Teori Kepribadian: jawaban terhadap pertanyaan ‘apa’,
‘bagaimana’, dan ‘mengapa’.
Jika kita mempelajari kepribadian
orang secara intensif, kita ingin mengetahui seperti apa mereka, bagaimana
mereka bisa menjadi seperti itu, dan mengapa mereka berperilaku seperti itu.
Dengan demikian, kita ingin sebuah teori yang dapat menjawab pertanyaan apa,
bagaimana, dan mengapa tentang perilakunya.
Pertanyaan “apa”, berkaitan dengan
karakteristik seseorang dan bagaimana karakteristik itu ditata untuk saling
berhubungan satu dengan yang lain. Apakah seseorang sangat membutuhkan
prestasi? Jika ya, apakah mereka menjadi gelisah dan tekun karena mereka berada
dalam kebutuhan yang amat sangat terhadap prestasi? Atau, apakah mereka tekun
dan amat membutuhkan prestasi karena mereka gelisah?
Pertanyaan “bagaimana” berkaitan
dengan penentu (determinan) kepribadian seseorang. Bagaimana aspek genetik
memengaruhi kepribadian seseorang? Bagaimana faktor lingkungan dan pengalaman
pembelajaran sosial memberikan kontribusi kepada perkembangan seseorang?
Bagaimana aspek biologi dan lingkungan saling berinteraksi satu dengan yang
lain? Bagaimana seseorang, melalui pilihan dan upaya mereka sendiri,
mengembangkan kepribadian mereka sendiri?
Pertanyaan “mengapa” berkaitan dengan
alasan atau sebab dari perilaku individual. Jawabannya mengarah kepada aspek
motivasional individu – mengapa dia bertindak, dan mengapa bertindak ke arah
tertentu. Jika seseorang mencoba menghasilkan banyak uang, mengapa arah ini
yang dipilih? Jika seorang anak berprestasi di sekolah, apakah karena untuk
menyenangkan orang tua, ataukah untuk menggunakan bakatnya, ataukah untuk
meningkatkan kepercayaan diri, ataukah untuk berkompetisi dengan rekan sebaya?
Apakah seorang ibu overprotective karena dia memang menyayangi
sang anak, karena dia mencoba memberikan kepada anaknya sesuatu yang hilang di
masa kecilnya, atau dia mencoba menghindari ekspresi dendam dan rasa permusuhan
yang dirasakannya terhadap sang anak? Apakah seseorang depresi karena
dipermalukan, karena kehilangan yang dicintainya, atau karena merasa bersalah?
Sebuah teori dapat membantu kita untuk memahami tingkatan depresi mana yang
merupakan karakteristik seseorang, bagaimana karakteristik kepribadian ini
berkembang, mengapa depresi dirasakan dalam kondisi tertentu, dan mengapa
seseorang berperilaku tertentu ketika tertekan. Jika ada dua orang yang
menderita depresi, mengapa salah seorang dari mereka ke luar rumah dan belanja,
sedangkan yang lain mengurung diri?
Dalam menjawab pertanyaan apa,
bagaimana dan mengapa, ada empat bidang penting yang dibahas oleh teori
kepribadian. Bidang-bidang tersebut adalah:
1.
Struktur, yakni unit dasar atau
fondasi kepribadian;
2.
Proses, yakni aspek dinamis
kepribadian; termasuk motif;
3.
Pertumbuhan dan perkembangan, yakni
bagaimana seseorang berkembang menjadi pribadi yang unik; dan
4.
Psikopatologi dan perubahan perilaku,
yakni bagaimana orang berubah dan mengapa terkadang mereka menolak perubahan
atau tidak dapat berubah. Pembahasan masing-masing bidang ini dimaksudkan untuk
mendapatkan jawaban komprehensif atas pertanyaan apa, bagaimana, dan mengapa.
STRUKTUR. Konsep
struktur kepribadian merujuk kepada aspek tetap dari kepribadian. Seseorang
memiliki kualitas psikologis yang bertahan dari hari ke hari dan dari tahun ke
tahun. Kualitas tetap yang mendefinisikan individu dan membedakan individu yang
satu dengan yang lain ini disebut struktur kepribadian. Dalam kerangka ini,
struktur tersebut dapat dibandingkan dengan bagian tubuh, atau dengan konsep
seperti atom dan molekul dalam fisika. Mereka merepresentasikan dasar-dasar
teori kepribadian. Unit Analisis berbagai teori dapat dibandingkan dalam
istilah konsep struktural yang mereka gunakan untuk menjawab pertanyaan apa,
bagaimana, dan mengapa yang berkaitan dengan kepribadian. Berbagai tipe konsep
struktural telah dikembangkan oleh teoretikus kepribadian yang berbeda untuk
mengkonseptualisasikan kualitas tetap dari kepribadian.Dengan kata lain,
teori kepribadian yang berbeda menampilkan variabel dasar yang berbeda, atau
unit analisis yang berbeda. Tiap unit analisis yang berbeda bisa jadi
“benar” menurut caranya sendiri. Bahkan tiap tipe tersebut bisa jadi memberikan
tipe informasi yang berbeda tentang sebuah objek. Sebagai contoh, pada saat ini
Anda mungkin sedang duduk di kursi. Kursi tersebut dideskripsikan dapat
menanggung beban sebesar X kg, berharga Y rupiah, sebagai “kualitas baik”. Tiap
unit analisis ini – kg, rupiah, dan tingkat “kualitas baik” – memberitahukan
sesuatu tentang kursi tersebut. Berbagai hal yang mereka sampaikan kepada kita
mungkin berhubungan secara sistematis; kursi yang buruk akan berharga lebih
murah dan hanya mampu menanggung beban yang lebih ringan.
Akan tetapi, unit
analisis adalah sesuatu yang berbeda secara konseptual. Senada dengan hal
tersebut, berbagai teori kepribadian yang berbeda menggunakan unit analisis
yang berbeda secara konseptual untuk mengkonseptualisasi struktur kepribadian.
Salah satu unit analisis yang kerap digunakan untuk mendeskripsikan struktur
kepribadian adalah sifat atau ciri kepribadian (personality trait).
Susunan sifat merujuk kepada konsistensi respons individual kepada berbagai
situasi. Seseorang yang secara konsisten bertindak dengan cara yang kita sebut
“teliti” (conscientious) dapat dikatakan memiliki sifat “teliti” (conscientiousness).
Dengan cara ini, sifat membentuk konsep yang digunakan orang awam untuk
mendeskripsikan orang.
Salah satu cara
memahami sifat adalah dengan memikirkan bagaimana Anda akan mendeskripsikan
seseorang yang Anda temui baru-baru ini. Bisa jadi Anda mendeskripsikan mereka
dengan kata sifat seperti “ramah”, “jujur”, “menyebalkan”, atau “berpikiran
terbuka”. Dalam menggunakan berbagai kata sifat, secara tidak langsung Anda
akan mengatakan bahwa individu tersebut lebih “ramah”, atau lebih “jujur “,
lebih “menyebalkan” dibandingkan rata-rata orang pada umumnya. Anda akan
menggunakan berbagai istilah sifat ini dengan cara yang amat mirip dengan yang
digunakan banyak teoretikus sifat kepribadian. Variabel sifat sering dianggap
sebagai dimensi yang berkelanjutan; orang memiliki sifat bawaan, dimana
kebanyakan orang memiliki sifat yang moderat dan sebagian kecil memiliki sifat
ekstrem.
Konsep tipe merujuk
kepada pengelompokan sifat yang berbeda. Dibandingkan dengan konsep sifat, tipe
sifat menyatakan secara tidak langsung tingkat regularitas dan generalitas
perilaku yang lebih besar. Walaupun orang dapat memiliki banyak sifat dengan
banyak tingkatan, sifat-sifat itu dideskripsikan sebagai “kelompok” tipe sifat
tertentu. Misalnya, individu dideskripsikan sebagai tertutup (introvert) atau
terbuka(extrovert), dan dideskripsikan pula berdasarkan apakah orang itu
ramah atau suka memusuhi orang lain. Beberapa periset belakangan ini telah
mengeksplorasi kombinasi dimensi kepribadian dan mengindikasikan adanya tiga
tipe manusia: orang yang merespon dengan penuh kegembiraan terhadap tekanan
psikologis, orang yang merespon dengan cara yang dilarang secara sosial atau
lepas kontrol secara emosional, dan orang yang merespon dengan cara yang liar
atau tidak terkontrol. Para psikolog yang menaruh perhatian kepada perkembangan
kepribadian dalam masa kanak-kanak juga mengindikasikan bahwa hubungan orang
tua-anak dapat dipahami sebagai hubungan yang terdiri dari tiga atau empat tipe
yang berbeda. Gagasan utama yang dikaitkan dengan satu tipe yang membuatnya
berbeda dengan sifat adalah tipe alternatif dianggap sebagai kategori yang
berbeda secara kualitatif. Dengan kata lain, orang memiliki tipe berbeda bukan
hanya karena memiliki satu karakteristik tertentu dengan kadar berbeda, tetapi
juga karena memiliki kategori karakteristik yang berbeda. Hal ini paling mudah
dijelaskan dengan analogi di luar psikologi. Tinggi badan jelas bukan variabel
tipe. Bahkan walaupun kita menyebut beberapa orang “tinggi” dan yang lain
“pendek”, kita menyadari bahwa kata tersebut tidak mengidentifikasikan kategori
orang yang berbeda. Maka, tinggi merupakan dimensi kontinuitas. Sebaliknya,
jenis kelamin biologis bersifat kategoris. Tidak seperti “tinggi” dan “pendek”,
“pria” dan “wanita” mengidentifikasi kategori orang yang berbeda secara
kualitatif.
Adalah mungkin untuk
menggunakan konsep selain tipe atau sifat untuk mendeskripsikan struktur
kepribadian dan tatanan struktur kepribadian. Kepribadian dapat dipandang
sebagai sebuah sistem, yang merupakan kumpulan dari bagian yang saling
terhubung dengan erat yang bekerja sama untuk menghasilkan fenomena yang kita
sebut personality functioning. Beberapa teoretikus kepribadian
mengemukakan sistem yang relatif sederhana dimana sejumlah kecil komponen dasar
memiliki hubungan satu dengan yang lain. Teoretikus lain memandang kepribadian
sebagai sistem yang amat kompleks dimana sejumlah besar komponen psikologis
saling berhubungan dengan rumit. Teoretikus yang memandang kepribadian sebagai
sistem mengakui bahwa seseorang memiliki karakteristik unik yang dideskripsikan
oleh sifat dan tipe kepribadian. Akan tetapi, mereka cenderung tidak
menggunakan konsep sifat atau tipe sebagai unit dasar analisis mereka dalam
menjelaskan perilaku seseorang. Dalam pendekatan ini, istilah seperti
“ketelitian” tidak berkaitan dengan struktur yang dimiliki oleh orang tersebut;
istilah tersebut, hanya berfungsi sebagai penggambaran apa yang telah dilakukan
oleh seseorang. Psikolog kepribadian tidak akan menjelaskan “ketelitian”
seseorang dengan menyatakan orang tersebut “memiliki sifat teliti” tetapi
dengan menelaah sistem emosional dan proses berpikir yang menghasilkan perilaku
yang kita deskripsikan sebagai teliti. Unit analisis dalam penjelasan ilmiah
adalah proses emosional dan pemikiran serta hubungan di antara keduanya.
Selain isu unit
analisis, ada pertimbangan lain dalam studi struktur kepribadian. Pertimbangan
tersebut adalah hierarki. Beberapa teori kepribadian melihat struktur
kepribadian sebagai struktur yang terorganisasi secara hierarkis. Beberapa unit
struktural tampak berada di urutan yang lebih tinggi, dan karena itu berfungsi
sebagai pengontrol fungsi unit lainnya. Secara umum, dua hal adalah berkaitan
secara hierarkis apabila salah satu di antara keduanya merupakan contoh dari
yang lain atau melayani tujuan yang lain. Hubungan antara “pohon” dan
“tumbuhan” bersifat hierarkis di mana pohon merupakan contoh dari tanaman.
“Joging” dan “menjadi langsing” berhubungan secara hierarkis di mana joging
dimaksudkan untuk membuat seseorang menjadi langsing (sedangkan menjadi
langsing tidak “melayani tujuan dari” joging). Menariknya, ide hierarkis dapat
diaplikasikan kepada unit analisis yang berbeda dalam studi kepribadian.
Sebagai contoh, apabila seseorang menjelaskan kepribadian dalam kerangka tujuan
dari seseorang, maka model hierarkis akan menspesifikasikan tujuan tingkat yang
lebih tinggi (misalnya, menjadi sukses, menjadi orang yang baik) yang
diasosiasikan dengan tujuan level lebih rendah yang lebih spesifik (misalnya,
mendapatkan kenaikan pangkat, bersikap baik terhadap orang asing). Ada hierarki
dalam contoh di atas, yakni tujuan tingkat lebih rendah merupakan jalan
mencapai tujuan yang lebih tinggi (contoh, seseorang mungkin akan menolong
orang yang belum dikenalnya untuk mencapai target menjadi orang baik). Apabila
seseorang mengadopsi unit sifat kepribadian, maka sifat tingkat tinggi
(misalnya, sosialibilitas, tepat waktu). Di sini terdapat hierarki di mana
sifat tingkat lebih rendah merupakan jalan menghadirkan karakteristik level
lebih tinggi (misalnya, bersikap tepat waktu merupakan jalan untuk menjadi
orang yang bersifat teliti).
Sebaliknya, beberapa
teoretikus tidak secara eksplisit mengemukakan hierarki struktur kepribadian.
Mereka memandang sistem kepribadian yang berbeda-beda sebagai sistem yang
saling mempengaruhi satu dengan yang lain secara mutual dengan cara yang tidak
selalu bersifat hierarkis. Dengan demikian, teori kepribadian berbeda dalam
fondasi mereka, yaitu dalam unit analisis dasar yang mereka gunakan untuk
mendeskripsi dan menjelaskan atribut psikologis permanen yang menyusun struktur
kepribadian individual.
PROSES. Proses
perilaku manusia, sebagaimana teori dapat dibandingkan strukturnya, teori-teori
dapat pula dibandingkan dalam hal konsep motivasional dinamis yang mereka
gunakan untuk menilai perilaku. Konsep ini mengacu pada proses perilaku
manusia. Terdapat tiga kategori konsep motivasi utama yang digunakan oleh
psikolog kepribadian: motif bersenang-senang atau hedonis, motif tumbuh atau
aktualisasi diri, dan motif kognitif (Pervin, 2003). Konsep motivasi hedonis
menekankan tujuan mengejar kesenangan dan menghindari hal yang menyakitkan. Ada
dua varian utama teori motivasi ini: model reduksi atau pereda ketegangan dan
model insentif. Salah satu teoretikus kepribadian menyebutnya sebagai “teori
dorong” atau “teori pitchfork” versus “teori tarik” atau “teori carrot”.
Menurut model motivasi pereda ketegangan “pitchfork”, kebutuhan psikologis
menciptakan ketegangan yang coba diredakan oleh individual dengan memuaskan
kebutuhan tersebut.
Contohnya, lapar dan
dahaga menciptakan ketegangan yang dapat diredakan dengan makan atau minum.
Istilah dorongan (drive) biasanya digunakan untuk merujuk aktifnya
kondisi internal ketegangan yang menyebabkan orang berusaha meredakan
ketegangan itu. Berlawanan dengan model pereda ketegangan, dalam model “tarik”
atau “carrot” penekanannya adalah pada titik akhir, tujuan, atau insentif yang
ingin dicapai oleh orang tersebut. Misalnya, seseorang mungkin ingin
mendapatkan kekayaan, ketenaran, penerimaan sosial, atau kekuasaan. Walaupun
yang ditekankan di sini adalah tujuan ketimbang pada kondisi internal
ketegangan, namun jelas bahwa penekannya adalah pada pengejaran kesenangan,
dalam kasus ini, kesenangan tersebut diasosiasikan dengan pencapaian
tujuan/target. Alasan inilah yang menyebabkan teori insentif motivasi dan teori
pereda ketegangan dianggap sebagai teori motivasi hedonis atau teori motivasi
yang berorientasi pada kesenangan.
Berlawanan dengan
teori yang berorientasi pada kesenangan, teori motivasional lain menekankan
upaya organisme untuk terus tumbuh berkembang dan mendapatkan kepuasan diri.
Menurut pandangan ini, individu mencoba untuk dewasa secara psikologis dan
menyadari potensi mereka. Perkembangan diri merupakan hal yang terpenting,
bahkan jika harus dibayar dengan peningkatan ketegangan dalam sistem biologis.
Terakhir, teori
motivasi kognitif menekankan pada upaya seseorang untuk memahami dan
memprediksi berbagai kejadian di dunia. Menurut teori ini, ketimbang mencari
kesenangan atau kepuasan diri, seseorang ingin konsisten atau ingin mengetahui.
Misalnya, seseorang ingin mempertahankan gambaran diri yang konsisten dan
menjadikan orang lain bertindak dengan cara yang dapat diprediksi. Dalam kasus
ini, penekanannya adalah pada konsistensi dan prediktabilitas meskipun harus
dibayar dengan rasa sakit atau ketidaknyamanan. Dengan demikian, teori tersebut
mengisyaratkan pada suatu waktu seseorang mungkin memilih peristiwa yang tidak
menyenangkan ketimbang yang menyenangkan jika yang tidak menyenangkan tersebut
menjadikan dunia lebih stabil dan dapat diprediksi.
Sepanjang
sejarahnya, para psikolog kepribadian telah memberikan perhatian pada tipe
proses motivasional. Pada paruh pertama abad ke-20, para peneliti mengutamakan
pembahasan proses pereda ketegangan dan proses insentif. Pada pertengahan abad
ke-20, para periset mulai menyadari bahwa organisme sering kali melakukan
aktivitas eksplorasi di mana mereka belajar tentang lingkungan mereka, bahkan
walaupun mereka tidak mendapatkan imbalan langsung dengan melakukan hal
tersebut. Observasi seperti itulah yang menyebabkan psikolog R.W.White (1959)
mengkonseptualisasi proses dalam diri manusia, yang disebut competence
motivation, yakni orang termotivasi untuk berhadapan secara kompeten atau
efektif dengan lingkungan. Seiring dengan kedewasaan seseorang, semakin banyak
perilaku mereka yang diarahkan untuk pengembangan keterampilan guna menguasai
atau menghadapi lingkungannya secara efektif, dan makin sedikit perilaku mereka
yang secara eksklusif ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Pada era
selanjutnya di abad ini, bidang psikologi semakin mengeksplorasi proses
berpikir, atau kognisi, dan kecenderungan ini mengarahkan perhatian psikolog
kepribadian ke motif kognisi untuk mendapatkan konsistensi dan prediktabilitas.
Mereka juga mulai membahas representasi mental dari tujuan yang memotivasi
perilaku ke arah titik akhir dari tujuan tersebut. Apakah seseorang harus
memilih dari berbagai teori motivasi: pereda ketegangan, kepuasan diri,
kognitif/tujuan?
Mungkin tiap
perspektif ini menangkap sebuah aspek dari motivasi manusia. Manusia adalah
makhluk yang kompleks secara biologis dan psikologis. Mereka bisa saja memiliki
beragam motivasional yang bekerja dalam kondisi yang berbeda. Terkadang orang
mencari kesenangan, pada saat yang lain mencari pertumbuhan personal, dan
kadang kala mencari kognitif konsistensi dan prediktabilitas. Oleh karena itu,
teori motivasional yang berbeda dapat menangkap berbagai aspek motivasi
manusia. Psikolog kontemporer menyadari hal ini, dan mereka sering kali
mempelajari cara berbagai tipe proses motivasional yang berbeda – sebagian
mengandung impuls emosional, sedangkan yang lain mengandung pemikiran rasional
– bergabung untuk mempengaruhi output psikologis. Meskipun demikian, teori
kepribadian yang berbeda cenderung menekankan pada satu model atau model yang
lain untuk memberikan penjelasan memuaskan bagi proses motivasional. Hasilnya,
teori kepribadian memberikan potret karakteristik manusia yang berbeda.
PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN.
Salah satu tantangan
terbesar yang dihadapi psikolog kepribadian adalah memberikan penjelasan
memuaskan mengenai perkembangan kepribadian, yaitu perkembangan psikologis
individual menjadi orang dewasa yang berbeda satu dengan yang lain secara
psikologis. Tantangan ilmiah utamanya adalah memahami penyebab utama perbedaan
individual. Pemilahan klasik kemungkinan penyebabnya, memisahkan antara nature (bawaan)
dan nurture (yang didapat dari asuhan/belajar). Pada satu
sisi, kita bisa jadi seperti saat ini karena bawaan biologis kita, yaitu fitur
biologis yang kita warisi. Pada sisi lain, kepribadian kita bisa jadi
merefleksikan pengasuhan kita; yaitu pengalaman kita ketika dibesarkan sebagai
anak. Dengan bergurau kita dapat mengatakan “Jika Anda tidak menyukai
kepribadian Anda, siapa yang harus Anda salahkan”? Orang tua Anda karena cara
mereka mengasuh Anda? Atau orang tua Anda, karena gen yang mereka turunkan
kepada Anda, yang membentuk karakteristik alamiah biologis Anda?
Sepanjang sejarah
bidang ini, riset psikologis telah menyoroti nature atau nurture sebagai
penyebab kepribadian. Pada pertengahan abad ke-20, para teoretikus fokus pada
penyebab lingkungan dari perilaku dan hanya memberikan sedikit perhatian kepada
pengaruh genetik. Dimulai pada tahun 1970-an, para peneliti memulai studi
sistematis terhadap kemiripan kepribadian orang kembar. Berbagai studi ini
menghadirkan bukti tak terbantahkan bahwa faktor bawaan memberikan kontribusi
kepada kepribadian. Walaupun demikian, baru-baru ini ada kecenderungan ketiga.
Para periset mulai mengidentifikasi interaksi antara faktor genetik dan
lingkungan. Mereka mulai menyadari bahwa nature dan nurture bukanlah pengaruh
yang terpisah satu dengan yang lain. Sebaliknya, keduanya adalah faktor
pengaruh yang berinteraksi secara dinamis. Misalnya, pengalaman lingkungan
mengaktifkan mekanisme genetic sehingga beberapa tipe pengalaman dapat mengubah
unsur biologi organism tersebut. Karena itu, baik psikolog maupun ahli biologi,
semakin menyadari bahwa masalah yang ada dalam “nature vs nurture” tradisional
adalah pada kata “versus”. Faktor biologis dan lingkungan bukan kekuatan yang
saling bersaing, tetapi faktor yang saling berinteraksi, tak jarang dengan cara
saling melengkapi, dalam perkembangan seseorang.
Determinan Genetik. Faktor genetik memainkan peran utama dalam menentukan kepribadian dan
perbedaan individual. Kemajuan pengetahuan mulai memungkinkan para psikolog
kepribadian untuk melampuai pernyataan umum ini, dan menunjukkan jalur pengaruh
yang lebih spesifik. Salah satu caranya adalah mengidentifikasi kualitas
kepribadian tertentu yang diperkirakan memiliki basis biologis. Kualitas
seperti ini sering kali dianggap sebagai aspek dari temperamen, istilah yang
merujuk pada kecenderungan emosional dan perilaku berbasis biologis yang tampak
jelas pada masa kanak-kanak awal. Temuan riset mengindikasikan bahwa cara kerja
sistem frontal cortex dan limbic orang-orang adalah berbeda dalam merespon rasa
takut, dan bahwa perbedaan biologis ini memberikan kontribusi kepada perbedaan
psikologis pada kecenderungan orang untuk menunjukkan perilaku ketakutan.
Karena faktor genetik mempengaruhi perkembangan otak, tipe analisis ini
memungkinkan psikolog kepribadian untuk memahami hubungan dari gen ke sistem
biologis ke perilaku secara relatif lebih akurat.
Determinan
Lingkungan. Bahkan psikolog yang amat berorientasi biologis mengakui bahwa lingkungan
berperan penting dalam perkembangan kepribadian. Jika kita tidak tumbuh dalam
masyarakat dengan orang lain, kita tidak akan menjadi “orang” dalam artian yang
dipahami secara umum. Konsep diri kita , tujuan hidup, dan nilai yang memandu
kita berkembang di dunia sosial. Beberapa determinan lingkungan membuat orang
mirip satu dengan yang lain, sedangkan determinan lain memberikan kontribusi
kepada perbedaan individual dan keunikan individual. Determinan lingkungan yang
terbukti penting dalam studi perkembangan kepribadian di antaranya adalah
kultur (budaya), kelas sosial, keluarga, dan teman sebaya.
PSIKOPATOLOGI DAN
PERUBAHAN PERILAKU. Menyusun teori kepribadian mungkin dianggap sebagai
aktivitas “menara gading”, yakni latihan intelektual abstrak yang tak
berhubungan dengan masalah penting kehidupan sehari-hari. Tetapi anggapan ini
salah. Teori kepribadian berpotensi memiliki nilai praktis yang besar.
Orang-orang kerap kali menghadapi masalah psikologis; mereka merasa tertekan
dan kesepian; teman dekat menjadi pecandu; mereka gelisah akan hubungan
seksual; pertengkaran yang kerap terjadi mengancam stabilitas hubungan asmara.
Untuk memecahkan masalah semacam itu, seseorang membutuhkan kerangka konseptual
yang menentukan penyebab masalah tersebut dan berbagai faktor yang bisa membawa
perubahan. Dengan kata lain, seseorang membutuhkan teori kepribadian.
Sejarahnya, masalah praktis yang paling penting bagi perkembangan teori
kepribadian adalah psikopatologi. Banyak teoretikus yang dibahas dalam buku
kepribadian, juga seorang terapis. Mereka memulai karier mereka dengan mencoba
membantu klien. Oleh karena itu, teori mereka merupakan upaya untuk
mensistematisasi pelajaran tentang karakter manusia yang mereka pelajari dengan
cara memecahkan masalah praktis dalam terapi. Tidak semua teori kepribadian
memiliki akar klinis. Sebagian teori didasari oleh data lain tentang
kepribadian. Meskipun demikian, kemampuan suatu teori untuk memberikan bantuan
kepada orang yang sedang mengalami tekanan psikologis adalah “dasar utama”
untuk mengevaluasi semua teori kepribadian. Teori kepribadian yang lengkap
harus mencakup analisis mengapa sebagian orang dapat berhadapan dengan tekanan
kehidupan sehari-hari dan merasakan kebahagiaan psikologis secara umum,
sedangkan yang lain sering mengalami tekanan psikologis dan pola coping yang
buruk. Teori tersebut juga seharusnya menyarankan teknik untuk memodifikasi
bentuk perilaku patologis.
(Sumber: Lawrence A. Pervin & Oliver P.John, “Personality, theory &
research”)
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat