Konsep Peningkatan
Tekanan Intra kranial (PTIK)
1. Definisi
Tekanan
intrakranial didefinisikan sebagai tekanan dalam rongga kranial dan biasanya
diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak). Tekanan intrakranial
normal adalah 0-15 mmHg. Nilai diatas 15 mmHg dipertimbangkan sebagai
hipertensi intrakranial atau PTIK.
PTIK dipengaruhi tiga faktor, yaitu otak sekitar
80 % dari volume total, cairan serebrospinal 10% dan darah sekitar 10 % (Muttaqin, 2008).
Kranium
dan kanalis vertebralis yang utuh, bersama sama dengan duramater membentuk suatu
wadah yang berisi jaringan otak, darah dan cairan serebrospinalis. Bila terjadi
kenaikan yang relatif kecil, dari volum otak, keadaan ini tidak akan cepat
menyebabkan tekanan tinggi intrakranial. Sebab volume yang meninggi dapat dikompensasi
dengan memindahkan cairan serebrospinalis dari rongga tengkorak ke
kanalis spinalis dan di samping itu volume darah intrakranial akan menurun oleh
karena berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volum ini dikenal dengan komplience.
Jika otak darah
dan cairan serebrospinalis volumnya terus menerus meninggi, maka mekanisme
penyesuaian ini akan gagal dan
terjadilah penigkatan tekanan
intrakranial. Volume
intrakranial yang meninggi dapat terjadi karena tumor serebri, infark yang
luas, trauma, perdarahan, abses, hematoma ekstraserebral, acute brain sweling, faktor pembuluh darah karena kegagalan jantung
atau karena obstruksi mediastinal superior, dan obstruksi pada aliran dan pada
absorpsi dari cairan serebospinalis, maka dapat terjadi hidrosefalus. (Price, 2005).
2. Etiologi
a. Kontusio serebri
b. Hematoma
c. Tumor
intrakranial
d. Peningkatan
produksi srebral
e. Bendungan
sistem ventrikular
f. Edema serebaral
g. Pengaruh
trauma kepala.
3. Tanda
dan Gejala PTIK
Manifestasi dari PTIK meliputi
beberapa perubahan dalam kesadaran seperti kelelahan, iritabel, confusion, penurunan GCS, penurunan
dalam berbicara, reaktifitas pupil, kemampuan sensorik/motorik dan ritme/denyut
jantung. Sakit kepala, muntah, penglihatan kabur, papiledema. Cushing triad pada tekanan sitolik,
badikardi dan melebarnya tekanan pulsasi adalah respon lanjutan dan menunjukkan
PTIK yang berat dengan hilangnya autoregulasi.
Perubahan pola napas dari cheyno-stokes ke hiperventilasi
neurogenik pusat ke pernapasan apnustik dan pernapasan ataksik menunjukkan
kenaikan tekanan intrakranial. Pembuktian adanya kenaikan tekanan intrakranial
dibuktikan dengan pemeriksaan radiografi tengkorak, CT scan MRI. (Black &
Hawk, 2005).
Menurut
Reggy (2016 )
gejala PTIK adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri
kepala
Nyeri
kepala terjadi karena dilatasi vena, sehingga terjadi traksi dan regangan
struktur sensitif nyeri, dan regangan arteri basalis otak. Nyeri kepala
dirasakan berdenyut terutama pagi hari pada saat bangun tidur. Kadangkala
penderita merasa ada rasa penuh dikepala. Nyeri kepala bertambah jika penderita
bersin, mengejan dan batuk.
b. Muntah
Muntah
terjadi karena adanya distorsi batang otak saat tidur, sehingga biasanya muncul
pada pagi hari saat bangun tidur. Biasanya tidak disertai mual dan proyektil.
c. Kejang
Kecurigaan
tumor otak disertai TTIK (tekanan tinggi intra kranial) adalah jika
penderita mengalami kejang fokal menjadi kejang umum dan pertama kali muncul
pada usia lebih dari 25 tahun.
d. Perubahan
status mental dan penurunan kesadaran
Penderita
sulit memusatkan pikiran tampak lebih banyak mengantuk serta apatis. Adapun tanda pada
tekanan tinggi intra kranial
adalah tanda-tanda fisik yang dapat ditemukan adalah papil edema, bradikardi,
peningkatan progresif tekanan darah, perubahan tipe pernafasan, timbulnya
kelainan neurologis, gangguan endokrin dan gangguan tingkat kesadaran (Reggy,
2016).
5. Hipotesa
Monreo Kellie
Monroe kellie menjelaskan
tentang kemampuan regulasi otak yang berdasarkan volume tetap. Selama volume
intrakranial sama, maka tekanan intra kranial akan konstan. Peningkatan volume
salah satu faktor harus diikuti kompensasi dengan penurunan faktor lainnya
supaya volume tetap
konstan. Perubahan satu volume tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang
lain kan menimbulkan perubahan tekanan intra kranial. Beberapa kompensasi yang
mungkin antara lain cairan serebrospinal diabsorsi lebih cepat atau arteri serebral
berkontriksi menurunkan aliran darah otak
(Morton et al, 2005).
a.
Rumus tekanan perfusi serebral
Salah satu hal yang paling penting dalam
tekanan intrakranial adalah tekanan perfusi serebral/cerebral perfusion presur
(CPP). CPP adalah jumlah aliran darah sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk
memberikan oksigen dan glukosa yang adekuat untuk metabolisme otak. CPP
dihasilkan dari tekanan arteri sistemik rata-rata dikurangi tekanan
intrakranial, CPP normal berada pada rentang 60-100 mmHg dengan rumus:
CPP = MAP - ICP
|
MAP adalah tekanan rata-rata selama siklus kardiak, tekanan sistolik + 2 kali tekanan diastolik dibagi 3. Jika diatas 100 mmHg, maka potensial terjadi PTIK. Jika kurang dari 60 mmHg, aliran darah ke otak tidak adekuat sehingga hipoksia dan kematian sel otak dapat terjadi. Jika MAP dan ICP sama berarti tidak ada CPP dan perfusi serebral berhenti, sehingga penting untuk mempertahankan kontrol ICP dan MAP ( Black & Hawk, 2005).
b. Monitoring
tekanan intrakranial
Otak normal memiliki kemampuan autoregulasi,
yaitu kemampuan organ mempertahankan aliran darah meskipun terjadi perubahan
sirkulasi perubahan arteri dan tekanan perfusi. Autoregulasi menjamin aliran
darah yang konstan melalui pembuluh darah serebral diatas rentang tekanan
perfusi dengan mengubah pembuluh darah dalam merespon perubahan tekanan arteri.
Pada klien dengan autoregulasi, beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan
tekanan darah seperti batuk, suctioning, dapat meningkatkan aliran darah otak
sehingga juga meningkatkan TIK (Morton et al, 2005).
Monitoring tekanan
intrakranial paling sering dilakukan pada trauma kepala dengan situasi :
1)
GCS kurang dari 8
2)
Mengantuk /drowsy
dengan hasil temuan CT scan
3)
Post op evakuasi hematoma
4)
Pasien risiko tinggi
seperti usia di atas 40 tahun, tekana darah rendah, pasien dengan bantuan
ventilasi. Tidak ada yang dapat dicapai pada pasien dengan GCS kurang dari 3.
6. Pemeriksaan
penunjang
a. Pemeriksaan
radiologi (Smeltzer, 2001)
1) Angiografi
serebral : Untuk menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri Single photo emission computed tomography (SPECT) Untuk
mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT)
2) CT
scan : Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara
pasti
3) MRI
(Magnetic Imaging Resonance) : Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan
posisi dan besar terjadinya pedarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark dari hemoragik
4) EEG
: Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurnnya implus listrik dalam jaringan otak
5) Pemeriksaan
foto thorax : Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke.
b. Pemeriksaan
laboratorium (Smeltzer, 2001)
1) Lumbal
fungsi: pemeriksaan likuormerah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama
2) Pemeriksaan
darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
3) Pemeriksaan
kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia
4) Gula
darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali
5) Pemeriksaan
darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
7. Prinsip dan Manajemen PTIK
Menurut
PERDOSSI (2011) Tujuan terapi PTIK ini adalah menjaga agar TIK < 20 mmHg dan
menjaga agar CPP > 60 - 70 mmHg, prinsip
dan manajemen PTIK sebagai berikut :
a. Stabilitas
jalan nafas dan pernapasan
1) Pemantauan
secara terus menerus terhadap status neirologis, nadi, tekanan darah, suhu
tubuh, dan oksigen dianjurkan alam 72 jam, pada pasien dengan defisit
neurologis yang nyata
2) Pemberian
oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95%
3) Perbaiki
jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar.
Berikan bantuan ventilasi pada psien yang mengalami penuruna kesadaran atau
disfungsi bulbar dengan gagguan jalan napas.
4) Terapi
oksigen diberikan pasa pasien hipoksia. Pasien stroke iskemik akut yang
nonhipoksia tidak memerlukan terapi oksigen
5) Intubasi
EET (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia (pO2 < 60 mmHg
atau PCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang beresiko untuk
terjadai aspirasi.
6) Pipa
endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa terpasang
lebih dari 2 minggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi.
b. Stabilisasi
hemodinamik
1) Berikan
cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari pemberian cairan hipotonik
seperti glukosa)
2) Dianjurkan
pemasangan CVC (Central Venous Catheter),
dengan tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk
memasukkan cairn dan nutrisi
3) Usahakan
CVC 5 – 12 mmHg
4) Optimalisasi
tekanan darah
5) Bila
tekanan darah sistolik <120 mmHg dan cairan tubuh sudah mencukupi, maka
obat-obat vasopressor dapat diperbaiki secara titrasi seperti dopamin dosis
sedang/ tinggi, norepinefrin stsu epinefrin dengan target tekanan darah
sistolik berkisar 140 mmHg
6) Pemantauan
jantung (cardiac monitoring) harus
dilakukan selama 24 jam pertama setelah serangan stroke iskemik
7) Hipotensi
harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemia harus dikoreksi dengan
larutan satin normal dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curh
jantung sekuncup harus dikoreksi.
c. Terapi diuretik osmotik
Terapi diuretic osmotik tujuannya adalah menarik air ke
ruang intravaskuler. Baik mannitol maupun salin hipertonik memiliki manfaat
rheologik tambahan dalam menurunkan viskositas darah dan menurunkan volume dan
rigiditas sel darah merah.
1) Salin hipertonik : loading
dose 30 ml salin 23% diberikan dalam 10-20 menit melalui CVC, dosis
pemeliharaan adalah salin 3% 1 mg/kg/jam dengan kadar Na serum 150-155 mEq/jam.
Na harus diperiksa tiap 6 jam. Pemasukan salin hipertonik ini berkaitan dengan
edema. Salin hipertonik dihentikan setelah 72 jam untuk mencegah terjadinya
edema rebound.
2) Mannitol 20% (dosis 0,25-1 gr/kg)2,3,4 : Loading
dose 1gr/kg BB, diikuti dengan dosis pemeliharaan 0,5 gr/kg BB tiap 4-6
jam dengan kadar osmolaritas serum 300-320 mOsm. Osmolalitas serum
diperiksa tiap 6 jam. Waktu paruh mannitol adalah 0,16 jam. Efikasi terlihat
dalam 15-30 menit, dan durasi efek adalah 90 menit hingga 6 jam.
Tabel 2.1 Terapi osmotik
Pemberian
|
Efek
samping
|
Digunakan
|
Hindari
bila
|
|
Salin hipertonik
|
Dapat diberikan dengan infus
berlanjut, memperbaiki CPP, meningkatkan volume, efektif dlm menurunkan TIK
pada pasien yg refrakter dg mannitol
|
Overload volume, edem pulmonal,
hipernatremia ekstrim, rebound edema serebri saat tapering, insufisiensi
renal, CPM (central pontine myenolysis)
|
Ingin meningkatkan volume atau
memperbaiki CPP
|
CHF dekompensata, hati-hati jika
hiponatremia baseline > 24 jam.
|
Mannitol
|
Dapat digunakan melalui jalur
perifer, bolus
|
Deplesi volume, harus
penuh urine output dengan salin, khususnya pada TBI dan SAH,
hipotensi, rebound edema serebral, hipernatremia, insufisiensi renal
|
Ingin untuk diuresis
|
Gagal ginjal, hipotensi
|
d. Terapi kolaboratif lainnya
1) Totilac : merupakan cairan
hipertonik sodium laktat dengan konsentrasi fisiologis potasium klorida dan
kalsium klorida. Cairan ini memiliki osmolaritas 1020 mOsm/L dengan pH 7.0.
Cairan ini netral dan ketika laktat dimetabolisme, ia tidak menyebabkan
asidosis. Dosis penggunaan 10 cc/kg BB selama 12 jam intravena. Totilac
mengandung ion yang akan berdisosiasi menjadi anion (laktat dan klorida) dan
kation (sodium, potasium, kalsium).
2) Barbiturat : bolus penobarbital
5-20 mg/kg diikuti 1-4 mg/kg/jam. Barbiturat menurunkan metabolic
demand dan selanjutnya CBF, CBV dan TIK jika rantai metabolisme masih
intak. Resiko penggunaan meliputi hipotensi, kesulitan menilai pasien karena
efek sedatifnya, supresi jantung.
3) Induksi hipotermia hingga 32-34ºC
dapat menurunkan CBF dan TIK dengan menurunkan metabolic demand.
Tiap penurunan temperatur 1ºC akan menurunkan metabolisme oksigen otak (CMRO2)
7%. Efek samping hipotermi meliputi infeksi sistemik, bakteremia,
koagulopati, pneumonia, hipokalemia, dan aritmia.
4) Steroid : seperti deksametason tidak
efektif digunakan pada pasien trauma kapitis. Biasanya berguna untuk edema yang
berhubungan dengan tumor dan infeksi. Dosis awal yang biasa digunakan adalah 10
mg deksametason intravena diikuti 4 mg tiap 6 jam.
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, F.B. (2008). Asuhan keperawatan pada Klien dengan gangguan sistem persarafan. Jakarta: Salemba
Medika.
Black, M.J.,&Hawk, H.J. (2005). Medical Surgical Nursing Clinic Management
For Positif Outcames, Volume 2 Australia: Elevier
Carpenito, L.J. (2006) . Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta
: EGC
Guyton, A.C. & Hall, J.E. (2007) . Buku ajar fisiologi kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Herdman, T.H. (2012). Diagnosis keperawatan: Definisi dan klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.
Hudak & Gallo. (2005) keperawatan
kritis, edisi VI. Jakarta: EGC
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
PERDOSSI (2011) Neurointervensi & Critical Care.
Manajemen Peninggian Tekanan Intrakranial dalam ANLS for Doctors.
Indonesians Neurological Associations.
Price & Wilson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (Volume 1 ,Edisi 6). Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare (2006). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner & suddarth. Vol. 2. Jakarta : EGC
Sudoyo A.W. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Ed. V. Jakarta: Interna
Publishing.
Wijdicks (2011). Current Concepts, The Diagnosis of Brain Death, N Engl J Med
Wilkinson, J.M. (2011).
Buku saku diagnosis keperawatan:
diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC, Ed. 9. Jakarta: EGC.
http://www.kalbemed.com/Products/Drugs/Generic/tabid/246/ID/5910/Citicoline-OGB-HJ.aspx
diakses pada tanggal 21 Juli 2017
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat