google adsense

Thursday, August 3, 2017

ASKEP PADA OPEN PNEUMOTORAKS


ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

                        Asuhan Keperawatan pada kasus Gawat Darurat dengan pasien yang mengalami OPEN PNEUMOTORAKS, berbeda dengan pemberian ASKEP pada Konsep Medikal Bedah.Dalam mengkaji pasien Gawat Darurat dengan kasus OPEN PNEUMOTORAKS, harus dilakukan dengan sistematis mulai dari:

A: Airway (jalur nafas):
          Perioritas intervensi tertinggi dalam primary survey adalah mempertahankan kepatenan jalan nafas. Dalam hitungan menit tanpa adekuatnya suplai oksigen dapat menyebabkan trauma serebral yang akan berkembang menjadi kematian otak (anoxic brain death). Airway harus bersih dari berbagai secret atau debris dengan kateter suction atau secara manual jika diperlukan. Spinal servikal harus diproteksi pada klien trauma dengan kemungkinan trauma spinal secara manual alignment leher pada posisi netral, posisi in-line dan menggunakan maneuver jaw thrust ketika memperthankan jalan nafas (Krisanty, Paula dkk, 2009; 19).
     Secara umum, masker non-rebreather adalah yang paling baik untuk klien bernafas spontan. Ventilasi bag-valve-mask (BMV) dengan alat bantu nafas yang tepat dan sumber oksigen 100% diindikasikan untuk individu yang memerlukan bantuan ventilasi selama resusitasi. Klien gangguan kesadaran, diindikasikan dengan GCS kurang dari sama dengan 8, membutuhkan airway definitif seperti Endotracheal tube (ETT) (Krisanty, Paula dkk, 2009; 20).
     Trauma pada jalan napas harus dikenali dan diketahui selama fase primasy survey dengan:
a.       Mendengarkan gerakan udara pada hidung, mulut dan daerah dada.
b.      Meneliti daerah orofaring karena sumbatan oleh benda asing.
c.       Mengawasi retraksi otot-otot interkostal dan supraklavikular.
Ada trauma pada jalan napas, ditandai dengan:
a.    Stridor (sumbatan jalan napas atas)
b.    Perubahan kualitas suara (bila pasien masih bisa bicara)
c.    Terabanya defek pada regio sendi sternoklavikular (Trauma luas pada dasar leher)
     Pada airway yang perlu diperhatikan adalah mempertahankan jalan nafas, memperhatikan apakah ada obstruksi pada jalan nafas( benda asing,secret,darah). Pada kasus open pneumotoraks terdapat masalah pada jalan napasnya  yang disebabkan oleh penumpukan darah dan udara.
Diagnose :
Bersihan jalan napas tidak efektif  b/d penumpukan darah dan udara.
Intervensi :
a.    Kaji kesadaran pasien dengan menyentuh, menggoyang dan memanggil namanya.
R/ mengetahui tingkat kesadaran pasien, apakah masih dalam tahap unrespon, pain, voice, dan alert.
b.    Lakukan panggilan untuk pertolongan darurat
R/ bantuan segera dapat membantu mempercepat pertolongan.
c.    Beri posisi terlentang pada permukaan rata yang tidak keras, kedua lengan pasien disamping tubuhnya.
R/ mengantisipasi trauma servikal, posisi yang tepat dan lingkungan yang nyaman dapat penolong dan korban dalam melakukan tindakan.
d.    Berikan posisi nyaman pada klien seperti semifowler/fowler
R/meningkatkan inspirasi maksimal,meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tak sakit.
e.     Buka jalan nafas dengan mengunakan tekhnik gabungan head tilt-chin lift atau dengan tekhnik jaw thrust apabila klien dicurigai mengalami trauma cervical.
R/membuka jalan nafas dengan mengangkat epiglottis.
f.     Beri O2 atau pasang ventilator
R/alat dalam menurunkan kerja napas, meningkatkan penghilangan distress respirasi dan sianosis sehubungan dengan hipoksemia.
R/mengurangi tekanan intrapleura
g.    Berikan obat jenis analgetik
R/mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri
h.    Lakukan pemasangan WSD
R/untuk mengeluarkan darah yang menumpuk pada rongga pleura.
Evaluasi :
a.    Kebutuhan oksigen pasien adekuat
b.    Jalan nafas pasien kembali efektif

B:Breathing (pernapasan)
         Setelah jalan napas aman, breathing menjadi perioritas berikutnya dalam primary survey. Pengkajian ini untuk mengetahui apakah usaha ventilasi efektif atau hanya pada klien bernafas. Fokusnya adalah pada auskultasi bunyi nafas dan evluasi ekspansi dada, usaha respirasi, dan adanya bukti trauma dinding dada atau abnormalitas fisik. Pada klien apnea dan kurangnya usaha ventilasi untuk mendukung sampai sampai intubasi endotrakeal dilakukan dan ventilasi mekanik digunakan. Jika resusitasi jantung paru diperlukan, ventilasi mekanik harus dihentikan dan klien secara manual diventilasi dengan alat BVM untuk ventilasi lanjutan yang baik dengan kompresi dada, sebaik untuk mengkaji komplians paru melalui pengukuran derajat kesulitan ventilasi klien dengan BVM (Krisanty, Paula dkk, 2009; 20).
Penilaian kualitas pernapasan dengan cara:
a.       Inspeksi: ada luka, perhatikan keseragaman gerak kedua sisi dada saat akhir inspirasi atau ekspirasi.
b.      Palpasi: ada kripitasi, nyeri tekan.
c.       Perkusi: bunyi sonor, hipersonor, pekak, timpani.
d.      Auskultasi: bising nafas, bising abnormal.
     Pada auskultasi suara napas menghilang yang mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang dalam rongga pleura.perkusi dinding dada hipersonor,semakin lama tekanan udara didalam rongga pleura didalam rongga pleura akan meningkat dan melebihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga dapat terjadi sesak nafas tiba-tiba,nafas pendek bahkan sering menimbulkan gagal nafas.
Diagonose
Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kemampuan oksigenase karena akumulasi udara.
Intervensi:
a.    Kaji pernapasan klien dengan mendekatkan telinga di atas hidung atau mulut sambil mempertahankan pembukaan jalan nafas
R/mengetahui ada tidaknya pernapasan.
b.    Perhatikan dada pasien dengan melihat gerakan naik turunnya dada pasien.
R/mengetahui apakah masih terjadi pengembangan paru.
c.    Auskultasi yang keluar waktu ekspirasi,merasakan adanya aliran udara.
R/mendengarkan apakah terdapat suara tambahan atau tidak.
d.   Berikan posisi nyaman pada klien seperti semifowler/fowler.
R/Meningkatkan ekspansi paru.
e.    Observasi kembali naik turunnya dada,mendengar dan merasakan udara yang keluar pada ekshalasi.
R/mengetahui keberhasilan tindakan yang telah dilakukan.
f.     Berikan O2 atau pasang ventilator
R/memenuhi kebutuhan oksigen pasien.
Evaluasi
a.    Pola napas pasien menjadi 16-24 x/ menit
b.    Tampak pergerakan dada pasien simetris pada saat bernapas

C:Circulation (sirkulasi)
     Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan tergesernya organ mediastinum secara massif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. Pergeseran mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera ini dapat menyebabkan penyumbatan aliran vena kava superior dan inferior yang dapat mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac output.
a.       Tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi, mencatat irama, dan ritmenya dan mengkaji warna kulit.
b.      Kaji tekanan darah
c.       Kaji adanya bukti perdarahan
     Intervensi ditargetkan untuk memperbaiki sirkulasi yang efektif melalui resusitasi kardiopulmoner, kontrol perdarahan, akses intravena dengan penatalaksanaan cairan dan darah jika dipelrukan, dan obat-obatan. Perdarahan ekseternal sangat baik dikontrol dengan tekanan langsung yang lembut pada sisi perdarahan dengan balutan yang kering dan tebal (Krisanty, Paula dkk, 2009; 21).
     Perdarahan intenal lebih menjadi ancaman tersembunyi yang harus dicurigai pada klien trauma atau pada mereka yang dalam status syok.
Diagnosa :
Resiko gangguan perfusi jaringan cerebral b/d penurunan aliran balik vena,penurunan curah jantung.
Intervensi :
a.    Tentukan ada tidaknya denyut nadi .
R/perabaan dilakukan untuk mengetahui apakah jantung masih berkontrasi atau tidak.
b.    Hubungi system darurat dengan memberikan informasi tentang hal-hal yang terjadi dan peralatan yang diutuhkan.
R/informasi yang diperoleh akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya sehingga pertolongannya akan lebih mudah
c.    Kolaborasi dalam pemasangan dan pemberian cairan infuse
R/memenuhi kebutuhan cairan dan elektorlit. Pantau pemberian cairan yang dilakukan, jangan sampai terjadi udem
Evaluasi
a.    Tekanan darah kembali pada nilai 120/80
b.    Tampak tidak adanya sianosis

D:Disability (kesadaran)
     Pengkajian disability memberikan pengkajian dasar cepat status neurologis. Metoda mudah untuk mengevaluasi tingkat kesadaran dengan “AVPU” inneminoc:
A: Alert (waspada)
B: responsive to voice
C: responsive to pain
D: unresponsive
     Pengkajian lain tentang tingkat kesadaran yang mengukur secara obyektif dan diterima luas adalah GCS, yang menilai buka mata, respon verbal, dan respon motorik. Skor terendah dalah 3, yang mengindikasikan tidak responsifnya klien secara total; GCS normal 15. Abnormalitas metabolik, hipoksia, trauma neurologis, dan intoksikasi dapat mengganggu tingkat kesadaran (Krisanty, Paula dkk, 2009; 22).

E:Exposure
     Komponen akhir primary survey adalah eksposure. Seluruh pakaian harus dibuka untuk memudahkan pengkajian menyeluruh. Pada situasi resusitasi, pakaian harus digunting untuk mencapai akses cepat ke bagian tubuh. Jika penyediaan tanda bukti adalah suatu isu, barang-barang tersebut harus ditangani sesuai aturan yang berlaku. Tanda bukti termasuk bagian-bagian pakaian, tempat-tempat tusukan, senjata, obat-obatan, dan peluru. Perawat gawat darurat seringkali dipanggil untuk memberikan testimonial di pengadilan sehubungan dengan bukti-bukti yang mereka kumpulkan dan perawatan klien mereka di unit gawat darurat. Contoh dari tipe-tipe kasus dimana pengumpulan bukti adalah sangat vital kasus dimana pengumpulan bukti adalah sangat vital termasuk kasus perkosaan, child abuse, kekerasan domestik, pembunuhan, bunuh diri, overdosis obat, dan penyiksaan (Krisanty, Paula dkk, 2009; 23).
     Adanya luka tembus menyebabkan luka terbuka dan bunyi aliran udara terdengar pada area luka tembus. Yang selanjutnya disebut “ sucking” chest wound (luka dada menghisap).
Diagnosa:
Resiko terjadinya infeksi b/d adanya luka tusuk
Intervensi:
a.    Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutan tekan dibuat kedap udara dengan petroleum jelly.
R/ memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan dan bagian yang terbuka sebagai katup dimana udara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang.
b.    Pemberian antobiotik.
R/mengurangi terjadi proses infeksi
c.    Pertahankan kebersihan daerah sekitar luka
R/mencegah terjadinya iritasi
Evaluasi
a.    Tidak terjadinya infeksi pada daerah sekitar luka
b.     Paru-paru dapat berkembang dengan baik

DAFTAR PUSTAKA

Kristanty, Paula, dkk.2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:TIM
http///G.Keperawatan Gadar Trauma Dada.akses tanggal 28 maret 2010. Nirwan
Pradjoko, Pneumotoraks, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, Fk Unair Surabaya, 2004 Arief , Wibowo Suryatenggara: Pneumotoraks. Dlam Symposium Penatalaksanna Gawat  Paru Masa Kini. Achmad Husain AS, Dkk. Yogykarta,1984.
Eddy Yapri, Thomas Kardjito, Mohammad Amin. Pneumotorax: Symposium Ilmu Kedokteran Darurat. Surabaya 1998.
Hood Alsegaf, Isnu


No comments:

Post a Comment

Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat