A. Gangguan Sistem
Reproduksi
1. Gangguan
Sistem Reproduksi pada wanita
a. Infeksi
vulvovagina
Vagina
dilindungi oleh Ph yang normalnya rendah 3,5 - 4,5 terhadap infeksi. Resiko
infeksi meningkat jika daya tahan tubuh
wanita diturunkan oleh stres atau penyakit, pH terganggu atau jumlah organisme
yang masuk meningkat.
b. Sindrom
shock toksik
Sindrom shock
toksik merupakan kondisi yang disebabkan oleh toksin yng dihasilkan oleh
bakteri staphylococcus aureus. Kondisi
ini terjadi pada wanita yang sedang mentruasi. Faktor risiko yang dapat
mencetuskan wanita terhadap TTS termasuk menstruasi,infeksi vaginal kronis,
infeksi pelvis, abses paru, infeksi luka bedah, infeksi jaringan lunak, infeksi
pascapersalinan dan ginekologis serta penggunaan obat IV.
Manifestasi
klinis. Pada individu yang sehat, awitan TTs terjadi dengan demam mendadak (38,9ºC [102ºF]), menggigil,
malaise, dan nyeri otot. Muntah, diare, hipotensi, sakit kepala, dan kulit
merah pada telapak tangan dan tanda-tanda yang menandakan syok septik dini
dapat terjadi. Ruam makular merah yang menyerupai terbakar sinar matahari
sering terjadi. Pada beberapa pasien ruam ini muncul pertama pada tangan
(telapa dan jari-jari)dan kaki (telapak dan jari-jari kaki). Imflamasi membran
mukosa juga dapat terjadi. Pada 7-10 hari ruam tersebut dapat dapat mengelupas.
Haluaran urin menurun dan kadar nitrogen urea darah meningkat, serta
mengakibatkan disorientasi.
Penatalaksanaan.
Pasien diprogramkan untuk tirah baring dan rencana pengobatan diarahkan
terutama pada pengontrolan infeksi dengan antibiotik dan memulihkan volume
darah yang bersirkulasi. Pada kasus distres pernapasan terapi oksigen
dilakukan. Keseluruhan rencana pengoobatan termasuk strategi yang diarahkan
pada perhatian psikologis dan emosional, disesuaikan berdasarkan pada kondisi
setiap pasien yang beragam mulai dari ringan sampai akut.
c. Endoservisitis
Endoservisitis
adalah inflamasi mukosa dan kelenjar serviks yang dapat terjadi ketika
organisme mencapai akses ke kelenjar servikal setelah hubungan seksual, aborsi,
manipulasi uterin, atau persalinan.
Etiologi.
Servisitis mokupurulen sering disebakan oleh chlamydia. Penyakit ini paling
umum ditemukan pada pasien yang masih muda, pasien-pasien yang secara seksual
aktif dengan lebih dari satu pasangan seksual dan ditularkan melalui hubungan
seksual.kondisi ini menyebabkan infeksi pelvik dan sterilitas. Infeksi klamidia
dari serviks sering tidak menimbulkan gejala, meski rabas servikal,
dispareunia, disuria, dan perdarahan dapat terjadi. Komplikasi yang lain dapat
mencakup konjungtivitis dan perihepatitis. Jika wanita hamil terinfeksi maka
dapat terjadi lahir mati, kematian neonatal, dan persalinan prematur.
Penatalaksanaan.
Pengobatan harus mencakup upaya preventif dan kuratif. Mencegah infeksi
klamidia dengan menggunakan kondom dan spermisida dan menghindari hubungan
seksualdengan pasangan nonpoligami atau seseorang yang mempunyai rabas penis,
mengurangi angka kejadian endoservisitis dan penyakit hubunggan seksual.
Penggobatan
diitujukan untuk menghilangkan kedua organisme, biiasanya dengan amoksisilin yang
diikuti dengan terpai tetrasiklin. Jika klamidia saja yang diobati, terapi
biasanya mencakup tetrasiklin, doksisiklin, atau azitromisin.
d. Infeksi
pelvis
Infeksi
pelvis adalah kondisi inflamasi rongga pelvis yang dapat mengenai uterus
(endometritis), tuba falopi (salpingitis), ovarium (ooforitis), peritonium
pelvik, atau sistem vaskular pelvik. Infeksi yang bisa saja akut dan kronis
menyebar biasanya disebabkan oleh virus, bakteri dan parasit.
Etiologi.
Organisme patogenik biasanya memasuki tubuh melalui vagina, menjjalar melalui
kanalis servikalis dan masuk ke dalam uterus. Organisme dapat memasuki salah
satu atau kedua tuba falopii dan ovarium serta ke dalam pelvis. Pada infeksi
bakteri yang terjadi setelah kelahiran atau aborsi dan pada beberapa infeksi
yang berhubungan dengan alat intrauterin, patogen menyebar secara langsung
melalui jaringan yang menyangga uterus secara limfatik atau melalui pembuluh
darah. Peningkatan kebutuhan suplai darah yang dibutuhkan oleh plasenta
memungkinkan infeksi memiliki lebih banyak saluran untuk memasukinya. Infeksi
pascapersalinan dan pasca aborsi ini cenderung untuk terjadi secara unilateral.
Manifestasi
klinis. Infeksi pelvis biasanya diawali
dengan adanya rabas vagina, nyeri pelvis abdomen bawah, dan nyeri tekan yang
terjadi setelah haid. Nyeri biasanya meningkat sellama berkemih atau defekasi.
Gejala lain mencakup demam, malaise, anoreksia, mual, sakit kepala dan
kemungkinan muntah. Pada pemeriksaan pelvis, nyeri tekan yang hebat dapat
tampak pada saat palpasi uterus atau gerakan serviks.
Penatalaksaan.
Pasien mendapatkan terapi antibiotik spektrum luas. Wanita dengan infeksi
ringan dapat diobati di unit rawat jalan, tetapi hospitalisasi mungkin
diperlukan pada waktu tersebut. Terapi intensif mencakup tirah baring, cairan
intravena untuk memperbaiki dehidrasi dan asidosis, dan terapi antibiotik
intravena. Jika pasien mengalami distensi abdomen atau ileus, intubasi selang
nasogastrik dan penghisapan dilakukan. Pemantauan yang cermat terdapat
tanda-tanda vital dan gejala-gejala membantu dalam mengevaluasi status infeksi.
Pengobatan pasangan seksual diperlukan untuk mencegah reinfeksi.
a. Kelainan
struktural
1) Fistula,
suatu ostium abnormal, berliku-lliku antara dua organ berongga internal atau
dengan tubuh bagian luar. Nama dari fistula menandakan kedua area yang
berhubungan secara abnormal. Fistula vesikovaginal adalah ostium antara kandung
kemih dan vagina, dan fistula rektovaginal adalah suatu ostium antara rektum
dan vagina.
Etiologi.
Fistula terjadi secara kongenital, pada orang dewasa kerusakan biasanya terjadi
karena kerusakan jaringan akibat cedera yang didapatkan selama pembedahan,
melahirkan, terapi radiasi, atau proses penyakit seperti karsinoma.
Manifestasi
klinis. Gejala-gejala tergantung pada kekhususan defek. Contoh, pada pasien
denggan fistula vesikovaginal, urin terus merembes ke dalam vagiina. Pada
fistula rektovagiinal terdapat inkontinens fekkal, dan flatus dikeluarkan
melalui vagina. Kombinasi rabas demikian dengan leukorea mengakibatkan kondisi yang
sangat berbau yang sulit untuk dikontrol.
Penatalaksaan.
Untuk menghilangkan fistula, infeksi dan ekskoriasi. Biasanya fistula akan
menghilang tanpa intervensi bedah. Sebaliknya akan diperlukan
pembedahan.pembedahan pada vagina digunakan untuk fistula vesikovaginal dan
uretrovaginal, dan pembedahan pada abdomen untuk fistula yang lebih tinggi
dalam abdomen. Fistula yang sulit untuk diperbaiki atau fistula yang sangat
besar membutuhkan perbaikan melalui tindakan bedah dengan diversi urinarius
atau fekal.
2) Sistokel,
merupakan perpindahan tempat ke bawah dari kandung kemih ke arah orifisium
vagina.Sistokel terjadi akibat cedera atau tegangan selama melahirkan anak.
Kondisi ini biasanya tampak beberappa tahun kemudian ketika atrofi gental yang berkaitan dengan
penuaan yang terjadi, tetapi wanita yang lebih muda, multipara, pramenopause
juga dapat mengalaminya.
Manifestasi
klinis. Karena sistokel menyebabkan diding vagina menonjol ke arah bawah,
pasien biasanya melaporkan adanya tekanan pelvis, keletihan, dan masalah
perkemihan seperti inkontinensia, sering berkemih dan dorongan selalu untuk
berkemih. Sakit pinggang dan nyeri pelvis juga dapat terjadi.
Penatalaksaan
non bedah. Latihan perineal atau kegel diharuskan dan sering dapat membantu
menguatkan otot-otot yang melemah. Latihan ini paling efektif pada sistokel
dini. Latihan kegel mencakup mengencangkan atau kontraksi otot-otot vagina.
Latihan ini mudah untuk dilakukan dan direkomendasikan bagi senua wanita,
termasuk mereka yang memiliki dinding vagina yang kuat.
3) Rektokel,
kondisi ini dan laserasi perineal dapat menyerang otot dan jaringan dasar
pelvis dan dapat terjadi selama melahirkan. Karena robekan otot di bawah
vagina, maka rektum dapat menggelantung ke arah depan, dengan demikian
mendorong dinding vagina ke depan.
Manifestasi
klinis. Gejala-gejala rektokel menyerupai gejala-gejala sistokel kecuali pasien
dapat mengalami tekanan pada rektum. Konstipasi, gas yang terkontrol, dan
inkontinensia fekal dapat terjadi pada pasien dengan robekan komplit.
4) Perubahan
letak uterus, uterus dapat digerakkan bebas karena kehamilan. Tetapi regangan
akibat kehamilan yang dapat mencakup pembentukan perlekatan atau melemahkan
penyangga uterus alamiah (atau variasi individual) dapat menyebabkan perubahan
posisi normal uterus. Biasanya perubahan ini tidak menyebabkan masalah berat,
tetapi kondisi ini dapat menyebabkan gejala-gejala yang menyulitkan.
Manifestasi. Sakit pinggang atau tekanan
pada pelvis. Akibat pergeseran kandung kemih . masalah diperburuk ketika pasien
batuk, mengangkat benda berat atau berdiri untuk waktu yang lama. Aktivitas
normal, ketika berjalan menaiki anak tangga, dapat memperburuk masalah. Pasien
dengan gejalan demikian didorong untuk mencari bantuan medis.
Penatalaksaan. Pembedahan merupakan
pengobatan pilihan. Uterus dijahit kembali ke tempatnya dan diperbaiki untuk
menguatkan dan mengencangkan pita-pita otot. Pada wanita pascamenopause, uterus
dapat di angkat (histerektomi). Bagi lansia wanita atau mereka yang terlalu
sakit untuk menahan regangan pembedahan, pesari dapat menjadi pengobatan
pilihan.
b. Tumor
dan kondisi benigna dan maligna
Terdapat
beberapa kondisi seperti kista vulva, kista ovarium,leimioma, kanker serviks,
kanker endometrium, kanker tuba fallopi.
1) Kista
vulva adalah kista bartholin terjadi akibat obstruksi duktus pada salah satu
pasangan kelenjar vestibular pada segitiga posterior vulva dekat vestibula.
kista sederhana dapat saja asimptomatik tetapi kista yang terinfeksi dapat
menimbulkan ketidaknyamanan. Infeksi dapat diakibatkan oleh organisme
Gonococcus, Escherichia coli, atau Stphylococcus aureus dan dapat disebabkan
oleh abses dengan melibatkan nodus limfe inguinal. Pengobatan yang lazim adalah
insisi dan drainase yang diikuti dengan terapi antibiotik. Jika kista asimptomatik,
pengobatan tidak diperlukan. Panas lembab atau rendam duduk dapat meningkatkan
drainase dan resolusi. Jika pembedahan diperlukan, vaporisasi laser dapat
digunakan.
2) Kista
ovarium adalah pembesaran konstituen ovarium normal, folikel graft, atau korpus
leteum, atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan abdomen dari
epitelium ovarium. Pengobatan kista ovarium yang besar adalah pengangkatan
melalui tindakan bedah.
3) Kanker
serviks adalah kondisi yang jarang
terjadi dibanding sebelumnya akibat deteksi dini dengan pap smear. Kondisi ini
masih merupakan kanker reproduksi wanita ketiga yang paling umum, tidak
termasuk kanker payudara.
4) Kanker
endometrium adalah keganasan pelvis perempuan yang paling sering, dilaporkan
terdapat 6% dari seluruh kanker pada perempuan. Gejala yang dialami biasanya
adalah perdarahan uterus abnormal dan perdarahan setelah menopause.
5) Kanker
tuba falopii adalah hal yang jarang terjadi dan merupakan tipe kanker genital
yang paling sedikit. Gejala-gejala termasuk rabas yang sangat banyak, encer dan
nyeri kolik abdomen bagian bawah atau perdarahan vagina abnormal. Pembedahan
diikuti dengan terapi radiasi adalah pengobatan yang biasanya dilakukan.
2. Gangguan
Sistem Reproduksi pada Pria
Terdapat
beberapa gangguan sistem reproduksi pria antara lain:
a. Malformasi
kongenital:
1) Kriptorkhidisme,
pada masa gestasi sekitar 32 minggu, testis turun ke dalam skrotum di bawah
pengaruh testosteron. Kriptorkhidisme adalah kegagalan satu atau kedua testis
untuk turun dari rongga abdomen ke dalam skrotum. Penyebabnya adalah
hipogonadisme atau obstruksi mekanik. Kegagalan testis ektopik dalam mengikuti
penurunan jalur normal dan akan terletak pada tempat yang abnormal. Letak yang
paling sering untuk testis yang ektopik adalah kanalis inguinalis, perineum
paha, daerah femoral, atau pada pangkal penis (Price 2005, p. 1317).
Testis
yang tidak turun biasanya lebih kecil dari pada normal, tidak menghasilkan
sperma dengan baik, dan rentan terhadap perubahan keganasan. Pada sebagian
kasus testis yang tidak teraba terdapat agenesis testis. Testis yang tidak
turun pada bayi baru lahir dapat turun secara spontan menjelang usia 1 tahun di
bawah pengaruh testosteron yang disekresi oleh testis neonatus (Price 2005, p.
1317).
2) Hipospadias
dan epispadias, merupakan abnormalitas kongenital dari ostium uretra. Pada
hipospadia ostium uretra terletak pada sisi bawah penis, pada epispadia ostium
uretra terletak di dorsal penis. Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran
anak laki-laki. Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang
permukaan ventral penis. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah
lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral
penis (Price 2005, p. 1317).
b. Infeksi
saluran genitourinaria
Sistitis
tak terkomplikasi akut pada pria dewasa jarang terjadi, kecuali pada pria yang
pasangan seksualnya menderita infeksi vaginal dengan E. Coli bakteri uria
asistomatik dapat juga terjadi akibat manipulasi genitourinaria, pemasangan
kateter, atau instrumentasi.
Penyakit
hubungan seksual (PHS) yang menyerang saluran genotourinaria pria umumnya
termasuk gonore dan sifilis. Terdapat kontroversial yang menyebar luas mengenai
peran penyakit hubungan seksual dalam infertilitas pria (Moskowitz &
Mellinger, 1992 dalam Smeltzer 2001, p. 1624).
c. Prostatititis
Merupakan inflamasi
kelenjar prostat yang disebabkan oleh agens infeksius (bakteri, fungi,
mikoplasma) atau oleh berbagai masalah lain. Mikroorganisme biasanya terbawa ke
prostat dari uretra. Prostatitis mungkin diklasifikasikan sebagai bakterial
atau abakterial, bergantung pada ada atau tidaknya mikroorganisme dalam cairan
prostat. Manifestasi klinik, gejala-gejala prostastitis dapat mencakup rasa
tidak nyaman pada perineal, rasa terbakar, dorongan ingin berkemih, sering
berkemih dan nyeri saat atau setelah ejakulasi. Prostatodinia (nyeri pada
prostat) dimanifestasikan oleh nyeri saat berkemih atau nyeri perineal tanpa
adanya inflamasi atau pertumbuhan bakterial dalam cairan prostat (Smeltzer
2001, p. 1624).
d. Hiperplasia
prostat
Merupakan
pembesaran kelenjar prostat, dengan bentuk memanjang ke atas ke dalam kandung
kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra. Kondisi ini
dikenal sebagai hiperplasia postatik jinak (BPH), perbesaran atau hipertrofi
prostat. BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan
penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia
60 tahun. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya prostat yang membesar, berwarna
kemerahan, dan tidak nyeri tekan. Penyebabnya tidak pasti, tetapi bukti-bukti
menunjukkan bahwa hormon menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal dan
elemen glandular pada prostat (Smeltzer 2001, p. 1625).
Dan
menyebabkan obstruksi leher kandung kemih, yang mengakibatkan berkurangnya
aliran kemih dari kandung kemih. Tanda dan gejala yang sering terjadi adalah
sering berkemih, nokturia, urgensi, urgensi dengan inkontinensia. Kandung kemih
yang teregang dapat teraba pada pemeriksaan abdomen, dan tekanan suprapubik
pada kandung kemih yang penuh akan menimbulkan rasa ingin berkemih. Prostat
diraba sewaktu pemeriksaan rektal untuk menilai besarnya kelenjar (Price 2005,
p. 1320).
e. Kanker
prostat
Kanker
prostat adalah yang paling umum terjadi pada pria (selain kanker kulit
nonmelanoma). Pertumbuhan kelenjar prostat bergantung pada adanya hormon
androgenik seperti testosteron. Karena hidrostestosteron adalah suatu promoter
paling dari kanker prostat, maka medikasi seperti finasterida menjadi andalan
sebagai cara dalam menghambat sel proliferatif dan membunuh sel-sel kanker prostatik.
Manifestasi
klinik, kanker prostat pada tahap awalnya jarang menimbulkan gejala. Gejala
yang terjadi akibat obstruksi urinarius terjadi saat penyakit berada pada tahap
lanjut. Kanker ini cenderung beragam dalam perjalananya. Jika neoplasma cukup
besar untuk menyumbat kolum kandung kemih, maka gejala dan tanda obstruksi
urinarius terjadi, seperti kesulitan dan sering berkemih, retensi urin dan
penurunan ukuran dan kekuatan aliran urin. Kanker prostat umumnya bermetastasis
ke tulang dan nodus limfe. Gejala-gejala yang berhubungan dengan metastasis
mencakup sakit pinggang, nyeri panggul, rasa tidak nyaman pada perineal dan
rektal, anemia, penurunan berat badan, kelemahan, mual, dan oliguria (penurunan
haluaran urin). Hematuria dapat terjadi akibat kanker yang menyerang uretra
atau kandung kemih, atau keduanya. Sayangnya, hal ini mungkin menjadi indikasi
pertama yang jelas dari kanker prostat (Smeltzer 2001, p. 1633).
f. Kondisi
yang menyerang testis
1) Orkhitis,
merupakan suatu inflamasi testis (kongesti testikular), biasa disebabkan oleh
faktor-faktor piogenik, virus, spiroseta,
parasit, traumatis, kimia atau faktor yang tidak diketahui. Gondongan
adalah salah satu faktor tersebut. Ketika pria pascapubertas terserang gondongan,
sekitar satu dari lima pria tersebut mengalami suatu bentuk orkhitis 4 sampai 7
hari setelah rahang dan lehernya membengkak. Testis dapat menunjukkan suatu
tingkatan atrofi. Pada beberapa tahun yang lalu, sterilitas dan impotensi
sering terjadi. Sekarang ini, pria yang tidak pernah mengalami gondongan dan
yang terpajan pada penyakit tersebut menjadi gamma globulin dengan segera,
penyakit mungkin menjadi lebih ringan, dengan komplikasi minimal atau tanpa
komplikasi (Smeltzer 2001, p. 1640).
2) Epididimitis,
merupakan suatu infeksi epididimis yang biasanya turun dari prostat atau
saluran urine yang terinfeksi. Kondisi ini juga dapat terjadi sebagai infeksi
dari gonore. Pada pria di bawah usia 35 tahun, penyebab utama epididimitis
adalah Chlamydia trachomatis. Infeksi
menjalar ke atas melalui uretra dan duktus ejakulatorius, dan kemudian
sepanjang vas deferen ke epidermis.
Pasien
mengeluh nyeri unilateral dan rasa sakit pada kanalis inguinalis sepanjang
jalur vas deferens, dan kemudian mengalami nyeri dan pembengkakan pada skrotum
dan lipat paha. Epididimis menjadi bengkak dan sangat sakit, suhu tubuh pasien
meningkat. Urin dapat mengandung nanah (piuria) dan bakteri (bakteriuria), dan
pasien dapat mengalami menggigil dan demam (Smeltzer 2001, p. 1640).
3) Vasektomi,
merupakan sterilisasi pada pria, adalah ligasi dan transeksi suatu bagian dari
vasdeferen dengan atau tanpa pengangkatan segmen vas deferen. Untuk mencegah
mengalirnya sperma dari testis, vas deferen dipajankan dengan cara membedah
skrotum atau dengan menggunakan hemostat lengkung yang tajam. Ujung dari vas
diikat dengan tali atau klip, atau lumen dari setiap vas dirapatkan melalui
kauterisasi. Spermatozoa, yang dihasilkan di dalam testis, tidak dapat berjalan
ke atas ke arah vas deferen setelah pembedahan ini dilakukan (Smeltzer 2001, p.
1640).
4) Hidrokel,
merupakan pengumpulan cairan, umumnya pada tunika vaginalis testis, meskipun
dapat juga berkumpul pada korda spermatikus. Biasanya, tunika vaginalis menjadi
sangat membesar akibat cairan. Hidrokel dapat akut atau kronis. Pada deteksi,
kondisi ini berbeda dari hernia karena pada hidrokel cahaya diteruskan ketika
ditransiluminasi, sementara hernia tidak. (Smeltzer 2001, p. 1643).
Biasanya
juga sering ditemukan hernia inguinalis. Karena cairan kemudian akan
direabsorpsi dan lubang akan menutup, maka tidak diperlukan tindakan apapun.
Jika dicurigai atau didiagnosis terdapat hernia inguinalis dan terdapat usus di
dalamnya, dilakukan pembedahan untuk mencegah terjadinya strangulasi usus.
Pada orang
dewasa, hidrokel tidak berhubungan dengan rongga peritoneum, kumpulan cairan
terbentuk sebagai reaksi terhadap infeksi, tumor, atau trauma, yaitu akibat
produksi cairan yang berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau
vena di dalam funikulus spermatikus. Hidrokel yang kronik biasanya timbul pada
pria yang berusia di atas 40 tahun. Cairan yang terkumpul dan massa yang
terbentuk dapat lunak, kistik, atau keras. Tanda-tanda dan gejala-gejalanya
adalah pembesaran skrotum dan perasaan berat, hidrokel biasanya nyeri ringan
kecuali disebabkan oleh infeksi epididimis akut atau torsio testikular (Price
2005, p. 1319).
5) Tumor
testis, kanker testikuler yang menempati peringkat pertama dalam kematian.
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi kriptokhidisme, infeksi dan faktor-faktor
genetik dan endokrin tampak berperan dalam terjadinya tumor tersebut. Gejalanya
dengan benjolan pada testis, dan secara umum perbesaran testis yang tidak
nyeri. Pasien dapat mengeluhkan rasa sesak pada skrotum, area inguinal, atau
abdomen dalam. Sakit pinggang (akibat perluasan nodus retroperineal), nyeri
pada abdomen, penurunan berat badan, dan kelemahan umum dapay diakibatkan oleh
metastasis (Smeltzer 2001, p. 1641)
6) Varikokel,
merupakan dilatasi abnormal (varises) dari pleksus pampiniformis vena yang
mengalirkan darah ke setiap testis, lebih sering terjadi pada sisi kiri di
bandingkn sisi kanan. Varikokel pada sisi kanan dapat merupakan tanda obstruksi
yang disebabkan tumor. Varikokel dapat teraba pada 10% laki-laki pada populasi
umum, dan 30% pada laki-laki infertil. Konsentrasi dan pergerakan sperma
menurun secara signifikan sebanyak 65% hingga 75% pada laki-laki dengan
varikokel. Mekanisme yang menghubungkannya dengan infertilitas tidak diketahui,
tetapi mungkin berkaitan dengan peninggian suhu, karena salah satu dari fungsi
pleksus pampiniformis adalah untuk menjaga suhu testis 1 atau 20F
lebih rendah dari suhu tubuh guna memberikan keadaan yang optimal untuk
produksi sperma (Price 2005, p. 1319).
7) Torsio
testis, testis dapat terputar dalam kantung skrotum. Testis yang demikian mudah
memuntir dan memutar funikulus spermatikus. Gejalanya adalah awitan yang
mendadak dari nyeri skrotum, nyeri abdomen bagian bawah, mual dan muntah (Price 2005, p. 1318).
g. Kondisi
yang menyerang penis
1) Firmosisi,
merupakan kondisi prepusium mengalami kontriksi sehingga tidak dapat diretraksi
di atas glans penis. Dapat terjadi secara kongenital atau akibat inflamasi dan
edema. Karena sirkumsisi rutin pada masa neonatus tidak dapat dilakukan, maka
anak dan pria dewasa secara dini diinstruksikan untuk membersihkan prepusium.
Pada orang dewasa yang membersihkan area prepusial, sekresi normal menumpuk,
menyebabkan inflamasi (balanitis), yang dapat mengarah pada adesi dan fibrosis.
Sekresi yang mengental menjadi kering bersama garam-garam urin dan pengapuran,
membentuk batu atau kalkuli dalam prepusium. Pada pria lansia, dapat terjadi
karsinoma penis. Fimosis diatasi dengan sirkumsisi (Smeltzer 2001, p. 1644).
2) Sirkumsisi,
merupakan eksisi prepusium dari glans penis, hal ini biasanya dilakukan pada masa
bayi dengan tujuan higienik. Pada periode pasca operatif, balutan kasa
petrolatum dipasang dan diganti sesuai indikasi. Pasien diamati terhadap
perdarahan. Karena pria dewasa dapat mengalami nyeri yang cukup hebat setelah
sirkumsisi, analgesik diberikan sesuai dengan keperluan (Smeltzer 2001, p.
1644).
3) Kanker
penis, terjadi pada pria yang berusia lebih dari 60 tahun. Kanker penis jarang
terjadi pada pria yang disirkumsisi. kondisi ini tampak pada kulit penis
sebagai pertumbuhan mirip kutil, tidak nyeri atau sebagai ulkus. Kanker penis
dapat mencakup glans, sulkus koronal, di bawah prepusium, korpus-korporal,
uretra, dan nodus limfe regional atau nodus limfe yang jauh. Penyakit bowen
adalah bentuk karsinoma sel skuamosa in
situ dari batang penis. Biasanya, pria menunda untuk mencari pengobatan
selama lebih dari satu tahun, kemungkinan karena rasa bersalah, malu atau
mengabaikan (Smeltzer 2001, p. 1644).
4) Priapisme,
merupakan ereksi persisten, tidak terkontrol dari penis yang menyebabkan penis
menjadi besar, keras dan sangat sakit. Kondisi ini dapat terjadi baik akibat
penyebab neural atau vaskular, termasuk trombosis sel sabit, infiltrasi sel
leukemik, tumor medula spinalis, dan invasi tumor penis atau pembuluhnya.
Kondisi ini dapat diakibatkan gangren dan sering mengakibatkan impotensi
(Smeltzer 2001, p. 1644).
5) Penyakit
peyronie, merupakan penumpukkan plak fibrosus pada selaput korpus kavernosum,
plak tidak tampak pada saat penis dalam keadaan rileks. Namun demikian, ketika
penis ereksi, terjadi kurvatura penis yang dapat sangat nyeri dan mengganggu
hubungan seksual menjadi sulit atau tidak memungkinkan. Penyakit peyronie
terutama terjadi pada usia baya dan yang lebih tua. Meskipun plak dapat
menyusut bersama dengan berlalunya waktu, pengangkatan plak melalui bedah
mungkin saja diperlukan (Smeltzer 2001, p. 1645).
6) Striktur
uretral, merupakan kondisi dimana suatu bagian dari uretra menyempit. Kondisi
ini terjadi secara kongenital atau akibat jaringan parut sepanjang uretra.
Cedera traumatik pada uretra, sebagai contoh, akibat instrumentasi atau
infeksi, dapat mengakibatkan striktur. Pengobatan mencakup dilatasi atau, pada
kasus yang berat, urethromi (pengangkatan striktur melalui tindakan bedah)
(Smeltzer 2001, p. 1645).
3. Penyakit
Menular Seksual (PMS)
Istilah penyakit
menular seksual (PMS) mencerminkan definisi setiap mikroba yang ditularkan
seseorang kepada orang lain melalui kontak yang dekat dan intim (Spense, 1989
dalam Bobak, 2004). Kemungkinan penularan penyakit ini adalah dari: (Hegner,
2003)
a. Membran
mukosa ke membran mukosa seperti dari genital ke mulut atau dari genital ke
genital
b. Membran
mukosa ke kulit, seperti dari genital ke tangan
c. Kulit
ke membran mukosa seperti dari tangan ke genital
Penyakit
menular seksual karena Infeksi Bakteri
1) Klamidia
Infeksi
klamidia merupakan epidemi di Amerika Serikat. Chlamydia trachomatis, patogen bakteri yang paling umum ditularkan
melalui hubungan seksual, bertanggung jawab untuk morbiditas substansial,
penderitaan pribadi, dan beban ekonomi yang berat. C trachomatis dapat hidup hanya di dalam sel hidup dan transmisi
terjadi melalui kontak seksual secara langsung atau pemamparan saat lahir. Lima
belas tipe-imun C trachomatis
menyebabkan infeksi pada orang dewasa dan neonatus (Bobak, 2004).
Diagnosis
laboraturium definitif dapat dilakukan melalui kultur jaringan (McGregor,
1989). Namun, prosedur ini sangat mahal, memerlukan keahlian dalam
pelaksanaannya, dan memakan waktu empat sampai tujuh hari untuk mengetahui
hasilnya. Ada dua metode pemdeteksi antigen : (1) tes direct immunofluo-recent (mis., Micro Trak), yang memerlukan
mikroskop fluoresen dan memakan waktu 30 menit, dan (2) tes enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) (mis.,
Chlamydiazime), yang memunculkan tanda berwarna dalam empat jam. Tes -30 menit
lebih sesuai untuk skrining populasi risiko-rendah, sementara tes ELISA
digunakan untuk populasi risiko-tinggi (Bobak, 2004).
Chlamydia
adalah organisme infeksius yang dapat menembus membran mukosa tubuh. Organisme
ini dapat : (Hegner, 2003)
a) Masuk
ke mata menyerang konjungtiva. Menyebabkan peradangan (konjungtivitis) dan
keadaan yang lebih serius seperti trachoma. Trachoma ini dapat menyebabkan
kebutaan
b) Menular
secara seksual dan biasanya menyebabkan infeksi saluran reproduksi
c) Penyebab
penyakit radang panggul (PRP) dengan jaringan parut dan bahkan infeksi
sistemik. Jaringan parut dapat menyebabkan strerilitas.
d) Bertanggung
jawab atas tanda dan gejala yang hampir sama dengan gonore, kecuali bahwa rabas
biasanya berwarna putih kekuningan
e) Diobati
dengan antibiotik
Tanda
utama infeksi klamidia pada perempuan adalah sekret serviks mukopurulen dan
ektopi, edema, dan rapuhnya serviks, dan pada laki-laki, uretritis dengan atau
tanpa sekret. Infeksi uretra pada laki-laki atau perempuan dapat menyebabkan
disuria, walaupun hal ini lebih sering terjadi pada laki-laki (Price, 2005)
2) Gonore
Gonore
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, suatu bakteri jenis diplokokus. Meskipun
gonore merupakan suatu PMS, penyakit ini juga ditularkan melalui kontak
langsung dengan lesi terinfeksi dan secara tidak langsung melalui benda mati
atau fomites (Bobak, 2004).
a) Tanda
dan gejala
Gejala
dan tanda pada laki-laki dapat muncul sedini 2 hari setelah pajanan mulai
dengan uretritis, diikuti oleh sekret purulen, disuria, dan sering berkemih
serta malese. Sebagian besar laki-laki akan memperlihatkan gejalan dalam 2
minggu setelah inokulasi oleh organisme ini. Pada sebagian besar kasus,
lakki-laki akan segera berobat karena gejala yang mengganggu. Karena infeksinya
cepat diketahui dan di terapi, maka jarang ada laki-laki yang mengalami
prostatitis, epididimitis, atau bakteremia (Price, 2005)
Pada
perempuan, gejala dan tanda timbul dalam 7 sampai 21 hari, dimulai dengan
sekret vagina. Pada pemeriksaan, serviks yang terinfeksi tampak edematosa dan
rapuh dengan drainase mukopurulen dari ostium.
Tempat penyebaran tersering pada perempuan adalah ke uretra, dengan
gejala uretritis, disuria dan sering berkemih serta ke kelenjar Bartholin dan
Skene yang menyebabkan perdarahan abnormal vagina, nyeri panggul dan abdomen,
dan gejala-gejala PID progresif apabila tidak diobati (Price, 2005)
b) Pemeriksaan
diagnostik
Gonore
dapat didiagnosis dengan cepat dengan pewarnaan gram terhadap asupan eksudat
yang diambil dari tempat infeksi. Asupan positif apabila ditemukan diplokokus
gram-negatif intrasel. Sayangnya, metode pewarnaan ini kurang andal untuk
mendiagnosis gonorea pada perempuan, pasien asimtomatik, dan infeksi di rektum
atau faring. Untuk memastikan diagnosis harus dilakukan pembiakan dari semua
kemungkinan tempat infeksi. Kuman memerlukan waktu 48 sampai 96 jam untuk
tumbuh dalam biakan, dan berdasarkan anamnesis dan gejala, atau riwayat
pajanan, terapi antibiotik biasanya sudah dimulai sebelum hasil diperoleh.
c) Terapi
Terapi
yang saat ini direkomendasikan adalah golongan sefalosporin atau fluorokuinolon
(CDC, 1998). Sayangnya di banyak bagian dunia sudah dilaporkan adanya
galur-galur N. Gonorrhoeae yang resisten-fluorokuinolon (QRNG). Karena ancaman
galur-galur N. Gonorrhoeae yang resisten ini maka pada semua kasus yang tidak
sembuh harus dilakukan uji kepekaan. Karena tingginya insidensi koinfeksi
dengan C. Trachomatis pada pasien dengan gonorea, maka dianjurkan pemberian
terapi untuk kedua penyakit sekaligus (Price, 2005)
Ceftriakson
ialah dosis tunggal terapi yang direkomendasikan. Spektinomisin ialah terapi
alternatif yang lebih disukai. Di antara wanita berisiko tinggi, khususnya
wanita yang memiliki banyak pasangan, berbagai PMS sering timbul. Semua
pasangan seksual harus diobati dan penggunaan kondom dianjurkan saat melakukan
hubungan seksual oral dan hubungan seksual genital (Bobak, 2004)
3) Sifilis
Sifilis
disebabkan oleh spirokaeta Treponema pallidum setelah suatu periode inkubasi
beberapa minggu. Sifilis dapat disembuhkan pada tahap-tahap awal infeksi,
tetapi apabila dibiarkan penyakit ini dapat menjadi infeksi yang sistemik dan
kronik. Infeksi sifilis dibagi menjadi tiga fase, yaitu : (Price, 2005)
a) Sifilis
primer
Biasanya
manifestasi klinis awal sifilis adalah papul kecil soliter di tempat invasi
yang timbul dalam 10 sampai 90 hari setelah terpajan. Dalam satu sampai
beberapa minggu, papul ini berkembang menjadi ulkus merah, indolen (tidak
nyeri), dan berbatas tegas yang disebut chancre dan dipenuhi oleh spirokaeta.
b) Sifilis
sekunder
Apabila
tidak diobati, tanda-tanda sifilis sekunder akan mulai timbul dalam 2 sampai 6
bulan setelah terpajan. Tanda tersering pada sifilis sekunder adalah ruam kulit
makulopapular yang terjadi pada 80% kasus. Gejala dan tanda lain pada sifilis
sekunder adalah limfadenopati, uveitis, malese, demam ringan, nyeri kepala,
anoreksia, penurunan berat badan, atopesia, serta nyeri tulang dan sendi.
c) Sifilis
tersier
Beberapa
tahun sampai beberapa dekade setelah awal infeksi, dapat timbul tiga bentuk
sifilis tersier : sifilis tersier jinak pada kulit, tulang, dan visera ;
sifilis kardiovaskular; dan neurosifilis. Sifilis
tersier jinak ditandai oleh timbulnya guma, yaitu nodular kecil jaringan
granulasi dengan bagian tengah mengalami nekrosis dikelilingi oleh sedikit
peradangan.
Pemeriksaan
serologi tidak-spesifik, yang digunakan untuk tujuan skrining, terdiri dari dua
tipe, yakni fiksasi komplemen dan flokulasi. Hasil pemeriksaan VDRL positif
baru dapat diihat pada hari ke-10 sampai ke-90 setelah infeksi. Penisilin lebih
dipilih untuk pengobatan sifilis. Pada individu yang alergi terhadap penisilin,
pilihan lain mencakup tetrasiklin atau doksisiklin, eritromisin, dan
seftriakson (Bobak, 2004)
4) Penyakit
Inflamasi Pelviks (PIP)
Penyakit
inflamasi pelviks adalah kelainan infeksius yang menyebabkan inflamasi, abses,
dan pembentukan jaringan parut pada ovarium, tuba fallopii, dan struktur
pelviks lainnya. Kelainan sering disebabkan oleh gonorea atau klamidia
progresif yang tidak diketahui atau tidak diobati.
PIP
biasanya menyebabkan nyeri pelviks, nyeri tekan, dan demam. Bergantung pada
beratnya gejala, pengobatan antibiotik mungkin diberikan secara intravena di
rumah sakit atau melalui asuhan keperawatan di rumah. Kasusu PIP yang parah
sering mengharuskan pembedahan untuk mengeluarkan abses, tuba yang terinfeksi,
atau ovarium pada saatnya melakukan histerektomi dengan pengangkatan ovarium
dan tuba ini (Potter dan Perry, 2005)
Penyakit
menular seksual karena Infeksi Virus
1) Virus
Herpes Simpleks (HSV)
Virus
herpes simpleks adalah suatu penyakit virus menular dengan afinitas pada kulit,
selaput lendir, dan sistem saraf. HSV-1 dan HSV-2 adalah dua dari delapan virus
herpes yang menginfeksi manusia dan dari sekitar 100 virus herpes yang telah
diidentifikasi. HSV disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan
mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes tidak dapat hidup di luar
lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi mellaui cara selain kontak
langsung kecil kemungkinannya terjadi (Price, 2005).
a) Tanda
dan gejala
Infeksi
HVS diklasifikasikan sebagai inisial primer, inisial nonprimer, rekurenm dan
asimtomatikatau tidak diketahui. Infeksi
inisial primer biasanya timbul 2 sampai 7 hari setelah kontak erat dengan
orang yang terinfeksi. Gejala sistemik, termasuk demam, malese, dan nyeri
kepala, biasanya mendahului munculnya lesi selama beberapa hari dan terjadi
pada sekitar dua pertiga perempuan dan sepertiga laki-laki. Manifestasi lain infeksi herpes primer adalah
servisitis, proktitis, dan faringitis. Herpes
genitalis inisial nonprimer adalah infeksi HSV-2 primer pada orang yang
seropositif untuk antibodi HSV-1. Episode-episode kekambuhan herpes genitalis
bervariasi berdasarkan keparahan infeksi primer, jenis kelamin, usia, galur
(HSV-1 atau HSV-2) dan berbagai faktor individual lainnya. Episode-episode herpes rekuren lebih ringan dan singkat (5 sampai
10 hari) dibandingkan dengan infeksi primer. Gejala sistematik biasanya tidak
ada, dan lesi yang cenderung timbul secara unilateral di tempat yang sama,
lebih sedikit dibandingkan dengan infeksi primer. Sebagian besar infeksi asimtomatik diketahui saat
ditemukannya infeksi rekuren pada pemeriksaan fisik atau saat pemeriksaan
penyaring antibodi (Price, 2005)
b) Pemeriksaan
diagnostik
Pada
sebagian besar kasus, herpes genitalis dapat didiagnosis secara klinis saat
infeksi aku atau rekuren. Sebelum ditemukannya uji amplifikasi DNA, biakan
virus terhadap vesikel atau pustul merupakan baku emas untuk diagnosis. Biakan
yang diambil dari lesi yang sudah berkrusta dan infeksi rekuren kurang
sensitif, dan sering menyebabkan hasil uji negatif-palsu. Amplifikasi DNA
merupakan metode yang lebih akurat, spesifik-virus, dan mahal dibandingkan
dengan biakan virus (Price, 2005)
c) Terapi
Karena
infeksi HSV tidak dapat disembuhkan, maka terapi ditujukan untuk mengendalikan
gejala dan menurunkan pengeluaran virus. Obat antivirus analog nukleosida
merupakan terapi yang dianjurkan. Obat-obat ini bekerja dengan menyebabkan
deaktivasi atau mengantagonisasi DNA polimerase HSV yang pada gilirannya menghentikan
sintesis DNA dan replikasi virus (Bobak, 2004)
2) Kutil
Genital
Kutil
venereal atau genital, atau kondiloma akuminata, disebabkan oleh humam papilloma virus (HPV). Kondisi ini
mungkin asimptomatik atau menyebabkan lesi lunak berwarna mengkilat pada area
yang menjadi tempat kontak seksual. Kutil genital dapat terjadi sampai 6 bulan
setelah pemajanan dan miungkin sulit untuk diobati. Pengobatannya termasuk
pengolesan berulang medikasi seperti podovilum, atau lesi harus diangkat
mellaui bedah beku atau bedah laser. Kolposkopi adalah prosedur yang
memungkinkan pemeriksaan untuk melihat serviks melalui pembesaran dan
mengidentifikasi dan kemudian membiopsi area yang dicurigai (Potter dan Perry,
2005)
3) Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
Transmisi
HIV, suatu retrovirus, terjadi terutama melalui prtukaran cairan tubuh (mis.,
darah, semen, peristiwa perinatal). Depresi berat pada sistem imun selular
menandai sindrom imnunodefisiensi di dapat (AIDS). Walaupun populasi berisiko
tinggi telah didokumentasi dengan baik, semua wanita harus dikaji untuk
mengetahui kemungkinan mereka terpapar HIV. Begitu HIV memasuki tubuh, serum
HIV menjadi positif dalam 10 minggu pertama pemaparan. Walaupun perubahan serum
secara total asimptomatik, perubahan ini disertai viremia, respons
tipe-influenza terhadap infeksi HIV awal.
Gejala
meliputi demam, malaise, mialgia, mual, diare, nyeri tenggorok, dan ruam dan
dapat menetap selama dua sampai tiga minggu. Penelitian laboratorium dapat
menunjukkan leukopenia, trombositopenia, anemia, dan peningkatan laju endap
darah )Bobak, 2004). Tidak ada penyembuhan untuk penyakit ini, yang biasanya
fatal. Pengobatan dan vaksin untuk penyakit ini sedang dalam penelitian (Potter
dan Perry, 2005).
4. Infeksi
TORCH
a. Toksoplasmosis
Toksoplasmosis:
suatu infeksi protozoa yang timbul akibat mengkonsumsi daging mentah atau tidak
mencuci tangan sewaktu menyiapkan daging mentah, atau terinfeksi kotoran
kucing. Infeksi akut pada masa hamil menimbulkan gejala yang menyerupai
influenza, dan limfadenopati.
Efek maternal
antara lain, infeksi akut: sama dengan influenza; limfadenopati. Efek pada
janin atau neonatus adalah:
1) Jika
disertai infeksi akut maternal; parasitemia
2) Kemungkinan
untuk terjadi bersama infeksi kronik maternal lebih kecil
3) Abortus
cenderung terjadi bila terdapat infeksi akut pada awal kehamilan.
Penatalaksanaan:
1)
Hindari mengonsumsi
daging mentah dan terpapar kotoran kucing yang terinfeksi; jika kucing ada di
dalam rumah, periksa titer toksoplasma.
2)
Jika titer naik selama
masa hamil dini, abortus bisa dipertimbangkan sebagai suatu pilihan.
b. Infeksi
lain
Infeksi
primer termasuk dalam kategori ini adalah hepatitis. Hepatitis A atau hepatitis
infeksiosa adalah virus yang disebarkan oleh droplet akibat tidak mencuci
tangan setelah buang air besar, pengaruhnya pada kehamilan adalah abortus
spontan, atau jika janin terinfeksi pada trimester pertama janin akan mengalami
anomali janin, kelahiran prematur, hepatitis pada janin atau neonatus, dan
kematian janin dalam rahim.
Hepatitis
B atau hepatitis serum adalah penyakit virus yang ditularkan seperti penularan
HIV, cara transmisinya melalui jarum terkontaminasi, produk darah atau jarum
bekas, hubungan seksual dan pertukaran cairan tubuh.
Efek
Maternal: Hepatitis A (Abortus-penyebab gagal hati selama masa hamil, demam,
malaise, mual, dan rasa tidak nyaman di abdomen). Hepatitis B (ditransmisi
melalui hubungan seksual. Gejala bervariasi: demam, ruam, atralgia, penurunan
nafsu makan, dispepsia, nyeri abdomen, sakit di seluruh badan, malaise, lemah,
ikterik, nyeri tekan, dan pembesaran hati).
Efek
pada janin atau neonatus: Hepatitis A (Pemaparan selama trimester pertama:
anomali janin; hepatitis janin atau neonatus; kelahiran prematur; kematian
janin di dalam rahim); Hepatitis B (Infeksi terjadi pada waktu lahir: vaksinasi
maternal selama masa hamil harus tidak menimbulkan risiko pada janin; namun
tidak ada data yang tersedia).
Penatalaksanaan:
Hepatitis A (biasanya disebarkan melalui droplet atau kontak tangan terutama
oleh pekerja di dapur; gama-globulin dapat diberikan sebagai profilaksis untuk
hepatitis A); pencegahan Hepatitis B
antara lain:
1) Biasanya
ditularkan melalui jarum terkontaminasi atau transfusi darah; juga bisa
ditransmisi secara oral atau melalui koitus, tetapi periode inkubasi lebih
lama; globulin imun hepatitis B dapat diberikan sebagai profilaksis setelah
pemaparan.
2) Vaksin
hepatitis B dianjurkan untuk populasi berisiko; vaksinasi terdiri dari
rangkaian dari rangkaian 3 dosis IM.
3) Populasi
berisiko: wanita asia, kepulauan Pasifik, Haiti, sub-Afrika, Alaska (wanita
keturunan Eskimo); wanita berisiko lainnya ialah dokter, pemakai obat-obatan
intravena, mereka yang secara seksual aktif dengan banyak pasangan, dan
pasangan tunggal yang memiliki risiko multipel.
c. Rubella
(Campak Jerman)
Rubella
adalah suatu infeksi virus yang ditransmisi melalui droplet. Demam, ruam, dan
limfadema ringan biasanya terlihat pada ibu terinfeksi. Pencegahan infeksi
rubela maternal dan efek janin adalah fokus utama program imunisasi rubela.
Efek
Maternal:
1) Ruam,
demam, gejala ringan, kelenjar limfa di suboksipital dapat membengkak;
fotopobia.
2) Kadang-kadang
arthritis atau ensefalitis
3) Abortus
spontan.
Efek pada janin atau neonatus:
1) Insiden
anomali kongenital: bulan pertama, 50%; bulan kedua, 25%, bulan ketiga 10% dan
bulan keempat 4%.
2) Pemaparan
pada dua bulan pertama: malformasi jantung, mata, telinga, atau otak,
dermatoglifik abnormal.
3) Pemapatan
setelah bulan keempat: infeksi sistemik, hepatosplenomegali, retardasi
pertumbuhan intrauterin, ruam.
4) Pada
usia 15 sampai 20 tahun, anak yang terkena bisa mengalami kemunduran
intelektual dan perkembangan atau bisa menderita epilepsi.
Penatalaksanaannya,
vaksinasi pada ibu hamil dikontraindikasikan; kehamilan harus dicegah selama
tiga bulan setelah vaksinasi; wanita hamil yang nonreaktif terhadap antigen
hemaglutin-inhibisi dapat divaksinasi secara aman setelah melahirkan.
d. Sitomegalovirus
(CMV)
Merupakan
penyebab utama infeksi virus kongenital pada janin dan neonatus, infeksi yang
paling sering menyebabkan retardasi mental. Sumber infeksi virus meliputi
saliva, urine, semen, air susu ibu, darah, dan sekresi serviks/vagina.
Efek
Maternal antara lain: penyakit pernapasan atau hubungan seksual yang
asimptomatik atau sindrom seperti mononukleosis: dapat memiliki rabas di
serviks.
Efek
pada janin atau neonatus: kematian janin atau neonatal atau penyakit
menyeluruh-anemia hemolitik dan ikterik: hidrosefalus atau mikrosefalus;
pneumonitis, hepatosplenomegali.
Penatalaksanaan:
virus bisa direaktivasi dan menyebabkan penyakit di dalam rahim atau selama
kelahiran pada kehamilan berikutnya: infeksi janin bisa terjadi saat janin
melalui jalan lahir; penyakit seringkali progresif pada masa bayi dan
kanak-kanak.
e. Virus
herpes simpleks (HSA) tipe 1 merupakan infeksi yang paling banyak ditemukan
pada masa kanak-kanak. Virus ini terutama ditransmisi melalui kontak dengan
sekresi oral dan menyebabkan cold sores dan
fever blister. HSA tipe 2 sering
terjadi setelah puber seiring aktivitas seksual meningkat, transmisi terutama
melalui kontak dengan sekresi genitalia. Efek maternal, efek pada janin atau
neonatus serta penatalaksanaannya sama dengan pada pada sitomegalovirus (CMV)
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes,
Marilynn E, (1999). Rencana Asuhan
Keperawatan edisi 3. Jakarta:EGC
Kozier,
B, Glenora, Berman, A, Snyder, SJ. 2010. Fundamental
of Nursing Concept, process, and practice, seventh edition. USA: Pearson
Edication
Potter,
P.A, & Perry, A,G. (2005), Buku ajar
fundamental keperawatan konsep proses dan praktik, edisi 4 vol 1. Jakarta:
EGC
Price,
S. A. (2005). Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 6. Jakrta: EGC.
Smeltzer,
Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Ed. 8. Jakarta: EGC.
Bobak.
L. J. (2004). Buku ajar keperawatan
maternitas. Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat