google adsense

Monday, August 7, 2017

Gangguan Kepribadian & Mood (Depresi)

A.    Gangguan Kepribadian & Mood (Depresi)
1.      Pengertian
     Kepribadian dapat didefinisikan sebagai pola perilaku dan berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain yang terus melekat dan terus ada, termasuk persepsi, sikap, dan emosi diri tentang diri sendiri dan dunia. Banyak faktor mempengaruhi kepribadian seseorang; beberapa berasal dari struktur biologis dan genetic, sebagian lainnya  didapat ketika seseorang berkembang dan berinteraksi dengan lingkungan dan orang lain. Gangguan kepribadian didiagnosis saat sifat kepribadian individu menjadi kaku dan maladaptive dan secara signifikan menggangu cara individu melakukan fungsi dalam masyarakat atau menyebabkan distress emosional individu.gangguan kepribadian dapat berlangsung lama karena karakteristik kepribadian tidak mudah diubah. (videbeck, 2008. Hal.486)
     Gangguan mood (alam perasaan), juga dikenal sebagai gangguan afektif, yaitu perubahan pervasive emosi individu, yang ditandai dengan depresi atau mania. Gangguan mood menggangu kehidupan individu. Individu diliputi kesedihan jangka panjang dan drastic, agitasi, atau elasi, disertai keraguan terhadap diri sendiri, rasa bersalah, dan marah, yang mengubah aktivitas hidupnya, terutama aktivitas yang melibatkan harga diri, pekerjaan, dan hubungan. (videbeck, 2008. Hal.387)
2.      Kategori gangguan kepribadian dan mood
     Diagnostic and statistical manual of mental disorders text revision (DSM-IV-TR. 2000) memuat gangguan kepribadian dalam kategori yang terpisah dan berbeda dengan gangguan jiwa mayor lainnya. Diagnosis tersebut berdasarkan aksis II system klasifikasi multiaksial. DSM-IV-TR mengklasifikasikan gangguan kepribadian ke dalam “kelompok-kelompok”, atau kategori berdasarkan gambaran gangguan yang utama atau yang teridentifikasi :
a.       Kelompok A: individu yang perilakunya yang tampak aneh atau ekstrentik, gangguan kepribadian paranoid, schizoid, dan skizotipal.
b.      Kelompok B: individu yang tampak dramatis, emosional, atau tidak lazim dan termasuk gangguan kepribadian antisosial, ambang, histrionic, dan narsisistik.
c.       Kelompok C: individu yang tampak cemas atau ketakutan dan termasuk gangguan kepribadian menghindar, dependen, dan obsesif-kompulsif. (videbeck, 2008. Hal.486)
     Gangguan mood dibagi menjadi dua kategori utama: gangguan unipolar, yang mencakup depresi mayor dan gangguan distimia, yang selama gangguan tersebut individu memperlihatkan kesedihan, agitasi, dan kemarahan karena satu perubahan mood yang ekstrem akibat depresi, dan gangguan bipolar (sebelumnya dikenal sebagai gangguan manicdepresif), ketika siklus mood individu antara mania dan depresi yang ekstrem disertai disertai periode normal masing-masing yang ekstrem, yakni antara depresi dan keadaan normal, atau antara mania dan keadaan normal (videbeck, 2008. Hal, 388).
3.      Awitan dan Proses klinis
     Gangguan kepribadian relative umum, yang terjadi pada 10%-13% populasi umum. Insidennya bahkan lebih tinggi pada individu dalam kelompok sosioekonomi yang rendah atau populasi yang tidak stabil atau populasi miskin. Dalam lingkungan rawat jalan kesehatan jiwa, insiden gangguan kepribadian adalah 30%-50% (Cloninger & Svrakic, 2000). Klien yang mengalami ganggu an keribadian memiliki angka kematian yang lebih tinggi, terutama akibat bunuh diri, kecelakaan, dan kedatangan diruang kedaruratan dan peningkatan angka percerain, perpisahan, dan keterlibatan dalam perkara hukum yang berkaitan dengan pengasuhan anak. Gangguan kepribadian sangat berkaitan dengan perilaku criminal (70%-85% pelaku criminal mengalami gangguan kepribadian), alkoholisme (60%-70% peminum alcohol mengalami gangguan kepribadian), penyalahgunaan obat (70%-90% penyalahguna obat mengalami gangguan kepribadian) (Gunderson dan Philips, 1995). Kesulitan yang berhubungan dengan gangguan kepribadian berlangsung pada masa dewasa muda dan dewasa pertengahan, tetepi cenderung berkurang pada usia 40 dan 50-an (videbeck, 2008. Hal,488).
4.      Penyebab
a.       Faktor Genetik
     Kepribadian berkembang melalui interaksi watak herediter dan pengaruh lingkungan. Perbedaan genetic menjelaskan setengah perbedaan sifat tempramen. Temperamen berhubungan dengan proses biologi sensasi, asosiasi dan motivasi yang mendasari integrasi keterampilan dan kebiassaan berdasarkan emosi. Empat sifat temperamen adalah menghindari bahaya, mencari sesuatu yang baru, ketergantungan pada penghargaan, dan persistensi. Individu memiliki predisposisi genetic untuk masing-masing dari empat sifat temperamen yang mempengaruhi respons otomatis mereka terhadap situasi tertentu. Empat sifat temperamen ini adalah dimensi independen secara genetic yang terjadi pada semua kombinasi (Cloninger & Svravik, 2000).
b.      Faktor psikososial
     Meskipun temperamen sebagian besar diturunkan, karakter dipengaruhi oleh pembelajaran sosial, budaya, dan peristiwa kehidupan yang unik pada setiap individu. Karakter berkembang terus menerus selama seseorang berhubungan dengan orang lain dan  situasi serta menghadapi tantangan, yang menghasilkan konsep tentang diri dan dunia luar. Tiga sifat karakter utama yang dikenal adalah: penunjukakan-diri, kooperatif, dan transenden diri (Cloninger & Svrakic, 2000). Saat berkembang penuh, sifat karakter ini menegaskan kepribadian yang matang.
     Pengalaman individu dengan keluarga, teman, dan orang lain di dunia dapat memiliki dampak yang signifikan pada perkembangan psikososial. Pendidikan sosial dalam keluargamenciptakan lingkungan yang yang dapat mendukung atau menekan perkembangan karakter spesifik (Videbeck, 2008. P.488).
5.      Penatalaksanaan
     Kombinasi obat dan terapi individu serta kelompok kemungkinan lebih efektif daripada terapi tunggal. Tujuan psikoterapi indivisual dan kelompok bagi klien yang mengalami gangguan kepribadian berfokus pada pembinaan rasa percaya, penyuluhan tentang keterampilan hidup dasar, pembinaan dukungan, penurunan gejala distress seperti ansietas, dan perbaikan hubungan personal (Cloninger & Svrakic, 2000).
a.       Psikofarmakologi yaitu penatalaksanaan pengobatan(Videbeck .2008, p. 409)
     Peningkatan aktifitas dan peningkatan mood yang dihasilkan yang dsihasilkan  oleh kerja antidepresan dapat member energy kepada individu untuk melakukan bunuh diri; oleh karena itu risiko bunuh diri harus dikaji walaupun klien menerima suatu antidepresan.
1)      SSRI.
      Sindron Seretonin adalah masalah yang mengancam jiwa dan terjadi ketika SSRI berinteraksi dengan MAOI. SSRI, kategori antidepresan terbaru, efektif untuk kebanyakan depresi. SSRI memiliki sedikit efek samping dan relatif aman.
ANTIDEPRESAN INHIBITOR REUPTAKE SEROTONIN SELEKTIF (SSRI)
Jangan diminum bersama MAOI periode antara MAOI dan SSRI adalah 2 minggu.
Nama generik (nama dagang)
Dosis
Implikasi keperawatan
Fluoksetin (prozac)
10-80 mg/hari
Sakit kepala, gugup, ansietas
Sertralin (zoloft)
50-200 mg/hari
Agitasi, insomnia, somnolen, keletihan
Paroksetin (paxil)
10-80 mg/hari
Mual, mulut kering, kejang
Sitalopram (Celexa)
20-40 mg/hari
Mulut kering, berkeringat, tremor
Tabel 2.2 Antidepresan Inhibitor Reuptake Serotonin Selektif (Ssri)
2)      Antidepresan trisiklik (ATS)
     Merupakan antidepresan paling tua. ATS mengurangi gejala depresi seperti keputusasaan, ketidak berdayaan, gagasan bunuh diri, rasa bersalah. Dikontra indikasikan pada gangguan fungsi hati berat dan infark miokard. Kelemihan dosis selama beberapa hari dapat menyebabkan kebingungan, halusinasi, kejang.
ANTIDEPRESAN TRISIKLIK
Antidepresan disiklik dapat memerlukan waktu 2 minggu atau lebih untuk mencapai kadar terapeutik. Jangan berikan bersamaan dengan MAOI
Nama generik (nama dagang)
Dosis
Implikasi keperawatan
Amitriptilin (elavil)
Dewasa: 75-300 mg/hari
Geriatrik: 10-25 mg pada jam tidur
Mengantuk, pusing, hipotensi
Klomipramin (anafranil)
75-300 mg/hari dalam dosis terbagi
Tremor, penambahan alat badan 
Doksepin (sinequan)
Dewasa: 30-150 mg/hari dalam dosis terbagi atau pada jam tidur
Mengantuk, mulut kering
Desipramin (norpramin)
Dewasa: 75-300 mg/hari dalam dosis terbagi atau pada jam tidur
Mengantuk, pandangan kabur
Nortriptilin (pamelor)
Dewasa :25-150 mg/hari
Sama dengan diatas



Tabel 2.3 Antidepresan Trisiklik
     Efek samping umum mengantuk dan pusing dapat menjadi masalah dalam penggunaan ATS. ATS dapat dikonsumsi sebelum tidur untuk membantu individu tidur, mempertahankan  aktifitas pada siang hari, dan menghidari pusing. Apabial iritasi gastrointestinal terjadi, ATS dapat dikonsumsi setelah makan. ATS mengurangi keefektifan anti hipertensi; menurunkan ambang kejang; meningkatkan depresi system saraf pusat jika diberikan bersama hipnotik, barbiturat, atau sedative; dapat mengubah efek  antikoagulan oral; dan dapat menyebabklan delirium jika diberikan bersama levodopa. Lansia berisiko mengalami toksisitas akibat pemberian ATS dan Heterosiklik karena mereka memetabolisme agens tersebut dengan lebih lambat. Simetidin dapat meningkatkan kadar obat-obatan ini dalam plasma.
     Mulut kering, sedasi, konstipasi, dan urinary hesitancy dapat terjadi; perawatan harus memantau asupan dan haluaran serta kebiasaan defekasi klien. Karena ada kemungkinan hipotensi ortostatik, klien harus mengubah posisi dan bangkit dengan perlahan.
     Obat-obatan ini dapat meningkatkan tekanan intraocular pada kasus glaucoma, menyebabkan retensi urine pada kasus hipertropi prostat benigna dan menyebabkan hiperpireksia. Pemberian obat-obatan ini tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba kecuali diinstruksikan oleh dokter atau perawat praktik lanjutan. Obat-obatan ini tidak boleh diberikan bersama MAOI karena obat-obatan ini memiliki efek sinergistik yang tinggi. Periode washout selama minimal tiga minggu diperlukan antara waktu dihentikannya pemberian satu dengan dimulainya pemberian obat yang lain.
3)      MAOI
     Kelas antidepresan ini tidak digunakan secara luas saat ini, kecuali oleh psikiater yang berada dalam situasi  yang dikendalikan dengan hati-hati, ksrena efek sampingnya yang berpotensi mematikan.
     Efek samping umumnya adalah pusing, mual, muntah, mulut kering, insomnia, urinary hesitanci, hipotensi ortostatik, konstipasi, kelemahan, reflek mioklonik, dan kehilangan nafsu makan serta penurunan berat badan.” Histamine headaches “ dapat  terjadi, biasanya disetai hipotensi, diare, salivansi, kram abdomen, dan dakrimasi. Pada terapi selanjutnya dapat terjadi penambahan berat badan, kecanduan karbohidrat, keselutan melakukan sanggama, hipoglikemia, kram, disorientasi, neuropati periver, dan edema. MAOI tidak boleh diberikan bersama antidepresan kategori lain karena adanya resiko sindrom serotonin. MAOI juga dapat meningkatkan hasil tes fungsi hati.
     Karena adanya efek yang berpotensi mengancam jiwa yakni krisis hiportesi dan sindrom serotonin klien yang menerima  MAOI harus mampu dan mau mengikuti program diet yang ketat. klien dan keluarga harus diberi penjelasan tentang makan yang mengandung kadar tiramin tinggi, sedang, atau rendah serta diberikan suatu daftar makanan dan cairan yang harus dihindari dan digunakan dengan hati-hati. Klien juga perlu mengetahui gejala krisis hipertensi dan sindrom serotonin serta tindakan  kedaruratan yang perlu dilakukan jika hal tersebut terjadi (menunda dosis selanjutnya dan menghubungi dokter). Krisis hipertensi diobati dengan memberikan fentolamin melalui intravena atau nifedidpin penyekat saluran kalsium – (diberikan peroral); klien dapat membawa obat yang terakhir untuk digunakan dalam situasi kedaruratan. Klien juga harus memberitahu semua dokter dan dokter gigi yang menangani mereka bahwa mereka menggunakan MAOI.
ANTIDEPRESAN INHIBITOR MONOAMIN OKSIDASE (MAOI)
MAOI mengoksidasi norepinefrin dan serotenin. Bertanggung jawab untuk efek antidepresan
Nama generik (nama dagang)
Rentang dosis
Implikasi keperawatan
Isokarboksazid (marplan)
10-30 mg/hari
Efeksamping: mengantuk, mulut kering, anoreksia.
Fenelzin (nardil)
45-60 mg/hari
Sama dengan  diatas untuk mengatasi serangan panik
Tranilsipromin
20-40 mg/hari
Membantu menurunkan berat badan
Tabel 2.4 Antidepresan Inhibitor Monoamin Oksidase (Maoi)
4)      Antidepresan aripikal
     Antidepresan tipikal digunakan ketika klien memiliki respon yang tidak adekuat terhadap SSRI. Kelebihan dosis menyebabkan hipotensi, mual muntah.  Kelas antidepresan ini ditoleransi dengan baik dan kurang toksik dari pada ATS, Heterosiklik, dan MAOI. Antidepreesan ini meliputi fenla faksin, bupropion, dan nevazodon.
ANTIDEPRESAN ATIPIKAL
Nama generik (nama dagang)
Dosis
Implikasi keperawatan
Venlafaksin (efeksor)
25-125 mg/bid
33,7-225 mg/hari
Berikan bersama makanan (untuk meningkatkan absorpsi, tekanan darah, denyut nadi meningkat. Pada masalah ginjal atau hati dosis dikurangi 25%-50%.
Bupropion (wellbutrin)
50-100 bid
100-300 mg/hari
Berikan bersama makanan untuk mengurangi mual, muntah. Ambang kejang menurun, agitasi kegelisahan. Sakit kepala, pusing mengantuk, konsumsi sebelum makan
Nefazodon
50-200 mg/bid
Mual, muntah, agitasi
Tabel 2.5 Antidepresan Atipikal
b.      Memberikan penyuluhan kepada klien dan keluarga(Videbeck .2008 , p. 410)
     Klien dan keluarga harus belajar cara menata laksana program pengobatan karena klien mungkin perlu mengonsumsi obat-obatan ini selama berbulan- bulan, bertahun-tahun, atau bahkan seumur hidup. Penyuluhan akan meningkatkan kepatuhan. Klien harus mengetahiui berapa kali ia perlu kembali untuk menjalani pemantauan dan pemeriksaan diagnostic. Klien dan keluarga harus mengetahui bahwa hasil akhir terapi yang paling baik dicapai jika digunakan kombinasi psikoterapi dan antidepresan. Psikoterapi membantu klien menggali isi-isu kemarahan, ketergantungan, perasaan bersalah, keputus asaan, ketidakberdayaan, kehilangan suatu, isu interpersonal, dan keyakinan yang tidak rasional. Tujuannya ialah membalikkan pandangan klien yang negative tentang masa depan, meningkatkan citra dirinya, dan membantu meningkatkan kompetensi serta penguasaan diri.
     Perawat dapat membantu klien menemukan ahli psikoterapi melalui pusat kesehatan jiwa yang memberi  layanan diarea tempat tinggal klien. Banyak pusat kesehatan jiwa memiliki skala pembayaran yang harganya menurun.
     Pusat kesehatan jiwa terdaftar didalam buku telepon dan brosur informasi yang diterbitkan oleh kantor informasi daerah. Buku petunjuk berisi daftar alamat perawat jika praktek lanjutan, psikiater, psikolog dan pekerja sosial psikiatri tersedia dengan menghubungi organisasi masing-masing di siplin ini di Negara bagian. Karena hasil terbaik melibatkan penggunaan antidepresan dan psikoterapi, perawat dapat membantu individu menemukan seseorang yang mengombinasikan kedua modalitas terapi tersebut, seperti perawat jiwa praktik lanjutan atau psikiater. Psikolog dan pekerja sosial psikiatri biasanya memiliki persetujuan kerja sama dengan psikiater untuk menatalaksana obat-obatan yang digunakan klien mereka.
c.       Menetapkan Batasan Dalam Hubungan
     Klien mengalami kesulitan mempertahankan hubungan interpersonal  yang memuaskan. Balasan personal   tidak jelas dank lien sering kali mempunyai  harapan yang tidak realistis dari hubungan. Pola piker dan prilaku yang tidak menentu sering kali menjadikan klien terasing dari orang lain. Hal ini mungkin benar untuk hubungan profesional dan hubungan dengan keluarga dan teman. Klien dapat dengan mudah menginterpretasikan perhatian yang tulus dan kepedulian perawat sebagai persahabatan pribadi, dan perawat dapat merasa tersanjung dengan pujian klien. Perawat harus sangat jelas dalam menetapkan hubungan terapeutik, yang memastikan bahwa tidak ada batasan perawat dank lien yang di langgar.
Misalnya :
Klien :” anda lebih baik dari pada keluarga saya dan dokter. Anda lebih memahami saya dari pada orang lain.”
Perawat :” saya  ingin membantu anda agar menjadi lebih baik, begitu juga staf lainnya .” (menetapkan batasan)
d.      Mengajarkan Ketrampilan Dan Komunikasi Yang Efektif
     Mengajarkan klien ketrampilan komunikasi dasar, seperti  kontak mata, mendengar aktif, bicara bergantian, memvalidasi arti komunikasi orang lain,  dan menggunakan pernyataan “saya”  (“ saya pikir…,” “saya rasa…,” “saya perlu…”). Perawat dapat mencontoh tehnik tersebut dan bermain peran dengan klien. Perawat seharusnya menanyakan bagaimana perasaan klien  sat berinteraksi dan memberikan umpan balik tentang perilaku nonverbal , seperti ,” saya memperhatikan anda memandang kebawah saat membicarakan perasan anda.”
e.       Membantu Klien Menghadapi Dan Mengendalikan  Emosi
     Klien sering kali bereaksi terhadap situasi  dengan respons  emosional yang ekstrim tanpa benar-benar mengenali perasaan mereka. Perawat dapat membantu klien mengindentifikasi perasaannya dan be3lajar menoleransi perasan yang tanpa respons berlebihan seperti merusak barang-barang atau mencelakai diri. Memiliki buku harian sering kali membatu klien mendapatkan kesadaran akan perasaannya. Perawat dapat meninjau buku harian klien sebagai dasar untuk diskusi.
     Aspek pengaturan emosi yang lain adalah mengurangi impulsivitas dan belajar untuk menunda kepuasan. Saat klien mempunyai keinginan segera, ia harus belajar bahwa tidak masuk akal mengharapkan permintaan akan  dikabulkan tanpa adanya penundaan. Klien dapat menggunakan distraksi, seperti berjalan-jalan atau mendengarkan music, menghadapi penundaan, atau ia dapat memikirkan cara-cara untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Klien dapat mneuliskan dibuku harian tentang perasaannya yang terjadi saat kepuasan ditunda.  


f.       Menata Pola Pikir
     Klien memandang segala sesuatu, orang-orang dan situasi, dalam arti yang ektrem-baik secara keseluruhan atau buruk secara keseluruhan. Restrukturisasi kognitif adalah teknik yang berguna untuk mengubah pola pikir  dengan membantu klien mengenali kapan pikiran dan perasaan negative terjadi dan menggantinya dengan pola pikir yang positif. Henti piker adalah teknik yang dapat digunakan untuk mengubah proses pola pikir yang negative atau kritik diri, seperti,” saya tolol, saya bodoh, saya tidak dapat melakukan apa-apa dengan benar.” Saat pikiran tersebut muncul, klien dapat mengatakan,”berhenti” dengan suara yang keras  untuk membantu pikiran negative  yang berlanjut. Kemudian, cara yang lebih halus sepeti membuat gambaran visual tanda berhenti akan menjadi inyarat untuk menginterupsi pikiran negative.kemudian, klien belajar untuk mengganti pikiran negative tentang ketidakberhargaan dengan pikiran yang lebih positif seperti berbicara positif dengan diri sendiri, saat klien membentuk pikiran pnegatif menjadi positif :”saya membuat kesalahan, tapi ini bukan akhir dunia. Diwaktu yang akan datang, saya akan tahu apa yang harus saya lakukan.”
     Dekatastrofe adalah teknik yang mencakup pembelajaran untuk mengkaji situasi secara realities bukan selalu menganggap katastrofe akan terjadi. Perawat menanyakan,”hal buruk apa yang dapat terjadi?” atau “bagaimana mungkin anda berpikir seperti itu?” atau “menurut anda bagaimana orang lain menghadapi ini?” atau “dapatkah anda memikirkan  selain hal itu?”. Dengan cara ini, klien harus mempertimbangkan  sudut pandang lain dan benar-benar berpikir tentang situasi; pada akhirnya, pemikiran klien yang kaku dan tidak fleksibel berkurang.
6.      Proses Keperawatan Pasien Dengan Depresi
a.       Pengkajian
1)      Riwayat
     Data pengkajian dapat dikumpulkan dari klien dan keluarga atau orang terdekat, catatan informasi sebelumnya, dan orang lain yang terlibat dalam memberi dukungan atau perawatan klien.
a)      Mengkaji gagasan bunuh diri : banyak kllien dengan gangguan mood, karena merasa putus asa dan tidak berdaya, memiliki fantasi bunuh diri.
b)      Mengkaji persepsi klien : untuk mengkaji persepsi klien tentang apa yang menjadi masalah, perawat menanyakan tentang perubahan perilaku yang telah terjadi.
2)      Penampilan umum dan perilaku motorik
Banyak individu yang menunjukkan tanda-tanda:
a)      Terlihat sedih, kadang-kadang hanya terlihat tidak sehat.
b)      Disforia
c)      Memiliki perasaan tidak enak
d)     Mudah menangis
e)      Menyangkal perasaan sendiri
f)       Individu yang depresi dan sedih mengalami retardasi psikomotor (gerakan tubuh lambat, proses kognitif lambat, dan interaksi verbal lambat)
g)      Kesulitan mengaitkan pikiran-pikirannya.
h)      Memerlukan lebih banyak waktu untuk berpikir.
i)        Menyerah dalam fristasi sebelum mampu menyelasaikan suatu pikiran atau tugas.
3)      Mood dan Afek
     Perawat harus membandingkan isi bicara klien (kata-kata) dengan prosesnya (pesan nonverbal). Komunikasi nonverbal dianggap lebih jujur dan membantu perawat memahami tingkat depressi klien.
     Banyak individu yang menggambarkan dirinya seperti orang yang:
a)      Putus asa
b)      Tidak berdaya
c)      Lemah
d)     Cemas
e)      Mudah frustasi
f)       Marah terhadap diri sendiri
g)      Dapat marah terhadap orang lain
h)      Agitasi
i)        Mudah tersinggung
j)        Marah-marah
k)      Mudah kesal
l)        Mudah mengamuk
m)    Individu yang depresi dan agitasi dikatakan mengalami agitasi psikomotor (gerakan tubuh dan pikiran meningkat), misalnya berjalan mondar-mandir, berpikir dengan cepat, dan suka berdebat.
n)      Asosial (menarik diri dari interaksi sosial, keluarga dan teman)
o)      Anhedonia/anhedonistik (kehilangan rasa senang dari aktivitas yang menyenangkan sebelumnya).
4)      Sensorium dan proses intelektual
     Konsentrasi dan pembuatan keputusan sangat menurun untuk pasien depresi.
1)      Penilaian dan daya tilik
     Keletihan dan kelelahan (anergia) merupakan gejala yang umum. Individu yang depresi merasa terbebani ketika mencoba menyelesaikan bahkan aktivitas yang biasa dilakukan. Mereka harus melakukan usaha yang besar untuk menyelesaikan bahkan tugas yang paling sederhana, dan mereka memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikan tugas.
2)      Konsep diri
     Kesadaran terhadap harga diri sangat berkurang; klien sering menggunakan frasa seperti ”tidak berguna” atau “sama sekali tidak berharga” untuk menggambarkan diri mereka.

3)      Peran dan hubungan
     Individu yang depresi menjadi asosial dan tidak senang dengan orang lain atau aktivitas yang menyenangkan sebelumnya.
4)      Pertimbangan fisiologis dan perawatan diri
     Perubahan tidur adalah gejala umum lain pada depresi.
5)      Skala penilaian depresi
     Boyd & Nihart mengatakan skala penilaian diri digunakan untuk temuan-kasus dalam masyarakat umum, tetapi bukan merupakan instrument diagnostic yang dijadikan acuan (Videbeck, 2008).
b.      Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Videbeck  (2008, p.405), yaitu:
1)      Perubahan nutrisi lebih atau kurang dari kebutuhan tubuh
2)      Ansietas
3)      Konstipasi
4)      Ketidakefektifan koping individu
5)      Keletihan
6)      Keputusasaan
7)      Kesepian
8)      Ketidak berdayaan
9)      Perubahan peran
10)  Defisit perawatan diri
11)  Gangguan harga diri rendah
12)  Gangguan pola tidur
13)  Isolasi sosial
14)  Distress spiritual
15)  Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
c.       Perencanaan (Intervensi)
1)      Menyediakan keamanan klien dan orang klien (Videbeck .2008, p.406)
     Tanggung jawab perawat adalah memastikan keamanan klien dengan harga diri rendah, putus asa, dan tidak berdaya, yang sering memiliki pikiran bunuh diri sebagai metode untuk membebaskan diri dari distres ini. Perawat harus menanyakan klien secara langsung tentang pikiran atau rencana bunuh diri.
     Bertolak belakang dengan mitos populer, menanyakan tentang bunuh diri tidak memberi ide kepada individu untuk melakukan bunuh diri, melainkan dapat memberikan perasaan lega dan nyaman kepada individu yang yang memiliki pikiran tersebut, tetapi takut untuk menceritakannya kepada orang lain.
     Perawat harus mendengarkan dengan cermat dan mengobservasi prilaku serta respon klien untuk mengetahui isyarat bahwa klien tidak menyangkal atau mencoba menyembunyikan pikiran bunuh diri atau bahkan pikiran untuk membahayakan orang lain. Perawat harus menanyakan apakah klien  merencanakan untuk menyakiti orang lain, jika ia, perawat harus melakukan pengkajian letalitas bunuh diri. Hasilnya harus dilaporkan kepada dokter jaga dan tim terapi.
     Untuk klien yang memiliki pikiran atau rencana bunuh diri, perawat harus menetapkan kontrak tidak bunuh diri, suatu persetujuan verbal/tertulis yang memuat janji klien untuk memberi tahu  anggota staf ketika ia memiliki pikiran bunuh diri.
2)      Mengorientasikan klien  ke lingkungan baru dan menyusun aktivitas harian (Videbeck .2008, p. 407)
     Orientasi terhadap unit dan aktivitas terjadwal meningkatkan rasa aman klien. Alur kritis memberi suatu kerangka kerja untuk proses keperawatan. Individu yang depresi membutuhkan suatu lingkungan yang yang terstruktur dan terjadwal, tetapi tidak menuntut. Mereka perlu mengetahui apa yang diharapkan dari mereka, apa yang mereka lakukan sehari-hari, kepada siapa mereka harus bertanya, dan bagaimana proses terapi berlangsung. Mereka juga perlu mengetahui peraturan, isu-isu hukum yang berhubungan dengan diri mereka.
3)      Meningkatkan hubungan terapeutik (Videbeck .2008,p. 408)
     Penting untuk memiliki kontak yang bermakna dengan klien depresi dan memulai hubungan terapeutik tanpa memerhatikan keadaan depresi klien. Beberapa klien depresi sangat terbuuka dalam menjelaskan perasaan mereka tentang kesedihan, keputusasaan, ketidak berdayaan, atau agitasi.
     Individu yang depresi mungkin tidak mampu mempertahankan interaksi yang lama, sehingga mengunjungi klien beberapa klai dalam waktu singkat pada setiap shift akan membantu perawat mengkaji status klien dan membina hubungan terapeutik.
     Perawat dapat mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan klien depresi karena ia berempati terhadap kesedihan dan depresi klien. Untuk melindungi dirinya, perawat dapat secara tidak sadar menghindari interaksi dengan klien depresi. Untuk menghindari penolakan yang tidak di sadari ini, perawat harus menjadwalkan kontak dengan klien. Perasaan depresi empati ini dapat dihilangkan dengan berbicara dengan rekan sejawat tentang hubungan dengan klien dan rencana terapi klien.
     Klien asosial yang mengalami retardasi psikomotor (bicara lambat, gerakan lambat, proses berfikir lambat) dapat memperlihatkan sikap membisu. Perawat harus duduk disamping klien dengan selama beberapa menit, sambil kadang kala memberi komentar:
4)      Meningkatkan kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari(Videbeck .2008, p. 408)
     Kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan tingkat retardasi psikomotor yang dialami klien. Tingkat retardasi psikomotor ini dapat berubah di setiap shift juga di setiap peristiwa. Mendoorong klien untuk melakukan setiap tugas dengan seoptimal mungkin akan mengurangi ketergantungan yang tidak perlu pada staf.
     Untuk mengkaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari secara mandiri, perawat mula-mula harus meminta klien untuk melakukan tugas global.
     Apabila klien tidak dapat berespon terhadap tugas global, tugas tesebut dibagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Misalnya: “ martin, pilih celana panjang yang ingin kamu  pakai, warna abu-abu atau biru, kemudian pakai. “ klien harus tetap melakukan upaya untuk menetapkan suatu pilihan. Reaksi klien membantu perawat untuk mengkaji ketrampilan psikomotorik, ambivalensi, dan kemampuan klien berespon terhadap pesan kongkret. Individu yang derpesi dapat dengan mudah terbebani oleh tugas yang dilakukan dalam beberapa tahap. Keberhasilan dalam melewati tahap-tahap yang ringan dan kongkret dapat digunakan untuk  melakukan tugas yang sedikit lebih kompleks pada waktu selanjutnya.
     Apabila klien tidak mampu memilih bagian yang ditawarkan perwat harus memilihkan celana panjang dan mengarahkan klien untuk memakainya. Misalnya: “ini celana panjang abu-abu kamu. Pakailah.” Cara ini masih memungkinkan klien untuk berpartisifasi dalam berpakain. Apabila ini merupakan hal yang mampu klien lakukan pada saat ini, aktifitas ini akan mengurangi ketergantungannya pada staf. Hal ini disebut permintaan kongkret dan jika klien tidak dapat melakukannya, hal tersebut member perwat infotmasi tentang tingkat retardasi pisikomotor klien.
     Apabila klien tidak dapat memakai celana panjangnya, perawat harus membantu klien dengan mengatakan, “ mari saya bantu kamu memakainya, martin,” perawat harus membantu klien berpakaian hanya jika ia tidak dapat melakukan suatu tahap dari tahap-tahap diatas. Hal ini memungkinkan klien melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri sehingga ketergantungan pada stef tidak menjadi prilaku yang menetap. Proses yang sama dapat  dilakukan dalam hal makan ,mandi, dan melakukan aktifitas perawatan diri yang rutin.
     Karena kemampuan klien dapat berubah dengan cepat dari hari kehari dan bahkan dari jam kejam, kemampuan tersebut harus dikaji secara berkesinambungan. Alasan untuk menelusuri proses yang lambat ini dan mengkaji kemampuan klien setiap saat, berhubungan dengan perbedaan kecepatan antidepresan menghasilkan efek ; SSRI dan antodepresan atipikal memiliki awitan yang lebih cepat. Pengkaji  yang kontinu ini memerlukan waktu lebih banyak dari pada waktu yang dibutuhkan untuk sekedar membantu klien berpakain, tetapi cara ini meningkatkan kemandirian klien  dan memberikan data pengklajian  yang dinamis tentang kemampuan psikomotor klien. Anggota staf yang menolak berpartisipasi dalam proses ini harus mengevaluasi kebutuhan mereka sendiri untuk mempertahankan klien tetap bergantung kepada mereka.
d.      Pelaksanaan (Implementasi)
1)      Strategi pelaksanaan pada pasien :
SP I
a)      Mengidentifikasi penyebab bunuh diri pasien
b)      Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
c)      Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
d)     Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
e)      Menganjurkan pasien untuk aktivitas psikomotor, termasuk olahraga selama 10 menit setiap hari
f)       Menganjurkan pasien melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri (mandi, mengganti pakaian, berhias)
SP II
a)      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b)      Mengidentifikasi aspek positif pasien
c)      Melatih aspek positif
d)     Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian
SP III
a)      Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b)      Mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
c)      Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif 
d)     Melatih pasien teknik koping konstruktif
e)      Membimbing pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.
2)      Strategi pelaksanaan pada keluarga :
SP I
a)      Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
b)      Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala risiko bunuh diri, dan jenis perilaku bunuh diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya
c)      Menjelaskan cara-cara merawat pasien risiko bunuh diri
SP II
a)      Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan risiko bunuh diri
b)      Melatih keluarga melakukan cara merawat pasien risiko bunuh diri
SP III
a)      Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat
b)      Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh keluarga
e.       Evaluasi
1)      Tidak ada gagasan dan/atau rencana bunuh diri.
2)      Meningkatkan aktivitas psikomotor, termasuk olahraga selama 10 menit setiap hari.
3)      Melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri (mandi, mengganti pakaian, berhias)
4)      Membuat daftar sifat positif untuk memperlihatkan peningkatan harga diri.
5)      Bersosialisasi dengan staf dan teman sebaya.
6)      Kembali bekerja atau melakukan aktivitas sekolah.
7)      Mematuhi program antidepresan dan melakukan kunjungan evaluasi ulang setiap tiga bulan.

8)      Menyebutkan gejala rekurensi.
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A., Panjaitan. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan  Jiwa, penerbit buku Kedokteran  EGC, Jakarta
Keliat, B. A., (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa, penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta
Stuart & Laraia. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8th Edition. St. Louis: Mosby.
Videbeck, S. L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. (Renata K. & Alfrina H., penerjemah). Jakarta: EGC.
Yosep, Iyus.(2010). Keperawatan Jiwa. Bandung. Refika Aditama
Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene. B., (2005). Psikologi Abnormal.Penerbit buku Erlangga, jakarta
Martono, Lidya. H. (2008), Peran Orang Tua dalam Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta : Balai Pustaka



No comments:

Post a Comment

Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat