google adsense

Monday, August 7, 2017

konsep Sterilisasi

A.    Konsep Sterilisasi
1.      Pengertian
      Menurut Potter & Perry (2005, p. 949) sterilisasi adalah penghancuran atau pemusnaha seluruh mikroorganisme, termasuk spora. Penguapan dilakukan dengan tekanan, gas etilen oksida (ETO), dan kimia merupakan agen sterilisasi yang paling umum.
      Sterilisasi adalah suatu proses yang menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba, termasuk spora, pada permukaan benda mati. (Greundemann, 2005, p. 254)
      Menurut Darmadi (2008, p. 79) sterilisasi dalam pengertian medis merupakan suatu proses dengan metode tertentu dapat memberikan hasil akhir, yaitu suatu keadaan yang tidak dapat ditunjukkan lagi adanya mikroorganisme hidup.

2.      Jenis Sterilisasi
      Menurut Potter & Perry (2005, p. 949) alat yang memerlukan sterilisasi ada tiga kategori:
a.       Alat Penting
      Alat yang memasuki jaringan steril atau sistem vaskular menimbulkan resiko tinggi terkena infeksi jika alat – alat tersebut terkontaminasi dengan mikroorganisme, khususnya spora bakteri. Alat – alat penting harus disterilkan. Beberapa alat – alat penting, antara lain:
1)      Peralatan bedah
2)      Kateter intravaskuler
3)      Kateter urine
4)      Jarum
b.      Alat semi-penting
      Alat – alat yang berkontak dengan membran mukosa atau kulit yang tidak utuh juga beresiko. Benda ini harus bebas dari mikroorganisme. Alat – alat semi – penting harus didesinfektan atau disterilkan. Beberapa dari alat – alat tersebut, adalah:
1)      Kateter atau selang penghisap (suction) respiratorius
2)      Selang endotrakea
3)      Endoskop gastrointestinal
4)      Termometer

c.       Alat tidak penting
      Alat – alat yang kontak dengan kulit utuh namun bukan membran mukosa. Alat – alat ini harus bersih. Alat – alat tidak penting harus didesinfeksi. Beberapa alat ini adalah:
1)      Pispot
2)      Manset tekanan darah
3)      Linen
4)      Stetoskop
3.      Teknik Sterilisasi
a.       Secara Fisik
Secara fisik sterilisasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1)      Metode radiasi
      Metode radiasi merupakan metode dengan radiasi pengionan menenbus objek secara mendalam untuk sterilisasi dan desinfeksi yang efektif. Radiasi biasanya digunakan untuk mensterilkan obat, makanan, dan bahan – bahan lainnya yang sensitif terhadap panas (Potter & Perry, 2005, p. 950).
      Menurut Lukas (2006, p. 95) sterilisasi dengan radiasi dapat dilakukan dengan beberapa radiasi gelombang elektromagnetik, antara lain:


a)      Ultraviolet
      Ultraviolet merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 10 – 400 nm dengan efek optimal pada 254 nm. Sumbernya adalah lampu uap merkuri dengan daya tembus hanya 0,01 – 0,2 mm. ultraviolet digunakan untuk sterilisasi ruangan pada penggunaan antiseptik.
b)      Ion
      Menkanismenya mengikuti teori tumbukan, yaitu sinar langsung menghantam pusat kehidupan mikroba (kromosaom) atau secara tidak langsung dengan sinar terlebih dahulu membentur molekul air dan mengubahnya menjadi bentuk radikalnya yang menyebabkan terjadinya reaksi sekunder pada bagian molekul DNA mikroba.
c)      Gamma
      Gamma biasanya digunakan untuk mensterilkan alat kedokteran serta alat yang terbuat dari logam, karet, serta bahan sintesis seperti polietilen.
2)      Metode pemanasan dengan uap air dan pengaruh tekanan (autoclave)
      Menurut Darmadi (2008, p. 81) prinsip dasar metode ini adalah penggunaan uap. Uap panas pada suhu, tekanan, dan waktu pemaparan tertentu mampu membunuh mikroba patogen. Alat yang digunakan adalah sebuah bejana tertutup yang dilengkapi dengan manometer, termometer, termostat, dan pengaturan tekanan. Dengan demikian suhu dan tekanan uap panas dapat diatur (Darmadi, 2008, p. 81).
      Sterilisasi ini biasanya digunakan untuk mensterilkan sediaan injeksi dan suspensi (121oC 15 menit), baju operasi (134oC 3 menit), serta plastik dan karet (Lukas, 2006, p.89).
      Teknis pelaksanaan menurut Darmadi (2008, p. 81) metode uap panas bertekanan tinggi, antara lain:
a)      Peralatan medis, seperti instrument, sarung tangan, dan linen dimasukkan dalam kamar (chamber) dan diletakkan di atas rak – rak yang tersedia.
b)   Uap panas yang berasal dari pemanasan air dialirkan ke dalam kamar sehingga mendesak udara yang ada di dalam kamar. Pemanasan air dilanjutkan, sehingga suhu uap air mencapai 121oC.
c)    Saat suhu efektif sudah tercapai, hitungan waktu dimulai 20 menit untuk peralatan yang tidak terbungkus dan 30 menit untuk peralatan yang terbungkus.
d)   Bila sterilisasi sudah selesai, katup pengatur tekanan dibuka sehingga tekanan uap turun dan selanjutnya akan diikuti dengan penurunan suhu.

3)      Metode pemanasan secara kering
      Prinsip dasar metode panas kering ini adalah melalui mekanisme konduksi, panas akan diabsorpsi oleh permukaan luar dari peralatan yang disterilkan. Mikroba terbunuh dengan terjadinya koagulasi pada protein mikroba (Darmadi, 2008, p. 82).
      Sterilisasi panas kering biasanya ditetapkan pada temperatur 160oC dengan waktu 1 jam untuk alat logam atau alat gelas. Untuk larutan minyak atau salep disterilisasi pada temperatur 150oC  (Lukas, 2006, p. 93).
      Teknis pelaksanaan panas kering menururt Darmadi (2008, p. 82) adalah dengan menggunakan sebuah alat yang disebut Oven yang dipanaskan dengan cara berikut :
a)      Pemanasan udara dalam open dengan penggunaan gas dan listrik hingga mencapai 160o – 180oC.
b)      Durasi waktu untuk sterilisasi 1 – 2 jam, lebih lama daripada menggunakan autoclave karena daya penetrasinya tidak sebaik uap panas.
c)      Digunakan untuk sterilisasi alat – alat dari gelas, seperti tabung, cawan, dan lain – lain.
4)      Metode pemanasan sevara intermittent atau terputus – putus
      John Tyndall (1877) dari hasil penelitiannya memperoleh bahwa temperatur didi 100oC secara 1 jam tidak dapat membunuh semua mikroorganisme. Tetapi, apabila air dididihkan berulang – ulang sampai lima kali dan setiap air mendidih istirahat 1 menit akan sangat berhasil untuk membunuh kuman. Dengan pemanasan ini lingkaran hidup pembentukan spora dapat diputuskan (Gabriel, 1996, p. 34).
5)      Metode pembakaran langsung (incineration)
      Alat – alat platina, khrome yang akan disterilkan dapat dilakukan dengan pembakaran secara langsung pada nyala lampu bunzen hingga mencapai merah padam. Hanya saja pada proses pembakaran langsung ini alat – alat tersebut lama kelamaan menjadi rusak. Keuntungannya, mikroorganisme akan mati semua (Gabriel, 1996, p. 34).
6)      Metode filtrasi (penyaringan)
      Sterilisasi dengan metode pemanasan dapat membunuh mikroorganisme tetapi mikroorganisme yang mati tetap berada pada material tersebut. Sedangkan, sterilisasi dengan metode penyaringan mikroorganisme tetap hidup hanya dipisahkan dari material. Bahan filter ini adalah sejenis porselin yang berpori (Gabriel, 1996, p. 34).
      Penyaring dibuat dengan berbagai ukuran pori untuk memenuhi persyaratan penyaringan, yaitu mulai dari 14 – 0,0025 mikrometer. Keuntungan utama penggunaan metode ini adalah kecepatan pada penyaringan sejumlah kecil larutan, kemampuan mensterilkan secara efektif zat – zat yang tidak tahan panas, serta peralatan yang digunakan tidak terlalu mahal (Lukas, 2006, p. 98).


b.      Secara Kimia
1)      Sterilisasi dengan gas etilen oksida
      Sterilisasi gas merupakan pilihan lain yang digunakan untuk sterilisasi alat yang sensitif terhadap panas. Etilen oksida merupakan senyawa organik. Rumus kimianya adalah (C2H4)O (Lukas, 2006, p. 94).
      Prinsip kerjan metode ini, etilen oksida akan membunuh mikroba melalui reaksi kimia, yaitu alkalasi. Pada reaksi ini terjadi penggantian gugus atom hidrogen pada sel mikroba dengan gugus alkil, sehingga metabolisme dan reproduksi sel terganggu (Darmadi, 2008, p. 83).
      Menurut Darmadi (2008, p. 83) proses ini menggunakan autoclave khusus pada suhu yang lebih rendah (36 – 60oC) serta konsentrasi gas tidak kurang dari 400mg/liter, dengan proses:
a)      Setelah peraltan dimasukkan, gas etilen oksida dipompakan ke dalam kamar (chamber) selama 20 – 30 menit pada kelembapan 50 – 70%.
b)      Setelah pemaparan gas etilen dilakukan, kemudian dilakukan tahan aerasi/ pertukaran udara, yaitu proses pembuangan gas etilen oksida pada sterilisator maupun pada peralatan medis.
      Sterislisasi gas dengan etilen oksidasi biasanya digunakan untuk mensterilkan berbagai sediaan enzim, antibiotic tertentu, obat – obatan, serta alat –alat seperti endoskopi yang terbuat dari kaca atau kateter (Lukas, 2006, p. 95).
      Gas etilen oksida cukup toksik sehingga dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan mukosa. Oleh karenanya, perlu perhatian pada masalah keselamatan kerja (Darmadi, p. 83).
2)      Sterilisasi dengan formaldehida
      Menurut Darmadi (2006, p. 83) prinsip dasarnya adalah mikroba terbunuh dengan cara mengikat gugus asam amino dari protein mikroba. Alat yang dianjurkan untuk sterilisasi adalah formalin autoclave dengan suhu 70oC. setelah peralatan medis dimasukkan ke dalam kamar, gas formaldehida dialirkan dengan konsentrasi 15mg/m3.
      Biasanya digunakan untuk sterilisasi terbatas, seperti kateter dan sarung tangan. Gas ini baunya sangat menyengat dan dapat mengakibatkan iritasi pada kulit, mata, dan sluran pernapasan. Oleh karena itu, perlu penanganan yang hati – hati (Darmadi, 2008, p. 83).

2.      Proses Sterilisasi
a.       Sterilisasi pada bahan logam dan gelas
      Alat yang terbuat dari logam sebelum disterilisasi dicuci terlebih dahulu. Alat – alat logam (jarum suntik, pinset, gunting, jarum operasi, scalpel blede) maupun tabung reaksi dan pipet, mula – mula dibersihkan dahulu kemudian dibungkus dengan kain gaas. Setelah itu, dapat digunakan metode pemanasan secara kering, dengan suhu 160oC, selama 1 – 2 jam. Kemudian, diamkan hingga suhunya turun secara perlahan (Gabriel, 1996, p. 35).
b.      Sterilisasi bahan kain dan media kultur
      Kain dan media kultur yang akan disterilkan terlebih dahulu dibungkus dengan kertas agar setelah steril dan dikeluarkan dari sterilisator tidak terkontaminasi dengan kuman lagi. Metode sterilisasai yang dgunakan biasanya metode pemanasan uap air dan tekanan (autoclave) (Gabriel, 1996, p.35).
c.       Sterilisasi bahan karet dan plastik

      Bahan karet dan plastik sebaiknya tidak disterilkan dengan metode pemanasan, karena dapat mengganggu keelastisan karet dan dapat meleleh. Untuk mensuci hamakan bahan karet dan plastik, mula – mula dibersikan dari kotoran dengan menggunakan air bersih dan detergent, kemudian dikeringkan. Setelah itu taburi dengan talk dan disimpan dengan tablet formalin (Gabriel, 1996, p. 35).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku saku patofisiologi Corwin. Egi Komara Yudha (et al). Jakarta: EGC.
Darmadi. (2008). Infeksi nosokomial: problematika dan pengendaliannya.  Jakarta: Salemba Medika
Deglin, Judith Hopfer. 2004. Pedoman obat untuk perawat. Jakarta: Monica Ester.
Ducel, G., Fabry, J.,& Nicolle, L. (2002). Prevention of hospital-acquired infections, A practical guide. 2nd edition. World Health Organization. Department of Communicable disease, Surveillance and Response.
Gabriel, J. F. (1996). Fisika kedokteran. Jakarta: EGC. Diperoleh pada 6 Februari 2012 dari www.books.google.co.id/books
Greundemann, Barbara J. (2005). Buku ajar keperawatan perioperatif. Vol. 1 prinsip. (Brahm U Pendit, et.al., penerjemah). Jakarta: EGC
Hence, grace. 2007. Med-math: perhitungan dosis, preparat, dan cara pemberian obat. Jakarta EGC
Herger, B.R. 2003. Asisten Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Ed. 6. Jakarta: EGC
Johnson, Joyce Young. (2005). Prosedur perawatan di rumah: pedoman untuk perawat. Egi Komara Yudha, Sari Kurnianingsih (penerjemah). Jakarta: EGC.
Joyce L, Kee. (1996). Farmakologi Pendekatan Prosess Keperawatan. Jakarta : EGC.
Judith Hopfer, D. (2004). Pedoman Obat untuk Perawat. Jakarta : EGC.
Kee, Joyce L. (1996). Farmakologi: pendekatan proses keperawatan. Jakarta: EGC. Neal, Michael J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Penerjemah: dr. Juwalita Surapsari. Jakarta: Erlangga
Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. J. (2010). Asepsis. Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses dan praktek.Ed. 7. Vol 2. Jakarta: EGC
Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3
Lukas, Stefanus. (2006). Formulasi steril. Ed.1. Yogyakarta: ANDI
Marison, Moya J. (2003). Manajemen luka. Florida, Monica Ester, sari kurnianingsih (penerjemah). Jakarta: EGC.
Nursalam dan Ninuk. 2007. Asuhan Keperawatn Pada Pasien Terinfeksi. Jakarta. Salemba Medika.
Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit. Proceedings of expert lecture of  medical student of Block 21st of Andalas University, Indonesia
Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005
Potter, A. P & Perry, A. G. (2005). Fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Ed. 4. Vol. 1. (Renata Komalasari, penerjemah). Jakarta: EGC
Priharjo, Robert. 1995.  Teknik Dassar Penberian Obat Bago Perawat. Jakarta: EGC hal.9-11
Rochmanadji Widajat. (2009). Being a great ant sustainable hospital. Jakarta : Gramedia Pustaka
Suwarni, A. (2001). Studi Diskriptif Pola Upaya Penyehatan Lingkungan Hubungannya dengan Rerata Lama Hari Perawatan dan Kejadian Infeksi Nosokomial Studi Kasus: Penderita Pasca Bedah Rawat Inap di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Provinsi DIY Tahun 1999. Yogyakarta: Badan Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial
Tambayong,jan. (2001).Farmakologi untuk keperawatan.Jakarta.widya medika
Tietjen L, Bossemeyer D, & McIntosh N. 2004. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono prawirohardjo
Tim keselamatan Pasien RS RSUD Panembahan Senopati. Patient Safety.Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings of  National Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15 November 2006.
Yahya, Adib A. (2007) Fraud & Patient Safety. Proceedings of  PAMJAKI meeting “Kecurangan (Fraud) dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan” Hotel Bumi Karsa, Jakarta 13 December 2007. 

No comments:

Post a Comment

Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat