A. Klasifikasi
Konsep Diri
Adapun 3 klasifikasi konsep diri yakni,
konsep diri yang sehat, resiko terhadap gangguan, dan gangguan konsep diri itu
sendiri.
1.
Konsep
Diri Sehat
Sebagai
perawat, kita perlu mengetahui tentang teori konsep diri agar dapat
berinteraksi dengan pasien secara holistik. Dibutuhkan dalam hal ini teori
Erikson, agar dapat membantu perawat untuk memahami konsep diri secara
menyeluruh.
2.
Resiko
gangguan konsep diri
Stresor menantang kapasitas adaptif seseorang. Selye
(1956) dikutip dari Potter & Perry
(2005, p. 502) menyatakan bahwa stres
adalah kehilangan dan kerusakan normal dari kehidupan, bukan hasil spesifik
tindakan seseorang atau respons khas terhadap sesuatu. Proses normal dari
kematangan dan perkembangan itu sendiri adalah stresor. Perubahan yang terjadi
dalam kesehatan fisik, spiritual, emosional, seksual, kekeluargaan, dan
sosiokultural dapat menyebabkan stres. Stresor konsep diri adalah segala
perubahan nyata atau yang diserap yang mengancam identitas, citra tubuh, atau
perilaku peran (Potter & Perry, 2005, p. 502).
Individu yang berbeda
bereaksi terhadap situasi yang sama dengan tingkat stres bergam. Persepsi
tentang stresor adalah faktor penting yang mempengaruhi respons terhadap
respons tersebut. Semua orang mengetahui pola perilaku yang biasanya memberikan
cara untuk menghadapi atau mengadaptasi stresor, dengan demikian dengan
memberikan metoda untuk koping terhadap stresor di masa datang. Namun demikian,
beberapa orang dikerahkan oleh ancaman yang dicerap dan membutuhkan bantuan
dari orang lain. Stres berkepanjangan
atau stres yang dicerap dapat menipiskan kemampuan adaptif (Potter &
Perry, 2005, p. 502).
KESEHATAN
Stresor fisik dan
emosional
|
Stresor fisik dan
emosional
|
Konsep diri:
Indentitas
Citra tubuh
Harga diri
Fungsi Peran
|
PENYAKIT
Gambar 1.1 Bagaimana stresor
mempengaruhi konsep diri
Setiap
perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stresor yang mempengaruhi konsep diri.
Perubahan fisik dalam tubuh menyebabkan perubahan citra tubuh, dimana
indentitas dan harga diri juga dapat dipengaruhi. Penyakit kronis sering
mengganggu peran, yang dapat mengganggu identitas dan harga diri seseorang (Potter
& Perry, 2005, p. 502).
a. Stresor
Identitas
Identitas
didefinisikan sebagai “pengorganisasi prinsip dari sistem kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kontinuitas, keunikan, dan konsistensi
dari kepribadian” (Stuart & Sundeen, 1991dikutip dari Potter & Perry,
2005, p. 503). Indentitas dipengaruhi oleh stresor sepanjang hidup. Masa remaja
adalah waktu dimana banyak terjadi perubahan, yang menyebabkan ketidakamanan
dan ansietas. Remaja mencoba untuk menyesuaikan diri dengan perubahan fisik,
emosional, dan mental akibat peningkatan kematangan. Stresor dapat timbul pada
setiap area ini atau sebagai akibat dari konflik di antara mereka (Potter &
Perry, 2005, p. 503).
Contoh
perubahan yang mengganggu konsep diri klien, antara lain: Seorang dewasa biasanya mempunyai identitas
yang lebih stabil dan karenanya konsep diri berkembang lebih kuat. Stresor
kultural dan sosial dibanding stresor personal dapat mempunyai dampak lebih
besar daripada identitas orang dewasa. Misalnya, seorang dewasa harus
memutuskan antara karier dan pernikahan,kerjasama dan kompetisi atau
ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan (Stuart & Sundeen, 1991
dikutip dari Potter & Perry, 2005, p. 503)
Bingung
identitas terjadi ketika seseorang
tidak mempertahankan identitas personal yang jelas, konsisten, terus sadar.
Kebingungan identitas terjadi kapan saja dalam kehidupan jika seseorang tidak
mampu mengadaptasi stresor identitas. Dalam stres yang ekstrem seorang individu
dapat mengalami depersonalisasi, yaitu suatu keadaan dimana realitas internal
dan eksternal atau perbedaan antara diri dan orang lain tidak dapat ditetapkan
(Potter & Perry, 2005, p. 504).
b. Stresor
Citra Tubuh
Perubahan dalam penampilan, struktur, atau fungsi bagian tubuh
akan membutuhkan perubahan dalam citra tubuh. Perubahan dalam penampilan tubuh,
seperti amputasi atau perubahan penampilan wajah, adalah stresor yang sangat
jelas mempengaruhi citra tubuh. Mastektomi, kolostomi, dan ileostomi mengubah
penampilan dan fungsi tubuh, meski perubahan tersebut tidak tampak ketika
individu bersangkutan mengenakan pakaian. Meskipun tidak terlihat oleh orang
lain, perubahan tubuh ini mempunyai efek yang signifikan pada individu.
Penyakit kronis seperti penyakit jantung dan ginjal mencakup perubahan fungsi,
dimana tubuh tidak bisa lagi berfungsi pada tingkat optimal. Bahkan perubahan
tubuh “normal” akibat progres perkembangan normal dari penuaan dapat
mempengaruhi citra tubuh. Selain itu, kehamilan dan penambahan atau penurunan
berat badan yang signifikan mengubah citra tubuh, sama seperti halnya
kemoterapi dan terapi radiasi (Potter & Perry, 2005, p. 504).
Persepsi seseorang tentang perubahan tubuh dapat dipengaruhi oleh
bagaimana perubahan tersebut terjadi. Paralisis yang disebabkan oleh cedera
saat perang mungkin diterima oleh masyarakat, berbeda dengan individu yang
mengalami kecelakaan ketika dalam keadaan mabuk dan menderita paralisis mungkin
mendapat respons yang berbeda dari masyarakat (Potter & Perry, 2005, p.
504).
Makna dari kehilangan fungsi atau perubahan dalam penampilan
dipengaruhi oleh persepsi individu tentang perubahan yang dialaminya. Citra
tubuh terdiri atas elemen yang ideal dan nyata. Misalnya, jika citra tubuh
seorang wanita memasukan payudara sebagai elemen ideal, maka kehilangan
payudara akibat mastektomi mungkin akan menjadi perubahan yang signifikan.
Makin besar makna penting dari tubuh atau bagian tubuh spesifik, maka makin
besar ancaman yang dirasakan akibat perubahan dalam citra tubuh (Potter &
Perry, 2005, p. 504).
Banyak orang mengaitkan keberhasilan dengan bagian tubuh atau
fungsi spesifik. Misalnya, seorang atlet dapat menganggap aktivitas tubuh dan
fisik mereka menjadi fokus dari keberhasilan pribadi. Namun demikian, jika mereka
tidak dapat lagi ikut serta dalam aktivitas fisik karena mengalami kecelakaan,
adaptasi dan rehabilitas yang harus mereka hadapi dapat terpengaruhi. Mareka
harus mengubah asumsi yang telah lama diterima tentang diri mereka dan mengubah
gaya hidup mereka. Untuk meraih kembali konsep diri dan harga diri yang positiv
dan untuk mempertahankan kesehatan yang baik, mereka harus mengadaptasi stresor
citra tubuh mereka. (Potter & Perry, 2005, p. 504)
Seseorang dengan perubahan citra tubuh, seperti mereka yang
mengalami perubahan wajah, sering merasa ditolak atau terasing. Perasaan tidak
berdaya juga perasaan yang umum. Perasaan isolasi sosial ini sering didasarkan
pada realita; orang takut merasa malu atau individu yang merasa bersalah
mengalami perubahan dan dengan demikian menghindari kontak dengan mereka
(Potter & Perry, 2005, p. 505).
Perubahan sosial yang positif berkenaan dengan penyakit dan
perubahan citra tubuh telah terjadi. Media sekarang ini telah sering menyajikan
cerita yang positif mengenai orang yang pernah mengalami bedah mayor akibat
perubahan tubuh (Potter & Perry, 2005, p. 505).
c. Stresor Harga Diri
Harga
diri adalah rasa dihormati, diterima, kompeten dan bernilai. Orang dengan harga
diri rendah sering merasa tidak dicintai dan sering mengalami depresi dan
ansietas. Harga diri berfluktuasi sesuai dengan kondisi sekitarnya. Meskipun
inti dasar dari perasaan positif dan negatif diperthankan (Potter
& Perry, 2005, p. 505).
Banyak
stresor yang mempengaruhi harga diri seorang bayi, usia bermain, prasekolah,
dan remaja. Kritik yang tajam, hukuman yang tidak konsisten, persaingan antar
saudara sekandung, dan kekalahan berulang dapat menurunkan tingkat nilai diri.
Stresor yang mempengaruhi pada orang dewasa mencakup ketidakberhasilan dalam
pekerjaan dan kegagalan dalam menjalin hubungan (Potter
& Perry, 2005, p. 505).
Penyakit,
pembedahan, atau kecelakaan yang mengubah pola hidup dapat juga menurunkan
perasaan nilai diri. Jika perubahan
lambat dan progresif, maka individu mempunyai kesempatan untuk mengantisipasi
berduka. Namun demikian perubahan mendadak dalam kesehatan lebih mungkin
menciptakan situasi krisis. Makin kronis suatu penyakit yang mengganggu
kemampuan untuk terlibat dalam aktifitas yang menunjang perasaan berharga atau
berhasil, makin besar pengaruhnya pada harga diri (Potter
& Perry, 2005, p. 505).
d. Stresor Peran
Peran membentuk pola perilaku yang diterima secara sosial yang
berkaitan dengan fungsi seorang individu dalam berbagai kelompok sosial (Stuart
& Sundeen, 1991 dikutip dari Potter & Perry,
2005, p. 505). Sepanjang hidup orang menjalani
berbagai perubahan peran. Perubahan normal yang berkaitan dengan pertumbuhan
dan maturasi mengakibatkan transisi perkembangan.
Transisi situasi terjadi ketika orangtua, pasangan hidup, atau
teman dekat meninggal, atau orang lain pindah rumah, menikah, bercerai, atau
ganti pekerjaan. Transisi sehat-sakit adalah gerakan dari keadaan sehat atau
sejahtera ke arah sakit atau sebaliknya. Masing-masing dari transisi ini dapat
mengancam konsep diri, yang mengakibatkan konflik peran, ambiguitas peran, atau
ketegangan peran. Penting sekali artinya untuk mengenali bahwa perpindahan
sepanjang kontinum dari sakit ke sejahtera sama menegangkannya seperti
perpindahan dari sejahtera ke sakit (Potter &
Perry, 2005, p. 505).
·
Stroke
·
Kebutaan
·
Kolostomi
·
Anoreksia
·
Artritis
·
Inkontinensia
·
Obesitas
·
Sklerosis multiple
·
Amputasi
·
Pembentukan jaringan parut
·
Penuaan
·
Kehamilan
·
Mastektomi
·
Diabetes
·
Trakeostomi
|
·
Kehilangan pekerjaan
·
Perceraian
·
Kelalaian
·
Perkosaan
·
Serangan
·
Ketergantungan pada orang lain
·
Konflik dengan orang lain
·
Perhatian seksual
·
Ketidakberhasilan berulang
·
Sikap sosial
Harga Diri
|
|
Peran
·
Tidak ada definisi tentang peran.
·
Defisit fisik/emosional/kognitif yang
menghambat penerimaan peran.
·
Keterbatasan untuk melakukan peran
·
Ketidakmampuan untuk menjadi ibu dari
seorang anak
·
Kehilangan peran yang memuaskan
|
Identitas
·
Kehilangan pekerjaan
·
Perceraian
·
Kelalaian
·
Perkosaan
·
Pelecehan
·
Ketergantungan pada orang lain
·
Perhatian seksual
·
Ketidakberhasilan berulang
·
Sikap sosial
·
Konflik dengan orang lain
|
(Potter &
Perry, 2005, p. 503)
3. Gangguan
Konsep Diri
Gangguan konsep diri merupakan suatu keadaan di
mana individu mengalami atau berada pada resiko mengalami suatu keadaan negatif
dari perubahan mengenai perasaan, pikiran, atau pandangan mengenai dirinya. Hal
ini meliputi perubahan dalam citra tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan
peran atau identitas pribadi. (Carpenito, 1997, p. 341).
a. Gangguan
Citra tubuh
Suatu
keadaan di mana individu mengalami atau beresiko untuk mengalami gangguan dalam
cara penerapan citra diri seseorang (Capernito, 1997, p. 344).
b. Gangguan
Identitas
Suatu
keadaan di mana individu mengalami atau berada pada resiko mengalami
ketidakmampuan membedakan antara diri dan bukan dirinya (Capernito, 1997, p.
347).
c. Gangguan
Peran
1) Ambiguitas
peran, terjadi ketika harapan tidak jelas dan orang tidak mengetahui apa yang
harus dilakukan dan bagaimana melakukannya dan tidak mampu memperkirakan reaksi
orang lain terhadap perilaku meraka (Kozier, 2004, p.445)
2) Konflik
peran, mucul dari harapan yang bertentangan atau tidak cocok. Dalam konflik interpersonal, individu
memiliki harapan yang berbeda mengenai peran tertentu. Contohnya seorang nenek memiliki harapan yang
berbeda dengan seorang ibu mengenai bagaimana ia seharusnya mengasuh
anak-anaknya (Kozier, 2004, p.445).
3) Ketegangan
peran, terjadi karena merasa atau dibuat merasa tidak adekuat atau tidak cocok
dengan satu peran (Kozier, 2004, p.445).
d. Gangguan
Harga diri
Suatu keadaan di
mana individu mengalami atau beresiko mengalami evalusi diri negative tentang
kemampuan atau diri (Capernito, 1997, p. 348).
DAFTAR PUSTAKA
AIPNI
(2010). Kurikulum pendidikan ners.
Fakultas keperawatan universitas indonesia. Jakarta
Asmadi.
(2008). Teknik Prosedural Keperawatan:
konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba Medika
Atkinson,L.,
Lita, Atkinson, C., Richard, dkk. (1992). Pengantar
Psikologi Jilid I (edisi Ke-11). Batam: Interaksara
Carpenito,
L. J. (1997). Buku saku: Diagnosa
keperawatan. Edisi 6. Jakarta:EGC
Deglin,
Judith Hopfer.( 2004). Pedoman Obat untuk
Perawat Ed.4. Jakarta: EGC
Hawari,
D.(2008) Manajemen Stres Cemas dan
Depresi, Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Hudak,
Carolyn M. (1997). Keperawatan Kritis;
Pendekatan Holistik. Jakarta EGC
Isaacs, Ann.( 2004). Panduan belajar : keperawatan kesehatan jiwa dan psikiatrik.
Edisi 3. Jakarta :EGC
Kaplan
Harold I. (1998). Ilmu Kedokteran Jiwa
Darurat. Jakarta : Widya Medika Kozier,
B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Asepsis. Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep,
proses dan praktek.Ed. 7. Vol 2. Jakarta: EGC
Kee,
Joyce L. (1996). Farmakologi: Pendekatan
Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
Keliat, B.A., Panjaitan, R.U., & Daulima,
N.H.C., (2005). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC
Mycek,
Mary J. (2001). Farmakologi: Ulasan
Bergambar Ed. 2. Jakarta: Widya Medika
Potter & Perry (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktik. Edisi 4 Volume 1. Jakarta: EGC
Pustaka familia. 2006. Konsep Diri Positif, Menentukan Prestasi
Anak. Yogyakarta: Kanisius
Riyanti,B.P.,Prabowo,
Hendro, dan Puspitawati, Ira. (1996). Psikologi
Umum I (Seri Diktat Kuliah). Jakarta: Universitas Gunadarma
Stuart,
G.W., & Sundeen, S.J., (1998). Buku
Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Edisi 3. Jakarta: EGC
Suliswati
dkk. 2005. Konsep dasar keperawatan
kesehatan jiwa. Jakarta : EGC
Sunaryo (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
S.
Hall, Calvin, dan Gardner Lindzey. (1993). Theories
of Personality (terjemahan A. Supratika). Yogyakarta: Kanisius
Tarwoto
& Wartonah. (2004). Kebutuhan dasar
manusia dan proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Videbeck,
Sheila. L. (2008), Buku Ajar Keperawatan
Jiwa. Jakarta. EGC
Wong, D. L, (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat