A.
Gangguan
Respon Sosial (Isolasi Diri)
1. Pengertian
Isolasi
sosial merupakan keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau sama
sekali tidak berinteraksi dengan orang disekitar.Klien merasa ditolak,tidak
diterima,kesepian dan tidak mampu membina hubungan (Keliat,2009)
Isolasi
sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam bagi dirinya (Townsend,MC
1998:152).
2. Faktor
Isolasi sosial
Isolasi
sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa percaya pada
orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, waham,
sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan ego yang lemah serta represi
rasa takut (Townsend, M.C,1998:152).
Menurut
Stuart, G.W & Sundeen, S,J (1998 : 345) Isolasi sosial disebabkan oleh
gangguan konsep diri rendah. Berbagai
faktor biasa menimbulkan respon sosial yang maladaptif dan mungkin disebabkan
oleh kombinasi dari berbagai faktor, meliputi :
a. Faktor
perkembangan
Tiap gangguan dalam
pencapaian tugas perkembangan dapat mempengaruhi respon sosial maladaptif pada
setiap individu. Sistem keluarga yang terganggu dapat berperan dalam
perkembangan respon sosial maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu
yang mengalami masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memisahkan dirinya
dari orang tua
b. Faktor
biologis
Faktor genetik dapat
berperan dalam respon sosial maladaptif. Bukti terdahulu menunjukan
keterlibatan neurotransmitter dalam perkembangan gangguan ini, namun tetap
diperlukan penelitian lebih lanjut.
c. Faktor
sosiokultural
Isolasi sosial
merupakan faktor utama dalam gangguan hubungan. Hal ini akibat dari transiensi,
norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak
mengharhai anggota masyarakat yang kurang produktif, seperti lanjut usia (
lansia ), orang cacat dan penderita penyakit kronik. Isolasi dapat terjadi
karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang
dimiliki budaya mayoritas.
3. Ciri-ciri isolasi sosial
Menurut Townsend, M.C
(1998:152-153) & Carpenito,L.J (1998: 382) isolasi sosial menarik diri
sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut:
Bersifat
subjektif :
a. Mengungkapkan
perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan
b. Mengungkapkan
keraguan tentang kemampuan yang dimiliki
Bersifat
objektif :
a.
Tampak menyendiri dalam ruangan
b.
Tidak berkomunikasi, menarik diri
c.
Tidak melakukan kontak mata
d.
Tampak sedih, afek datar
e.
Posisi meringkuk di tempat tidur dengang
punggung menghadap ke pintu
f.
Adanya perhatian dan tindakan yang tidak
sesuai atau imatur dengan perkembangan usianya
g.
Kegagalan untuk berinterakasi dengan
orang lain didekatnya
h.
Kurang aktivitas fisik dan verbal
i.
tidak
mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
j.
Mengekspresikan perasaan kesepian dan
penolakan di wajahnya
4. Rentang
atau tahap Isolasi sosial
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), rentang
respon klien ditinjau dari interaksinya dengan lingkungan sosial merupakan
suatu kontinum yang terbentang antara respon adatif dengan maladatif berikut :
|
|
|
Respon Adatif Respon
Maladatif
Gambar 1.2 rentang
respon isolasi sosial
a. Respon
adaptif
Respon adaptif adalah suatu respon individu dalam
menyesuaikan masalah yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
budaya yang umum berlaku,yang meliputi :
1) Menyendiri
(solitude)
Merupakan respons yang
dibutuhkan seseorang untuk menentukan apa yang telah dilakukan dilingkungan
sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah
selanjutnya.
2) Otonomi
Kemampuan individu
untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide, pikiran, perasaan dalam hubungan
sosial.
3) Berkerja
sama (mutualisme)
Suatu kondisi dalam
hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling member dan
menerima
4) Saling tergantung (interdependent)
Merupakan kondisi saling tergantung antara
individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
b. Respon
maladaptif
Respon maladaptif
adalah respon individu dalam menyesuaikan masalah menyimpang dari norma-norma
sosial dan budaya,meliputi :
1) Menarik
diri
keadaan dimana
seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan
orang lain
2) Tergantung
(dependent)
Terjadi bila seseorang
gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuanya untuk berfungsi secara sukses.
3) Manipulasi
Gangguan hubungan smosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang sebagai obyek. Individu tersebut mtidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
Gangguan hubungan smosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang sebagai obyek. Individu tersebut mtidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
4) Impulsif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mamapu belajar dari pengalaman, penilaian yang buruk dan individu ini tidak dapat diandalkan.
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mamapu belajar dari pengalaman, penilaian yang buruk dan individu ini tidak dapat diandalkan.
5) Narsisisme
Harga dirinya rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian yang egosentris dan pencemburu. (Stuard, GaillW,2006)
Harga dirinya rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian yang egosentris dan pencemburu. (Stuard, GaillW,2006)
5. Dampak isolasi sosial
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat
berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi (Townsend, M.C, 1998
: 156). Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang
salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak
sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan
suara-suara yang sebenarnya tidak ada (Johnson, B.S, 1995:421).
Menurut Maramis
(1998:119) halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca
indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat
disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.
Halusinasi merupakan
pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal
yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman,
perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran dan
halusinasi pendengaran (Boyd, M.A & Nihart, M.A, 1998: 303; Rawlins, R.P
& Heacock, P.E, 1988 : 198).
Menurut Carpenito, L.J
(1998: 363) perubahan persepsi sensori halusinasi merupakan keadaan dimana
individu atau kelompok mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam
jumlah, pola atau intepretasi stimulus yang datang. Perubahan persepsi sensori halusinasi
sering ditandai dengan adanya:
a. Tidak
mampu mengenal waktu, orang dan tempat
b. Tidak
mampu memecahkan masalah
c. Mengungkapkan
adanya halusinasi
6. Penatalaksanaan
Penataksanaan pada penderita gangguan jiwa dibagi dalam beberapa bentuk:
Penataksanaan pada penderita gangguan jiwa dibagi dalam beberapa bentuk:
a.
Suasana terapi(lingkungan teurapeutik)
Suasana terapi adalah
suasana yang diciptakan oleh dokter atau perawat denga klien yang dapat
membantu proses penyembuhan klien. Dalam teori keperawatan jiwa hal ini lebih
dikenal dengan menciptakan hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.
b.
Farmakoterapi
Farmakoterapi adalah
bentuk penatalaksanaan penderita gangguan jiwa dengan pemberian obat-obatan
Anti Psikotik. Pengobatan ini diharapkan mampu memperbaiki keadaan somatik atau
biologis tubuh yang berhubungan dengan perubahan perilaku penggunaan
obat-obatan anti psikotik dapat mempengaruhi keseimbangan Neurotransmitter pada
sistem embolik otak sehingga efek gangguan perilaku seperti halusinasi dan
Apatis dapat teratasi.
c. Psikoterapi
Psikoterapi adalah
suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional seorang pasien yang dilakukan
oleh seorang yang terlatih dalam hubungan profesional secara sukarela, dengan
maksud hendak menghilangkan, mengubah, atau menghambat gejala-gejala yang ada,
mengoreksi perilaku yang terganggu, dan mengembangkan pertunbuhan kepribadian
secara positif. Psikoterapi
dilakukan dengan pemberian support kepada klien untuk meningkatkan aspek
positif diri. Pada penderita gangguan jiwa dengan perilaku isolasi sosial,
bentuk psikoterapi dalam keperawatan yang paling efektif digunakan adalah
terapai aktifitas kelompok dengan sosialisasi.(W.F Maramis, 1998).
|
Akibat
|
|
Penyebab
Gambar 1.3 pohon
masalah isolasi sosial : menarik diri.
7. Proses Keperawatan Pasien Dengan Isolasi Sosial
a. Pengkajian
Untuk mengkaji pasien
isolasi sosial, kita dapat menggunakan teknik wawancara dan observasi pasien
dan keluarga. Berikut ini merupakan salah satu contoh format pengkajian pasien
isolasi sosial. (keliat, 2009)
1)
Hubungan sosial
a)
Orang yang berarti bagi pasien:……
b)
Peran serta dalam kegiatan kelompok atau
masyarakat:…..
c)
Hambatan berhubungan dengan orang
lain:….
2)
Masalah keperawatan:….
a) Pasien
menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b) Pasien
merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c) Pasien
mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
d) Pasien
merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
e) Pasien
tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
f) Pasien
merasa tidak berguna.
g) Pasien
tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
Pertanyaan yang dapat
ditanyakan perawat pada saat wawancara untuk mendapatkan data subjektif:
1) Bagaimana
pendapat pasien tentang orang-orang di sekitarnya (keluarga/tetangga)?
2) Apakah
pasien memiliki teman dekat? Jika ada, siapa teman dekatnya?
3) Apa
yang membuat pasien tidak memiliki orang terdekat dengannya?
4) Apa
yang pasien inginkan dari orang-orang di sekitarnya?
5) Apakah
ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien?
6) Apa
yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dan orang di sekitarnya?
7) Apakah
paisen merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu?
8) Apakan
pernah ada perasaan ragu untuk dapat melanjutkan hidup?
Tanda
dan gejala isolasi sosial yang didapat melalui observasi:
1) Tidak
memiliki teman dekat
2) Menarik
diri
3) Tidak
komunikatif
4) Tindakan
berulang dan tidak bermakna
5) Asyik
dengan pikirannya sendiri
6) Tidak
ada kontak mata
7) Tampak
sedih, afek tumpul.
b. Diagnosa
1) Risiko
Gangguan Sensori/Persepsi: Halusinasi berhubungan dengan menarik diri. (Keliat,
2005)
c. Perencanaan (Intervensi)
Tgl.
|
No.
Dx
|
Perencanaan
|
intervensi
|
|
Tujuan
|
kriteria
Hasil
|
|||
|
1.
|
TU:
Klien
dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
TK:
1. Klien
dapat membina hubungan saling percaya
2. klien
dapat menyebutkan penyebab menarik diri
3. Klien
dapat menyebutkan keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian
berinteraksi dengan orang lain
4. Klien
dapat melaksana-kan interaksi sosial secara bertahap
|
· ekspresi
wajah bersahabat,menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi
· klien
dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari:
-
diri sendiri
-
orang lain
-
lingkungan
· Klien
dapat menyebutkan keuntungan berinteraksi dengan orang lain, misalnya:
·
Banyak teman
·
Tidak sendiri
·
Bisa diskusi
· Klien
dapat menyebutkan kerugian berinteraksi dengan orang lain, misalnya:
·
Sendiri
·
Tidak memiliki teman
·
Sepi
· Klien
dapat mendemonstrasi-kan interaksi sosial secara bertahap antara:
· Klien-perawat
· Klien-perawat-perawat
lain
· Klien-perawat-perawat
lain-klien lain
· Klien-keluarga/kelompok/masyarakat
|
· BHSP
dengan menggunakan prinsip komunikasi teurapeutik:
ü Sapa
klien
ü Perkenalkan
diri dengan sopan
ü Tanyakan
nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
ü Jelaskan
tujuan pertemuan
ü Jujur
dan menepati janji
ü Tunjukkan
sikap empati dan menerima klien apa adanya
ü Berikan
perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
· Kaji
pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tandanya:
ü ‘’di
rumah, Ibu tinggal dengan siapa”
ü “siapa
yang paling dekat dengan Ibu”
ü “apa
yang membuat Ibu dekat dengannya”
ü “dengan
siapa Ibu tidak dekat”
ü “apa
yang membuat Ibu tidak dekat”
· Beri
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan yang menyebabkan klien
tidak mau bergaul
· Berikan
pujian terhadap kemampuan klien yang mengungkapkan perasaannya.
· Kaji
pengetahuan klien tentang keuntungan memiliki teman
· Beri
kesempatan pada klien untuk berinteraksi dengan orang lain
· Diskusikan
dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
· Beri
penguatan positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berinteraksi dengan orang lain
· Kaji
pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berinteraksi dengan orang lain
· Beri
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan persaan tentang kerugian bila
tidak berinteraksi dengan orang lain
· Diskusikan
kepada klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
· Beri
penguatan positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian
tidak berinteraksi dengan orang lain.
· Kaji
kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
· Bermain
peran tentang cara berhubungan dengan orang lain
· Dorong
dan bantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain
· Beri
penguatan positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
· Bantu
klien untuk mengevaluasi keuntungan menjalin hubungan sosial
· Diskusikan
jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu, yaitu
berinteraksi dengan orang lain
· Motivasi
klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
· Beri
penguatan positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
|
|
|
5. Klien
dapat mengungkapkan perasaannya setelah berinteraksi dengan orang lain
|
· Klien
dapat mengungkapkan perasaannya setelah berinteraksi dengan orang lain untuk:
-
Diri sendiri
-
Orang lain
|
· Dorong
klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berinteraksi dengan orang lain
· Diskusikan
dengan klien tentang perasaan keuntungan berinteraksi dengan orang lain
|
|
|
6. Klien
dapat memberdayakan system pendukung atau keluarga
|
· Keluarga
dapat:
-
Menjelaskan perasaannya
-
Menjelaskan cara merawat klien
menarik diri
-
Mendemonstrasikan cara perawatan
klien menarik diri
-
Berpartisipasi dalam merawat
klien menarik diri
|
· BHSP
dengan keluarga
· Diskusikan
dengan anggota keluarga tentang:
-
Perilaku menarik diri
-
Penyebab perilaku menarik diri
-
Akibat yang akan terjadi jika
perilaku menarik diri tidak ditanggapi
-
Cara keluarga menghadapi klien
menarik diri
-
Dorong anggota keluarga untuk
memberi dukungan kepada klien dalam berkomunikasi dengan orang lain
-
Anjurkan anggota keluarga untuk
secara rutin bergantian menjenguk klien minimal satu kali seminggu
-
Beri penguatan positif atas
hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga.
|
Tabel 2.1 intervensi
keperawatan pasien isolasi sosial
d. Pelaksanaan (Implementasi )
1) Tindakan
keperawatan pada pasien
a) Pasien
dapat membina hubungan saling percaya
b) Pasien
dapat menyadari penyebab isolasi sosial
c) Pasein
dapat berinteraksi
2)
Tindakan keperawatan
a)
Membina hubungan saling percaya
Untuk
membina rasa saling percaya dengan pasien isolasi sosial kadang membutuhkan
waktu yang lama dan interaksi yang singkat serta sering karena tidak mudah bagi
pasien untuk percaya pada orang lain. Oleh karena itu, perawat harus konsisten
bersikap terapeutik terhadap paisen. Selalu menempati janji adalah salah satu
upaya yang dapat dilakukan. Pendekatan yang konsisiten akan membuahkan hasil.
Jika pasien sudah percaya dengan perawat, program asuhan keperawatan lebih
mungkin dilaksanakan. Membina hubungan saling percaya dapat dilakukan dengan
cara:
(1)
Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan
pasien.
(2)
Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama
lengkap dan nama penggilan pasien.
(3)
Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
(4)
Buat kontrak asuhan :apan yang perawat akan
lakukan bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan
kegiatan.
(5)
Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan
informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi
(6)
Tunjukan sikap empati terhadap pasien setiap
saat
(7)
Penuhi kebutuhan dasar pasien jika mungkin
b)
Membantu pasien mengenal penyebab isolasi
sosial dengan cara:
(1)
Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan
berinteraksi denga orang lain
(2)
Tanyakan penyebab pasien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain
c)
Bantu pasien untuk mengenal manfaat berhubungan
dengan orang lain dengan cara mendiskusikan manfaat jika pasien memiliki banyak
teman.
d)
Membantu pasien mengenal kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain dengan cara sebagai berikut:
(1)
Diskusikan kerugian jika pasien hanya mengurung
diri dan tidak bergaul dengan orang lain.
(2)
Jelaskan pengaruh isolasi terhadap kesehatan
fisik pasien
e)
Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang
lain secara bertahap. Perawat dapat melatih pasien
berinteraksi dengan orang lain secara bertahap:
(1)
Memberikan kesempatan pasien mempraktikan cara
berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di hadapan anda
(2)
Mulai bantu pasien berinteraksi dengan satu
orang (pasien, perawat,atau keluarga)
(3)
Jika pasien sudah menunjukkan kemajuan,
tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
(4)
Berilah pujian untuk setiap kemajuan interaksi
pasien.
(5)
Dengarkan
ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain, mungkin pasien
akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Berilah dorongan
terus-menerus agar pasien tetap semangat mengingkatkan interaksinya.
3) Strategi
pelaksanaan (Sp)
a) Strategi
pelaksanaan pada pasien
SP I
Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal penyebab
isolasi sosial, membantu pasien mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain,
dan mengajarkan pasien berkenalan.
Contoh komunikasi yang harus dilakukan perawat
terhadap pasien:
1)
Orientasi
“selamat
pagi! Saya suster HS. Saya senang di panggil suster H. Saya perawat di ruang
mawar ini.”
Siapa
nama anda? Senang di panggil apa?
“Apa
keluhan S hari ini?” bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan
teman-teman S? Mau di mana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu?
Mau berapa lama, S? Bagaimana kalau 15 menit?”
2)
Kerja
(Jika
pasien baru)
“siapa
saja yang tinggal serumah dengan S? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa
yang jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap
dengannya?
(jika
pasien sudah lama dirawat)
“apa
yang S rasakan selama S dirawat disini? S merasa sendirian? Siapa saja yang S
kenal di ruangan ini?”
“apa
saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
Apa yang
menghambat S dalam berteman dengan pasien yang lain?”
“menurut
S, apa saja manfaatnya kalau kita memiliki teman? Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa
lagi? ( sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) nah, apa kerygiannya kalau S
tidak memiliki teman? Ya, apa lagi? (samapi pasien dapat menyebutkan beberapa).
Nah, banyak jua ruginya tidak punya teman ya? Jadi, apakah S belajar bergaul
dengan orang lain?”
“bagus!
Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain?”
“begini
lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita, nama
panggilan yang kita suka, asal kita, dan hobi kita. Contoh: nama saya SN,
senang di panggil S. Asal saya dari kota X, hobi memasak.
“ayo S
dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya! Ya,
bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“setelah
S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang
hal-hal yang menyenangkan S bicarakan, misalnya tentang cuaca, hobi, keluarga,
pekerjaan, dan sebagainya.
3)
Terminasi
“bagaimana
perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
“S tadi
sudah mempraktikan cara berkenalan dengan baik sekali. Selanjutnya S dapat
mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada sehingga S
lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau mempraktikan ke orang
lain? Bagaimana kalau S mencoba berkenalan dengan teman saya, perawat N.
Bagaimana, S mau kan?
“
baiklah, sampai jumpa!”
SP II
Mengajarkan
pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama [perawat].
1)
Orientasi
“selamat
pagi S! Bagaimana perasaan S hari ini?” sudah di ingat-ingat lagi pelajaran
kita tentang berkenalan? Coba sebutkan lagi bagaimana dengan suster!”
“bagus
sekali, S masih ingat. Nah, seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba
berkenalan dengan teman saya, perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit.”
“ayo
kita temui perawat N disana!”
2)
Kerja
(bersama-sama
S, perawat mendekati perawat N)
“Selamat
pagi perawat N, S ingin berkenalan denga perawat N. Baikklah S, S bisa
berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktikkan kemarin.”(pasien
mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N: Memberi salam, menyebutkan
nama,
menanyakan nama perawat, dan seterusnya.)
“ada
lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N ? coba tanyakan tentang keluarga perawat
N!”
“jika
tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S dpat menyudahi perkenalan ini. Lalu S,
bisa buat janji untuk bertemu lagi dengan perawat N, misal jam 1 siang nanti.”
“baiklah
perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke
ruangan S. Selamat pagi!” (bersama pasien, perawat H meninggalkan perawat N
untuk melakukan terminasi dengan S di tempat lain.)
3)
Terminasi
“
bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N?’ “S tampak bagus
sekali saat berkenalan tadi.”
“pertahankan
terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain
supaya perkenalan berjalan lancar, misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan
sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain? Mari kita masukkan ke
dalam jadwal. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik, nanti S
coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai
besok!”
SP III
Melatih
pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang kedua)
1)
Orientasi
“selamat
pagi S! Bagaimana S hari ini?”
“apakah
S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang (jika jawaban pasien, ya ,
perawat dapat melanjutkan komunikasi berikutnya dengan pasien lain).”
“bagaimana
perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang?
“bagus
sekali S menjadi senang karena punya teman lagi!”
“kalau
begitu S ingin punya banyak teman lagi?”
“bagaimana
kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan teman seruangan S yang lain, yaitu
O. Seperti biasa, kira-kira 10 menit.mari kita temui dia di ruang makan.”
2)
Kerja
(bersama-sama
S, perawat mendekati pasien lain)
“selamat
pagi, ini ada pasien saya yang ingin berkenalan.”
“baiklah
S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan
sebelumnya.” (pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam,
menyebutkan nama, nama panggilan,
asal, hobi, dan menanyakan hal yang sama.)
“ada
lagi yang ingin S tanyakan kepada O? Kalau tidak ada lagi yang ingin
dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji untuk bertemu
lagi, mis: bertemu lagi jam 4 sore nanti. (S membuat janji untuk bertemu lgi nanti).”
“baiklah
O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruang S.
Selamat pagi (bersama pasien perawat meninggalkan O untuk melakukan terminasi S
di tempat lain).
3)
Terminasi
“bagaimana
perasaan S setelah berkenalan dengan O?”
“di
bandingkan kemarin pagi, S tampak lebih baik ketika berkenalan dengan O.
Pertahankan apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali
dengan O jam 4 sore nanti.”
“selanjutnya,
bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap denga orang lain kita
tambah lagi jadwal harian. Jadi, satu hari S dapat berbincang-bincang dengan
orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang, dan jam 8 malam, S
bisa bertemu dengan N, dan tambah denga pasien yang baru dikenal. Bagaimana S,
setuju kan?”
“baiklah,
besok kita ketemu lagi untuk membicaraka pengalaman S. Pada jam yang sama dan
tempat yang sama ya.”
“sampai besok!”
b)
Strategi pelaksanaan pada keluarga
Memberikan
pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai masalah isolasi sosial, penyebab
isolasi sosial, dan cara merawat pasien isolasi sosial. Peragakan pada pasangan
anda komunikasi di bawah ini !
SP I
1)
Orientasi
“Selamat
pagi pak ! perkenalkan saya perawat H saya yang merawat anak Bapak, S, di ruang
Mawar ini.”
“Nama
Bapak siapa ? senang dipanggil apa ?”
“bagaimana
perasaan Bapak pada hari ini ? bagaimana keadaan S sekarang?”
“Bagaimana
kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara perawatannya
?”
“Kita diskusi
disini saja ya ? berapa lama Bapak punya waktu ? bagaimana kalau setengah jam
?”
2)
Kerja
“Apa
masalah yang Bapak hadapi dalam merawat S ? apa
yang sudah dilakukan ?
“Masalah
yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala
penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain.
Tanda-tandanya, antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung
diri, dan kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk. Biasanya
masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan ketika
berhubungan dengan orang lain, seperti sring ditolak, tidak dihargai, atau
berpisah dengan orang-orang yang dicintai. Jika masalah isolasi sosial ini
tidak diatasi, seseorang dapat mengalami halusinasi, mendengar suara atau
melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada. Untuk menghadapi keadaan yang
demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus sabar menghadapi S. Untuk
merawat S, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus
membina hubungan saling percaya dengan S, caranya adalah dengan bersikap peduli
terhadap S dan jangan ingkar janji. Kedua keluarga perlu memberikan semangat
dan dorongan kepada S untuk dapat melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang
lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi S. Selanjutnya
jangan biarkan S sendiri. Buatlah rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan S,
misalnya ibadah bersama, makan bersama, rekreasi bersama atau melakukan
kegiatan rumah tangga bersama.”
“Nah,
bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu ? begini
contoh komunikasinya pak, “S, Bapaklihat sekarang kamu sudah bisa
bercakap-cakap dengn orang lain. Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak
senang sekali melihat perkembangan kamu, nak. Coba kamu berbincang-bincang
dengan yang lain. Bagaimana S, kamu mau cobakan, nak?”
“Nah,
coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan !
Bagus, Bapak telah memperagakan dengan baik sekali !” “Samapai disini ada yang ingin ditanyakan pak
?”
3)
Terminasi
“Baiklah
waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan tadi ?”
“Coba
Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang
yang mengalami isolasi sosial. Selanjutnya dapatkah Bapak sebutkan kembali
cara-cara merawat anak Bapak yang mengalami masalah isolasi sosial ?”
“Bagus
sekali, Bapak dapat menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut ! nanti
kalau ketemu S coba Bapak lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga
agar mereka juga melakukan hal yang sama.”
“
Bagaiman kalau kita bertemu tiga hari lagi untuk latihan langsung dengan S ?”
“Kita
bertemu disini ya pak pada jam yang sama. Selamat pagi!”
SP II
Melatih
keluarga mempraktikkan cara merawat pasien isolasi sosial langsung dihadapan
pasien peragakan komunikasi di bawah ini!
1) Orientasi
“selamat
pagi Bapak ! bagaimana perasaan Bapak hari ini ?”
“Bapak
masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari beberapa hari
yang lalu ?”
“mari
praktikkan langsung pada S ! Bapak punya waktu berapa lama ? baik kita akan
coba tiga puluh menit.”
2) Kerja
“selamat
pagi S. Bagaiman perasaan S hari ini ?”
“Bapak S
datang membesuk. Beri salam ! bagus. Tolong S tunjukkan jadwal kegiatannya !”
(kemudian anda berbicara kepada keluarga sbb)
“nah
pak, sekarang Bapak dapat mempraktikkan apa yang sudah kita latihan beberapa
hari lalu. (perawat mengobservasi keluarga mempraktikkan cara merawat pasien
seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).”
“bagaiman
perasaan S setelah berbincang-bincang dengan ayah S ?” , “baiklah sekarang saya dan orang tua ke ruang
perawat dulu.” (perawat dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan
terminasi dengan keluarga).
3)
Terminasi
“bagaimana
perasaan Bapak setelah kita latihan tadi ? Bapak sudah bagus melakukannya.”
“mulai
sekarang Bapak sudah dapat melakukan cara perawatan tersebut pada S.”
“tiga
hari lagi kita akan bertemu dan untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan
cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempanya sama seperti sekarang
ya pak ?”
SP III
Membuat
perencanaan pulang bersama keluarga peragakan komunikasi di bawah ini !
1)
Orientasi
“selamat
pagi pak ! karena besok S sudah boleh pulang, kita perlu membicarakan tentang
perawatan S di rumah.”
“bagaiman
kalau kita membicarakan jadwal S tersebut disini saja.” , “berapa lama kita dapat bicara ? bagaimana
kalau tiga puluh menit.”
2)
Kerja
“Bapak,
ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan di
rumah ? di rumah Bapak yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di
rumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya berikan pujian jika
benar dilakukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku
yang ditampilkan anak Bapak selama dirumah. Misalnya kalau S terus menerus
tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan
orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K di puskesmas X yang
terdekat dari rumah Bapak. Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau
perkembangan S selama berada di rumah.”
3)
Terminasi
“bagaimana
pak ? apa yang belum jelas ? ini jadwalkegiatan harian S untuk dibawa pulang.
Ini surat rujukan untuk perawat K di puskesmas X sebelum obt habis atau ada
gejala yang tampak. Silahkan selesaikan administrasinya !”
4)
Teraoi Aktivitas Kelompok(TAK)
TAK yang
dapat dilakukan untuk pasien isolasi sosial adalah TAK siosialisasi yang
terdiri dari tujuh sesi, meliputi hal-hal berikut:
a)
Sesi pertama: kemampuan memperkenalkan diri
b)
Sesi dua : kemampuan berkenalan
c)
Sesi tiga : kemampuan bercakap-cakap
d)
Sesei empat :kemampuan bercakap-cakap topik
tertentu
e)
Sesi lima : kemampuan bercakap-cakap masalah
pribadi
f)
Sesi enam : kemampuan bekerjasama
g)
Sesi tujuh : evaluasi kemampuan sosialisasi
e. Evaluasi
1) Evaluasi
kemampuan klien
a) Pasien
menunjukkan rasa percayanya kepada perawat yang ditandai dengan pasien mau
bekerja sama secara aktif dalam melaksanakan program yang diusulkan perawat.
b) Pasien
mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan tidak mau bergaul dengan orang lain,
kerugian tidak mau bergaul, dan keuntungan bergaul dengan orang lain
c) Pasien
menunjukkan kemajuan dalam berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
2) Evaluasi
kemampuan keluarga: keluarga ikut bekerja sama merawat pasien sesuai anjuran
perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A., Panjaitan. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa,
penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta
Keliat, B. A., (2009). Model Praktik Keperawatan
Profesional Jiwa, penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta
Stuart
& Laraia. (2005). Principles and
practice of psychiatric nursing, 8th Edition. St. Louis: Mosby.
Videbeck,
S. L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa.
(Renata K. & Alfrina H., penerjemah). Jakarta: EGC.
Yosep,
Iyus.(2010). Keperawatan Jiwa.
Bandung. Refika Aditama
Nevid,
J.S., Rathus, S.A., & Greene. B., (2005). Psikologi Abnormal.Penerbit buku Erlangga, jakarta
Martono,
Lidya. H. (2008), Peran Orang Tua dalam
Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta : Balai Pustaka
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat