google adsense

Monday, August 7, 2017

TAHAPAN PERKEMBANGAN KELUARGA

A.    TAHAPAN PERKEMBANGAN KELUARGA
Perkembangan keluarga adalah proses perubahan yang terjadi pada system keluarga meliputi: pola interaksi dan hubungan antara anggotanya disepanjang waktu (Mubarak, Sentosa, Rozikin, & Patonah, 2006). Keluarga memiliki tahap perkembangan dengan berbagai tugas perkembangan yang harus diselesaikan pada tahapnya (Friedman, 1998). Kerangka perkembangan keluarga menurut Evelyn Duvall memberikan pedoman untuk memeriksa dan menganalisa perubahan dan perkembangan tugas-tugas dasar yang ada dalam keluarga selama siklus kehidupan mereka (Mubarak, Sentosa, Rozikin, & Patonah, 2006). Tugas perkembangan keluarga meliputi harapan tugas atau peran spesifik pada setiap tahap yang inheren untuk mencapai lima fungsi dasar dalam keluarga (Friedman, Bowden, Jones, 2010).
     Menurut Duvall (1985) dalam Friedman, Bowden, dan Jones (2010) ada delapan tahap perkembangan keluarga:
1.      Tahap I: Keluarga Pasangan Baru
Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu yaitu suami dan istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing, dalam arti secara psikologis keluarga tersebut sudah memiliki keluarga baru. Dua orang yaitu suami dan istri yang membentuk keluarga baru tersebut perlu mempersiapkan kehidupan yang baru karena keduanya membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi sehari-hari (Mubarak, Sentosa, Rozikin, & Patonah, 2006).



a.       Tugas perkembangan keluarga
Membentuk pernikahan yang memuaskan bagi satu sama lain, berhubungan secara harmonis dengan jaringan kekerabatan, dan pada periode ini, perencanaan keluarga meliputi tiga tugas kritis.
Tabel 2.1 Keluarga dalam tahap transisi
Tugas Perkembangan
Perhatian Pelayanan Kesehatan
Berpisah dari keluarga asli
Keluarga Berencana
Mengembangkan hubungan teman sebaya yang intim
Kontrasepsi
Memantapkan pekerjaan dan kemandirian financial (keuangan)
Mencegah penyakit menular seksual
Praktik seksual yang aman
HIV
Kecelakaan
Hepatitis C
Bunuh diri
Masalah kesehatan jiwa
Praktik kesehatan yang baik (mis., tidur, nutrisi, olaharaga)

b.      Membentuk pernikahan yang memuaskan bagi kedua belah pihak
Membentuk hubungan yang sukses bergantung pada akomodasi mutual dan berdasarkan sifat yang saling melengkapi, atau bersama-sama menyesuaikan kebutuhan dan minat pasangannya sama pentingnya bahwa perbedaan individual juga harus diketahui. Dalam hubungan yang sehat, perbedaan dilihat untuk memperkaya hubungan pernikahan. Mencapai hubungan yang memuaskan bergantung pada perkembangan cara yang memuaskan untuk menangani perbedaan (Satir, 1983) dan konflik. Cara sehat untuk mengatasi masalah berhubungan dengan kemampuan pasangan untuk bersikap empati, saling mendukung, saling berkomunikasi secara terbuka dan jujur, serta melakukan pendekatan terhadap konflik dengan perasaan saling menghargai (Harley, 1994).
Selain itu, seberapa besar kesuksesan pengembangan hubungan pernikahan akan bergantung pada seberapa baik setiap pasangan atau memisahkan keluarga masing-masing dari keluarga asli mereka (tugas perkembanan terdahul) (Bowen, 1978)

c.       Berhubungan secara harmonis dengan jaringan kekerabatan
Perpindahan peran dasar terjadi dalam pernikahan pertama, pada saat pasangan berpindah dari rumah orang tua mereka ke latar tempat yang baru. Secara bersamaan meraka menjadi anggota dari 3 buah keluarga masing-masing keluarga asli meraka ditambah keluarga mereka sendiri yang baru saja mereka ciptakan. Pasangan menghadapi tugas perpisahan mereka sendiri dari masing-masing keluarga asal mereka ke keluarga yang baru di bentuk dan dalam menjalani hubungan yang berbeda dari orang tua, saudara kandung dan mertua. Bagi pasangan,bagian yang tidak dapat dihindari ini membentuk hubungan baru dengan setiap latar belakang orang tua, hubungan yang hanya memungkinkan untuk memberi dukungan mutual dan kesenangan, tetapi juga untuk suatu otonomi yang melindungi keluarga yang baru di bentuk dari turut campur pihak luar yang dapat mengganggu bangunan pernikahan yang memuaskan.

d.      Merencanakan sebuah keluarga
Memiliki atau tidak memiliki anak dan menetapkan waktu kehamilan adalah keputusan keluarga yang penting. Mckinney dan rekan (2000) menekankan pentingnya mempertimbangkan kehamilan keluarga secara menyeluruh ketika seseorang bekerja dalam unit perawatan maternitas. Jenis pelayanan kesehatan yang diterima keluarga sebagai sebuah unit sangat mempengaruhi kemampuan keluarga untuk melaksanakan koping secara efektif krtika menghadapi perubahan yang sangat besar setelah kelahiran bayi.

e.       Perhatian kesehatan
Perhatian kehatan pada saat ini meliputi perhatian yang terkait dalam penyesuaian peran seksual dan pernikahan, penyuluhan dan konseling keluarga berencana, serta komunikasi. Saat ini semakin tampak jelas bahwa konseling harus diberikan sebelum pernikahan. Kurang informasi sering menyebabkan masalah seksual dan emosional, ketakutan, perasaan bersalah, kehamilan yang tidak direncanakan, dan penyakit kelamin baik sebelum maupun sesudah pernikahan. Peristiwa yang tidak menguntungkan ini tidak memungkinkan pasangan untuk merencanakan kehidupan mereka dan memulai hubungan mereka dengan pondasi yang baik.

2.      Tahap II
Tahap II dimulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai bayi berusia 30 bulan. Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci dalam siklus kehidupan keluarga. Dengan kelahiran anak pertama, keluarga menjadi kelompok trio, membuat sistem yang permanen pada keluarga untuk pertama kalinya (yaitu, sistem berlangsung tanpa memerhatikan hasil akhir dari pernikahan.
Walaupun menjadi orang tua menunjukkan tujuan yang sangat penting bagi sebagian besar pasangan, sebagian besar menemukan bahwa masa menjadi orang tua adalah masa transisi kehidupan yang penuh stres. Sebuah periode ketidakseimbangan tidak dapat dihindari pada saat keluarga berpindah dari satu tahap ke tahap yang lain. Stresor yang paling sering terjadi adalah kehilangan kebebasan personal akibat tanggung jawab menjadi orang tua, selain itu kurangnya waktu dan hubungan persahabatan dalam pernikahan juga sering teridentifikasi.
Penyesuaian terhadap pernikahan biasanya tidak sesulit penyesuaian terhadap keadaan menjadi orang tua. Walaupun merupakan pengalaman yang paling berarti dan paling memuaskan bagi sebagian besar orang tua, hadirnya bayi membutuhkan perubahan yang tiba-tiba sampai menuntut peran yang tidak henti-hentinya. Biasanya, dalam hal ini  pada awalnya sulit karena perasaan tidak memadai dari orang tua yang baru, kurang bantuan dari keluarga dan teman, saran yang bertentangan dari teman atau keluarga dan profesional pelayanan kesehatan   yang selam ini membantu, dan seringnya bayi terbangun diwaktu malam yang biasanya berlanjut samapai sekitar tiga sampai empat minggu. Dengan demikian, ibu menjadi lelah secara psikologi dan fisiologi. Selain mengasuh bayinya, ibu sering merasa terbebani oleh tugas rumah tangga dan mungkin juga oleh tanggung jawab pekerjaan.
Setelah hadirnya anak pertama, keluarga memiliki beberapa tugas perkembangan.
Tabel 2.2 Tugas Perkembangan Keluarga
Tugas Perkembangan
Perhatian Pelayanan Kesehatan
1.      Membentuk keluarga muda sebagai unit yang stabil (menggabungkan bayi yang baru kedalam keluarga)
2.      Memperbaiki hubungan setelah terjadinya konflik mengenai tugas perkembangan dan kebutuhan berbagai anggota keluarga.
3.      Mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan.
4.      Memperluas hubungan dengan keluarga besar dengan menambah peran menjadi orang tua dan menjadi kakek/nenek.
1.      Persiapan untuk pengalaman melahirkan.
2.      Transisi menjadi orang tua.
3.      Perawatan bayi.
4.      Mengenali secara dini dan menangani masalah-masalah kesehatan fisik anak dengan tepat.
5.      Imunisasi.
6.      Pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
7.      Tindakan untuk keamanan.
8.      Keluarga berencana.
9.      Interaksi keluarga.
10.  Praktik kesehatan yang baik (mis., tidur, nutrisi dan olahraga)

3.      Tahap III: keluarga dengan anak prasekolah
Tahap ini dimulai saat kelahiran  anak berusia 2,5 tahun dan berakhir saat 5 tahun. Pada tahap ini orang tua beradaptasi terhadap kebutuhan –kebutuhan dan minat dari anak prasekolah dalam meningkatkan pertumbuhannya. Kehidupan keluarga pada tahap ini sangat sibuk dan dan anak sangat tergantung pada orang tua. Kedua orang tua harus mengatur waktunya sedemikian rupa sehingga kebutuhan si anak , suami-istri dan pekerjaan dapat terpenuhi. Orang tua menjadi arsitek keluarga dalam merancang dan mengarahkan perkembangan keluarga agar kehidupan perkawinan tetap utuh dan langgeng dengan cara meguatkan kerjasama antar suami-istri. Orang tua mempunyai peran untuk menstimulasi perkembangan individual anak khususnya kemandirian anak agar tugas perkembangan  anak pada fase ini dapat tercapai ( Mubarak, santoso, rozikin & patonah, 2006 ).
Anak prasekolah banyak belajar pada tahap ini , terutama area kemandirian. Mereka harus mencapai otonomi dan kemandirian yang cukup agar mampu menanggani diri mereka sendiri tampa orang tua di berbagai tempat. Pengalaman di taman kanak-kanak, project head start, pusat penitipan anak atau program serupa lainnya adalah cara yang baik untuk membantu tipe perkembangan ini.
a.       Tugas perkembangan keluarga
Keluarga saat ini berkembang baik secara jumlah maupun kompleksitas. Kebutuhan anak prasekolah dan anak kecil lainnya untuk mengksplorasi dunia disekitar mereka, dan kebutuhan orang tua akan privasi diri, membuat rumah dan jarak yang adekuat menjadi masalah utama. Peralatan dan fasilitas harus aman untuk anak-anak, karena alas an itu mortalitas dan disabilitas pada tahap ini sebagian besar terjadi karena cedera. Mengkaji rumah tentang adanya bahaya keselamatan merupakan hal yang penting bagi perawat kesehatan komunitas dan pendidikan kesehatan kemudian harus dimasukkan sehingga orang tua dan anak mengenali kemungkinan resiko dan cara mencegah cedera.
Bertolak belakang dengan harapan penelitian telah menunjukan bahwa kedatangan anak kedua ke dalam keluarga memiliki efek yang lebih buruk pada hubungan pernikahan dari pada kedatangan anak pertama ( La Rossa & La Rossa, 1981).  Keterlibatan dalam pola orang tua cenderung membuat pelaksanaan peran pernikahan menjadi lebih sulit, seperti yang diperlihatkan oleh pemantauan penelitian klinis berikut : pasangan melihat perubahan kepribadian yang lebih negative pada satu sama lain, mereka kurang puas dengan rumah tangga mereka , interaksi berorientasi tugas lebih banyak dan lebih sedikit pecakapan personal serta percakapan berpusat pada anak, lebih banyak kehangatan ditujukan ke pada anak dan lebih sedikit kehangatan yang ditujukan kepada masing- masing pasangan, dan lebih sedikit tingkat kepuasan seksual ( Feldman, 1971 ).
Tugas utama keluarga menyosialisasikan anak, anak prsekolah mengembangkan sikap diri yang kritis  ( konsep diri ) dan dengan cepat belajar untuk mengekspresikan diri mereka sendiri, sebagaiamana yang terlihat dalam penangkapan bahasa mereka yang cepat. Peran yang lebih dewasa didapatkan oleh anak prasekolah, yang secara bertahap memikul tanggung jawab lebih dalam perawatan diri mereka sendiri dan membantu ibu dan ayah dengan tugas rumah tangga. Yang penting bukan masalah produktivitas anak tapi pembelajaran yang terjadi.
Tugas lain selama periode ini adalah berhadapan dengan cara bagaimana mengintegrasikan anggota keluarga baru  ( anak kedua atau ketiga ) ke dalam keuarga, sementara keluarga tersebut tetap memenuhi kebutuhan anak yang lebih tua. Pergeseran seorang anak oleh bayi yang baru lahir secara psikologis adalah peristiwa yang sangat traumatis. Persiapan anak menghadapi kedatangan bayi yang baru lahir membantu memperbaiki situasi, terutama jika orang tua sensitive dengan perasaan dan prilaku anak yang lebih tua. Persaingan sibling sering diekspresikan dengan memukul atau memperlakukan bayi yang baru lahir sacara negative, berprilaku regresif, dan aktivitas yang mencari perhatian. Cara terbaik untuk menghadapi persaingan sibling bagi orang tuaadalah meluangkan waktu tertentu setiap hari secara eksklusif untuk berhunbungan dengan anak yang lebih tua guna untuk memberikan mereka kepastian bahwa ia tetap disayang dan diinginkan.
Pada saat anak memasuki prasekolah orang tua memasuki tahap ketiga yaitu menjadi orang tua, salah satunya adalah belajar untuk berpisah dari anak pada saat mereka berlatih di pusat penitipan anak atau taman kanak-kanak. Tahap ini berlanjut selama prasekolah dan tahun-tahun masa sekolah awal. Perpisahan dari orang tua juga sulit bagi anak prasekolah. Perpisahan dapat terjadi karena orang tua pergi bekerja, ke rumah sakit atau pergi berekreasi atau jalan-jalan, persiapan keluarga  untuk perpisahan sangat penting dalam membantu anak-anak menyusuaikan diri terhadap perubahan.
Membantu orang tua untuk memperoleh layanan keluarga berencana setelah kehadiran bayi yang baru lahir atau untuk melanjutkan kontrasepsi jika kehamilan tidak direncanakan, juga diindikasikan. Hal tersebut misalnya buka merupakan hal yang jarang bagi wanita untuk berhenti menggunakan kontrasepsi karena tidak munculnya menstuasi dengan kenyakinan bahwa ia tidak hamil, hanya untuk mengetahui bahwa pada akhrinya ia hamil akibat hubungan  seksual selama ia mengira bahwa ia hamil dan tidak menggunakan kontrasepsi.

b.      Perhatian kesehatan
Masalah kesehatan fisik yang utama adalah seringnya penyakit menural yang dialami oleh anak dan umumnya cedera akibat jatuh, luka bakar, keracunan dan cedera lain yang terjadi massa prasekolah. Karena kurang ketahanan spesifik terhadap banyak bakteri dan penyakit akibat virus serta meningkatnya pajanan terhadap bakteri dan virus, anak prasekolah sering kali sakit dengan disertai satu penyakit infeksi minor setelah sakit pertamanya sembuh.penyakit infeksi sering kali merupakan penyakit yang hilang – timbul di dalam keluarga. Seringnya kunjungan dokter merawat anak yang sakit dan pulang ke rumah dari tempat kerja untuk membawa anak yang sakit dari taman kanak-kanak adalah krisis mingguan yang sering terjadi. Dengan demikian kontak anak dengan infeksi dengan infeksi dan penyakit menular serta kerentanan mereka yang umum terhadap penyakit adalah perhatian kesehatan yang utama.
Perhatian utama kesehatan psikososial keluarga adalah hubungan pernikahan. Penilitian menunjukan adanya penurunan atau kehilangan kepuasan yang dialami oleh banyak pasangan selama masa ini dan kebutuhan untuk bekerja guna mamperkuat dan menyegarkan kembali unit vital.
Stategi promosi kesehatan umum terus berlanjut dan berhubungan erat selama tahap ini, karena prilaku gaya hidup yang dipelajari selama masa kanak-kanak dapt memiliki konsekuensi jangka pendek dan panjang. Pendidikan kesehatan keluarga keluarga diarahkan pada pencegahan masalah kesehatan utama akibat merokok, penyalahgunaan alcohol dan obat- obatan, seksualitas manusia, keamanan, diet, dan nutrisi. “ tujuan utama bagi perawat yang bekerja dengan anak dan keluarga adlah membantu mereka dalam menetapkan gaya hidup sehat  dan dalam menfasilitasi pertumbuhan fisik, intelektual, emosional, dan social anak yang optimal’ ( willson, 1998, hlm.177 ).

4.      Tahap IV : keluarga dengan anak sekolah
Tahap ini mulai ketika anak pertama memasuki sekolah dalam waktu penuh, biasanya pada usia 5 tahun, dan di akhiri ketika ia mencapai pubertas, sekitar usia 13 tahun. Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota keluarga maksimal (duvall & miller, 1985). Selain itu, masa ini adalah masa yang sibuk. Saat ini anak-anak memilki aktivitas yang wajib mereka lakukan dalam kehidupan dan sekolah, dan orang tua juga memiliki aktivitas mereka sendiri yang berbeda. setiap orang mengerjakan tugas perkembangan diri mereka masing-masing, sama seperti keluarga yang berupaya untuk memenuhi tugas perkembangan keluarga. Menurut erikson (1950), orang tua berjuang dengan tuntutan ganda dalam memenuhi tugas mengasuh generasi selanjutnya (tugas perkembangan keturunan) dan memerhatikan pertumbuhan diri mereka sendiri, pada saat yang sama, anak usia sekolah sedang berada dalam tugas pengembangan sensasi industri-kapasitas untuk kenikmatan kerja-dan berupaya untuk menghilangkan atau menangkis sensasi inferioritas (rendah diri).
Tugas orang tua pada masa ini adalah mempelajari untuk beradaptasi dengan perpisahan anak atau, yang lebih sederhana, melepaskan anak. Hubungan teman sebaya dan aktivitas di luar rumah semakin memainkan peranan yang lebih besar dalam kehidupan anak usia sekolah. Masa ini di isi dengan aktivitas keluarga, tetapi juga terdapat kekuatan yang secara bertahap mendorong anak untuk berpisah dari kelurga sebagai persiapan untuk masa remaja. Orang tua yang memiliki hobi di luar hobi anak-anaknya akan jauh lebih mudah membuat perpisahan secara bertahap. Namun dalam kasus ketika peran ibu merupakan satu-satunya peran inti dan penting dalam kehidupan wanita, proses perpisahan ini dapat sangat menyakitkan.
Selama tahap ini, orang tua merasa adanya tekanan kuat dari komunitas luar yaitu melalui sistem sekolah dan asosiasi di luar keluarga lainnya untuk menyesuaikan diri dengan standar komunitas untuk anak. Hal ini cenderung memengaruhi keluarga kelas menengah untuk lebih menekankan pada nilai pencapaian dan produkitivitas yang tradisional, dan menyebabkan keluarga kelas pekerja dan banyak keluarga miskin merasa terasing karena konflik dengan nilai-nilai sekoalh dan/ atau komunitas.
a.       Tugas perkembangan keluarga
Salah satu tugas kritis orang tua dalam menyosialisasikan anak-anak mereka pada saat ini adalah termasuk meningkatkan prestasi sekolah. Tugas keluarga yang penting lainnya adalah mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan. Selain itu, dilaporkan bahwa kepuasan pernikahan menghilang selama tahap ini. Beberapa penelitian besar menguatkan observasi ini (burr,1970; olson et al, 1983; Rollins & Feldman, 1970). Meningkatkan komunikasi terbuka dan mendukung hubungan pasangan adalah hal yang penting dalam menjalani keluarga dengan anak usia sekolah.
b.      Perhatian kesehatan
Kondisi cacat pada anak dapat menjadi ringan selama periode kehidupan anak ini. Perawat dan guru akan mendeteksi banyak defek visual, pendengaran, dan bicara-selain mempelajari masalah-gangguan perilaku, perawatan gigi yang tidak adekuat, penganiayaan anak, penyalahgunaan zat, dan penyakit menular di antara populasi anak pada tahap ini (edelman & mandle, 1986). Terdapat sejumlah kondisi kecacatan yang berturut-turut dideteksi selama masa sekolah, termasuk epilepsi, paraliatis otak, retardasi mental, kanker, dan kondisi ortopedik. Fungsi primer perawatan  kesehatan keluarga-selain merujuk, mendidik, dan berkonsultasi dengan orang tua mengenai kondisi ini- adalah membantu keluarga dalam merugikan anak cacat pada keluarganya.

Bagi anak-anak yang memiliki masalah perilaku, perawat sekolah di sekolah, klinik, kantor dokter, dan lembaga komunitas harus aktif mencari keterlibatan orang tua dan memberikan konseling suportif. Melakukan rujukan ke konseling atau terapi keluarga sering kali sangat berguna dalam mebantu keluarga menyadari adanya masalah keluarga yang dapat dengan buruk memengaruhi anak usia sekolah. Ketika orang tua mampu membuat kerangka ulang masalah perilaku anak sebagai masalah keluarga dan melaksanakan tindakan untuk menyelesaikan masalah dengan fokus baru tersebut, sering kali menghasilkan fungsi keluarga dan juga perilaku anak yang lebih sehat (Bradt,1988).
     
5.      Tahap V: Keluarga dengan anak remaja
Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap kelima dari siklus atau perjalanan kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini berlangsung selama enam atau tujuh tahun, walaupun dapat lebih singkat jika anak meniggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak tetap tinggal di rumah pada usia lebih dari 19 atau 20 tahun. Anak lainnya yang tinggal di rumah biasanya anak usia sekolah. Tujuan utama keluarga pada tahap remaja adalah melonggarkan ikatan keluarga untuk memberikan tanggung jawab da kebebasan remaja yang lebih besar dalam mempersiapkan diri menjadi seorang dewasa muda (Duvall & Miller, 1985).
Keluarga menghadapi tantangan organisasional yang baru terutama dengan menghargai otonomi dan kemandirian (Goldenberg & Goldenberg, 2000). Perubahan peran, keterbatasan kondisi, dan negosiasi ulang peran adalah hal yang penting.
Tantangan utama dalam bekerja dengan keluarga yang memiliki anak remaja adalah seputar perubahan perkembangan yang dialami remaja dalam bidang perubahan kognitif, pembentukan identitas, dan pertumbuhan biologis, (Kidwell, Fischer, Dunham, & Baranowski, 1983) serta dalam kaitannya dengan perkembangan pada konflik dan krisis.
a.       Peran, Tanggung Jawab, dan Masalah Orang Tua
Tidak ada gunanya menyalahkan bahwa tugas membesarkan anak remaja saat ini adalah tugas orang tua yang tersulit. Meski demikian, orang tua harus berhadapan dengan uji keterbatasan yang tidak beralasan yang telah ditetapkan dalam keluarga pada saat keluarga tersebut melalui proses “ melepaskan” secara bertahap. Dunvall (1977) juga mengidentifikasi tugas perkembangan kritis pada periode ini menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab pada saat remaja telah dewasa dan mandir. Friedman (1957) serupa dalam mengidentifikasi tugas orang tua selama tahap ini, yaitu belajar menerima penolakan tanpa meninggalkan anak.
Ketika orang tua menerima diri mereka sendiri apa adanya, dengan semua kelemahan dan kekuatan mereka, dan ketika mereka menerima beberapa peran mereka pada tahap perkembangan ini tanpa mendapatkan konflik atau sensitivitas yang tidak sepatutnya, mereka menetapkan pola untuk memilah penerimaan diri yang serupa pada anak-anaknya. Hubungan antara orang tua dan anak remaja harus lebih baik ketika orang tua merasa produktif, puas, dan terkontrol dalam hidup mereka (Kidwell et al., 1983)
b.      Tugas Perkembangan Keluarga
Tugas perkembangan keluarga yang pertama dan utama pada tahap ini adalah menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab seiring dengan kematangan remaja dan semakin meningkatnya otonomi. Orang tua harus secara progresif mengubah hubungan mereka dengan anak remaja mereka, yaitu dari hubungan sebelumnya yang bergantung menjadi hubungan yang semakin mandiri. Orang tua juga mungkin mendorong anak remaja untuk mandiri terlalu cepat dengan mengabaikan kebutuhan kebergantungannya. Dalam kasus ini, anak remaja dapat gagal untuk mencapai kemandirian (Wright & Leahey, 2000)
Tugas perkembangan keluarga yang kedua adalah bagi orang tua untuk memfokuskan kembali hubungan pernikahan mereka (Wilson, 1988). Banyak pasangan telah menjadi sangat terfokus dengan tanggung jawab menjadi orang tua sehingga pernikahan mereka tidak lagi memegang peranan inti dalam kehidupan mereka. Suami dapat meluangkan banyak waktu di luar rumah untuk bekerja dan melanjutkan kariernya, sementara istri mungkin juga bekerja sambil berupaya melaksanakan pekerjaan rumah dan tanggung jawab sebagai orang tua. Dalam kondisi ini, hanya sedikit waktu atau energi yang tertinggal untuk hubungan pernikahan.
Tugas perkembangan keluarga ketiga yang penting adalah untuk anggota keluarga, terutama orang tua dan anak remaja, untuk berkomunikasi secara terbuka satu sama lain. Karena adanya kerenggangan generasi, komunikasi terbuka sering kali merupakan suatu hal yang ideal dibandingkan kenyataan. Sering kali terjadi saling penolakan antara orang tua dan anak remaja mengenai nilai dan gaya hidup satu sama lain.
c.       Perhatian Kesehatan
Pada tahap ini, kesehatan fisik anggota keluarga biasanya baik, tetapi promosi kesehatan tetap merupakan perhatian yang penting. Factor risiko harus diidentifikasi dan didiskusikan dengan keluarga, karena pentingnya gaya hidup sehat. Bagi remaja, kecelakaan terutama kecelakaan kendaraan bermotor adalah bahaya yang besar, dan patah tulang serta cedera akibat atletik adalah hal yang biasa terjadi.
Penyalahgunaan obat dan alkohol, kontrasepsi, kehamilan yang tidak diinginkan, dan pendidikan serta konseling seks adalah area-area perhatian yang relevan. Dalam mendiskusikan topik ini dengan keluarga, perawat dapat berada di tengah-tengah perselisihan atau masalah orang tua-remaja. Remaja sering mecari pelayanan kesehatan untuk pelaksanaan uji kehamilan, pengunaan obat, skrining penyakit  AIDS, kontrasepsi dan aborsi, dan diagnosis dan perawatan penyakit kelamin.
Kehamilan remaja adalah masalah keluarga yang kritis dalam banyak keluarga saat ini. Pencegahan kehamilan remaja meliputi intervensi yang didasari oleh keluarga dan komunitas. Perawat keluarga perlu membantu keluarga dalam upaya pencegahan kehamilan remaja. Rujukan ke pelayanan keluarga berencana, konseling dan pendidikan seksual, mendorong anak remaja untuk berpartisipasi dalam kegiatan waktu luang sepulang sekolah, dan kesempatan pendidikan adalah strategi dasar pencegahan kehamilan remaja (The Family Connection. 1996).

6.      Tahap IV: Keluarga Melepaskan Anak Dewasa Muda
Permulaan fase kehidupan keluarga ini ditandai dengan perginya anak pertama dari rumah dan berakhir dengan “kososngnya rumah”, ketika anak terakhir juga telah meninggalkan rumah. Tahap ini dapat cukup singkat atau cukup lama, bergantung pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anak yang belum menikah tetat tinggal di rumah setelah mereka menyelesaikan SMU atau kuliahnya. Walaupun lama waktu yang biasa terjadi pada tahap ini adalah enam atau tujuh tahun, beberapa tahun belakangan ini tahap VI dalam keluarga menjadi lebih lama karena lebih banyak anak dewasa tingal di rumah setelah mereka menyelesaikan sekolahnya dan mulai bekerja. Motifnya seringkali adalah masalah eknomi—tingginya biaya hidup mandiri. Akan tetapi,  semakin menyebar kecenderungan bagi anak dewasa muda—yang umumnya menunda pernikahan—untuk memiliki periode tidak terikat selama mereka hidup mandiri di lingkungan rumah mereka sendiri. Dalam survey yang dilakukan di Kanada secara luas, ditemukan bahwa anak-anak yang tumbuh di keluarga tiri dan keluarga dengan orangtua tunggal, lebih cepat meninggalkan rumah dibandingka dengan anak-ana yang dibesarkan dalam keluarga dengan orang tua kandung yang lengkap. Perbedaan ini tampaknya tidak dipengaruhi oleh perbedaan orang tua dan lingkungan/pergaulan keluarga (Mitchell, Witser, & Burch, 1989)
Fase kehidupan keluarga ditandai oleh puncak tahun-tahun persiapan bagi anak yang telah siap untuk kehidupan dewasa yang mandiri. Orangtua, pada saat mereka melepaskan anak-anaknya pergi, melepaskan peran mereka sebagai orang tua yang telah dijalankan selama 20 tahun atau lebih dan mereka kembali ke pasangan hidup mereka. Tugas erkembangan keuarga sangat penting jika keluarga bepindah dari rumah tangga dengan anak ke rumah tang dengan pasangan suami-istri. Tujuan utama keluarga adalah menata ulang keluarga ke dalam unit berkelanjutan ketiak meleaskan dewasa muda yang telah dewasa ke dalam kehidupan mereka sendiri (Duvall & Miller, 1985). Selama tahap ini, pasangan baru dapat memikul peran sebagai kakek/nenek—perubhan lain dalam peran dan citra diri mereka.
Usia dewsa tengah awal, yang merupakan usia rata-rata orangtua selama melepaskan anak tertua mereka, dan ditandai dengan periode “terperangkap” dalam kehidupan: terperangkap antara tuntutan anak muda dan harapan orang tua dan terperangkap anatar dunia kerja dan perlombaan tuntutan dan keterlibatan keluarga, dengan sering tampak tidak mungkin untuk memenuhi tuntutan kedua bidang tersebut. Akan tetapi, penelitian menunjukkan bahwa sementara orang dewasa tengah dapat merasa tertekan atau berada “di lapisan” anatara kutub generasi muda dan tua, paling tidak pada ekonomi kelas menengah dan atas, mereka sering kali dapat menghargai nilai kepentingan dan pencapaian mereka. Mereka sering mengetahui bahwa mereka adalah pembuat keputusan yang sangat berpengaruh; mereka mengatur seluruh langkah kehidupan dalam masyarakat ini.
a.       Tugas perkembangan keluarga
Pada saat keluarga membantu anak tertua untuk terjun ke dunia luar, orangtua juga terlibat dengan anak kecilnya, yaitu membantu mereka menjadi mandiri. Dan ketika anak yang telah “terjun ke dunia luar tersebut” menikah, tugas keluarga adalah memperluas lingkaran keluarga untuk memasukkan anggota baru dari pernikahan dan menerima gaya hidup dan nilai pasangan itu sendiri.
Dengan emptynest (keluarnya anak adri rumah, orangtua memiliki lebih banyak waktu untuk aktivitas dan hubungan lainnya. Berharap, mereka tidak tumbuh terpisah terlalu jauh satu sama lain seingga mereka tidak dapat mengatur kembali atau menetapkan kembali peran suami dan istri untuk meletakkan kepentingan primer peran-peran ini setelah diperoleh. leShan (1973) memandang tahap ini sebagai suatu tantangan terhadap hubungan pernikahan. Ketika anak pergi, pernikahan menghadapi masa krisis; apakah cukup kuat untuk menahan krisis tersebut tanpa alasan menjadi orang tua?
Dahulu melihat fase ini sebagai sbuah waktu yang sulit bagi wanita adalah hal ang biasa. Kehilangan peran yang berkaitan dengan pengasuhan anak meninggalkan perasaan hampa. Saat ini, jauh dari perasaan tidak berguna setelah anak-anak mereka tumbuh, sebagian besar wanita tetap melanjutkan kehidupannya dalam pekerjaan dan dalam menjalankan peran sebagai seorang pasangan (Aldous, 1996). Sebagian besar wanita merasa puas bahwa anak merkea telah melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang dewasa dan tetap berhubungan dekat dengan mereka. Mereka ini memiliki waktu dan energy untuk memilih perkembangan mereka sendiri dan untuk memilih keintiman serta pendamping hidup mereka sendiri.
Periode ini berkaitan dengan menopause, dengan wanita terlihat sebagai seorang yang keutamaannya telah berlalu, mereka terlihat semakin tua, dan tidak menarik. Akan tetapi, penelitian selama beberapa tahun mencatat bahwa banyak wanita menemukan bahwa periode ini bukan hanya merupakan sutu masalah, teti juga sesuatu yang diinginkan (N. Woods, personal communications, 1996).
Pria dalam masa pertengahan (istilah untuk usia pertengahan dalam literature perkembangan) menghadapi krisis perkembangan potensial. Sebuah krisis potensial adalah suatu dorongan untuk “maju” dalam karr dengan menyadari bahwa mereka tidak sukses atau tidak mencapai aspirasi mereka. Juga, tanda-anda menghilangnya maskulinitas, seperti rendahnya tingakt energy dan berkurangnya potensi dan kepuasan seksual, kekhawatiran akan gambar diri, rambut, dan tanda-tanda penuaan, serta kekhawatiran berkenan dengan keuangan, adalah stressor-stresor bagi pria selama tahap siklus kehidupan keluarga ini. Frekuensi ekstra pada perselingkuhan dalam pernikahan, perceraian, penyakit jiwa, alkoholisme, dan bunuh diri telah mengalami peningkatan di anatara orang dewasa di kelompok usia ini, suatu jumllah yang berada di bawah krisis perkembangan yang terjadi pada usia pertengahan.
Friedman (1957) mempertanyakan kembali signifikansi hubungan pernikahan, dengan mengkarakteristikkan tahap perkembangan parental pada titik ini (tahap VI), di dalam keluarga sebagai bangunan kebersamaan hidup yang baru. Wanita dan pria sama-sama menjaga kehidupan pernikahan yang kadar perselisihannya berkurang dibandingkan sewaktu tahun-tahun perawatan anak yang belum mandiri (Aldous, 1996).
Tugas perkembangan penting lainnya pada keluarga di masa pertengahan adalah membantu orang tua suami dan istri ang sudah tua dan menderita sakit. Walaupun asuhan actual orantua yang menua dan/atau orangtua yang bergantung bukanlah fungsi yang diharapkan pada keluarga Amerika, kecuali pada kelompok-kelompok etnik tertentu, suami dan istri diharapkan membantu dan mendukung anggota keluarga yang sudah lanjut sebanyak mungkin sesuai dengan kemudahan yang dirasakannya. Aktivitas seperti itu menggunakan semua bentuk—dari seringnya menelepon dan memberikan dukungan lewat telepon sampai membantu financial, menyediakan transportasi, dan mengunjungi serta merawat orang tua mereka di rumah.
Di Amerika, keluarga dipandang sebagai penanggung jawab untuk generasi mendatang, untuk keturunan, dan secara sekunder hanya bertanggung jawab pada generasi sebelumnya, yaituorang tua ()Roth, 1996b . akan tetapi, baru-baru ini terdapat tren politis di seluruh Negara berkenaan dengan keluara, yaitu keluarga memegang tanggung jawab lebih besar pada semua anggota keluarga, termasuk geerasi terdahulu.
Keluarga tiga generasi, walaupun bukan pola keluarga yang biasa, bukanlah hal yang jarang ditemui, terutama dalam keluarga “tradisional” Asia, Hispanik, Yunani, Italia, Eropa tengah, dan Amerika. Paling sering di Amerika Serikat, keluarga multigenerasi tampakny aterbentuk secara primer jika keluarga inti tergangu oleh adanya kematian dan/atau perceraian. Kelayakan financial atau kebuthuan asuhan anak juga dapat mendorong penataan kehidupan multigenerasi.
Orang tua lansia biasanya berkeinginan untuk hidup mandiri sehingga tidak mempengaruhi kehidupan anak merkea, dam yang lebih penting, untuk mempertahankan perasaan kompetensi, mandiri, dan memiliki privasi mereka sendiri (Bengtson, Mangen, & Landry, 1987; Troll, 1971). Orang tua juga dpat memiliki prtentangan dengan keputusan untuk menempatkan orang tua mereka di pantu werda atau fasilitas asuhan dan badan pengurus atau pension selama masa ini.
Kesimpulannya, dapat dilihat bahwa pada saat anak telah dilepas oleh keluraga, oarng tua harus mempeajari kemandirian kembali. Dalam penyesuaian kembali, pernikahan harus teteap bersemangat jika kebutuhan orang tua harus terpenuhi. Orang tua harus menyesuaikan kembali, pernikahan harus tetap bersemangat jika kebutuhan orang tua harus terpenuhi. Orang tua harus menyesuaikan kembali hubungan merka—untuk berhubungan satu sama lain sebagai pasangan baru dan terutam bukan hanya sebagai orang tua. Agar tahap ini dipenuhi, anak-anak tetap mempertahankan ikatan dan pertalian dengan orang tua.

b.      Perhatian kesehatan
Perhatian kesehtana utama melibatkan masalah komunikasi antara anak dewasa muda dan orang tua mereka; maslaah transisi peran bagi istri dan suami; perhatian pemberi asuhan (untuk orang tua lansia); dan kegawatan kondisi kesehatan kronik atau fakto-faktor predisposisi seperti tiingginya kadar kolesterol, obestas, dan hipertensi. Perencanaan keluarga bagi anggota keluarga yang berusia remaja dan dewasa muda tetap penting. Kekhawatiran menopause pada wanita sudah biasa terjasi. Efek-efek yang dihubungkan dengan/diakibatkan oleh kebiasaan meminum alcohol, merkok, dan praktek diet yang berlangsung dalam jangka panjang saat ini menjadi semakin nyata. Pada akhirnya, kebutuhan untuk strategi promosi kesehatan dan “gaya hidup sehat” menjadi lebih ditekankan untuk anggota dewasa yang merupakan anggota yang akan dilepas oleh keluarga.

7.      Tahap VII: orang tua paruh baya
Tahap ketujuh dari siklus kehidupan keluarga merupakan masa tahap pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir dengan pension atau kehilangan atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini dimulai ketika orang tua berusia 45 sampai 55 tahun dan berakhir dengan pensiunnya pasangaan, biasanya 16 sampai 18 tahun kemudian. Biasanya pasangan baru di tahun-tahun pertengahan mereka merupakan keluarga inti, walupun tetap berinteraksi dengan orang tua lansia mereka dan dengan anggota keluarga lain dari keluarga asalnya, dan dari keluarga baru yang di dapat dari pernikahan anak cucu (keturunan) mereka. Pasangan pasca menjadi orang tua saat ini tidak lagi terisolasi. Semakin banyak pasangan paruh baya yang tidak lagi melaksanakan kesibukan harian mereka dan meluangkan waktu dalam fase pascaparenteral, dengan perluasan hubungan kekeluargaan antara empat generasi (Roth, 1996 dalam Friedman, Bowden, dan Jones, 2010 p. 119).
a.       Tugas perkembangan keluarga
Pada saat anak teakhir meninggalkan rumah, banyak wanita memprogramkan kembali energy mereka dan bersiap-siap untuk hidup dalam kesepian. Wanita bertindak sebagai pendorong bagi anak mereka yang sedang berkembang untuk menjadi anak yang mandiri. Untuk mempertahankan sensai kesejahteraan dan kesehatan, lebih banyak wanita mulai hidup dalam gaya hidup sehat dengan mengontrol berat badannya, melaksanakan diet seimbang, memiliki program olahraga yang teratur, memiliki waktu istirahat yang adekuat, serta mendapatkan dan menikmati prestasi karier, kerja, atau prestasi kreatif lainnya.
Pria merasakan frustasi dan kekecewaan dalam hal pekerjaan. Di satu sisi, mereka mungkin berada pada puncak karir dan tidak perlu bekerja sekeras dulu, disisi lain mungkin mereka menemukan bahwa pekerjaan mereka monoton setelah 20 sampai 30 tahun dengan jenis pekerjaan yang sama. Pada kondisi ini, ketidakpuasan karir dikatakan mencapai proporsi yang patut diwaspadai, dengan banyak oorang mengubah pekerjaanya saat paruh baya akibat perasaan ketidakpuasan, kebosanan, dan stagnasi.
Tugas perkembangan penting pada tahap ini adalah menciptakan lingkungan yang sehat. Ini merupakan periode umum bagi pasangan untuk melaksanakan gaya hidup sehat. Motivasi utama individu paruh baya untuk meningkatkan gaya hidup mereka sebagai refleksi dari perasaan rentan atau mudah terkena penyakit yang dapat terjadi ketika seorang teman atau anggota keluarga sebaya telah mengalami serangan jantung, stroke, atau kanker.
Tugas perkembangan kedua untuk pasangan paruh baya adalah menemukan hubungan yang memuasakan dan bermakna dengan anak saat meraka dewasa ddan dengan orang tua mereka yang lansia. Menerima dan menyambut kedatangan cucu kke dalam keluarga membantu dalam meningkatkan kepuasan hubungan antar generasi.
Tugas perkembangan ketiga adalah memperkuat hubungan pernikahan. Saat ini pasangan benar benar sendiri setelah beberapa tahun dikelilingi oleh anggota keluarga lain dan beberapa hubungan. Walaupun Nampak sebagai kelegaan yng disambut baik, masa ini merupakan pengalaman yang sulit bagi banyak pasangan untuk berhubungan satu sama lain sebagai pasangan baru dan bukan sebangian orang.

8.      Tahap 8 Keluarga lansia dan pensiunan
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan pensiun salah satu atau kedua pasangan, berlanjut sampai kehilangan salah satu pasangan, dan berakhir dengan kematian pasangan yang lain (duvall dan miler, 1985). Jumlah individu lansia-individu beruasia 65 tahun keatas dia Amerika serikat setelah meningkatkan dengan cepat selama dua decade terakhir, dua kali lebih cepat dari populasi lainnya. Pada tahun 1991 satu dari dua puluh lima orang amerika adalah lansia.
a.       Sikap masyarakat terhadap lansia
Masyarakat kita menekankan pencapaian lansia dimasa mudanya dan memuliakan periode muda. Oleh karena itu, orang dewasa, melalui riasan, pakaian, dan gaya, mencoba mempertahankan penampilan mereka selama mungkin. Penuaan telah dipandang sebagai penurunan yang meganggu, dan perburukan penyakit yang hanya mempengaruhi lansia dalam persentasi kecil sering kali dipandang sebgai sebuah norma bukan pengecualian. Penuaan norma sering dianggap sebagai suatu periode sakit, keadaan tua yang melemah, dan bergantung. Bagi komunikasi luas dan keluarga individu, beradaptasi dengan lansia memiliki konotasi negative, salah satunya merasa terbebani masalah yang dihadapi. Selain itu, masalah tidak membiarkan sebagian besar lansia untuk tetap produktif. Oleh karena itu, penilaian masyarakat yang negative terhadap lansia telah memengaruhi citra diri mereka secara negative.
b.      Kehilangan yang biasa terjadi pada lansia dan keluarga
Pada saat penuaan berlangsung dan pension telah menjadi kenyataan, terdapat berbagai stressor atau kehilangan yang dialami beberpa lansia dan pasangannya yang akan meganggu transisi peran mereka. Stresor ini dapat berupa:
1)      Ekonomi: menyesuaikan terhadap penurunan pendapat pokok; selanjutnya mungkin menyesuaikan terhadap ketergantungan ekonomi ( bergantung pada keluarga tau pemerintah untuk mendapatkan subsidi)
2)      Perumahan : sering berpindah ketempat tinggal yang lebih kecil, hidupp dibantu, dan kemudian dipaksa untuk pindah ke panti werda
3)      Sosial :kehilangan (kematian) saudara kandung, teman dan pasangan
4)      Pekerjaan: berhenti bekerja dengan mengundurkan diri atau pensiun dan kehilangan peran kerja serta rasa produktifitas
5)      Kesehatan: penurunan fungsi fisik, mental, dan kognitif merawat pasangan yang kurang sehat.
Masuk kedalam pension total adalah titik perpindahan siklus kehidupan yang utama. Hal tersebut biasanya berarti kehilangan status dan kehilangan sosial yang sedang sampai signifikasi dan perubahan gaya hidup, termasuk meningkatnya waktu luang (Rubin & Neiswiadomy, 1995). Transisi ini melibatkan orientasi kembali nilai dan tujuan serta mengarahkan kembali energy. Akan tetapi apa yang dibawa oleh perubahan tersebut tidak seluruhnya benar, karena peran dan norma untuk lansia dan pasangannya adalah ambigu. Ruang lingkup yang luas dapat samar-samar karena pasangan yang sering yang telah pensiun, terutama suami, terlibat dalam aktivitas rumah tangga. Integrasi kembali ini mungkin bukan merupakan masalah bagi beberapa pasangan, sedangkan bagi pasangan lain intgritas kembali ini mungkin sulit (Walsh).
c.       Tugas perkembangan keluarga
Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan adalah tugas keluangan lansia yang paling penting. Kembali kerumah setelah individu atau berhenti bekerja dapat terjadi problematik. Pada tahu-tahun sesaat sesudah pemberhentian kerja, pasangan biasanya tetap tinggal dirumah sampai kepajak pemilikan, kondisi lingkungan disekitar lingkungan, ukuran atau kondisi rumah atau kondisi kesehatan memaksa mereka untuk menentukan akomodasi yang lebih sederhana. Walaupun sebagian besar lansia memiliki rumah sendiri, sebagian besar rumah tersebut sudah tua dan sering kali mengalami kerusakan, banyak rumah yang berlokasi diarea yang tingkat keriminalitasnya tinggi sehingga lansia memiliki kemungkinan untuk menjadi korban. Lansia sering kali cenderung “terikat” walaupun kondisi lingkungan disekitar rumah telah memburuk (Lawton,1985). Meskipun demikian, lansia yang tinggal dirumah mereka sendiri secara umum lebih dapat menyesuaikan diri dengan baik dari pada mereka yang tinggal dirumah anak-anak mereka. Menurut suatu penelitian Day dan Day (1993), wanita yang hidup dengan pasangan mereka dan wanita yang hidup seorang diri menunjukan proses penuan yang lebih berhasil dibandingkan wanita yang tinggal dengan kerabatnya.

 DAFTAR PUSTAKA

Christensen, Paula J. 2009. Proses keperawatan: aplikasi model konseptual. Ed. 4. Jakarta: EGC
Efendy. (1998). Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC
Effendi, Ferry. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: teori, dan praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Friedman, M.M. (1998). Keperawatan keluarga: teori dam praktek. Ed.3. Jakarta: EGC
Friedman., Marilyn M. (2010). Buku ajar keperawatan keluarga: riset, teori dan praktik. Ed.5. Jakarta: EGC
Mubarak, Wahit Iqbal. (2009). Ilmu keperawatan komunitas buku 2: konsep dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Mubarak, W.I. & Santoso, B.A. (2006). Buku ajar ilmu keperawatan komunitas: teori & aplikasi dalam praktik dengan pendekatan asuhan keperawatan komunitas, gerontik, dan keluarga. Jakarta: Sagung Seto
Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. (Ed.1). Jogjakarta: Graha Ilmu
Suprajitno. (2004). Asuhan keperawatan keluarga: aplikasi dalam praktik. Jakarta: EGC
Agusman, F. (2011). Aplikasi teori Orem terhadap asuhan keperawatan keluarga. Diambil pada 28 November 2012 dari: http://ebookbrowse.com/aplikasi-teori-orem-terhadap-asuhan-keperawatan keluarga-ppt.d143522297

No comments:

Post a Comment

Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat