google adsense

Friday, August 4, 2017

Konsep Kontrasepsi

J.     Konsep Kontrasepsi
1.    Kontrasepsi berencana alamiah
     Kontrasepsi adalah suatu cara untuk menunda kesuburan, menjarangkan kehamilan dan menghentikan kesuburan seseorang baik secara alamiah maupun dengan menggunakan obat-obatan atau alat-alat tertentu (Hartanto,2004).  Syarat-syarat metode kontrasepsi yang baik adala:aman/tidak berbahaya,dapat diandalkan, sederhana, sedapat-dapatnya tidak usah dikerjakan oleh dokter, murah, dapat diterima oleh orang banyak, dan pemakaian jangka lama.
     Keluarga berencana alami adalah cara merencanakan dan menghindari kehamilan berdasarkan pengamatan sejumlah gejala dan tanda alami yang menunjukkan massa subur dan tidak subur pada saat akan haid. Macam-macam kba adalah :
a.    Metode suhu badan basal tubuh
     Metode ini berdasarkan fakta bahwa 1 sampai 2 hari sebelum ovulasi suhu basal tubuh  (SBT) mungkin turun 0,2°C  sampai 0,3°F  (0,1°C). Kemudian satu sampai 2 hari setelah ovulasi, SBT mungkin naik 0,7°C sampai 0,8°F (0,3° sampai 0,4°C). SBT tetap pada tingkat tersebut sampai suhu turun ketingkat yang lebih rendah dicatat selama menstruasi sebelumnya. Tidak melakukan hubungan seksual pada hari ke 10 sampai hari ke 19 dianjurkan. Penyakit, aktivitas, hidrasi, dan emosi juga dapat meningkatkan suhu tubuh, dapat mengaburkan data. (Hamilton, 1995:p.314)
Gambar 2. Metode suhu badan basal tubuh
Prinsip :
Progesteron meningkatkan suhu tubuh antara 0,3°C-0,5°C selama fase luteal. Pengukuran suhu basal tubuh dapat dipergunakan untuk menetapkan siklus, menetapkan waktu ovulasi, pemasangan kontrasepsi dan untuk menolong penderita yang infertil.
Indikasi :
a)    Memastika masa ovulasi pada pasien infertil
b)   Memperkirakan lamanya fase luteal
c)    Metode billings, mengombinasikan pemeriksaan suhu basal tubuh dengan
d)   pemeriksaan lendir serviks.
e)    Kontrasepsi
Metode :
a)    Suhu basal tubuh harus diukur saat bangun tidur pagi hari.
b)   Suhu harus diukur selama 3-5 menit menggunakan termometer
Evaluasi
a)    Ovulasi diperkirakan terjadi jika ditemukan kenaikan suhu 0,3-0,5°C yang berlangsung selama 48 jam. Selama tiga hari berturut-turut suhu basal harus sekurang-kurangnya lebih tinggi 0,3°C daripada pemeriksaan tujuh hari berturut-turut sebelumnya (definisi WHO dalam Rabe, 2002:p.60)
b)   Grafik peningkatan suhu tubuh yang berbentuk tangga, atau fase luteal yang singkat menunjukkan terjadinya insufisiensi luteal. Pada kasus seperti ini pemeriksaan untuk memperkirakan kadar progesteron selama tiga hari (hari ke 3, ke 5 dan ke 7 setelah terjadi peningkatan suhu tubuh) dan juga kadar prolaktin, menjadi terindikasi.
c)    Pengukuran suhu basal tubuh merupakan cara kasar untuk memperkirakan terjadinya ovulasi. Harus diingat bahwa suhu basal tubuh juga dapat meningkat jika terjadi luteinisasi folikel. Pada kasus ini, waktu ovulasi dapat ditetapkan dengan pemeriksaan ultrasonografi
Petunjuk untuk menetapkan suhu basal tubuh :
a)    Cantumkan hari, tanggal, dan bulan pemeriksaan
b)   Ukur suhu tubuh setiap bangun pagi sebelum turun dari tenpat tidur. Lakukan pengukuran pada jam yang sama setiap hari dengan menggunakan termometer yang sama. Letakkan termometer sedikitnya 5 menit pada rektum, vagina atau dibawah lidah. Cara yang dipergunakan untuk mengukur suhu tubuh, baim pada rektum, vagina maupun mulut, harus dilakukan secara konsisten. Penderita tidak boleh merokok atau minum sebelum pengukuran suhu.
c)    Cantumkan suhu tubuh secara tepat pada grafik. Tandai kapan melakukan hubungan seksual dengan tanda panah menghadap ke bawah.
d)   Hari pertama bulan tersebut dianggap sebagai hari pertama siklus. Catat waktu terjadinya menstruasi pada grafik yang sesuai.
e)    Pada bagian bertanda “Penatalaksanaan dan observasi khusus” dan ditandai kapan pasien mendapatkan pengoatan, dengan tanda (X)
f)    Penyebab perubahan suhu tubuh, seperti:demam, infeksi, perubahan iklim, aktivitas fisik, stres, alkohol, obat tidur, kesulitan tidur atau insomnia dan gangguan pencernaan harus dicantumkan dalam grafik pada hari yang bersangkutan.
g)   Beberapa wanita menderita nyeri perut bagian bawah pada saat ovulasi. Cantumkan pada grafik bila pemeriksa menemukan hal tersebut.
h)   Pergunakan grafik baru pada hari pertama siklus berikutnya.
(Rabe, 2002;p.60-61)
Pada saat ovulasi atau segera setelahnya, suhu tubuh akan sedikit naik. Kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya kadar hormon progesteron. Suhu basal tubuh yang diukur setiap hari dan dalam kondisi yang sama, jika memungkinkan lakukan setelah istirahat atau tidur, akan menunjukkan angka terendah sebelum ovulasi terjadi. Metode SBT menggunakan pendekatan yang berebda dalam menghitung hari-hari tidak subur setelah ovulasi tidak subur setelah ovulasi. Sebagaian orang menyatakan, kenaikan diatas suhu tertentu (besarnya berbeda-beda pada setiap orang) menunjukkan bahwa ovulasi telah terjadi. Sebagian lainnya menganggap ovulasi telah terjadi bila suhu tubuh naik selama tiga haro berturut-turut melebihi suhu tubuh enam hari sebelumnya. Ada yang menyarankan agar pengukuran suhu tubuh dilakukan secara oral, melalui vagina ataupun melalui dubur. Ada beberapa persoalan sehubungan dengan pengukuran suhu tubuh :
a)    Perubahan suhu tubuh hanyalah indikator bahwa ovulasi sudah terjadi, sehingga tidak bisa memperingatkan sebelumnya tentang masalah ovulasi atau masa subur. Itu berarti untuk memastikan tidak akan hamil maka pantang bersetubuh selama paruh waktu pertama siklus sampai kenaikan suhu tubuh menunjukkan bahwa ovulasi terjadi. Bisa jadi pantang ini akan memakan waktu yang lama, jika siklusnya cukup panjang atau ketika ovulasi sama sekali tidak muncul, seperti yang biasa terjadi setelah perempuan berhenti menggunakan pil KB, menyusui, atau menjelang menopose.
b)   Pengukuran suhu tubuh bisa saja menyesatkan. Demam atau konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan suhu tubuh. Seandainya bergantung pada pengukuran ini untuk mengetahui ovulasi telah terjadi , mungkin saja suhu tubuh tidak naik secara mencolok atau kenaikannya sulit diamati sehingga sulit membuat penafsiran yang akurat.
c)    Keharusan mengukur suhu tubuh pada waktu yang sama setiap hari dalam kondisi yang sama pula cukup menyulitkan bagi sebagian orang.
(Billings,2006;p.183-185)
Metode ini akan lebih berhasil jika selama setiap daur haid, hubungan kelamin dihindari sampai jauh setelah peningkatan suhu ovulasi. Agar metode ini lebih efektif, wanita yang bersangkutan harus tidak berhubungan kelamin sejak hari pertama haid sampai hari ketiga setelah peningkatan suhu (Gary, et.al, 2005;p.1728)
b.    Metode kalender
     Ovulasi paling sering terjadi sekitar 14 hari sebelum mula menstruasi berikutnya, tetapi sayangnya, tidak harus 14 hari sebelum mula menstruasi berikutnya, tetapi sayangnya, tidak harus 14 hari setelah awal mentruasi terakhir. Karena itu, metode irama kalender tidak dapat diandalkan. Pada tahun 1982, International Planned Parenthood Federation menyimpulkan bahwa “pasangan yang memilih menggunakan pantang berkala harus diberitahu dengan jelas bahwa cara ini tidak dianggap sebagai metode keluarga berencana yang efektif”. (Gary,et.al, 2005;p.1727)
     Prinsip yang mendasari sebagian besar periode metode ini adalah bahwa:
1)   Ovum dapat dibuahi sekitar 18 sampai 24 jam setelah ovulasi
2)   Bila siklus menstruasi adalah 28 hari, ovulasi biasanya terjadi sekitar hari ke 14. Bila menstruasi tidak teratur, metode ini tidak efektif. Dengan metode ini pasangan harus menghindari hubungan seksual 3 hari sebelum hari ovulasi yang diperkirakan dan 3 hari setelahnya. (Hamilton,1995:p.314)
     Petunjuk penggunaan metode kalender :
1)   Catatlah panjang dan pendeknya siklus haid selama 1 tahun terus-menerus, atau minimal 6 bulan
2)   Tentukan berapa hari siklus terpanjang dan berapa hari siklus terpendek, misalnya, siklus terpanjang 30 hari dan siklus terpendek 28 hari
3)   Masukkan kedalam rumus: siklus terpendek dikurangi 18 hari, dan siklus terpanjang dikurangi 11 hari.
4)   Hari pertama subur: 28 - 18 hari = hari ke 10, dan hari terakhir subur 30-11=hari ke 19.
5)   Maka, ovulasi dapat terjadi antara hari ke 10 sampai dengan hari ke 19.
       (IKAPI, 2007;p.63)
Jika siklus teratur, metode ini sangat berguna. Pasangan suami istri dapat memperhitungkan kapan ovulasi akan terjadi sehingga bisa menghindari persetubuhan beberapa waktu sebelumnya, meluangkan waktu untuk lima hari masa hidup sperma. Sel telur dapat bertahan selama 24 jam, dan selanjutnya merupakan masa tak subur. Namun, jika tiba-tiba terjadi ketidakteraturan dan ini bisa terjadi hanya karena gejala emosional, sedang melakukan perjalanan, sakit, sehabis melahirkan, atau menjelang menopose, perhitungan ovulasi tidak tepat lagi. Studi terhadap panjang siklus perempuan memperlihatkan bahwa tidak ada perempuan yang secara lami mempunyai siklus yang teratur, sekalipun tidak mengalamii stres. Metode kalender kurang bisa diandalkan untuk pasangan yang kurang menginginkan kehamilan. Metode ini tidak banyak digunakan lagi, kecuali jika digabungkan dengan metode lain seperti pencatatan suhu basal tubuh. (Billings,2006:p.182-183)
Kesulitan cara ini adalah waktu yang tepat dari ovulasi sulit untuk ditentukan;ovulasi umumnya terjadi 14±2 hari sebelum hari pertama haid yang akan datang. Dengan demikian, pada wanita dengan haid yang tidak teratur, saat terjadi ovulasi sulit atau sama sekali tidak dapat diperhitungkan. Selain itu, ada kemungkinan bahwa pada wanita dengan haid teratur, oleh salah satu sebab (misalnya karena sakit) ovulasi tidak datang pada waktu atau sudah datang sebelum saat semestinya. Untuk dapat menggunakan cara ini, wanita yang bersangkutan sekurang-kurangnya harus mempunyai catatan tentang lama daur haidnya selama 6 bulan, atau lebih baik jika wanita tersebut mempunyai catatan tentang lama daur haidnya selama satu tahun penuh (Sarwono,1999:p.537-536)
Gambar 2.
c.    Lender serviks (Billing, metode ovulasi)
     Metode ini berdasarkan pada perubahan konsistensi lendir serviks 3 hari sebelum ovulasi. Pasien memeriksa lendir serviksnya;bila lendirnya kental, ovulasi baru saja terjadi atau telah terjadi. Metode ini tergantung pada kemampuan pasien untuk menilai kekentalan relatif dari lendir dan menghindari hubungan seksual paling tidak 6 hari setelah lendir yang kental pertama kali terlihat. (Hamilton, Persis Mary. 1995).
     Metode irama mukus serviks atau disebut juga metode Billing, bergantung pada kemampuan mengetahui “kekeringan” dan “kebasahan” vagina akibat perubahan pada jumlah dan jenis mukus serviks yang terbentuk pada waktu-waktu yang berbeda dalam daur haid. Hubungan kelamin harus dihindari sejak awal haid sampai 4 hari setelah diketahui timbul mukus yang licin. Metode ini tidak populer. Suatu alat genggam kecil yang mendeteksi variasi-variasi kecil dalam konsentrasi elektrolit dalam sekret vagina atau mulut juga diklaim mampu memprediksiovulasi 5 sampai 7 hari sebelumnya. Roumen dan Dieben (1988) mendapatkan bahwa alat ini tidak akurat dalam memperkirakan hari ovulasi. Apabila metode mukus serviks digunakan secara akurat, angka kegagalan tahun pertama adalah sekitar 3%.(Tabel 58-2). (Hamilton, Persis Mary. 1995)
d.   Metode Simptodermal
     Metode ini menggabungkan SBT (suhu tubuh basal) dan lendir servikal dengan kesadaran tentang gejala sekunder lain seperti perubahan mood. Pencatatatan secara detail dan kerjasama dari kedua anggota sangat penting (Hamilton, 1995)
e.    Metode simtotermal
     Metode simotermal mengkombinasikan pemakaian perubahan mukus serviks (awitan masa subur), perubahan suhu tubuh basal (akhir masa subur), dan perhitungan untuk memperkirakan waktu ovulasi.ini adalah suatu sistemyang lebih rumit untuk dipelajari dan diterapkan, dan tidak selalu nmeghasilkan peningkatan keandalan (Tabel 58-2).Penggunan berbagai kit rumahan untuk mendeteksi hormon luteal yang muncul didalam urin pada hari sebelum ovulasi mungkin memperbaiki tingkat keakuratan metode pantang berkala. (Hatcher dkk, 1988). (Cunningham, F.Gari. 2005. Obstetri William. Jakarta: EGC).
2.    Koitus interuptus
     Koitus interuptus atau penarikan keluar merupakan bentuk pengaturan kelahiran yang paling tua, selain induksi abortus. Senggama terputus ialah penarikan penis dari vagina sebelum terjadi ejakulasi. Waktu yang singkat ini dapat digunakan untuk menarik penis keluar dari vagina.  Dengan perkembangan kontrasepsi yang lebih modern, frekuensinya telah berkurang, tetapi masih merupakan metode yang disukai diantara beberapa bagian masyarakat. Angka keandalan dalam mencegah kehamilan tergantung pada kemampuan laki-laki mengenal mengenal fase praejakulasi dan ketangkasan menarik penisnya dari vagina sebelum ejakulasi. Karena keterbatasan ini, efesiensi koitus interuptus agak rendah. (Liewellyn, 2001, Appleton & lange, 2007, Wiknjosastro, H, dkk. (1999).
Kegagalan dengan cara ini dapat disebabkan oleh:
a.    Adanya pengeluaran air mani sebelum ejakulasi (praejakulasi fluid) yang dapat mengandung sperma, apalagi pada koitus yang berulang (repeated coitus)
b.    Terlambatnya pengeluaran penis dari vagina
c.    Pengeluaran semen dekat pada vulva dapat menyebabkan kehamilan, misalnya karena adanya hubungan antara vulva dan kanalis servikalis uteri oleh benang lendir serviks uteri yang pada masa ovulasi mempunyai spinnbarkeit yang tinggi.
Syaifudin (2005) mengatakan keuntungan dan kerugian kontasepsi secra koitus interuptus adalah sebagai berikut:
a.    Manfaat  secara kontrasepsi
1)      Alamiah.
2)      Efektif bila dilakukan dengan benar
3)      Tidak ada efek samping
4)      Tidak membutuhkan biaya
5)      Tidak memerlukan persiapan khusus
6)      Dapat dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain
7)      Dapat digunakan setiap waktu.
b.    Manfaat non kontrasepsi
1)      Adanya peran serta suami dalam keluarga berencana dan kesehatan reproduksi
2)      Menanamkan sifat saling pengertian
3)      Tanggung jawab bersama dalam ber-KB
Sedangkan metode coitus interuptus ini mempunyai keterbatasan, antara lain:
1)      Sangat tergantung dari pihak pria dalam mengontrol ejakulasi dan tumpahan sperma selama senggama
2)      Memutus kenikmatan dalam berhubungan seksual (orgasme)
3)      Sulit mengontrol tumpahan sperma selama penetrasi, sesaat dan setelah interupsi coitus
4)      Tidak melindungi dari penyakit menular seksual
5)      Kurang efektif untuk mencegah kehamilan
Tabel 2. Kondisi yang perlu dipertimbangkan bagi pengguna kontrasepsi
Sesuai untuk
Tidak sesuai untuk
Suami yang tidak mempunyai masalah dengan interupsi pra orgasmik.
Suami dengan ejakulasi dini
Pasangan yang tidak mau metode kontrasepsi lain.
Suami yang tidak dapat mengontrol interupsi pra orgasmik
Suami yang ingin berpartisipasi aktif dalam keluarga berencana
Suami dengan kelainan fisik/psikologis
Pasangan yang memerlukan kontrasepsi segera
Pasangan yang tidak dapat bekerjasama
Pasangan yang memerlukan metode sementara, sambil menunggu metode lain
Pasangan yang tidak komunikatif
Pasangan yang membutuhkan metode pendukung
Pasangan yang tidak bersedia melakukan senggama terputus
Syaifuddin (2005) mengatakan cara melakukan coitus interuptus adalah sebagai berikut:
a.       Sebelum melakukan hubungan seksual, pasangan harus saling membangun kerjasama dan pengertian terlebih dahulu. Keduanya harus mendiskusikan dan sepakat untuk menggunakan metode senggama terputus.
b.      Sebelum melakukan hubungan seksual, suami harus mengosongkan kandung kemih dan membersihkan ujung penis untuk menghilangkan sperma dari ejakulasi sebelumnya.
c.       Apabila merasa akan ejakulasi, suami segera mengeluarkan penisnya dari vagina pasangannya dan mengeluarkan sperma di luar vagina.
d.      Pastikan tidak ada tumpahan sperma selama senggama.
e.       Pastikan suami tidak terlambat melaksanakannya.
f.       Senggama dianjurkan tidak dilakukan pada masa subur.
3.    Kontrasepsi mekanis
a.       Kontrasepsi mekanis Pada pria
1)      Kondom
Penggunaan kondom untuk tujuan perlindungan terhadap penyakit kelamin telah dikenal sejak zaman mesir kuno. Pemakaian kondom untuk tujuan kontrasepsi baru dimulai kira-kira pada abad ke-18 Inggris. Yang paling umum dipakai adalah kondom dari karet yang tebalnya kira-kira 0,05 mm. prinsip kerja kondom ialah sebaai perisai dari penis sewaktu melakukan coitus dan mencegah pengumpulan sperma dalam vagina. Bentuk kondom adalah silindris dengan pinggir yang tebal pada ujung yang terbuka, sedang ujung yang buntu berfungsi sebagai penampung sperma. Diameternya biasanya kira-kira 31-36.5 mm dan panjangnya lebih kurang 19 mm. kondom dilapisi dengan pelicin yang mempunyai sifat spermatisid.
Keuntungan kondom :
a)      Memberi perlindungan terhadap penyakit kelamin
b)      Tujuan kontrasepsi
Kekurangannya :
a)      Ada kalanya pasangan yang mempergunakannya merasa selaput karet sebagai penghalang kenikmatan sewaktu melakukan koitus.
b)      Adakalanya pasangan tidak menyukai kondom karena adanya asosiasi dengan soal pelacuran
     Sebab kegagalan memakai kondom ialah bocor atau koyaknya alat itu atau tumpahnya sperma yang disebabkan oleh tidak keluarnya penis segera setelah terjadi ejakulasi. Efek samping kondom tidak ada, kecuali ada yang alergi terhadap bahan untuk membuat karet.
Perlu diperhatikan saat pemakaian kondom :
1)      Jangan melakukan coitus sebelum kondom terpasang dengan baik
2)      Pasanglah kondom sepanjang penis yang sedang ereksi. Pada pria yang tidak bersunat prepusium harus ditarik lebih dahulu.
3)      Tinggalkan sebagian kecil dari ujung kondom untuk penampung sperma
4)      Pada kondom yang mempunyai kantong kecil diujungnya, keluarkanlah udara terlebih dahulu sebelum kondom dipasang
5)      Pergunakanlah bahan pelicin secukupnya pada permukaan kondom untuk mencegah terjadinya robekan
6)      Keluarkanlah penis dari vagina sewaktu masih dalam keadaan ereksi dan tahanlah kondom pada tempatnya ketika penis dikeluarkan dari vagina, supaya sperma tidak tumpah.
b.      Kontrsepsi mekanis pada wanita
1)      Diafragma vaginal
     Pada tahun 1881 mensinga dari Flensburg (Belanda) telah menciptakan untuk pertama kalinya diafragma vaginal guna mencegah kehamilan. Dalam bentuk aslinya diafragma vaginal ini terbuat dari cincin karet yang tebal dan diatasnya diletakkan selembar karet yang tipis. Kemudian dilakukan modifikasi dengan semacam per arloji, diatasnya diletakkan karet tipis yang berbentuk kubah.
     Dewasa ini diafragma vaginal terdiri atas kantong karet yang berbentuk mangkuk dengan perelastis pada pinggirnya. Per ini ada yang terbuat dari logam tipis yang tidak dapat berkarat, ada pula yang dari kawat halus yang tergulung sebagai spiral dan mempunyai sifat seperti per.
     Ukuran diafragma vaginal beredar dipasaran mempunyai diameter antara 55 sampai 100 mm. tiap-tiap ukuran mempunyai perbedaan diameter masing-masing 5mm. besarnya ukuran diafragma yang akan dipakai oleh akseptor ditentukan secara individual.
     Diafragma dimasukkan kedalam vagina sebelum coitus untuk menjaga jangan sampai sperma masuk kedalam uterus. Untuk memperkuat khasiat diafragma, obat spermatisida dimasukkan kedalam mangkuk dan dioleskan pada pinggirnya. Diafragma vaginal sering dianjurkan pemakaiannya dalam hal seperti :
a)      Keadaan dimana tidak tersedia cara yan lebih baik
b)      Jika frekuensi coitus tidak seberapa tinggi, sehingga tidak dibutuhkan perlindungan yang terus menerus
c)      Jika pemakaian pil, AKDR, atau cara lain harus dihentikan untuk sementara waktu oleh karena sesuatu sebab.
Pada keadaan tertentu pemakaian diafragma tidak dapat dibenarkan misalnya pada :
a)      Sistokel yang berat
b)      Prolapsus uteri
c)      Fistula vagina
d)     Hiperantefleksio atau hiperretrofleksio uterus
     Diafragma paling cocok untuk dipakai pada wanita dengan dasar panggul yang tidak longgar dan dengan tonus dinding vagina yang baik. Umunya diafragma vaginal tidak menimbulkan banyak efek samping, efek samping mungkin disebabkan oleh reaksi alergik terhadap obat-obat spermatisida yang dipergunakan, atau oleh karena terjadi perkembangbiakan bakteri yang berlebihan dalam vagina jika difragma dibiarkan terlalu lama terpasang disitu.
Kekurangan khasiat diafragma vaginal ialah :
a)      Diperlukan motivasi yang cukup kuat
b)      Hanya cocok untuk wanita yang terpelajar dan tidak untuk dipergunakan secara massal
c)      Pemakaian yang tidak teratur dapat menimbulkan kegagalan
d)     Tingkat kegagalan lebih tinggi daripada pil atau AKDR
Keuntungan cara ini adalah :
a)      Hampir tidak ada efek samping
b)      Motivasi yang baik dan pemakaiam yang betul, hasilnya cukup memuaskan
c)      Dapat dipakai sebagai pengganti pil atau AKDR pada wanita-wanita yang tidak boleh mempergunakan pil atau AKDR oleh karena suatu sebab.
Cara pemakaian diafragma vaginal
     Jika akseptor telah disetuju, tentukan ukuran diafragma yang akan dipakai dengan ukuran diafragma yang akan dipakai, dengan mengukur jarak antara simfisis bagian bawah dan formiks vaginae posterior dengan menggunakan jari telunjuk dari jari tengah, yang dimasukkan ke dalam vagina akseptor. Kemudian diterangkan anatomi alat-alat genital bagian dalam dari wanita dan dijelas serta didemonstrasikan cara memasang diafragma vagina. Pinggir mangkuk dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk dan diafragma dimasukkan ke dalam vagina sesuai dengan sumbunya.
     Setelah selesai pemasangan, akseptor harus meraba dengan jarinya bahwa porsio servisis uteri terletak di atas mangkuk, pinggir atas diafragma diformiks vagina posterior dan pinggir bawah dibawah simfisis. Kemudian akseptor disuruh sendiri memasang diafragma, mengontrol apakah letaknya sudah benar dan akhirnya mengeluarkannya. Akseptor harus melatih diri untuk menggunakan diafragma. Diaframa harus dimasukkan sebelum koitus, pemasukannya dapat dilakukan dalam posisi tidur telentang dengan kaki dibengkokkan dalam lutut dan kaki terbuka sedikit, dalam posisi berjongkok atau dalam posisi berdiri dengan satu kaki ditinggikan.
     Sebelum dimasukkan, obat spermatisida diletakkan dalam mangkuk diafragma serta dioleskan pada pinggirnya. Setelah koitus diafragma tidak boleh segera dikeluarkan akan tetapi harus ditunggu 6 sampai 8 jam. Dalam waktu itu sperma dlam vagina dikira sudah mati.
Cara penyimpanan diafragma vagina adalah:
     Setelah dipakai, diafragma vaginal dicuci dengan air dan sabun dingin sampai bersih lalu dikeringkan dengan kain halus dan kemudian diberi bedak. Diafragma vaginal harus disimpan harus disimpan ditempat yang tidak boleh kena panas. Sesekali diafragma harus diperiksa, apakah tidak bocor atau apakah cincin mangkuk tidak rusak. Jika dijaga dengan baik diafragma dapat dipergunakan untuk selama kira-kira 1 sampai 1,5 tahun
2)      Cervical cap
     Cervical cup dibuat dari karet atau plastik dan mempuny bentuk mangkuk yang dalam dengan pinggirnya terbuat dari karet yang tebal. Ukurannya ialah dari diameter 22 mm sampai 33 mm, jadi lebih kecil dari diafragma vaginal. Cup ini dipasangkan pada porsio servisis uteri seperti memasang topi dan alat ini jarang dipakai untuk kontrasepsi.
4.    Kontrasepsi hormonal
     Sejarah penemuan kontrasepsi hormonal berjalan panjang, mulai dari 1897 ketika Beard menduga bahwa korpus luteum dapat menghambat terjadinya ovulasi. Fellmer pada tahun 1912 mempelajari pengaruh korpus luteum terhadap mamae dan uterus. Moore dan Price mengetahui fungsi klenjar hipofisis dan estrogen serta progesterone dapat memberikan rangsangan balik. Corquodale, Thayer dan Doisy antara tahun 1930 sampai 1936 mengisolasi estrogen dan progesterone.
a.         Kotrasepsi hormonal oral
     Laboraturium Sybtex pada tahun 196 menemukan progesterone sistesis dengan nama Norethisterone. Pad atahun 1960 Rock, pincus dan Garcia mencoba progesterone sebagai kontrasepsi oral dengan hasil yang memuaskan. Pada tahun 1963 Goldzieher membuat pil KB oral sekuensial. Pada perkembangan dan percobaan selanjutnya telah dibuat berbagai pil KB dengan tujuan meningkatkan efektivitas, mengurangi efek samping, dan meminimalkan keluhan peserta KB (Manuaba, 2002, p. 441).
1)        Susunan pil kontrasepsi
     Pil hormonal untuk kotrasepsi yang sekarang digunakan tidak terbuat dari estrogen dan progesterone alamiah, melainkan dari steroid sintetik. Ada dua jenis progestreron sintetik yang dipakai, yaitu yang berasal dari 19 nor-testosteron, dan yang berasal dari 17 alfa-asektosi-progesteron. Yang berasal dari 17 alfa-asektosi-progesteron akhir-akhir ini di Amerika Serikat tidak dipergunakan lagi untuk kontrasepsi oleh karena pada bintang percobaan (anjing) pil yang mengandung zat ini, bila dipergunakan dalam waktu yang lama, dapat menimbulkan tumor mamma. Derivate dari 19 nor-testosteron yang sekarang banyak dipergunakan untuk pil kontrasepsi ialah noretinodrel, norethindron asetat, etinodiol diasetat, dan norgestrel.
     Estrogen yang banyak dipakai untuk pil kontrasepsi ialah etinil estradiol dan mestranol. Masing-masing dari zat ini mempunyai ethynil group pada atom C 17. Dengan adanya ethynil grup pada atom 17 ini, khasiatnya meninggi jika dimakan per os oleh karena zat-zat tersebut tidak mudah atau tidak seberapa cepat diubah sewaktu melalui sistem portal, berbeda dengan steroid alamiah. Jadi, steroid sintetik mempunyai potensi yang lebih tinggi per unit dibandingkan dengan steroid alamiah kalau di telan per os (Prawirohardjo, 1999, hal. 545).
2)        Mekanisme kerja pil hormonal
     Hormon steroid sintetik dalam metabolismenya sangat berbeda dari hormone steroid yang dikeluarkan oleh ovarium. Umumnya dapat dikatakan bahwa komponen estrogen dalam pil dengan jalan menekan sekresi FSH menghalangi maturasi folikel dan ovarium. Karena pengaruh estrogen dari ovarium tidak ada, tidak terdapat pengeluaran LH. Di tengah-tengah daur haid kurang terdapat FSH dan tidak ada peningkatan kadar LH menyebabkan ovulasi terganggu. Pengaruh komponen progestagen dalam pil kombinasi memperkuat khasiat estrogen untuk mencegah ovulasi, sehingga dalam 95 – 98% tidak terjadi ovulasi. Selanjutnya, estrogen dalam dosis tinggi dapat pula mempercepat perjalanan ovum dan menyulitkan terjadinya implantasi dan endometrium dari ovum yang sudah dibuahi.
     Komponen progestagen dalam pil kombinasi seperti disebut di atas memperkuat daya estrogen untuk mencegah ovulasi. Prostagen sendiri dalam dosis tinggi dapat menghambat ovulasi, akan tetapi tidak dalam dosis rendah. Selanjutnya, progestagen mempunyai khasiat sebagai berikut :
a)      Lender serviks uteri menjadi lebih kental, sehingga menghalani penetrasi spermatozoon untuk masuk dalam uterus.
b)      Kapasitasi spermatozoon yang perlu untuk memasuki ovum terganggu
c)      Beberapa progestagen tertentu, seperti noretinodrel mempunyai efek antiestrogenik terhadap endometrium, sehingga menyulitkan implantasi ovum yang telah dibuahi. Di bawah ini terdapat tabel tentang mekanisme kerja pil dan suntikan untuk kontrasepsi.
Tabel 1. Mekanisme kerja kontrasepsi hormonal
Jenis
Mekanisme Kerja
Penghambatan ovulasi
Pengaruh terhadap endometrium
Pengaruh terhadap lender serviks uteri
Pil kombinasi
+++
++
++
Pil sekuensial
+
+
0
Mini - pill
+
+
+++
Depo provera
(suntikan)
++
++
+++

     Menurut penyelidikan Greenblatt, noretindron dan noretinodrel mempunyai kekuatan yang sama, sedangkan noretindron asetat dua kali lebih kuat daripada noretindron atau noretinodrel. Kedua jenis estrogen yang terdapat dalam pil kombinasi juga mempunyai kekuatan biologic yang berbeda. Etinil estradiol mempunyai kekuatan 1,7 sampai 2 kali dari mestranol. Ini penting diketahui apabila akan memberikan pil kontrasepsi, perlu dilakukan evaluasi terlebih dahulu tentang dosis dan jenis kedua hormone yang dipakai dalam pil kombinasi tersebut (Prawirohardjo, 1999, hal. 545-546).
3)      Pil Kombinasi
     Pil kombinasi merupakan pil kontrasepsi yang sampai saat ini dianggap paling efektif. Selain mencegah terjadinya ovulasi, pil juga mempunyai efek lain terhadap traktus genitalis, seperti menimbulkan perubahan-perubahan pada lendir serviks, sehingga menjadi kurang banyak dan kental, yang mengakibatkan sperma tidak dapat memasuki kavum uteri. Juga terjadi perubahan-perubahan pada motilitas tuba Falloppi dan uterus. Dewasa ini terdapat banyak macam pil kombinasi, tergantung dari jenis dan dosis estrogen serta jenis progestagen yang di pakai.
4)      Efek Sampingan
      Hormone-hormon dalam pil harus cukup kuat untuk dapat mengubah proses biologic, sehingga ovulasi tidak terjadi. Efek samping pada umumnya ditemukan pada pil kombinasi dengan kelebihan estrogen atau pada pil dengan kelebihan progesterone.
a)      Efek karena kelebihan estrogen
     Efek-efek yang sering terdapat ialah rasa mual,retensi cairan,sakit kepala, nyeri pada mamma, flour albus. Rasa mual kadang-kadang disertai muntah, diarea, dan rasa perut kembung. Retensi cairan disebabkan oleh kurangnya pengeluaran air dan natrium, dan dapat meningkatkan bertambahnya berat badan. Sakit kepala sebagian juga disebabkan oleh retensi cairan. Kepada penderita pemberian garam perlu dikurangi, dan dapat diberikan obat diuretic.
     Kadang-kadang efek sampingan demikian mengganggu akseptor, sehingga ia hendak menghentikan minum pil. Dalam keadaan demikian, ia dianjurkan meneruskan minum pil dengan pil kombinasi yang mengandung dosis estrogen rendah, oleh karena tidak jarang efek itu berkurang dalam beberapa bulan.
b)      Efek karena kelebihan progestagen
     Progestagen dalam dosis yang berlebihan dapat menyebabkan perdarahan tidak teratur, bertambahnya nafsu makan disertai bertambah berat badan, akne, alopesia, kadang-kadang mamma mengecil, flour albus, hipomenorea. Bertambahnya berat badan karena progestagen kiranya disebabkan oleh bertambahnya nafsu makan dan efek metabolic hormone. Akne dan alopesia bisa timbul karena efen androgenic dari jenis progestagen yang dipakai dalam pil. Progestagen dapat mengakibatkan mengecilnya mamma. Jika hal ini tidak disenangi oleh akseptor, dapat diberikan kepadanya pil dengan estrogen lebih banyak.
     Flour albus yang kadang-kadang ditemukan pada pil dengan progestagen dalam dosis tinggi, mungkin disebabkan oleh meningkatnya infeksi dengan kandida albikans. Kadang-kadang wanita yang minum pil dengan kelebihan progestagen menderita depresi. Ada alasan kuat bahwa depresi itu timbul pada wanita yang sehat, akan tetapi pada wanita yang sebelumnya sudah secara emosional tidak stabil.
5)      Kontraindikasi
     Tidak semua wanita dapat menggunakan pil kombinasi untuk kontrasepsi.kontraindikasi terhadap penggunaannya dapat dibagi dalam kontraindikasi mutlak dan relative.
a)      Kontraindikasi mutlak
(1)   Tumor-tumor yang dipengaruhi estrogen
(2)   Penyakit-penyakit hati yang aktif, baik akut atau pun menahun
(3)   Pernah mengalami tromboflebitis
(4)   Trombo-emboli, kelainan serebro-vaskular
(5)   Diabetes mellitus
(6)   Kehamilan.
b)      Kontraindikasi relative
(1)   Depresi
(2)   Migraine
(3)   Mioma uteri
(4)   Hipertensi
(5)   Oligomenora dan amenora
6)      Keuntungan pemakaian pil kombinasi
1)      Menurunkan insiden perdarahan hebat saat menstruasi
2)      Ketidakteraturan menstruasi
3)      Kista ovarium
4)      Anemia defesiensi besi
5)      Penyakit jinak payudara
6)      Kehamilan ektopik
7)      Kanker endometrium (<50%)
8)      Osteoporosis
9)      Fibroadenoma mamae (berkurang 85%)
10)  Penyakit payudara kritik kronis (50%), rheumatoid arthritis dan PRP (berkurang 50%)
11)  Kanker ovarium berkurang 50% dengan penggunaan kontrasepsi oral.
7)      Kerugian penggunaan kontrasepsi pil kombinasi
1)      Harus minum pil secara teratur
2)      Dalam waktu panjang menekan fungsi ovarium
3)      Berat badan bertambah
4)      Rambut rontok
5)      Tumbuh akne
6)      Mual sampai muntah
7)      Mempengaruhi fungsi hati dan ginjal.
b.      Kontrasepsi Hormonal Suntikan
     Metode suntikan menjadi bagian gerakan keluarga berencana nasional serta peminatnya makin bertambah. Tingginya minat suntikan KB oleh karena aman, sederhana, efektif, tidak menimbulkan gangguan dan dapat dipakai pada pasca persalinan. (Bagus, 2000)
1)    Mekanisme kerja hormonal suntikan :
     Mekanisme kerja komponen progesterone atau derivate testosterone adalah :
a)      Menghalangi pengeluaran FSH dan LH sehingga tidak terjadi pelepasan ovum
b)      Mengentalkan lender serviks, sehingga sulit di tembus spermatozoa
c)      Perubahan peristaltik tuba fallopi, sehingga konsepsi di hambat
d)     Mengubah suasana endometrium, sehingga tidak sempurna untuk implantasi hasil konsepsi
(Bagus, 2001)
2)      Keuntungan suntikan hormonal  :
a)      Pemberiannya sederhana
b)      Tingkat efektivitasnya tinggi
c)      Pengawasan medis yang ringan
d)     Dapat dipakai pascapersalinan, pascakeguguran atau pascamenstruasi
e)      Tidak dapat mengganggu laktasi dan tumbuh kembang bayi
(Bagus, 2001)
3)      Kerugian suntikan hormonal
a)      penundaan terjadinya ovulasi setelah penghentian suntikan (6-12 bulan)
b)      perdarahan yang tidak menentu dan berkepanjangan
c)      bercak atau menstruasi ireguler
d)     terjadinya amenorea (tidak datang bulan) berkepanjangan
e)      masih terjadi kemungkinan hamil
f)       terjadinya penambahan berat badan
(Benson, 2008)
4)      efek samping dari suntikan hormonal berupa gangguan  menstruasi yaitu, amenorea, menoragia, dan spotting.
5)       Kontraindikasi:
a)      Deep thrombosis
b)      Mempunyai riwayat gangguan pembekuan darah
c)      Umur terlalu tua karena diperkirakan dapat menimbulkan osteoporosis
d)     Kanker payudara atau pelvis
e)      Pada kehamilan perdarahan vagina abnormal yang tidak diketahui penyebabnya
(Brunner & Suddart, 2002)
6)      Waktu pemberian suntikan hormonal
a)      Pascapersalinan diberikan segera ketika masih di rawat diruma sakit dan pada jadwal berikutnya
b)      Pasca-abortus diberikan segera setelah perawatan dan pada jadwal waktu suntikan yang telah diperhitungkan
c)      Interval
Diberikan pada hari kelima menstruasi dan pada jadwal yang sudah diperhitungkan
Jadwal waktu suntikan berikunya diperhitungkan denga pedoman ,
a)      Depo provera : interval 12 minggu
b)      Norigest : interval 8 minggu
c)      Cyclofem : interval 4 minggu
(Bagus, 2000)
7)      Jenis-jenis kontrasepsi hormonal suntikan yang sering digunakan adalah :
a)      Depo provera
Depo provera mengandung medroxyprogesteron acetat 150 mgr. Depo provera dapat disuntikan dengan interval 3 bulan (12-14 minggu) intramuscular. (Benson, 2008)
Metoda ini dapat digunakan oleh wanita menyusui. Kerugian menggunakan suntikan hormonal ini dapat mengakibatkan perdarahan menstruasi yang sangat banyak dan tidak teratur, rasa kembung, rasa sakit kepala, rambut rontok, penurunan dorongan seks, penurunan berat badan atau penambahan berat badan serta dapat terjadinya penundaan ovulasi setelah penghentian suntikan 6-12 bulan. Depo provera ini dikontraindikasikan pada kehamilan, perdarahan vagina abnormal yang tidak diketahui penyebabnya, dan  kankaer payudara. (Brunner & Suddarth, 2002)
b)      Cyclofem
Cyclofem mengandung medroxyprogesteron acetat 50 mgr dan komponen estrogen. Suntikan cylofem merupakan suntikan masa depan karena mempunyai keuntungan yaitu , diberikan suntikan setiap 4 minggu dengan harapan akan mendapatkan menstruasi setiap bulannya, setelah suntikan 4-5 kali efeknya hampir sama dengan depo provera 150 mgr, pemberian suntikan jenis ini aman, efektif dan relative murah. (Bagus 2001)
c)      Norigest
Norigest 200 mgr merupakan derivate testosterone. Suntikan diberikan dengan interval 8-10 minggu. Kerugian menggunakan suntikan hormonal ini dapat menyebabkan perubahan jerawat dan terjadinya acne. (Bagus, 2001)
c.    Kontrasepsi Implant
     Efektifitas progestin sebagai kontrasepsi dapat diperpanjangan dengan cara memasukkan program tersebut ke suatu delivery sytem. Ada beberapa macam delivery system antara lain cincin vagina, implant, dan mikrokapsul. Satu-satunya kontrasepsi implant yang beredardi pasaran adalah Norplant.
     Norplant terdiri atas enam kapsul, masing-masing mengandung 36 mg levonorgestrel dengan diameter 2,4 mm dan panjang 3,4 cm. setelah disusukkan keenam kapsul akan mengeluarkan 80 mcg levonorgestrel per hari selama 6-18 bulam pertama. Norplant generasi kedua, terdiri atas 2 kapsul dengan diameter 2,4 mm dan panjang 4,4 cm.
    Mekanisme kerja Implant progestin (norplant system) terutama adalah sebagai berikut :
1)        Menekan ovulasi; lebih 80 % pemakai Norplant pada tahun-tahun pertama tidak mengalami ovulasi.
2)        Membuat gtah serviks menjadi kental.
3)        Membuat endometrium tidak siap menerima kehamilan.
Pemasangan Norplant
Pasien berbaring di tempat tidur. Tangan kiri atau tanga kanan (bila kidal) diletakkan di samping badan dengan bagian voler di atas. Lengan atas mulai dari lipat siku sampai pergelangan bahu dicuci dengan larutan antiseptic. Pada tempat yang avaskular, kira-kira 6-10 cm dari lipat suku, disuntikkan anestesi local subkutan ke daerah dimana susuk akan dipasang  (berbentuk kipas). Pada tempat bekas tusukan jarum suntuik, dilakukan insisi 3-4 mm. trokar dimasukkan subkutan sampai agris batas ke daerah yang telah dianestesi secara sistematis mulai dari medial ke lateral atau sebaliknya. Kapsul norplant dimasukkan melalui trokar, lalu didorong dengan alat pendorong sampai terasa tertahan. Kemudian trokar ditarik keluar sampai garis batas.
Untuk mengetahui bahwa kapsul sudah keluar semua dari trokar, masukkan alat pendorong ke dalam trokar sampai tidak ada tahanan lagi.  Selanjutnya trokar dimasukkan lagi ke sebalah Norplant yang pertama. Demikian seterusnya sampai keenam kapsul terpasang. Selanjutnya luka insisi ditutup dengan band-aid dan ditutup lagi dengan aerosol adhesive. Kemudian dilapisi dengan kasa steril dan dibalut.
Setelah Norplant selesai dipasang, pasien dipesan dating untuk follow-up, 2 minggu, 13 bulan, 25 bulan, 37 bulan, 49 bulan dan 61 bulan kemudian atau bila ada keluhan. Pasien diminta untuk tidak membuka balutan dan menjaga agar tidak basah selama 3 hari pertama.
Pelepasan Norplant
Pelepasan dapat dilakukan setiap saat bila diinginkan. Sebelum pelepasan, sebaiknya dilakukan perabaan terhadap Norplant yang akan dilepas. Bila diperlukan, berikan tanda/gambar dari kapsul Norplant yang akan dilepas. Setelah tindakan dan antisepsis, diberikan anestesi local dibawah ujung-ujung kapsul Norplant 1-2 ml. Buat insisi 3-4 mm. insisi tidak perlu di tempat yang sama dengan insisi pemasangan. Secara tumpul dengan artery forceps, kapsul Norplant dibebaskan dari jaringan sekitarnya.
Selanjutnya kapsul Norplant dilepas dengan cara (a) blind, yaitu arteri forceps dengan tuntunan tangan kiri menjepit ujung kapsul, lalu kapsul  ditarik keluar satu demi satu atau (b) avue, yaitu ujung kapsul  setelah dibebaskan dari jaringan sekitarnya, dipresentasikan ke lubang insisi, selanjtnya setelah dibersihkan dari jaringan ikat , kapsul diangkat satu persatu.
Setelah semua kapsul diangkat luka ditutup dengan band-aid. Jahitan tidak diperlukan. Selanjutnya dilapisi kasa steril dan dibalut. Kadang-kadang tidak semua kapsul dapat di angkat. Dalam keadaan demikian, kapsul yang masih tertinggal dapat direncanakan diangkat kemudian (misalnya 1-2 minggu lagi). Petunjuk untuk akseptor sama seperti pada waktu pemasangan.
Efek  Sampingan
Efek sampingan utama dari kontrasepsi progestin adalah gangguan siklus haid berupad perdarahan tidak teratur, perdarahan bercak, dan amenorea. Perdarahan banyak dan lama jarang sekali terjadi. Sebagian besar penghentian pemakaian kontrasepsi progestin disebabkan gangguan pola perdarahan.
Dalam menghadapai keluhan perdarahan pada pemakai kontrasepsi progestin pertama-tama harus disingkirkan perdarahan yang berhubungan dengan infeksi, kelainan faktor pembekuan, dan keganasan. Sampai saat ini patofisologi terjadinya perdarahan pada akseptor kontrasepsi progestin masih belum banyak diketahui. Oleh karena itu pengobatannya masih bermacm-macam. Terdapat beberapa cara pengobatan yang dipakai untuk menghantikan perdarahan pada akseptor kontrasepsi progestin, antara lain : (1) konseling (2) pemeriksaan fisik , ginekologik, dan labiratorium, (3) penbrian progestin, (4) pemberian estrogen, (5) pemberian vitamin, ferrum, atau placebo, dan (6) kuretase.
5.    Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
a.    Pendahuluan:
1)      AKDR adalah alat kontrasepsi yang dipasang di dalam rahim terbuat  dari rangka plastik yang lentur dan benang dengan tembaga atau hormon progestin. 
2)      sangat fektif, reversible dan berjangka panjang (dapat sampai 10 tahun: CuT-380A)
3)      haisd menjadi lebih lama dan lebih banyak
4)      pemasangan dan pencabutan memerlukan pelatihan
5)      dapat dipakai oleh semua perempuan usia produksi.
6)      Tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar pada Infeksi Menular Seksual (IMS).
b.      Jenis-jenis AKDR
Gambar 2. Jenis AKDR
1)        Lippes-Loop
2)        Saf-T-Coil
3)        Dana-Super
4)        Copper-T (Gyne-T)
5)        Copper-7 (Gravigard)
6)        Multiload
7)        Progesterone IUD, dll
Gambar 2..









Dari berbagai jenis IUD di atas, saat ini yang umum beredar dipakai di Indonesia ada 3 macam jenis yaitu :
1)   IUD Copper T, terbentuk dari rangka plastik yang lentur dan tembaga yang berada pada kedua lengan IUD dan batang IUD. Bentuk IUD Copper T sebagai berikut : 
                       



2)      IUD Nova T, terbentuk dari rangka plastik dan tembaga. Pada ujung lengan IUD bentuknya agak melengkung tanpa ada tembaga, tembaga hanya ada pada batang IUD. Gambar IUD Nova T :






3)      IUD Mirena, terbentuk dari rangka plastik yang dikelilingi oleh silinder pelepas hormon Levonolgestrel (hormon progesteron) sehingga IUD ini dapat dipakai oleh ibu menyusui karena tidak menghambat ASI. Bentuknya seperti ini :




c.         Cara kerja
1)      Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba fallopi.
2)      Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
3)      AKDR bekerja terutama mencegah sperma atau ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk kedalam alat reproduksi perempuan dang mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.
4)      Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.

d.        Keuntungan
1)      Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi. Sanagt efektif → 0,6 – 0,8 kehamilan/perempuan dalam I tahun pertama (kegagalan dalam 125-170 kehamilan)
2)      AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan.
3)      Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti)
4)      Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.
5)      Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
6)      Meningkatkan kenyaman seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.
7)      Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A)
8)      Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
9)      Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi).
10)  Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir)
11)  Tidak ada interaksi dengan obat-obat.
12)  Membantu mencegah kehamilan ektopik.
e.         Kerugian
1)      Efek samping yang umum terjadi:
a)      Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan)
b)      Haid lebih lama dan banyak
c)      Perdarahan (spotting) antar menstruasi.
d)     Saad haid lebih sakit.
2)      Komplikasi lain:
a)      Merasakan sakit dan kejang selama 3 samapai 5 hari setelah pemasangan
b)      Perdarahan hebat pada waktu haid yang memungkinkan penyebab anemia.
c)      Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar)
3)      Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS
4)      Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan.
5)      Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR. PRP dapat memicu infertilitas.
6)      Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvic diperlukan dalam pemasangan AKDR. Sering kali perempuan takut selama pemasangan.
7)      Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan AKDR. Biasanya menghilang 1-2 hari.
8)      Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri.
9)      Mungkin AKDR akan keluar dari uterus tanpa diketahui (sering terjadi apabila AKDR dipasang segera sesudah melahirkan).
10)  Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena fungsi AKDR untuk mencegah kehamilan normal.
11)  Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu kewaktu. Untuk melalukan ini perempuan harus memasukkan jarinya kedalam vagina, tetapi sebagian perempuan tidak mau melakukan ini.
f.       Yang dapat menggunakan
1)      Usia reproduktif
2)      Keadaan nulipara
3)      Menginginkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang
4)      Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi.
5)      Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya.
6)      Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi.
7)      Resiko rendah dari IMS
8)      Tidak menghendaki metode hormonal
9)      Tidak menyukai utnuk mengingat-ingat minum pil setiap hari.
10)  Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari setelah senggama
11)  Gemuk maupun kurus
12)  Perokok
13)  Sedang memakai antibiotic atau antikejang
g.      Yang tidak dibolehkan menggunakan AKDR
1)      Sedang hamil (diketahui hami atau kemungkinan hamil)
2)      Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi)
3)      Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis)
4)      Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septic
5)      Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri
6)      Penyakit trofoblas yang ganas
7)      Diketahui menderita TBC pelvic
8)      Kanker alat genital
9)      Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm
6.    Kontrasepsi mantap
a.    Kontrasepsi mantap pada pria : Vasektomi
     Vasektomi merupakan operasi kecil dan merupakan operasi yang lebih ringan dari pada sirkumsisi pada pria. Bekas operasi hanya berupa satu luka di tengah atau luka kecil di kanan kiri skrotum. Vasektomi berguna untuk menghalangi transport spermatozoa di vas deferens. Vasektomi dilakukan memalui sebuah insisi kecil di skrotum, dan lumen vas deferens dirusak untuk menghambat lewatnya sperma dari testis. Dibandingkan dengan vasektomi, sterilisasi wanita memiliki angka komplikasi 20 kali lebih besar, angka kegagalan 10 sampai 37 kali lipat, dan biaya tiga kali lipat. Kekurangan vasektomi adalah bahwa sterilitas tidak langsung terjadi. Ekspulsi sperma total yang tersimpan di saluran reproduksi setelah bagian vas deferens yang dirusak memerlukan waktu sekitar 3 bulan atau 20 kali ejakulasi (Leveno, 2009).
     Kelompok kerja pakar mengkaji bukti yang menyatakan bahwa ejakulasi sebanyak 20 kali pascavasektomi (tanpa menunggu sampai 3 bulan) tidak dapat dijadikan acuan untuk memastikan efektivitas vasektomi. Akan tetapi, laki-laki tersebut boleh melanjutkan aktivitas seksual (menggunakan kontrasepsi) dalam masa menunggu 3 bulan pascavasektomi untuk membersihkan sisa sperma (WHO, 2009).
Gambar 2. Vasektomi
                                

 

























Ada beberapa keuntungan yang diperoleh apabila melakukan kontrasepsi mantap pria atau vasektomi ini, seperti tidak akan mengganggu ereksi, potensi seksual, produksi hormon, lebih praktis, efektif dan ekonomis, serta bersifat permanen. Sedangkan kerugian atau kelemahannya adalah harus memakai kontrasepsi lain (kondom) selama beberapa hari atau minggu setelah vasektomi sampai sel sperma menjadi negatif.
Pada umumnya apabila tindakan medis kontap pria dilakukan secara benar, keberhasilannya amat tinggi yakni sebesar 99%. Artinya 99 dari 100 persen vasektomi terjamin untuk tidak mempunyai keturunan lagi. Adanya kegagalan dimungkinkan karena rekanalisasi spontan.
b.      Kontrasepsi Mantap wanita : Tubektomi








Tubektomi pada wanita adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita atau saluran bibit pria yang mengakibatkan   orang/pasangan  yang bersangkutan  tidak akan mendapatkan keturunan  lagi. Kontrasepsi ini hanya dipakai untuk jangka panjang, walaupun kadang-kadang masih dapat dipulihkan kembali seperti semula (Hanifa, 1999, p:924)
Dahulu disebut sterilisasi dan dilakukan terutama atas indikasi medic, misalnya kelainan jiwa, kemungkinan hamil yang dapat membahayakan jiwa ibu, atau penyakit keturunan. Peledakan penduduk dunia telah mengubah konsep itu, sehingga kini telah dilakukan untuk membatasi jumlah anak. (Hanifa, 1999, p:924)
1)      Cara Tubektomi
Tubektomi dapat dibagi berdasarkan atas :
a)      Saat operasi
Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan, atau masa interval, sesudah suatu keguguran tubektomi dapat langsung dilakukan.
Dianjurkan agar tubektomi pasca persalinan lebih baik dilakukan dalam 24 jam atau selambat-lambatnya dalam 48 jam setelah bersalin. Tubektomi pasca persalinan lewat 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba, infeksi dan kegagalan. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke-7-10 pasca persalinan. Tubektomi setelah hari itu akan lebih sulit dilakukan karena alat-alat genital telah menciut dan mudah berdarah. (Hanifa, 1999, p: 924).
b)      Cara mencapai tuba Dengan menyumbat dan menutup saluran telur:
(1)     Laparoskopi
     Suatu teknik operasi yang menggunakan alat berdiameter 5 hingga 12 mm untuk menggantikan tangan dokter bedah melakukan prosedur bedah didalam rongga perut. Untuk melihat organ didalam perut tersebut digunakan kamera yang juga berukuran mini dengan terlebih dahulu dimasukkan gas untuk membuat ruangan dirongga perut lebih luas.Dokter bedah melakukan pembedahan dengan melihat layar monitor dan mengoperasikan alat tersebut dengan kedua tangannya. 
(2)     Mini-Laparotomi
     Mini-Laparotomi (minilap) adalah suatu cara sterilisasi yaitu dengan operasi kecil untuk mencapai saluran telur,  melalui sayatan kecil sepanjang 1-2,5 cm pada dinding  perut. Laparostomi khusus untuk tubektomi ini paling mudah dilakukan 1-2 hari pascapersalinan. Pasien dalam keadaan tirah baring.
(3)     Laparotomi
     Cara mencapai tuba melalui laparotomi biasa, terutama pada masa pasca persalinan, merupakan cara yang banyak dilakukan diindonesia sebelum tahun tujuh puluhan. Tubektomi juga dilakukan bersamaan dengan seksio sesarea, dimana kehamilan selanjutnya tidak diinginkan lagi. Sebaiknya laparotomi harus dijadikan kesempatan untuk menawarkan tubektomi.
c)      Dengan memotong saluran telur (tubektomi) :
(1)     Cara Pomeroy
     Cari tuba lalu angkat pada pertengahannya sampai membentuk lengkungan. Bagian yang berada dibawah klem, diikat dengan benang yg dapat diserap oleh jaringan. Lakukan pemotongan (tubektomi) pada bagian atas ikatan, setelah luka sembuh dan
benang ikatan diserap, kedua ujung tuba akan berpisah satu
dan lainnya.
(2)     Cara Kroener
      Cari tuba lalu angkat pada fimbria dengan klem, buatlah dua ikatan, lakukan fimbriektomi pada ujung  yang tidak diikat.
(3)     Cara Madlener
     Cari tuba, angkat pada pertengahannya dan klem. bagian bawah klem, diikat dengan benang yang mudah diserap oleh jaring kemudian klem dilepas dan dibiarkan tanpa dilakukan pemotongan.
(4)      Cara Aldridge
     Buat insisi kecil pada peritonium, buka sedikit dengan klem.Tangkap fimbira, lalu tanamkan kedalam atau dibawah ligamentum. Luka dijahit dengan beberapa jahitan.
(5)     Cara Uchida
     Tuba dicari dan dikaitkeluar, kemudian disekitar ampula tuba disuntikkan larutan salin-adrenalin. Didaerah ini di lakukan insisi kecil, tuba diikat kemudian dipotong(tubektomi).
(6)     Cara Irving
      Tuba diikat pada dua tempat dengan benang yang dapat diserap, lalu dilakukan tubektomi diantara kedua ikatan. Dibuat insisi kecil kedalam miometrium pada sudut tuba fundus uteri. Ujung sebelah proksimal dibenamkan kedalam insisi miometrium tadi. Ujung bagian distal boleh pula dibenamkan ke ligamentum latum.
d)     Dengan menjepit saluran telur :
 Menggunakan klip atau menggunakan  cincin (cincin Fallopi dan Yoon).
e)       Dengan membakar saluran telur dengan  menggunakan aliran listrik :
 Fulgurasi, Koagulasi, dan Kauterisasi.
2)      Indikasi Dan Kontraindikasi
Indikasi :
a)      Indikasi medis umum
Apabila adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila wanita ini hamil lagi.
(1)   Gangguan fisik : tuberculosis, penyakit jantung, penyakit ginjal, kanker payudara, dan sebagainya.
(2)    Gangguan psikis : skizofrenia, dan sebagainya
b)      Indikasi medis obstetric
Yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio sesarea berulang, abortus yang berulang dan sebagainya.
c)      Indikasi medis ginekologik
Yaitu disaat melakukan operasi ginekologik dapat pula dipertimbangkan untuk sekaligus melakukan sterilisasi.
d)     Indikasi sosial-ekonomi
Yaitu indikasi berdasarkan banyaknya anak dengan sosial-ekonomi yang rendah.
Kontraindikasi :                          
a)      Hamil.
b)       Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan.
c)       Infeksi sistemik atau pelvik yang akut.
d)     Tidak boleh menjalani proses pembedahan
e)      Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan.
f)       Ibu dalam keadaan menstruasi dengan usia reproduksi.
g)      Belum memberikan persetujuan tertulis.
3)      Kapan Dilakukan
a)      Masa interval : Sebaiknya setelah selesai menstruasi.
b)      Pasca persalinan (postpartum) :Sebaiknya dilakukan dalam 24 jam atau selambat-lambatnya 48 jam pasca persalinan. Karena setelah lebih dari 48 jam, opeasi dipersulit oleh adanya edema tuba dan infeksi yang akan menyebabkan kegagalan fertilisasi. Bila dilakukan setelah hari ke 7-10 pasca bedah, uterus dan alat-alat genital lainnya telah mengecil dan menciut, maka operasi akan lebih sulit, mudah berdarah, dan infeksi.
c)      Pasca keguguran (postabortus). :Sesudah abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi.
d)     Sewaktu operasi membuka perut :Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut hendaknya harus dipikirkan apakah wanita tersebut sudah mempunyai indikasi untuk dilakukan sterilisasi. Hal ini harus diterangkan kepada pasangan suami istri karena kesempatan ini dapat sekaligus digunakan untuk melakukan kontrasepsi mantap.
4)      Kelebihan Dan Kekurangan
a)      Kelebihan :
(1)   Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan).
(2)   Tidak mempengaruhi proses menyusui.
(3)   Tidak bergantung pada faktor senggama, baik bagi klien yang apabila kehamilan akan menjadi faktor resiko kesehatan yang serius.
(4)   Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anastesi lokal.
(5)   Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
(6)   Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium).
(7)   Berkurangnya resiko kanker ovarium.
b)      Kekurangan :
(1)   Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan kembali).
(2)   Klien dapat menyesal di kemudian hari.
(3)   Resiko komplikasi kecil (meningkat apabila digunakan anestesi umum).
(4)   Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan.
(5)   Dilakukan oleh dokter yang telatih (dibutuhkan dokter spesialis ginekologi atau dokter spesialis bedah untuk proses laparoskopi).

(6)   Tidak melindungi diri dari PMS, termasuk HIV/AIDS.
Daftar Pustaka

Barrios, Diana. 2010. Post Partum: Maternal Physiologic Changes. Merritt Collage.
Bahiyatun. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC
Bobak. 2004. Buku ajar keperawatan maternitas. Ed. 4. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada praktik klinis. Edisi 9. Jakarta: EGC

Cunningham, F. G. et. al. 2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar – dasar keperawatan maternitas. Ed. 6 . Jakarta: EGC
Hidayati, Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan patologis. Jakarta: Salemba Medika.
Henderson, Christine. 2005. Buku ajar konsep kebidanan. Jakarta : EGC
Lauralee, Sherwood. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta : EGC
Llwellyn-Jones, Derek. 2001. Dasar-dasar obstetric dan ginekologi. Jakarta : Hipokretes
Perry, Shannon E. 2010. Maternal child nursing care. Jakarta : EGC
Potter, Patricia A. 2005. Buku ajar fundametal keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC
Rabe, Thomas. 2002. Buku saku ilmu kebidanan. Jakarta : Hipokrates
Rachimhadhi, T. 2010. Ilmu kebidanan. Ed. 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
Saleha, 2009. Asuhan kebidanan pada masa nifas. Jakarta: Salemba Medika
Susan L. Elrod & William D. Stanfield. 2006. Genetika, edisi 4. Jakarta : Erlangga
Swearingen, P. L. 2000. Keperawatan medikal bedah edisi 2. Jakarta: EGC
Walsh, Linda V.2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta :EGC
Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Ed.3. Jakarta: Yayasan Rachimhadhi Sarwono Prawirohardjo.




No comments:

Post a Comment

Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat