terjadinya komplikasi.
|
Persiapkan lingkungan yang aman
seperti batasan ranjang, papan, pengaman, dan alat suksion selalu berada
dekat klien.
|
Melindungi klien bila kejang terjadi.
|
Pertahankan bedrest total selama fase
akut.
|
Mengurangi risiko jatuh/terluka jika
vertigo, sinkop, dan ataksia terjadi.
|
Kolaborasi pemberian terapi; diazepam,
fenobarbital.
|
Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
Catatan: fenobarbital dapat
menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.
|
3) Dx
3: risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrsisi: kurang dari kebutuhan tubuh
yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, keadaan hipermetabolik.
Tujuan:
dalam 5x24 jam setelah mendapat intervensi nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria: tidak adanya tanda malnutrisi dengan nilai
laboraturium dalam batas normal
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji kemampuan klien dalam menelan,
batuk, adanya sekret.
|
Faktor-faktor tersebut menentukan
kemampuan menelan klien dan klien harus dilindungi dari risiko aspirasi.
|
Auskultasi bising usus, amati
penurunan atau hiperaktivitas bising usus.
|
Fungsi gastrointestinal tergantung
pula pada kerusakan otak, bising usus menentukan respons feeding atau
terjadinya komplikasi misalnya ileus.
|
Timbang berat badan sesuai indikasi.
|
Untuk mengevaluasi efektivitas dari
asupan makanan.
|
Berikan makanan dengan cara meninggikan
kepala.
|
Menurunkan risiko regurgitasi atau
aspirasi.
|
Pertahankan lingkungan yang tenang dan
anjurkan keluarga atau orang terdekat untuk memberikan makanan pada klien.
|
Membuat klien merasa aman sehingga
asupan dapat dipertahankan.
|
Sedangkan
menurutt Doenges (1999, p. 312) pengkajian pasien dengan meningitis adalah
sebagai berikut:
Dx 1: perubahan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan edema serebral
Intervensi
|
Rasional
|
Pertahankan
tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai
indikasi setelah dilakukan pungsi lumbai.
Pantau atau
catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan
normalnya, seperti GCS
Kaji adanya
regiditas, nukal, gemetar, kegelisahan yang meningkat, peka rangsang dan
adanya serangan kejang.
Bantu pasien
untuk berkemih/membatasi batuk, muntah, mengejan. Anjurkan pasien untuk
mengeluarkan napas selama pergerakan/ perpindahan di tempat tidur
Anjurkan
keluarga untuk berbicara dengan pasien jika diperlukan
|
Perubahan
tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang
memerlukan tindakan medis dengan segera
Pengkajian
kecendrungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK
berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan dari
kerusakan serebral
Merupakan
indikasi adanya iritasi meningeal dan mungkin juga terjadi dalam periode akut
atau penyembuhan dari trauma otak.
Aktivitas
seperti ini akan meningkatkan tekanan intratorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan
TIK. Ekshalasi selama perubahan posisi tersebut dapat mencegah pengaruh
maneuver valsalva.
Mendengarkan
suara yang menyenangkan dari orang terdekat/keluarga tampaknya menimbulkan
pengaruh relaksasi pada beberapa pasien dan mungkin akan dapat menurunkan
TIK.
|
Dx2: Nyeri akut berhubungan dengan
adanya proses infeksi/inflamasi
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan
lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi
Tingkatkan
tirah baring, bentulah kebutuhan perawatan diri yang penting
Letakan
kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata
Dukung untuk
menemukan posisi yang nyaman, seperti kepala agak tinggi sedikit pada
meningitis
Berikan
latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah
leher/bahu
Gunakan
pelembab yang agak hangat pada nyeri leher/punggung, jika tidak ada demam.
|
Menurunkan
reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas pada cahaya dan
meningkatkan istirahat/relaksasi.
Menurunkan
gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
Meningkatkan
vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori yang selanjutnya akan menurunkan
nyeri.
Menurunkan
iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut
Dapat membantu
merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau rasa
tidak nyaman tersebut
Meningkatkan
relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit/ rasa tidak nyaman.
|
Dx3: resiko cedera berhubungan dengan
adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran.
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau adanya
kejang/kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain.
Berikan
keamanan pada pasien dengan member bantalan pada penghalang tempat tidur,
pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan napas
buatan plastic atau gulungan lunak dan alat penghisap.
|
Mencerminkan
adanya iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi
yang mungkin mencegah komplikasi
Melindungi
pasien jika terjadi kejang. Catatan: memasukka jalan napas buatan/gulungan
lunak hanya jika rahangnya relaksasi, jangan dipaksa, memasukkan ketika
giginya menutup, dan jaringan lunak akan rusak.
|
Sedangkan
menurut Smeltzer (2001, p. 2176), prognosis pasien bergantung pada dukungan
perawatan yang diberikan. Pasien yang parah dengan kombinasi adanya demam,
dehidrasi, alkalosis, dan edema serebral memungkinkan terjadinya kejang.
Obstruksi jalan apas atau disritmia jantung dapat terjadi, sehingga intervensi
keperawatan harus bekerja sama dengan dokter:
1) Pada
semua tipe meningitis, status klinis pasien dan tanda-tana vital dikaji terus
menerus sesuai perubahan kesadaran yang dapat menimbulkan obstuksi jalan napas.
Penentuan gas darah arteri, pemasangan selang endotrake (trakeostomi) dan
penggunaan ventilasi mekanik. Oksigen dapat diberikan untuk mempertahankan
tekanan oksigen arteri parsia (PaO2) pada tingkat yang diinginkan.
2) Pantau
tekanan arteri untuk mengkaji syok, yang mendahului gagal jantung dan
pernapasan. Catat adanya vasokonstriksi dan sianosis yang menyebar, dan
ekstremitas dingin. Demam yang tinggi diturunkan untuk menurunkn kerja jantung
dan oksigen otak.
3) Penggantian
cairan intravena dapat diberikan, tetapi perawatan tidak dilakukan untuk
melebihi hidrasi pasien karena risiko edema serebral.
4) Berat
badan , elektrolit serum, volume dan berat jenis urrine, dan osmolalitas urine
dipantau secara ketat, dan khususnya
bila dicurigai hormon sekresi antidiuretik yang tidak teoat (ADH).
5) Penatalaksanaan
keperawatan yang berkelanjutan memerlukan pengkajian yang terus menerus
terhadap status klinis pasien, perhatikan terhadapa kebersihan kulit dan mulut,
peningkatan kenyamanan, dan perlindungan selama kejang dan saat koma.
6) Rabas
dari hidung dan mulut dipertimbangkan infeksius. Isolasi pernapasan dianjurkan
selama 24 jam setelah mulainya terapi antibioti.
d. Evaluasi
1) Bersihan
jalan napas efektif
2) Fungsi
serebral dan perfusi jaringan maksimal
3) Tidak
ada komplikasi/trauma
4) Tidak
adanya ansietas pada pasien/keluarga
5) Nyeri
menurun/minimal
6) Mendapat
informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan akan pengobatan
7) Klien
bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
8) Nutrisi
klien terpenuhi
9) Perfusi
jaringan normal .
Referensi
Corwin, elizabeth J. 2009. Buku saku.
Ed.3. jakarta : EGC
Muscari, Mary E. 2005. Panduan belajar
:keperawatan pediatrik. Jakarta : EGC
Baughman, diene C, (2000). Keperawatan medical-bedah: buku saku brunner dan suddath. Jakarta:
EGC
Suriadi & Rita yulianni, (2006). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 2.
Jakarta: PT. PERCETAKAN PENEBAR SWADAYA
Ngastiyah (2005). Perawatan
anak sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC
Doenges,
Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan
Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien. Ed.3.
jakarta:EGC
Muttaqin, arif.
(20080. Pengantar asuhan keperawatan pada
klien dnegan gangguan sistem persarafan. Jakarta: Salmeba Medika
Smeltzer, S.,
Bare, B.G. (2001). Buku ajar keperawatan
medikal bedah. Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat