A.
Gangguan
Kepribadian & Mood (Depresi)
1. Pengertian
Kepribadian dapat
didefinisikan sebagai pola perilaku dan berhubungan dengan diri sendiri dan
orang lain yang terus melekat dan terus ada, termasuk persepsi, sikap, dan
emosi diri tentang diri sendiri dan dunia. Banyak faktor mempengaruhi
kepribadian seseorang; beberapa berasal dari struktur biologis dan genetic,
sebagian lainnya didapat ketika
seseorang berkembang dan berinteraksi dengan lingkungan dan orang lain.
Gangguan kepribadian didiagnosis saat sifat kepribadian individu menjadi kaku
dan maladaptive dan secara signifikan menggangu cara individu melakukan fungsi
dalam masyarakat atau menyebabkan distress emosional individu.gangguan
kepribadian dapat berlangsung lama karena karakteristik kepribadian tidak mudah
diubah. (videbeck, 2008. Hal.486)
Gangguan mood (alam perasaan), juga dikenal sebagai
gangguan afektif, yaitu perubahan pervasive emosi individu, yang ditandai
dengan depresi atau mania. Gangguan mood menggangu kehidupan individu. Individu
diliputi kesedihan jangka panjang dan drastic, agitasi, atau elasi, disertai
keraguan terhadap diri sendiri, rasa bersalah, dan marah, yang mengubah
aktivitas hidupnya, terutama aktivitas yang melibatkan harga diri, pekerjaan,
dan hubungan. (videbeck, 2008. Hal.387)
2. Kategori
gangguan kepribadian dan mood
Diagnostic and statistical manual
of mental disorders text revision (DSM-IV-TR. 2000)
memuat gangguan kepribadian dalam kategori yang terpisah dan berbeda dengan
gangguan jiwa mayor lainnya. Diagnosis tersebut berdasarkan aksis II system
klasifikasi multiaksial. DSM-IV-TR mengklasifikasikan gangguan kepribadian ke
dalam “kelompok-kelompok”, atau kategori berdasarkan gambaran gangguan yang
utama atau yang teridentifikasi :
a. Kelompok
A: individu yang perilakunya yang tampak aneh atau ekstrentik, gangguan
kepribadian paranoid, schizoid, dan skizotipal.
b. Kelompok
B: individu yang tampak dramatis, emosional, atau tidak lazim dan termasuk
gangguan kepribadian antisosial, ambang, histrionic, dan narsisistik.
c. Kelompok
C: individu yang tampak cemas atau ketakutan dan termasuk gangguan kepribadian
menghindar, dependen, dan obsesif-kompulsif. (videbeck, 2008. Hal.486)
Gangguan mood dibagi
menjadi dua kategori utama: gangguan unipolar, yang mencakup depresi mayor dan
gangguan distimia, yang selama gangguan tersebut individu memperlihatkan
kesedihan, agitasi, dan kemarahan karena satu perubahan mood yang ekstrem
akibat depresi, dan gangguan bipolar (sebelumnya dikenal sebagai gangguan
manicdepresif), ketika siklus mood individu antara mania dan depresi yang
ekstrem disertai disertai periode normal masing-masing yang ekstrem, yakni
antara depresi dan keadaan normal, atau antara mania dan keadaan normal
(videbeck, 2008. Hal, 388).
3. Awitan
dan Proses klinis
Gangguan
kepribadian relative umum, yang terjadi pada 10%-13% populasi umum. Insidennya
bahkan lebih tinggi pada individu dalam kelompok sosioekonomi yang rendah atau
populasi yang tidak stabil atau populasi miskin. Dalam lingkungan rawat jalan
kesehatan jiwa, insiden gangguan kepribadian adalah 30%-50% (Cloninger &
Svrakic, 2000). Klien yang mengalami ganggu an keribadian memiliki angka
kematian yang lebih tinggi, terutama akibat bunuh diri, kecelakaan, dan
kedatangan diruang kedaruratan dan peningkatan angka percerain, perpisahan, dan
keterlibatan dalam perkara hukum yang berkaitan dengan pengasuhan anak.
Gangguan kepribadian sangat berkaitan dengan perilaku criminal (70%-85% pelaku
criminal mengalami gangguan kepribadian), alkoholisme (60%-70% peminum alcohol
mengalami gangguan kepribadian), penyalahgunaan obat (70%-90% penyalahguna obat
mengalami gangguan kepribadian) (Gunderson dan Philips, 1995). Kesulitan yang
berhubungan dengan gangguan kepribadian berlangsung pada masa dewasa muda dan
dewasa pertengahan, tetepi cenderung berkurang pada usia 40 dan 50-an
(videbeck, 2008. Hal,488).
4. Penyebab
a. Faktor
Genetik
Kepribadian berkembang
melalui interaksi watak herediter dan pengaruh lingkungan. Perbedaan genetic
menjelaskan setengah perbedaan sifat tempramen. Temperamen berhubungan dengan
proses biologi sensasi, asosiasi dan motivasi yang mendasari integrasi
keterampilan dan kebiassaan berdasarkan emosi. Empat sifat temperamen adalah
menghindari bahaya, mencari sesuatu yang baru, ketergantungan pada penghargaan,
dan persistensi. Individu memiliki predisposisi genetic untuk masing-masing
dari empat sifat temperamen yang mempengaruhi respons otomatis mereka terhadap
situasi tertentu. Empat sifat temperamen ini adalah dimensi independen secara
genetic yang terjadi pada semua kombinasi (Cloninger & Svravik, 2000).
b. Faktor
psikososial
Meskipun temperamen
sebagian besar diturunkan, karakter dipengaruhi oleh pembelajaran sosial,
budaya, dan peristiwa kehidupan yang unik pada setiap individu. Karakter
berkembang terus menerus selama seseorang berhubungan dengan orang lain
dan situasi serta menghadapi tantangan,
yang menghasilkan konsep tentang diri dan dunia luar. Tiga sifat karakter utama
yang dikenal adalah: penunjukakan-diri, kooperatif, dan transenden diri
(Cloninger & Svrakic, 2000). Saat berkembang penuh, sifat karakter ini
menegaskan kepribadian yang matang.
Pengalaman individu
dengan keluarga, teman, dan orang lain di dunia dapat memiliki dampak yang
signifikan pada perkembangan psikososial. Pendidikan sosial dalam keluargamenciptakan
lingkungan yang yang dapat mendukung atau menekan perkembangan karakter
spesifik (Videbeck, 2008. P.488).
5.
Penatalaksanaan
Kombinasi obat dan
terapi individu serta kelompok kemungkinan lebih efektif daripada terapi
tunggal. Tujuan psikoterapi indivisual dan kelompok bagi klien yang mengalami
gangguan kepribadian berfokus pada pembinaan rasa percaya, penyuluhan tentang
keterampilan hidup dasar, pembinaan dukungan, penurunan gejala distress seperti
ansietas, dan perbaikan hubungan personal (Cloninger & Svrakic, 2000).
a.
Psikofarmakologi yaitu penatalaksanaan pengobatan(Videbeck
.2008, p. 409)
Peningkatan aktifitas
dan peningkatan mood yang dihasilkan yang dsihasilkan oleh kerja antidepresan dapat member energy
kepada individu untuk melakukan bunuh diri; oleh karena itu risiko bunuh diri
harus dikaji walaupun klien menerima suatu antidepresan.
1) SSRI.
Sindron Seretonin
adalah masalah yang mengancam jiwa dan terjadi ketika SSRI berinteraksi dengan
MAOI. SSRI, kategori antidepresan terbaru, efektif untuk kebanyakan depresi.
SSRI memiliki sedikit efek samping dan relatif aman.
ANTIDEPRESAN
INHIBITOR REUPTAKE SEROTONIN SELEKTIF (SSRI)
|
||
Jangan diminum
bersama MAOI periode antara MAOI dan SSRI adalah 2 minggu.
|
||
Nama
generik (nama dagang)
|
Dosis
|
Implikasi
keperawatan
|
Fluoksetin
(prozac)
|
10-80
mg/hari
|
Sakit
kepala, gugup, ansietas
|
Sertralin
(zoloft)
|
50-200
mg/hari
|
Agitasi,
insomnia, somnolen, keletihan
|
Paroksetin
(paxil)
|
10-80
mg/hari
|
Mual,
mulut kering, kejang
|
Sitalopram
(Celexa)
|
20-40
mg/hari
|
Mulut
kering, berkeringat, tremor
|
Tabel 2.2 Antidepresan
Inhibitor Reuptake Serotonin Selektif (Ssri)
2) Antidepresan
trisiklik (ATS)
Merupakan antidepresan
paling tua. ATS mengurangi gejala depresi seperti keputusasaan, ketidak
berdayaan, gagasan bunuh diri, rasa bersalah. Dikontra indikasikan pada
gangguan fungsi hati berat dan infark miokard. Kelemihan dosis selama beberapa
hari dapat menyebabkan kebingungan, halusinasi, kejang.
ANTIDEPRESAN
TRISIKLIK
|
||
Antidepresan disiklik
dapat memerlukan waktu 2 minggu atau lebih untuk mencapai kadar terapeutik.
Jangan berikan bersamaan dengan MAOI
|
||
Nama
generik (nama dagang)
|
Dosis
|
Implikasi
keperawatan
|
Amitriptilin
(elavil)
|
Dewasa:
75-300 mg/hari
Geriatrik:
10-25 mg pada jam tidur
|
Mengantuk,
pusing, hipotensi
|
Klomipramin
(anafranil)
|
75-300
mg/hari dalam dosis terbagi
|
Tremor,
penambahan alat badan
|
Doksepin
(sinequan)
|
Dewasa:
30-150 mg/hari dalam dosis terbagi atau pada jam tidur
|
Mengantuk,
mulut kering
|
Desipramin
(norpramin)
|
Dewasa:
75-300 mg/hari dalam dosis terbagi atau pada jam tidur
|
Mengantuk,
pandangan kabur
|
Nortriptilin
(pamelor)
|
Dewasa
:25-150 mg/hari
|
Sama
dengan diatas
|
|
|
|
Tabel 2.3 Antidepresan
Trisiklik
Efek
samping umum mengantuk dan pusing dapat menjadi masalah dalam penggunaan ATS. ATS
dapat dikonsumsi sebelum tidur untuk membantu individu tidur,
mempertahankan aktifitas pada siang
hari, dan menghidari pusing. Apabial iritasi gastrointestinal terjadi, ATS
dapat dikonsumsi setelah makan. ATS mengurangi keefektifan anti
hipertensi; menurunkan ambang kejang; meningkatkan
depresi system
saraf pusat jika diberikan bersama hipnotik, barbiturat, atau sedative; dapat
mengubah efek antikoagulan oral; dan dapat menyebabklan delirium jika
diberikan bersama levodopa. Lansia berisiko mengalami toksisitas akibat
pemberian ATS dan Heterosiklik karena mereka memetabolisme agens tersebut
dengan lebih lambat. Simetidin dapat meningkatkan kadar obat-obatan ini dalam
plasma.
Mulut
kering, sedasi, konstipasi, dan urinary hesitancy dapat terjadi; perawatan
harus memantau asupan dan haluaran serta kebiasaan defekasi klien. Karena ada
kemungkinan hipotensi ortostatik, klien harus mengubah posisi dan bangkit dengan perlahan.
Obat-obatan
ini dapat meningkatkan tekanan intraocular pada kasus glaucoma,
menyebabkan retensi urine pada kasus hipertropi prostat benigna dan menyebabkan
hiperpireksia. Pemberian obat-obatan ini tidak boleh dihentikan secara
tiba-tiba kecuali diinstruksikan oleh dokter atau perawat praktik lanjutan. Obat-obatan ini tidak boleh diberikan bersama MAOI karena obat-obatan
ini memiliki efek sinergistik yang tinggi. Periode washout selama minimal tiga
minggu diperlukan antara waktu dihentikannya pemberian satu dengan dimulainya
pemberian obat yang lain.
3) MAOI
Kelas antidepresan ini
tidak digunakan secara luas saat ini, kecuali oleh psikiater yang berada dalam
situasi yang dikendalikan dengan
hati-hati, ksrena efek sampingnya yang berpotensi mematikan.
Efek samping umumnya
adalah pusing, mual, muntah, mulut kering, insomnia, urinary hesitanci,
hipotensi ortostatik, konstipasi, kelemahan, reflek mioklonik, dan kehilangan
nafsu makan serta penurunan berat badan.” Histamine headaches “ dapat terjadi, biasanya disetai hipotensi, diare,
salivansi, kram abdomen, dan dakrimasi. Pada terapi selanjutnya dapat terjadi
penambahan berat badan, kecanduan karbohidrat, keselutan melakukan sanggama,
hipoglikemia, kram, disorientasi, neuropati periver, dan edema. MAOI tidak
boleh diberikan bersama antidepresan kategori lain karena adanya resiko sindrom
serotonin. MAOI juga dapat meningkatkan hasil tes fungsi hati.
Karena adanya efek yang
berpotensi mengancam jiwa yakni krisis hiportesi dan sindrom serotonin klien
yang menerima MAOI harus mampu dan mau
mengikuti program diet yang ketat. klien dan keluarga harus diberi penjelasan
tentang makan yang mengandung kadar tiramin tinggi, sedang, atau rendah serta
diberikan suatu daftar makanan dan cairan yang harus dihindari dan digunakan
dengan hati-hati. Klien juga perlu mengetahui gejala krisis hipertensi dan
sindrom serotonin serta tindakan
kedaruratan yang perlu dilakukan jika hal tersebut terjadi (menunda
dosis selanjutnya dan menghubungi dokter). Krisis hipertensi diobati dengan
memberikan fentolamin melalui intravena atau nifedidpin penyekat saluran
kalsium – (diberikan peroral); klien dapat membawa obat yang terakhir untuk
digunakan dalam situasi kedaruratan. Klien juga harus memberitahu semua dokter
dan dokter gigi yang menangani mereka bahwa mereka menggunakan MAOI.
ANTIDEPRESAN
INHIBITOR MONOAMIN OKSIDASE (MAOI)
|
||
MAOI mengoksidasi
norepinefrin dan serotenin. Bertanggung jawab untuk efek antidepresan
|
||
Nama
generik (nama dagang)
|
Rentang
dosis
|
Implikasi
keperawatan
|
Isokarboksazid
(marplan)
|
10-30
mg/hari
|
Efeksamping:
mengantuk, mulut kering, anoreksia.
|
Fenelzin
(nardil)
|
45-60
mg/hari
|
Sama
dengan diatas untuk mengatasi serangan
panik
|
Tranilsipromin
|
20-40
mg/hari
|
Membantu
menurunkan berat badan
|
Tabel 2.4 Antidepresan
Inhibitor Monoamin Oksidase (Maoi)
4) Antidepresan
aripikal
Antidepresan tipikal
digunakan ketika klien memiliki respon yang tidak adekuat terhadap SSRI.
Kelebihan dosis menyebabkan hipotensi, mual muntah. Kelas
antidepresan ini ditoleransi dengan baik dan kurang toksik dari pada ATS,
Heterosiklik, dan MAOI. Antidepreesan ini meliputi fenla faksin, bupropion, dan
nevazodon.
ANTIDEPRESAN
ATIPIKAL
|
||
Nama
generik (nama dagang)
|
Dosis
|
Implikasi
keperawatan
|
Venlafaksin
(efeksor)
|
25-125
mg/bid
33,7-225
mg/hari
|
Berikan
bersama makanan (untuk meningkatkan absorpsi, tekanan darah, denyut nadi
meningkat. Pada masalah ginjal atau hati dosis dikurangi 25%-50%.
|
Bupropion
(wellbutrin)
|
50-100
bid
100-300
mg/hari
|
Berikan
bersama makanan untuk mengurangi mual, muntah. Ambang kejang menurun, agitasi
kegelisahan. Sakit kepala, pusing mengantuk, konsumsi sebelum makan
|
Nefazodon
|
50-200
mg/bid
|
Mual,
muntah, agitasi
|
Tabel 2.5 Antidepresan
Atipikal
b. Memberikan
penyuluhan kepada klien dan keluarga(Videbeck .2008 , p. 410)
Klien dan keluarga
harus belajar cara menata laksana program pengobatan karena klien mungkin perlu
mengonsumsi obat-obatan ini selama berbulan- bulan, bertahun-tahun, atau bahkan
seumur hidup. Penyuluhan akan meningkatkan kepatuhan. Klien harus mengetahiui
berapa kali ia perlu kembali untuk menjalani pemantauan dan pemeriksaan
diagnostic. Klien dan
keluarga harus mengetahui bahwa hasil akhir terapi yang paling baik dicapai
jika digunakan kombinasi psikoterapi dan antidepresan. Psikoterapi membantu
klien menggali isi-isu kemarahan, ketergantungan, perasaan bersalah, keputus
asaan, ketidakberdayaan, kehilangan suatu, isu interpersonal, dan keyakinan
yang tidak rasional. Tujuannya ialah membalikkan pandangan klien yang negative
tentang masa depan, meningkatkan citra dirinya, dan membantu meningkatkan
kompetensi serta penguasaan diri.
Perawat dapat membantu
klien menemukan ahli psikoterapi melalui pusat kesehatan jiwa yang memberi layanan diarea tempat tinggal klien. Banyak
pusat kesehatan jiwa memiliki skala pembayaran yang harganya menurun.
Pusat kesehatan jiwa
terdaftar didalam buku telepon dan brosur informasi yang diterbitkan oleh
kantor informasi daerah. Buku petunjuk berisi daftar alamat perawat jika
praktek lanjutan, psikiater, psikolog dan pekerja sosial psikiatri tersedia
dengan menghubungi organisasi masing-masing di siplin ini di Negara bagian.
Karena hasil terbaik melibatkan penggunaan antidepresan dan psikoterapi,
perawat dapat membantu individu menemukan seseorang yang mengombinasikan kedua
modalitas terapi tersebut, seperti perawat jiwa praktik lanjutan atau
psikiater. Psikolog dan pekerja sosial psikiatri biasanya memiliki persetujuan
kerja sama dengan psikiater untuk menatalaksana obat-obatan yang digunakan
klien mereka.
c. Menetapkan
Batasan Dalam Hubungan
Klien mengalami
kesulitan mempertahankan hubungan interpersonal
yang memuaskan. Balasan personal
tidak jelas dank lien sering kali mempunyai harapan yang tidak realistis dari hubungan.
Pola piker dan prilaku yang tidak menentu sering kali menjadikan klien terasing
dari orang lain. Hal ini mungkin benar untuk hubungan profesional dan hubungan
dengan keluarga dan teman. Klien dapat dengan mudah menginterpretasikan
perhatian yang tulus dan kepedulian perawat sebagai persahabatan pribadi, dan
perawat dapat merasa tersanjung dengan pujian klien. Perawat harus sangat jelas
dalam menetapkan hubungan terapeutik, yang memastikan bahwa tidak ada batasan
perawat dank lien yang di langgar.
Misalnya :
Klien :” anda lebih
baik dari pada keluarga saya dan dokter. Anda lebih memahami saya dari pada
orang lain.”
Perawat :” saya ingin membantu anda agar menjadi lebih baik,
begitu juga staf lainnya .” (menetapkan batasan)
d. Mengajarkan
Ketrampilan Dan Komunikasi Yang Efektif
Mengajarkan klien ketrampilan komunikasi dasar,
seperti kontak mata, mendengar aktif,
bicara bergantian, memvalidasi arti komunikasi orang lain, dan menggunakan pernyataan “saya” (“ saya pikir…,” “saya rasa…,” “saya
perlu…”). Perawat dapat mencontoh tehnik tersebut dan bermain peran dengan
klien. Perawat seharusnya menanyakan bagaimana perasaan klien sat berinteraksi dan memberikan umpan balik
tentang perilaku nonverbal , seperti ,” saya memperhatikan anda memandang
kebawah saat membicarakan perasan anda.”
e. Membantu
Klien Menghadapi Dan Mengendalikan Emosi
Klien sering kali
bereaksi terhadap situasi dengan
respons emosional yang ekstrim tanpa
benar-benar mengenali perasaan mereka. Perawat dapat membantu klien
mengindentifikasi perasaannya dan be3lajar menoleransi perasan yang tanpa
respons berlebihan seperti merusak barang-barang atau mencelakai diri. Memiliki
buku harian sering kali membatu klien mendapatkan kesadaran akan perasaannya.
Perawat dapat meninjau buku harian klien sebagai dasar untuk diskusi.
Aspek
pengaturan emosi yang lain adalah mengurangi impulsivitas dan belajar untuk
menunda kepuasan. Saat klien mempunyai keinginan segera, ia harus belajar bahwa
tidak masuk akal mengharapkan permintaan akan
dikabulkan tanpa adanya penundaan. Klien dapat menggunakan distraksi,
seperti berjalan-jalan atau mendengarkan music, menghadapi penundaan, atau ia
dapat memikirkan cara-cara untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Klien dapat
mneuliskan dibuku harian tentang perasaannya yang terjadi saat kepuasan ditunda.
f. Menata
Pola Pikir
Klien memandang segala
sesuatu, orang-orang dan situasi, dalam arti yang ektrem-baik secara
keseluruhan atau buruk secara keseluruhan. Restrukturisasi kognitif adalah
teknik yang berguna untuk mengubah pola pikir
dengan membantu klien mengenali kapan pikiran dan perasaan negative
terjadi dan menggantinya dengan pola pikir yang positif. Henti piker adalah
teknik yang dapat digunakan untuk mengubah proses pola pikir yang negative atau
kritik diri, seperti,” saya tolol, saya bodoh, saya tidak dapat melakukan
apa-apa dengan benar.” Saat pikiran tersebut muncul, klien dapat
mengatakan,”berhenti” dengan suara yang keras
untuk membantu pikiran negative
yang berlanjut. Kemudian, cara yang lebih halus sepeti membuat gambaran
visual tanda berhenti akan menjadi inyarat untuk menginterupsi pikiran
negative.kemudian, klien belajar untuk mengganti pikiran negative tentang
ketidakberhargaan dengan pikiran yang lebih positif seperti berbicara positif
dengan diri sendiri, saat klien membentuk pikiran pnegatif menjadi positif
:”saya membuat kesalahan, tapi ini bukan akhir dunia. Diwaktu yang akan datang,
saya akan tahu apa yang harus saya lakukan.”
Dekatastrofe adalah
teknik yang mencakup pembelajaran untuk mengkaji situasi secara realities bukan
selalu menganggap katastrofe akan terjadi. Perawat menanyakan,”hal buruk apa
yang dapat terjadi?” atau “bagaimana mungkin anda berpikir seperti itu?” atau “menurut
anda bagaimana orang lain menghadapi ini?” atau “dapatkah anda memikirkan selain hal itu?”. Dengan cara ini, klien
harus mempertimbangkan sudut pandang
lain dan benar-benar berpikir tentang situasi; pada akhirnya, pemikiran klien
yang kaku dan tidak fleksibel berkurang.
6.
Proses Keperawatan
Pasien Dengan Depresi
a.
Pengkajian
1)
Riwayat
Data pengkajian dapat dikumpulkan dari klien dan keluarga atau orang
terdekat, catatan informasi sebelumnya, dan orang lain yang terlibat dalam memberi dukungan atau perawatan klien.
a)
Mengkaji gagasan bunuh diri : banyak kllien dengan gangguan
mood, karena merasa putus asa dan tidak berdaya, memiliki fantasi bunuh diri.
b)
Mengkaji persepsi klien : untuk mengkaji persepsi klien
tentang apa yang menjadi masalah, perawat menanyakan tentang perubahan perilaku
yang telah terjadi.
2)
Penampilan umum dan perilaku motorik
Banyak individu yang menunjukkan
tanda-tanda:
a)
Terlihat sedih, kadang-kadang hanya terlihat tidak sehat.
b)
Disforia
c)
Memiliki perasaan tidak enak
d)
Mudah menangis
e)
Menyangkal perasaan sendiri
f)
Individu yang depresi dan sedih mengalami retardasi
psikomotor (gerakan tubuh lambat, proses kognitif lambat, dan interaksi verbal
lambat)
g)
Kesulitan mengaitkan pikiran-pikirannya.
h)
Memerlukan lebih banyak waktu untuk berpikir.
i)
Menyerah dalam fristasi sebelum mampu menyelasaikan suatu
pikiran atau tugas.
3)
Mood dan Afek
Perawat harus membandingkan isi bicara klien (kata-kata) dengan
prosesnya (pesan nonverbal). Komunikasi nonverbal dianggap lebih jujur dan
membantu perawat memahami tingkat depressi klien.
Banyak individu yang menggambarkan dirinya seperti orang yang:
a)
Putus asa
b)
Tidak berdaya
c)
Lemah
d)
Cemas
e)
Mudah frustasi
f)
Marah terhadap diri sendiri
g)
Dapat marah terhadap orang lain
h)
Agitasi
i)
Mudah tersinggung
j)
Marah-marah
k)
Mudah kesal
l)
Mudah mengamuk
m)
Individu yang depresi dan agitasi dikatakan mengalami agitasi
psikomotor (gerakan tubuh dan pikiran meningkat), misalnya berjalan
mondar-mandir, berpikir dengan cepat, dan suka berdebat.
n)
Asosial (menarik diri dari interaksi sosial,
keluarga dan teman)
o)
Anhedonia/anhedonistik (kehilangan rasa senang dari aktivitas
yang menyenangkan sebelumnya).
4)
Sensorium dan proses intelektual
Konsentrasi dan
pembuatan keputusan sangat menurun untuk pasien depresi.
1)
Penilaian dan daya
tilik
Keletihan dan
kelelahan (anergia) merupakan gejala yang umum. Individu yang depresi merasa
terbebani ketika mencoba menyelesaikan bahkan aktivitas yang biasa dilakukan.
Mereka harus melakukan usaha yang besar untuk menyelesaikan bahkan tugas yang
paling sederhana, dan mereka memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikan
tugas.
2)
Konsep diri
Kesadaran terhadap harga diri sangat berkurang; klien sering menggunakan frasa
seperti ”tidak berguna” atau “sama sekali tidak berharga” untuk menggambarkan
diri mereka.
3)
Peran dan hubungan
Individu yang
depresi menjadi asosial dan tidak senang dengan orang lain
atau aktivitas yang menyenangkan sebelumnya.
4)
Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri
Perubahan tidur
adalah gejala umum lain pada depresi.
5)
Skala penilaian depresi
Boyd & Nihart mengatakan skala penilaian diri digunakan untuk temuan-kasus dalam
masyarakat umum, tetapi bukan merupakan instrument diagnostic yang dijadikan
acuan (Videbeck, 2008).
b. Diagnosa
keperawatan
Diagnosa keperawatan
menurut Videbeck (2008, p.405), yaitu:
1) Perubahan
nutrisi lebih atau kurang dari kebutuhan tubuh
2) Ansietas
3) Konstipasi
4) Ketidakefektifan
koping individu
5) Keletihan
6) Keputusasaan
7) Kesepian
8) Ketidak
berdayaan
9) Perubahan
peran
10) Defisit
perawatan diri
11) Gangguan
harga diri rendah
12) Gangguan
pola tidur
13) Isolasi
sosial
14) Distress
spiritual
15) Ketidakefektifan
penatalaksanaan program terapeutik
c. Perencanaan (Intervensi)
1)
Menyediakan keamanan klien dan orang
klien (Videbeck .2008, p.406)
Tanggung jawab perawat
adalah memastikan keamanan klien dengan harga diri rendah, putus asa, dan tidak
berdaya, yang sering memiliki pikiran bunuh diri sebagai metode untuk
membebaskan diri dari distres ini. Perawat harus menanyakan klien secara
langsung tentang pikiran atau rencana bunuh diri.
Bertolak
belakang dengan mitos populer, menanyakan tentang bunuh diri tidak memberi ide
kepada individu untuk melakukan bunuh diri, melainkan dapat memberikan perasaan
lega dan nyaman kepada individu yang yang memiliki pikiran tersebut, tetapi
takut untuk menceritakannya kepada orang lain.
Perawat harus
mendengarkan dengan cermat dan mengobservasi prilaku serta respon klien untuk
mengetahui isyarat bahwa klien tidak menyangkal atau mencoba menyembunyikan
pikiran bunuh diri atau bahkan pikiran untuk membahayakan orang lain. Perawat
harus menanyakan apakah klien
merencanakan untuk menyakiti orang lain, jika ia, perawat harus
melakukan pengkajian letalitas bunuh diri. Hasilnya harus dilaporkan kepada
dokter jaga dan tim terapi.
Untuk klien yang memiliki
pikiran atau rencana bunuh diri, perawat harus menetapkan kontrak tidak bunuh
diri, suatu persetujuan verbal/tertulis yang memuat janji klien untuk memberi
tahu anggota staf ketika ia memiliki
pikiran bunuh diri.
2)
Mengorientasikan klien ke lingkungan baru dan menyusun aktivitas
harian (Videbeck .2008, p. 407)
Orientasi terhadap unit
dan aktivitas terjadwal meningkatkan rasa aman klien. Alur kritis memberi suatu
kerangka kerja untuk proses keperawatan. Individu yang depresi membutuhkan
suatu lingkungan yang yang terstruktur dan terjadwal, tetapi tidak menuntut.
Mereka perlu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, apa yang mereka
lakukan sehari-hari, kepada siapa mereka harus bertanya, dan bagaimana proses
terapi berlangsung. Mereka juga perlu mengetahui peraturan, isu-isu hukum yang
berhubungan dengan diri mereka.
3)
Meningkatkan hubungan terapeutik
(Videbeck .2008,p. 408)
Penting
untuk memiliki kontak yang bermakna dengan klien depresi dan memulai hubungan
terapeutik tanpa memerhatikan keadaan depresi klien. Beberapa klien depresi
sangat terbuuka dalam menjelaskan perasaan mereka tentang kesedihan,
keputusasaan, ketidak berdayaan, atau agitasi.
Individu
yang depresi mungkin tidak mampu mempertahankan interaksi yang lama, sehingga
mengunjungi klien beberapa klai dalam waktu singkat pada setiap shift akan
membantu perawat mengkaji status klien dan membina hubungan terapeutik.
Perawat
dapat mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan klien depresi karena ia
berempati terhadap kesedihan dan depresi klien. Untuk melindungi dirinya,
perawat dapat secara tidak sadar menghindari interaksi dengan klien depresi.
Untuk menghindari penolakan yang tidak di sadari ini, perawat harus
menjadwalkan kontak dengan klien. Perasaan depresi empati ini dapat dihilangkan
dengan berbicara dengan rekan sejawat tentang hubungan dengan klien dan rencana
terapi klien.
Klien
asosial yang mengalami retardasi psikomotor (bicara lambat, gerakan lambat,
proses berfikir lambat) dapat memperlihatkan sikap membisu. Perawat harus duduk
disamping klien dengan selama beberapa menit, sambil kadang kala memberi
komentar:
4) Meningkatkan
kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari(Videbeck .2008, p. 408)
Kemampuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan tingkat retardasi psikomotor
yang dialami klien. Tingkat retardasi psikomotor ini dapat berubah di setiap
shift juga di setiap peristiwa. Mendoorong klien untuk melakukan setiap tugas
dengan seoptimal mungkin akan mengurangi ketergantungan yang tidak perlu pada
staf.
Untuk mengkaji
kemampuan klien dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari secara mandiri,
perawat mula-mula harus meminta klien untuk melakukan tugas global.
Apabila klien tidak
dapat berespon terhadap tugas global, tugas tesebut dibagi menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil. Misalnya: “ martin, pilih celana panjang yang
ingin kamu pakai, warna abu-abu atau
biru, kemudian pakai. “ klien harus tetap melakukan upaya untuk menetapkan
suatu pilihan. Reaksi klien membantu perawat untuk mengkaji ketrampilan
psikomotorik, ambivalensi, dan kemampuan klien berespon terhadap pesan
kongkret. Individu yang derpesi dapat dengan mudah terbebani oleh tugas yang
dilakukan dalam beberapa tahap. Keberhasilan dalam melewati tahap-tahap yang
ringan dan kongkret dapat digunakan untuk
melakukan tugas yang sedikit lebih kompleks pada waktu selanjutnya.
Apabila klien tidak
mampu memilih bagian yang ditawarkan perwat harus memilihkan celana panjang dan
mengarahkan klien untuk memakainya. Misalnya: “ini celana panjang abu-abu kamu.
Pakailah.” Cara ini masih memungkinkan klien untuk berpartisifasi dalam
berpakain. Apabila ini merupakan hal yang mampu klien lakukan pada saat ini,
aktifitas ini akan mengurangi ketergantungannya pada staf. Hal ini disebut
permintaan kongkret dan jika klien tidak dapat melakukannya, hal tersebut
member perwat infotmasi tentang tingkat retardasi pisikomotor klien.
Apabila klien tidak
dapat memakai celana panjangnya, perawat harus membantu klien dengan
mengatakan, “ mari saya bantu kamu memakainya, martin,” perawat harus membantu
klien berpakaian hanya jika ia tidak dapat melakukan suatu tahap dari
tahap-tahap diatas. Hal ini memungkinkan klien melakukan sebanyak mungkin untuk
dirinya sendiri sehingga ketergantungan pada stef tidak menjadi prilaku yang
menetap. Proses yang sama dapat
dilakukan dalam hal makan ,mandi, dan melakukan aktifitas perawatan diri
yang rutin.
Karena kemampuan klien
dapat berubah dengan cepat dari hari kehari dan bahkan dari jam kejam,
kemampuan tersebut harus dikaji secara berkesinambungan. Alasan untuk
menelusuri proses yang lambat ini dan mengkaji kemampuan klien setiap saat,
berhubungan dengan perbedaan kecepatan antidepresan menghasilkan efek ; SSRI
dan antodepresan atipikal memiliki awitan yang lebih cepat. Pengkaji yang kontinu ini memerlukan waktu lebih
banyak dari pada waktu yang dibutuhkan untuk sekedar membantu klien berpakain,
tetapi cara ini meningkatkan kemandirian klien
dan memberikan data pengklajian
yang dinamis tentang kemampuan psikomotor klien. Anggota staf yang
menolak berpartisipasi dalam proses ini harus mengevaluasi kebutuhan mereka
sendiri untuk mempertahankan klien tetap bergantung kepada mereka.
d.
Pelaksanaan
(Implementasi)
1)
Strategi pelaksanaan pada pasien :
SP I
a)
Mengidentifikasi penyebab bunuh diri
pasien
b)
Mengidentifikasi benda-benda yang dapat
membahayakan pasien
c)
Mengamankan benda-benda yang dapat
membahayakan pasien
d)
Melatih cara mengendalikan dorongan
bunuh diri
e)
Menganjurkan pasien untuk aktivitas
psikomotor, termasuk olahraga selama 10 menit setiap hari
f)
Menganjurkan pasien melaksanakan
aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri (mandi, mengganti pakaian, berhias)
SP II
a)
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
b)
Mengidentifikasi aspek positif pasien
c)
Melatih aspek positif
d)
Membimbing pasien memasukkan ke dalam
jadwal kegiatan harian
SP III
a)
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
b)
Mengidentifikasi pola koping yang biasa
diterapkan pasien
c)
Mengidentifikasi pola koping yang
konstruktif
d)
Melatih pasien teknik koping konstruktif
e)
Membimbing pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian.
2)
Strategi
pelaksanaan pada keluarga :
SP I
a)
Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien
b)
Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
risiko bunuh diri, dan jenis perilaku bunuh diri yang dialami pasien
beserta proses terjadinya
c)
Menjelaskan cara-cara
merawat pasien risiko bunuh diri
SP II
a) Melatih
keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan risiko bunuh diri
b) Melatih
keluarga melakukan cara merawat pasien risiko bunuh diri
SP III
a) Membantu
keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat
b) Mendiskusikan
sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh keluarga
e. Evaluasi
1) Tidak ada gagasan dan/atau rencana bunuh
diri.
2) Meningkatkan aktivitas psikomotor,
termasuk olahraga selama 10 menit setiap hari.
3) Melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari
secara mandiri (mandi, mengganti pakaian, berhias)
4) Membuat daftar sifat positif untuk
memperlihatkan peningkatan harga diri.
5) Bersosialisasi dengan staf dan teman
sebaya.
6) Kembali bekerja atau melakukan aktivitas
sekolah.
7) Mematuhi program antidepresan dan
melakukan kunjungan evaluasi ulang setiap tiga bulan.
8) Menyebutkan gejala rekurensi.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A., Panjaitan. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa,
penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta
Keliat, B. A., (2009). Model Praktik Keperawatan
Profesional Jiwa, penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta
Stuart
& Laraia. (2005). Principles and
practice of psychiatric nursing, 8th Edition. St. Louis: Mosby.
Videbeck,
S. L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa.
(Renata K. & Alfrina H., penerjemah). Jakarta: EGC.
Yosep,
Iyus.(2010). Keperawatan Jiwa.
Bandung. Refika Aditama
Nevid,
J.S., Rathus, S.A., & Greene. B., (2005). Psikologi Abnormal.Penerbit buku Erlangga, jakarta
Martono,
Lidya. H. (2008), Peran Orang Tua dalam
Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta : Balai Pustaka
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat