A.
Konsep
Infeksi Nosokomial
1.
Pengertian
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi
yang diperoleh atau dialami oleh pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan
menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit
serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke rumah
sakit (Olmsted RN, 1996, Ducel, G, 2002)
Infeksi Nosokomial digolongkan sebagai
infeksi yang berkaitan dengan pemberian layanan kesehatan difasilitas layanan
kesehatan. Infeksi nosokomial dapat terjadi selama klien berada dalam fasilitas
kesehatan atau baru terjadi setelah klien pulang (Kozier et al. p. 4., 2010).
Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen
atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005).
Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa infeksi adalah penyakit
yang disebabkan oleh invasi patogen atau mikroorganisme yang berkembang biak
dan bertahan hidup dengan cara menyebar dari satu orang ke orang lain sehingga
menimbulkan sakit pada seseorang.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang
didapat pasien dari rumah sakit pada saat pasien menjalani proses asuhan
keperawatan. Infeksi nosokomial pada umumnya terjadi pada pasien yang dirawat
di ruang seperti ruang perawatan anak, perawatan penyakit dalam, perawatan
intensif, dan perawatan isolasi (Darmadi, 2008).
Infeksi nosokomial menurut Brooker (2008)
adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang
dirawat selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala
infeksi pada saat masuk rumah sakit. Berdasarkan uraian di atas peneliti
menyimpulkan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh dari rumah
sakit yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien tersebut selama dirawat
maupun sesudah dirawat yang dapat terjadi karena intervensi yang dilakukan di
rumah sakit seperti pemasangan infus, kateter, dan tindakan-tindakan operatif
lainnya.
Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi
nosokomial dapat berasal dari klien itu sendiri (sumber endogen) atau dari
lingkungan rumah sakit dan tenaga kesehatan rumah sakit (sumber eksogen).
No
|
Mikroorganisme
yang sering ditemukan
|
Penyebab
|
1
|
Saluran
Kemih
|
|
Escheria
coli
Spesies
Enterococcus
Pseudomonas
aeruginosa
|
Teknik
kateterisasi yang tidak tepat
Kontaminasi
pada system drainase tertutup
Prosedur
cuci tangan yang tidak tepat
|
|
2
|
Area
Pembedahan
|
|
Staphylococcus
aureus
Spesies
Enterococcus
Pseudomonas
aeruginosa
|
Prosedur
cuci tangan yang tidak tepat
Teknik
penggantian balutan yang tidak tepat
|
|
3
|
Aliran
Darah
|
|
Staphylococcus
negative-koagulase
Staphylococcus
aureus
Spesies
Enterococc
|
Prosedur
cuci tangan yang tidak tepat
Teknik
perawatan cairan IV, pemasangan selang, dan perawatan area penusukan yang
tidak tepat
|
|
4
|
Pneumonia
|
|
Staphylococcus
aureus
Pseudomonas
aeruginosa
Spesies
Enterococcus
|
Prosedur
cuci tangan yang tidak tepat
Teknik
pengisapan yang tidak tepat
|
Table 2.1 Penyebab
Infeksi Nosokomial
2.
Epidemiologi
Infeksi nosokomial semakin mendapat
perhatian selama beberapa tahun terakhir dan diyakini terjadi pada sekitar 2
juta klien setiap tahun. Tatanan layanan kesehatan yang banyak terjadi infeksi
nosokomial adalah unit perawatan intensif bedah atau penyakit dalam (Kozier et
al. p. 4., 2010). Setelah diteliti lebih lanjut maka didapatkan bahwa angka
kuman lantai ruang perawatan mempunyai hubungan bermakna dengan infeksi
nosokomial (Suwarni, A, 2001).
Di negara maju pun, infeksi yang didapat
dalam rumah sakit terjadi dengan angka yang
cukup tinggi. Misalnya, di AS, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia,
10 % pasien rawat inap dirumah sakit mengalami infeksi yang baru selama
dirawat. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI
Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap mendapat
infeksi yang baru selama dirawat.
Infeksi nosokomial banyak terjadi
diseluruh dunia dengan kejadian terbanyak dinegara miskin dan negara yang
sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab
utama. Suatu penelitian yang
dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa
sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara menunjukkan adanya infeksi
nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak 10% (Ducel et al.,2002).
Walaupun ilmu pengetahuan dan penelitian
tentang mikrobiologi meningkat dengan pesat pada 3 dekad terakhir serta sedikit
demi sedikit resiko infeksi dapat dicegah, tetapi semakin meningkatnya
pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten
antibiotik, super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih
menyebabkan infeksi nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus
setiap tahun. Selain itu, jika kita bandingkan kuman yang ada di masyarakat,
mikroorganisme yang berada di rumah sakit lebih berbahaya dan lebih resisten
terhadap obat, karena diperlukan antibiotik yang lebih poten atau suatu kombinasi
antibiotik. Semua kondisi ini dapat meningkatkan resiko infeksi kepada si
pasien (Ducel,G, 2002).
3.
Factor resiko terjadinya Infeksi Nosokomial
Secara umum, proses terjadinya penyakit
melibatkan tiga faktor yang saling berinteraksi, yaitu :
a. Faktor
penyebab penyakit (agent)
b. Factor
manusia, yang sering disebut pejamu (host)
c. Factor
lingkungan
Faktor
resiko terjadinya infeksi meliputi beberapa faktor, yaitu :
a. Infeksi
secara langsung atau tidak langsung
Infeksi boleh terjadi karena kontak secara langsung
atau tidak langsung. Penularan infeksi ini dapat tertular melalui tangan,
kulit, dan baju yang disebabkan oleh
golongan staphylococcus aureus. Cairan yang dibeirkan mellalui intravena
dan jarum suntik, peralatan serta instrument kedokteran boleh menyebabkan
infeksi nasokomial. Makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil
menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya cross infection (Babb &
Liffe, 1995; Ducel et al., 2002)
1) Secara
langsung
Penularan langsung oleh
mikroba pathogen ke pintu masuk yang sesuai dari pejamu. Sebagai contoh adalah
adanya sentuhan, gigitan, ciuman, atau adanya droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara, atau saat tranfusi
darah dengan darah yang terkontaminasi mikroba pathogen. (Darmadi, 2008)
2) Secara
tidak langsung
Penularan mikroba
pathogen yang memerlukan media perantara, baik berupa barang/bahan, air, udara,
makanan/minuman maupun vektor.
a) Vector-borne
Sebagai media perantara
penularan adalah vektor (serangga), yang memindahkan mikroba patogen ke pejamu
dengan cara pada kaki serangga melekat kotoran/sputum (mikroba patogen), lalu
hinggap pada makanan/minuman, dimana selanjutnya akan masuk ke saluran cerna
pejamu dan sebelum masuk ke tubuh pejamu,mikroba mengalami siklus kup efektif
untuk menyebarnya mikroba patogen perkembangbiakan dalam tubuh vektor/serangga,
selanjutnya mikroba dipindahkan ketubuh pejamu melalui gigitan.
b) Food-borne
Makanan dan minuman
adalah media perantara yang cukup efektif untuk menyebarnya mikroba patogen ke
pejamu, yaitu melalui pintu masuk saluran cerna.
c) Water-borne
Tersedianya air bersih
baik secara kuantitatif maupun kualitatif terutama untuk kebutuhan rumah sakit
adalah mutlak. Kualitas air yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan
bakteriologis, diharapkan terbebas dari mikroba patogen sehingga aman untuk
dikonsumsi. Jika tidak sebagi media perantara air sangat mudah menyebarkan
mikroba patogen sehingga aman dikonsumsi. Jika tidak sebagai media perantara
air sangat mudah menyebarkan mikroba patogen ke pejamu melalui pintu masuk
saluran cerna maupun pintu masuk yamhm lain.
d) Air-borne
Udara sangat mutlak
diperlukan oleh setiap orang, namun adanya udara yang terkontaminasi oleh
mikroba patogen sangat sulit untuk dideteksi. Mikroba patogen dalam udara masuk
ke saluran pernafasan dalam bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh
penderita (reservoir) saat batuuk atau bersin, berbicara atau bernafas melalui
mulut atau hidung. Sedangkan debu merupakan partikel yang dapat terbang bersama
udara dengan muddahnya. Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi
didalam ruangan yang tertutup seperti didalam gedung, ruangan/bangsal/kamar
perawatan, atau pada laboraturium klinik. (Darmadi et al., 2008)
b. Resistensi
Antibiotik
Penggunaan antibiotika
yang terus menerus ini meningkatkan multiplikasi serta penyebaran strain yang
resisten. Penyebab utmanya adalah penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan
tidak terkontrol, dosis antibiotika yang tidak optimal, terapi dan pengobatan
menggunakan antibiotika yang terlalu singkat serta kesalahan diagnose.
Infeksi nasokomial
sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas dirumah sakit, dan menjadi
sangat penting karena :
1) Meningkatnya
jumlah penderita yang dirawat
2) Seringnya
imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur
3) Mikroorganisme
yang baru (mutasi)
4) Meningkatnya
resistensi bakteri terhadap antibiotika
(Ducell et al., 2002)
c. Faktor
Alat
Sebagai media perantara
penularan adalah barang/bahan yang terkontaminasi seperti peralatan makan dan
minum, instrument bedah/kebidanan, peralatan laboraturium, peralatan
infuse/tranfusi. (Darmadi, 2008) Suatu penelitian klinis menunjukan infeksi
nasokomial terutama disebabkan oleh infeksi dari kateter urin, infeksi jarum
infuse, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan
septikemia. Penggunaan alat non steril juga boleh menyebabkan infeksi
nasokomial. (Ducell at al., 2002)
Menurut Darmadi et al.,
2008 faktor terjadinya infeksi nasokomial yaitu :
1) Faktor
luar (ektrinsik)
a) Petugas
pelayanan medis
Dokter, perawat, bidan,
tenaga laboraturium dsb
b) Peralatan
dan material medis
Jarum, kateter,
instrument, respiratory, kain/duk, kasaa dsb
c) Lingkungan
Berupa lingkungan
internal seperti ruangan/bangsal perawatan , kamar bersalin dan kammar bedah.
Sedangkan lingkungan ekstrenal adalah halaman rumah sakit dan tempat pembungan
sampah/pengolahan limbah.
d) Makanan/minuman
Hidangan yang disajikan
setiap saat kepada penderita
e) Penderita
lain
Keberadaan penderita
lain dalam satu kamar/ruangan bangsal perawatan dapat merupakan sumber
penularan
f) Pengunjung/keluarga
Keberadaan
tamu/keluarga dapat merupakan sumber penularan
2) Faktor
yang ada dari penderita (insrinsik)
Seperti umur, jenis
kelamin, kondisi umum, penderita, resiko terapi atau adanya penyakit lain yang
menyertai penyakit dasar (multipatologi) beserta komplikasinya. Factor-faktor
ini merupakan factor predisposisi
3) Factor
keperawatan seperti lamanya hari perawatan (lemght of stay)
Menurunya standar
pelayanan perawatan serta padatnya penderita dalam suatu ruangan .
4) Factor
mikroba patogen seperti tingkat kemampuan
invasi serta tingkat kemampuan merusak jaringan, lamanya pemaparan (length of
exposure) antara sumber penularan (reservoir) denga penderita
4.
Pencegahan Infeksi Nosokomial
Tindakan
pencegahan infeksi nosokomial:
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa
lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di negara berkembang tidaklah aman
(contohnya jarum, tabung atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan
banyaknya suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan antibiotika). Untuk
mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan:
a) Pengurangan penyuntikan yang kurang
diperlukan
b) Pergunakan jarum steril
c) Penggunaan alat suntik yang
disposabel.
Masker, sebagai pelindung terhadap
penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun dengan pasien yang menderita
infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker saat keluar dari kamar
penderita.
Sarung tangan, sebaiknya digunakan
terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung
tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau
terkena benda yang kotor, sanrung tangan harus segera diganti.
Baju khusus juga harus dipakai untuk
melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.
Pembersihan yang
rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan
benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar
90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu
yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela,
tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara
yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya
pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang
rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar
dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko
terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun
suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya
untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah
sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.
Toilet
rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk
mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih
dan diberi disinfektan.
Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar
pasien.
Disinfeksi yang dipakai adalah:
Disinfeksi yang dipakai adalah:
a) Mempunyai kriteria membunuh kuman
b) Mempunyai efek sebagai detergen
c) Mempunyai efek terhadap banyak
bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.
d) Tidak sulit digunakan
e) Tidak mudah menguap
f) Bukan bahan yang mengandung zat yang
berbahaya baik untuk petugas maupun pasien
g) Efektif tidak berbau, atau tidak
berbau tak enak
4) Perbaiki ketahanan tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri
yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut
membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan
invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad
renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran
cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang
dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas,
sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada
penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri
oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan
antibiotika.
5) Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga
dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat
diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya
tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang
melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai
resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu
diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan
makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang
isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar.
Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang
terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien
dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.
Yang perlu diperhatikan dalam pencegahan Infeksi nosokomial
luka Operasi :
a. Sebelum masuk rumah sakit,
pemerikasaan dengan pengobatan pasien untuk persiapan operasi agar dilakukan
sebelum pasien masuk/dirawat di rumah sakit. -Perbaikan keadaan pasien,
misalnya gizi, penyakit DM
b. Sebelum operasi: pasien operasi
dilakukan dengan benar sesuai dengan prosedur, misalnya pasien harus puasa,
desinfeksi daerah operasi, klimas dan lain-lain.
c. Pada wantu operasi: semua petugas
harus mematuhi peraturan kamar operasi. Bekerja sesuai SOP (standar operating
procedur) -Perhatikan wantu/lama operasi.
d. Paska operasi Perhatikan perawatan
alat-alat Bantu yang terpasang sesudah operasi seperti : kateter, infus, dan
lain-lain (Farida Betty, 1999)
5.
Proses Keperawatan pada Pasien dengan Infeksi Nosokomial
a.
Pengkajian
1)
Riwayat Keperawatan
a)
Tingkat risiko pasien terkena infeksi
b)
Semua keluhan pasien mengenai danya
infeksi
2)
Pengkajian fisik
a) TTV
b) Inspeksi
c) Palpasi
Tanda dan gejala infeksi:
1)
bersin, rabas atau mukoid dari hidung,
hidung tersumbat biasa terjadi bersamaan dengan infeksi pada hidung
2)
infeksi saluran kemih padaa umumnya
kulit dan membramn mukosa terlibat dalam proses infeksi lokal yang
mengakibatkan:
a)
pembengkakan lokal
b)
kemeerahaan loal nyeri saat dipalpasi
atau digerakkan teraba panas pada area yang terinfeksi
c)
Kehilangan fungsi pada bagian yang
terkena infeksi
Data Laboratorium:
a. Peningkatan
hitung leukosit(normal 4,500-11000/ml). Jenis sel darah putih tertentu akan
meningkat atau menurun pada infeksi tertentu
- Peningkataan
laju endap darah(LED). Normalnya sel darah merah biasanya mengendap
perlahan tetapi laju tersebut meningkat saat terjadi proses radang
- Kultul
urin, darah, sputum ataau drainase lain. Membiakkan mikroorganisme daalaam
media pertumbuhan khusus dilab, yang mengindikasikan adanya mikroorganisme
pathogen
b. Diagnosa
Resiko infeksi: kondisi ketika individu
mengalami peningkatan resiko terhadap invasi mikroorganisme patogen. Saat
mengangkat diagnosa ini, perawat hanya mengindentifikasi faktor resiko, seperti:
1) Pertahanan
primer tubuh tidak adekuat, seperti kerusakan kulit, trauma jaringan, penurunan
kerja silia, stasis jaringan tubuh, perubahan sekresi pH, atau gangguan
peristaltik.
2) Pertahanan
sekunder tubuh tida adekuat, seperti leukopenia, immunosupresi, penurunan Hb,
atau supresi respon radang.
Sedangkan
pasien yang beresiko mengalami infeksi merupakan kandidat utama masalah fisik
dan psikologis. Contoh diagnosa keperawatan atau masalah kolaborasi yang
mungkin muncul dari adanya infeksi adalah :
1) Potensial
komplikasi infeksi: demam
2) Hambatan
mobilitas fisik; apabila pasien kelelahan, terpasang infuse, atau merasa kurang
nyaman
3) Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh; apabila pasien sangat sakit sehingga
tidak mampu makan secara adekuat.
4) Nyeri
akut; apabila pasien mengalami kerusakan jaringan dan ketidaknyamanan.
5) Kecemasan;
jika pasien mengkhawatirkan perubahan aktivitas hidup akibat infeksi dan
pengobatannya.
6) Hambatan
interaksi social atau isolasi social jika klien harus terpisah dari orang lain
selama episode penularan
7) Harga
diri rendah situasional jika klien mengalami perasaan negative diri sendiri
akibat proses infeksi
c. Intervensi
Menurut
kozier, Erb, Berman, dan Snyder (2010), Intervensi Keperawatan yang dapat memutuskan rantai infeksi:
Hubungan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Agen Penyebab (organism)
|
1. Pastikan
semua peralatan benar-benar sudah dibersihkan dan dilakukan desinfeksi atau
sterilisasi sebelum digunakan.
2. Ajarkan
klien dan orang terdekat klien mengenai metode pembersihan, desinfeksi dan
sterilisasi peralatan yang tepat.
|
1. Teknik
pembersihan, desinfeksi, dan sterilisasi mengurangi atau menghilangi
mikroorganisme.
2. Pengetahuan
mengenai cara mengurangi atau menghilangkan mikroorgnisme dapat mengurangi
jumlah mikroorganisme yang ada dan kemungkinan penyebaran infeksi.
|
Reservoir (sumber)
|
1. Ganti
balutan dan perban jika basah dan kotor.
2. Bantu
klien utnuk melakukan hygiene oral dan kulit
3.
Letakkan linen yang basah dan
kotor pada wadah yang tepat.
4.
Buang feses dan urin pada
tempatya.
5.
Pastikan bahwa semua wadah
cairan, seperti termos air yang diletakkan disisi temapat tidur dan botol
penghisap dan botol drainase tertutup rapat.
6.
Kosongkan botol pengisap dan
botol drainase pada akhir setiap sif atau sebelum penuh, atau sesuai
kebijakan institusi.
|
1. Balutan
yang basah merupakan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme.
2. Tindakan
hygiene dapat mengurangi jumlah mikroorganisme yang menetap atau sementara
dan menurunkan kemungkinan infeksi.
3.
Linen yang basah dan kotor
menjadi sarang lebih banyak mikroorganisme daripada linen yang kering.
4.
Urin dan feses banyak mengandung
mikroorganisme.
5.
Pemajanan jangka panjang
emningkatkan resiko kontaminasi dan meningkatkan pertumbuhan mikroba.
6.
Drainase menjadi sarang
mikroorganisme yang jika dibiarkan dalam waktu lama, dapat berproliferasi dan
dapat ditularkan kepada orang lain
|
Pintu keluar dari reservoir
|
1.
Hindari berbicara, batuk atau
bersin diatas luka terbuka atau lapang steril, dan tutup mulut dan hidung
saat batuk dan bersin.
|
1.
Semua tindakan ini membatasi
jumlah mikroorganisme yang keluar dari saluran napas.
|
Metode penyebaran
|
1.
Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan klien, setelah kontak dengan cairan tubuh, dan sebelum
melakukan prosedur invasive atau melakukan kontak dengan luka terbuka.
2.
Anjurkan klien dan orang terdekat
klien untuk mencuci tangan sebelum
memegang makanan atau sebelum makan, setelah buang air, dan setelah kontak
dengan materi yang berpotensi menyebarkan infeksi.
3.
Gunakan sarung tangan saat
memegang cairan sekresi dan ekskresi dan gunakan gaun jika terdapat bahaya
cairan tubuh mengotori pakaian.
4.
Letakkan materi kotor yang akan
dibuang dalam kantong sampah yang tahan air.
5.
Peganglah pispot dengan mantap
agar isinya tidak tumpah dan buang urin dan feses pada tempatnya.
6.
Mulai dan lakukan tindakan
kewaspadaan asepsis pada setiap klien.
7.
Gunakan masker dan pelindung mata
ketika kontak dengan klien yang mengidap infeksi yang kemungkinan ditularkan
melalui droplet dari saluran napas.
8.
Gunakan masker dan pelindung mata
jika kemungkinan terjadi cipratan cairan tubuh (mis, selama prosedur
irigasi).
|
1.
Cuci tangan merupakan tindakan
penting dalam pengendalian dan pencegahan penyebaran mikroorganisme.
2.
Cuci tangan merupakan tindakan
penting dalam pengendalian dan pencegahan penyebaran mikroorganisme.
3.
Sarung tangan dan gaun menjaga
tangan dan baju agar tidak kotor.
4.
Kantong tahan air dapat mrncegah
penyebaran mikroorganisme kepada orang lain.
5.
Urin dan feses banyak mengandung
mikroorganisme.
6.
Semua klien dapat menjadi sarang
mikroorganisme yang dapat menyebarkan infeksi dan dapat ditularkan kepada
orang lain.
7.
Masker dan pelindung mata
mengurangi penyebaran mikroorganisme yang ditularkan melalui droplet.
8.
Masker dan pelindung mata memberi
perlindungan terhadap mikrooraginsme yang terdapat pada cairan tubuh klien.
|
Pintu masuk ke inang yang rentan
|
1.
Gunakan teknik steril dalam
melakukan prosedur invasif (mis. injeksi, kateterisasi).
2.
Gunakan teknik steril saat
memajan luka terbuka atau merawat balutan.
3.
Letakkan jarum dan spuit sekali
pakai di dalam wadah khusus tahan-jarum untuk segera dibuang.
4.
Sediakan perlatatan perawatan
pribadi bagi masing-masing klien.
|
1.
Prosedur invasif akan merusak
batas perlindungan tubuh dan dapat menjadi jalan masuk bagi miroorganisme.
2.
Luka terbuka rentan terhadap
infeksi miroba.
3.
Cedera dari jarum yang
terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh klien yang terinfeksi atau klien
pembawa infeksi merupakan penyebab utama penyebaran infeksi kepada tenaga
kesehatan.
4.
Pertahanan individu terhadap
mikroorganisme orang lain kurang memadai dibandingkan terhadap mikroorganisme
yang ada dalam tubuhnya sendiri.
|
Inang yang rentan
|
1.
Pertahankan integritas kulit dan
membrane mukosa klien.
2.
Pastikan bahwa klien menerima
diet seimbang.
3.
Beri penyuluhan kepada masyarakat
mengenai pentingnya imunisasi.
|
1.
Kulit dan membrane mukosa yang
utuh memberikan perlindungan terhadap invasi mikroorganisme.
2.
Diet seimbang member suplai protein
dan vitamin yang penting untuk membentuk dan mempertahankan jaringan tubuh.
3.
Imunisasi melindungi individu
terhadap penyakit ifeksi yang virulen.
|
Table
2.2 Intervensi yang dapat memutuskan rantai infeksi
d. Evaluasi
1) Apakah
tindakan yang tepat di implementasikan untuk mencegah kerusakan kulit dan
infeksi kulit? Seperti: memperhatikan alat-alat steril dan mengevaluasi
tindakan pelaku medis
2) Apakah
teknik aseptic yang ketat diimplementasikan dalam prosedur invasif?
Memperhatikan teknik septic dan aseptic yang dilakukan pada saat melakukan
tindakan dan alat dan bahan juga diperhatikan
3) Apakah
resep obat mempengaruhi sistem imun? Mengevaluasi resep obat yang mempengaruhi
system imun berdasarkan dosis yang digunakan, dan memperhatikan jumlah dosis
yang dibutuhkan tidak boleh lebih dan kurang
4) Apakah
pengaturan kamar pasien tepat untuk menurunkan resiko penyebaran
mikroorganisme? Memperhatikan ventilasi udara, kelembaban udara, pencahayaan,
tempat tidur pasien, kebersihan dari linen dan kebersihan lingkungannya
5) Apakah
pasien dan keluarga salah dalam memahami atau dalam melakukan semua petunjuk
yang penting? Seperti: mengevaluasi pemahaman keluarga pada saat melakukan
perawatan di rumah mulai dari pencegahan infeksi, teknik aseptic, prosedur
pemberian obat dan kebersihan lingkungan untuk mencegah terjadinya
infeksi. (Kozier, et all, 2010)
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner
& Suddart. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC.
Corwin,
Elizabeth J. (2009). Buku saku
patofisiologi Corwin. Egi Komara Yudha (et al). Jakarta: EGC.
Darmadi. (2008). Infeksi
nosokomial: problematika dan pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika
Deglin, Judith Hopfer. 2004. Pedoman obat untuk perawat. Jakarta:
Monica Ester.
Ducel, G., Fabry, J.,&
Nicolle, L. (2002). Prevention of
hospital-acquired infections, A practical guide. 2nd edition. World Health Organization.
Department of Communicable disease, Surveillance and Response.
Gabriel, J. F. (1996). Fisika kedokteran. Jakarta: EGC. Diperoleh pada 6 Februari 2012
dari www.books.google.co.id/books
Greundemann, Barbara J. (2005). Buku ajar keperawatan perioperatif. Vol. 1 prinsip. (Brahm U
Pendit, et.al., penerjemah). Jakarta: EGC
Hence, grace. 2007. Med-math: perhitungan dosis, preparat, dan
cara pemberian obat. Jakarta EGC
Herger, B.R. 2003.
Asisten Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Ed. 6. Jakarta:
EGC
Johnson, Joyce
Young. (2005). Prosedur perawatan di
rumah: pedoman untuk perawat. Egi Komara Yudha, Sari Kurnianingsih
(penerjemah). Jakarta: EGC.
Joyce
L, Kee. (1996). Farmakologi Pendekatan
Prosess Keperawatan. Jakarta : EGC.
Judith
Hopfer, D. (2004). Pedoman Obat untuk
Perawat. Jakarta : EGC.
Kee,
Joyce L. (1996). Farmakologi: pendekatan
proses keperawatan. Jakarta: EGC. Neal, Michael J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Penerjemah:
dr. Juwalita Surapsari. Jakarta: Erlangga
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient
Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.
Kozier, B., Erb, G.,
Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Asepsis. Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses dan praktek.Ed.
7. Vol 2. Jakarta: EGC
Lestari,
Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah
Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol
II/Nomor.04/2006 Hal.1-3
Lukas, Stefanus. (2006). Formulasi steril. Ed.1. Yogyakarta: ANDI
Marison, Moya J.
(2003). Manajemen luka. Florida,
Monica Ester, sari kurnianingsih (penerjemah). Jakarta: EGC.
Nursalam
dan Ninuk. 2007. Asuhan Keperawatn Pada
Pasien Terinfeksi. Jakarta. Salemba Medika.
Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit. Proceedings of expert lecture
of medical student of Block 21st of Andalas University,
Indonesia
Panduang Nasional Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (Patient Safety). 2005
Potter, A. P & Perry, A. G. (2005). Fundamental
keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Ed. 4. Vol. 1. (Renata
Komalasari, penerjemah). Jakarta: EGC
Priharjo, Robert. 1995. Teknik Dassar
Penberian Obat Bago Perawat. Jakarta: EGC hal.9-11
Rochmanadji
Widajat. (2009). Being a great ant
sustainable hospital. Jakarta : Gramedia Pustaka
Suwarni, A. (2001). Studi Diskriptif Pola Upaya Penyehatan
Lingkungan Hubungannya dengan Rerata Lama Hari Perawatan dan Kejadian Infeksi
Nosokomial Studi Kasus: Penderita Pasca Bedah Rawat Inap di Rumah Sakit
Pemerintah dan Swasta Provinsi DIY Tahun 1999. Yogyakarta: Badan Litbang
Kesehatan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial
Tambayong,jan. (2001).Farmakologi untuk
keperawatan.Jakarta.widya medika
Tietjen L, Bossemeyer D, &
McIntosh N. 2004. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan
dengan sumber daya terbatas. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
prawirohardjo
Tim keselamatan Pasien RS RSUD
Panembahan Senopati. Patient Safety.Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan
Program “Patient Safety”. Proceedings of National Convention VI of
The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15 November 2006.
Yahya, Adib A. (2007) Fraud & Patient
Safety. Proceedings of PAMJAKI meeting “Kecurangan (Fraud)
dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan” Hotel Bumi Karsa, Jakarta 13 December 2007.
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat