google adsense

Monday, August 7, 2017

Penyalahgunaan Napza

D.    Penyalahgunaan Napza
1.      Pengertian penyalahgunaan NAZPA
     NAPZA adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. NAPZA biasanya sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran( Martono,2006,p:14)
     Napza merupakan seingkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Narkotika merupakan suatu 0bat / sat alami, sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi rasa neyri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungan zat jika dipakai secara terus menerus. Contohnya ganja, heroin dann kokain. Psikotropika adalah suatu zat/obat , sinetsis maupun semisintesis yang berkhasiat pada sistem saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku. Contohnya stimulan. Zat adiktif lainnya adalah zat,bahan kimia, dan biologi dalam bentuk campuran yang dapat membahayakan kesehatan. Contohnya minuman beralkohol.
     Penyalahgunaan zat dapat didefinisikan sebagai penggunaan obat dengan cara yang tidak sesuai dengan norma sosial atau standar medis walaupun terdapat konsekuensi negatif (Videbeck,2008,p:530).
2.      Jenis obat yang disalahgunakan
     Obat yang disahgunakan umumnya di golongkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :
a.       Depresan (nama dagang Valium, Rohypnol, Magadon)
     Depresan adalah obat yang menghambat atau mengekang aktivitas saraf pusat. Obat tersebut mengurangi rasa cemas dan tegang, menyebabkan gerakan kita menjadi lebih lambat. Dalam dosis tinggi, deperesan dapat menahan fungsi vital dan menyebabkan kematian. Contohnya seperti alkohol dan opioid. Alkohol mengandung depresan yang dibut etanol (etil alkohol) dapat menyebabkan kematian bila di konsumsi dalam jumlah besar karena efeknya menekan respirasi. Contohnya beer,anggur dan vodka. Opioid  digunakan untuk obat adiktif yang memiliki kemampuan melepaskan rasa sakit dan menyebabkan tidur. Nama dagang opioid narcan ataupun nalorex. Contoh dari opioid morphin dan heroin.  


b.      Stimulan (obat perangsang)
     Stimulan merupakan zat yang dapat meningkatkan aktivitas sistem saraf. Contohnya seperti amfetamin dan kokain. Amfetamin bila digunakan dalam dosis yang tinggi dapat menghasilkan euforia secara cepat, efek umumnya menekan nafsu makan, mual ataupun sakit kepala. Amfetamin biasa disebut dengan shabu-shabu, nama dagangnya dexedrine. Kokain dapat menimbulkan sindrom putus zat jika penggunaan yang berkepanjangan, efek umum nya bisa disertai dengan euforia, peningkatan TD, sakit kepala ataupun mual.
c.       Halusinogen
     Halusinogen merupakan golongan obat yang mnenghasilkan distorsi sensori atau halusinasi, termasuk perubahan besar dalam persepsi warna dan pendengaran. Halusinogen dapat juga memilki efek tambahan seperti relaksasi dan euphoria. Contoh nya LSD (Lysergic  Acid Diethylamide) merupakan obat yang dapat memperluas halusinasi atau membuka dunia baru, nama dagangnya delysid. Psilocybin dapat menyebabkan efek selain halusinasi seperti peningkatan TD, keringat berlebihan atau peningkatan detak jantung. Marijuana atau yang biasa disebut ganja dan bisa menghasilkan halusinasi minor, dan efek umumnya nafsu makan bertambah, suka tertawa kecil.       
3.      Jenis penyalahgunaan zat
     Banyak zat yang dapat digunakan dan disalahgunakan, beberapa diantaranya dapat diperoleh secara legal dan beberapa ilegal. Penyalahgunaan lebih dari satu zat disebut penyalahgunaan polisubstansia. Diagnostic and Statistical Manual IV - Text Revision (DSM IV-TR) memuat 11 kelas diagnostik penyalahgunaan zat (alkohol, amfetamin atau simpatomimetik yang bereaksi sama, kafein, kanabis, kokain, halusinogen, inhalan, nikotin, opioid, fensiklidin(PCP)/obat yang bereaksi sama, sedatif, hipnotik, atau ansiolitik). DSM IV-TR juga mengategorikan jenis gangguan yang berhubungan dengan zat kedalam dua kelompok, yaitu mencakup ganguan penyalahgunaan dan ketergantungan (Videbeck,2008,p:529).
     Penyalahgunaan zat dapat berlangsung untuk periode waktu yang lama atau meningkat menjadi ketergantungan zat, tipe gangguan penyalahgunaan obat termasuk intoksikasi, toleransi, sindrom putus zat dan detoksifikasi. Intoksikasi adalah penggunaan zat yang mengakibatkan perilaku maladaptive. Toleransi adalah kondisi habituasi fisik terhadap suatu obat sehingga dalam penggunaan obat yang cukup sering akan dibutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mendapat efek yang sama. Sindrom putus zat mencakup reaksi psikologis dan fisik yang negatif terjadi ketika berhenti menggunakan zat atau menghentikan penggunaan zat secar dramatis setelah periode penggunaan zat yang berkepanjangan, orang yang mnegalami gejala putus zat seringkali kembali menggunakan zat untuk menghilangkan rasa tidak nyaman akibat putus zat, yang membuat pola adiksi menetap. Detoksifikasi adalah proses putus zat secara aman (Nevid,2005,p:5).
     Ketergantungan penyalahgunaan zat mencakup dua yaitu ketergantungan fisiologis dan ketergantungan psikologis. Ketergantungan fisiologis berarti bahwa tubuh seseorang telah berubah sedemikian rupa sebagai hasil dari penggunaan obat-obatan psioaktif secara teratur sehingga tubuh menjadi ketergantungan pada psokan zat yang stabil. Ketergantungan psikologis mencakup penggunaan obat-obatan secara kompulsif untuk memenuhi kebutuhan psikologis, seperti tergantung pada obat untuk mengatasi stress (Nevid,2005,p:7).
4.      Penyebab penyalahgunaan NAPZA
a.       Faktor biologi
     Anak-anak dari orang tua alkoholik beresiko tinggi mengalami alkoholisme dan ketergantunga obat daripada anak-anak dari orang tua non alkoholik. Peningkatan resiko ini sebagian akibat faktor lingkungan(Videbeck,2008,p:531).
b.      Faktor sosial dan lingkungan
     Faktor budaya, sikap sosisal, prilaku tema sebaya, serta biaya dan ketersediaan zat memengaruhi penggunaan zat awal dan lanjutan.  Konsumsi alkohol meningkat ditempat yang ketersediaan alkohol nya meningkat dan menurun di tempat yang harga alkoholnya meningkat akibat peningkatan pajak. Penggunaan kanabis di masyarakat meskipun ilegal, dipandang kebanyakan orang sebagai hal yang tidak terlalu membahayakan(Videbeck,2008,p:531).
c.       Faktor psikologis
     Selain hubungan genetik, dinamika keluarga diduga memainkan peranan. Anak-anak dari orang tua alkoholik memiliki kemungkinan empat kali mengalami alkoholisme. Inkonsistensi perilaku orang tua, model peran yang buruk, dan kurangnya asuhan membuat mengadopsi gaya koping maladatif yang sama, hubungan yang kacau, dan penyalahgunaan zat. Alkohol dapat digunakan sebagai mekanisme koping atau cara untuk mengurangi stres dan ketegangan, meningkatkan perasaan kuat, dan mengurang iderita psikologis(Videbeck,2008,p:532).
d.      Pertimbangan budaya
     Sikap terhadap penggunaan zat, pola penggunaan, dan perbedaan fisiologi terhadap zat bervariasi pada budaya yang berbeda. Seorang muslim tidak diperbolehkan minum alkohol, tetapi minuman anggur merupakan bagian integral dari tata cara keagamaan orang yahudi(Videbeck,2008,p:532).
5.      Rentang respon penyalahgunaan NAPZA
     Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku ang ditunjukkan oleh pengguna NAPZA.
Respon adaptif                                                                      Respon Maladaptif
 




   Eksperimental      Rekreasional    Situasional   Peyalahgunaan   Ketergantungan
Gambar 1.4 rentang respon penyalahgunaan NAPZA (Yosep, 2007)
a.       Eksperimental: Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tahu dari remaja. Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya, klien biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba.
b.      Rekreasional: Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama temantemannya.
c.       Situasional: Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai masalah, stres, dan frustasi.
d.      Penyalahgunaan: Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
e.       Ketergantungan: Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai) sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan. Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang biasa diinginkannya.
6.      Dampak penyalahgunaan NAPZA
     Martono (2006,p:17-19) menjelaskan bahwa penyalahgunaan NAPZA mempunyai dampak yang sangat luas bagi pemakainya (diri sendiri), keluarga, pihak sekolah (pendidikan), serta masyarakat, bangsa, dan negara.
a.       Bagi diri sendiri
     Penyalahgunaan NAPZA dapat mengakibatkan erganggunya fungsi otak dan perkembangan moral pemakainya, intoksikasi (keracunan), overdosis (OD), yang dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan dan perdarahan otak, kekambuhan, gangguan perilaku (mental sosial), gangguan kesehatan, menurunnya nilai-nilai, dan masalah ekonomi dan hukum.
b.      Bagi keluarga
     Penyalahgunaan NAPZA dalam keluarga dapatcmengakibatkan suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu. Dimana orang tua akan merasa malu karena memilki anak pecandu, merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan anak mereka. Stres keluarga meningkat, merasa putus asa karena pengeluaran yang meningkat akibat pemakaian narkoba ataupun melihat anak yang harus berulangkali dirawat atau bahkan menjadi penghuni di rumah tahanan maupun lembaga pemasyarakatan.
c.       Bagi pendidikan atau sekolah
     NAPZA akan merusak disiplin dan motivasi yang sangat tinggi untuk proses belajar. Penyalahgunaan NAPZA berhubungan dengan kejahatan dan perilaku asosial lain yang menganggu suasana tertib dan aman, rusaknya barang-barang sekolah dan meningkatnya perkelahian.
d.      Bagi masyarakat, bangsa, dan Negara
     Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan terciptanya hubungan pengedar narkoba dengan korbannya sehingga terbentuk pasar gelap perdagangan NAPZA yang sangat sulit diputuskan mata rantainya. Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan terancam.
7.      Penanganan penyalahgunaan NAPZA
Nevid (2005,p:32-39) mengemukakan penanganan penyalahgunaan NAPZA dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :
a.       Penanagan biologis
     Makin banyak penangana biologis yang digunakan dalam menangani masalah penyalahgunaan dan ketergantungan zat. Untuk orang dengan ketergantungan kimiawi, penanganan biologis umumnya dimulai dengan detoksifikasi yang membantu mereka melewati sindrom putus zat.
b.      Penanganan behavioral
     Penggunaan terapi perilaku atau terapi perilaku dalam menangani penyalahgunaan dan ketergantungan zat menekankan pada modifikasi pola prilaku penyalahgunaan dpenden. Strategi self-control sering digunakan pada penangan behavioral, strategi ini berfokus pada individu mengembangkan keterampilan yang dapat mereka gunakan untuk mengubah perilaku mereka. Strategi aversive conditioning, strategi ini berfokus pada strategi yang berhubungan dengan penyalahgunaan untuk membuat penyalahgunaan kurang menarik. Dalam kasus masalah minum, rasa minuman yang beralkohol yang berbeda biasanya di pasangkan dengan zat kimia yang menyebabkan mual dan muntah atau pun dengan kejutan listrik.
c.       Penanganan psikodinamika
     Psikoanalis memandang penyalahgunaan dan ketergantungan zat sebagai tanda terjadinya konflik yang berakar pada pengalaman masa kecil atau masa lalu.
d.      Penanganan kelompok pendukung nonprofesional
     Terlepas dari kompleksitas berbagai faktor yang berkontribusi pada penyalgunaan dan ketergantungan zat, masalah-masalah ini sering ditangani oleh orang awan atau nonprofesional. Orang seperti ini sering memiliki atau pernah memilki masalah yang sama.

8.      Proses Keperawatan Pasien Dengan Penyalahgunaan Zat (Napza)
a.       Pengkajian
1)      Riwayat
     Klien dapat melaporkan kehidupan keluarga yang kacau, dengan salah satu orang tua atau anggota keluarga lain. Klien biasanya menggambarkan beberapa macam krisis yang mencetuskan terapi, seperti masalah fisik atau perkembangan gejala putus alkohol walaupun diobati untuk kondisi yang lain. Biasanya orang lain dilibatkan dalam keputusan klien untuk mencari terapi, seperti pengusaha yang terancam kehilangan usahanya, atau pasangan atau rekan yang terancam kehilangan hubungan. Klien jarang memutuskan untuk mencari terapi secara mandiri, tanpa pengaruh dari luar (Videbeck, 2008, p.544).
2)      Penampilan umum dan perilaku motorik
     Penampilan dan bicara klien mungkin normal, atau klien mungkin tampak cemas, letih, dan berantakan jika ia baru saja menyelesaikan proses detoksifikasi yang sulit. Klien dapat terlihat sakit secara fisik, bergantug pada status kesehatannya secara keseluruhan dan setiap masalah kesehatan yang terjadi akibat penggunaan zat. Kebanyakan klien sedikit khawatir dengan terapi. Hal ini mungkin pertama kali setelah waktu yang lama klien harus menghadapi berbagai kesulitan tanpa bantuan zat psikoaktif.

3)      Mood dan afek
     Rentang mood dan afek yang luas mungkin terjadi. Beberapa klien terlihat sedih dan menangis, dengan mengungkapkan rasa bersalah dan penyesalan atas perilaku dan keadaan mereka. Klien lain dapat menjadi marah dan kasar atau tenang dan murung, tidak mau berbicara kepada perawat. Iritabilitas biasa terjadi karena klien baru saja terbebas dari zat. Klien dapat merasa senang dan terlihat gembira, tampak tidak terpengaruh oleh situasi, terutama apabila ia masih menyangkal penggunaan zat (Videbeck, 2008, p.544).
4)      Proses dan isi pikir
     Klien mungkin meremehkan penggunaan zat, menyalahkan orang lain atas masalah mereka, dan merasionalisasi perilaku mereka. Klien mungkin berpikir bahwa mereka tidak dapat bertahan tanpa zat, atau mungkin mengungkapkan tidak mau melakukannya. Mereka mungkin memfokuskan perhatian mereka pada keuangan, isu legal, atau masalah pekerjaan sebagai sumber utama kesulitan mereka, bukan penggunaan zat. Mereka mungkin percaya bahwa mereka dapat berhenti “atas kemauan mereka sendiri” apabila mereka menginginkannya, dan terus menyangkal atau meremehkan besarnya masalah.
5)      Sensorium dan proses intelektual
     Klien biasanya terorientasi dan sadar, kecuali jika mereka menglami efek putus zat yang lama. Kemampuan intelektual utuh kecuali jika klien mengalami defisit neurologis akibat penggunaan alkohol dalam jangka panjang atau penggunaan inhalan.
6)      Penilaian dan daya tilik
     Klien mungkin melakukan penilaian yang buruk, terutama ketika berada di bawah pengaruh zat. Penilaian klien masih dapat dipengaruhi: klien dapat berprilaku impulsif, seperti menghentikan terapi untuk mendapatkan zat yang dipilihnya. Daya tilik biasanya terbatas terkait dengan penggunaan zat. Klien mungkin mengalami kesulitan  mengakui perilakunya ketika menggunakan zat, atau tidak dapat melihat bahwa kehilangan pekerjaan atau hubungan terkait dengan penggunaan zat. Klien dapat tetap yakin bahwa ia dapat mengendalikan penggunaan zat (Videbeck, 2008, p.546).
7)      Konsep diri
     Klien biasanya mempunyai harga diri rendah. Klien tidak merasa mampu untuk menghadapi kehidupan dan stres tanpa zat dan sering merasa tidak nyamandi sekitar orang lain ketika tidak menggunakan zat. Klien sering kesulitan dalam mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan yang sebenarnya, di masa lalu lebih suka menghilangkan perasaan dan menghindari setiap derita atau kesulitan pribadi dengan bantuan zat.
8)      Peran dan hubungan
     Klien biasanya mengalami banyak kesulitan dengan peran sosial, keluarga, dan peran pekerjaan. Ketidakhadiran dan performa kerja  yang buruk biasa terjadi. Anggota keluarga sering memberi tahu klien bahwa penggunaan zat adalah suatu masalah, dan hal tersebut dapat menjadi pokok perdebatan keluarga. Hubungan dalam keluarga sering mengalami ketegangan. Klien dapat marah pada anggota keluarga yang berperan membawanya ke tempat terapi atau yang mengan cam akan kehilangan hubungan yang signifikan.
9)      Pertimbangan fisiologis
     Banyak klien mempunyai riwayat gizi buruk (lebih baik menggunakan zat daripada makan) dan gangguan tidur yang terjadi di luar detoksifikasi. Klien dapat mengalami kerusakan hati akibat minum alkohol, hepatis atau infeksi HIV akibat penggunaan obat intravena, atau kerusakan neurologis atau paru akibat menggunakan inhalan.
b.      Diagnosa
1)      Analisis data
     Menurut Videbeck (2008, p.546) setiap klien mempunyai diagnosis keperawatan spesifik untuk status kesehatan fisiknya. Hal ini dapat mencakup:
a)      Perubahan nutirisi: kurang dari kebutuhan tubuh
b)      Risiko infeksi
c)      Risiko cedera
d)     Diare
e)      Kelebihan volume cairan
f)       Intoleran aktivitas
g)      Defisit perawatn diri
  Diagnosis keperawatan yang biasa digunakan ketika menangani klien yang menggunakan zat mencakup:
a)      Penyangkalan tidak efektif
b)      Perubahan performa peran
c)      Perubahan proses keluarga: alkoholisme
d)     Ketidakefektifan koping individu.
2)      Identifikasi hasil
Menurut Videbeck (2008), Hasil terapi untuk klien yang menggunakan zat dapat mencakup:
a)      Klien akan berhenti minum alkohol dan menggunakan zat.
b)      Klien akan mengungkapkan perasaannya secara terbuka dan langsung.
c)      Klien akan menyatakan kesediaannya untuk bertanggung jawab atas perilakunya.
d)     Klien akan mempraktikkan alternatif nonkimia untuk menghadapi stres atau situasi yang sulit.
e)      Klien akan menetapkan rencana setelah perawatan yang efektif.



b.      Diagnosa dan perencanaan (Intervensi)
Dx I: koping individu tidak efektif
Tujuan Jangka-Pendek
Intervensi
Rasional
Pasien akan mengganti respon koping yang sehat terhadap perilaku penyalahgunaan zat.
a.       Bantu pasien mengidentifikasi perilaku penyalahgunaan zat dan konsekuensinya.
b.      Bantu pasien untuk mengidentifikasi masalah penyalahgunaan zat
c.       Libatkan pasien dalam menggambarkan situasi yang menyebabkan perilaku penyalahgunaan zat.
d.      Berikan dukungan secara konsisten dan harapan bahwa pasien mampu menghadapi masalah tersebut.
a.    Motivasi untuk perubahan ini terkait dengan pengakuan atas masalah yang menjengkelkan pada pasien.
b.    Identifikasi faktor predisposisi dan pemicu stres harus direncanakan terlebih dahulu untuk respon perilaku yang lebih adaptif.
Pasien akan bertanggung jawab atas perilaku yang ia lakukan.
a.    Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam program pengobatan
b.    Buat kontrak tertulis dengan pasien untuk perubahan perilaku yang ditanda tangani oleh pasien dan perawat.
c.    Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan mengadopsi respon koping yang sehat.
a.    Penolakan dan rasionalisasi adalah mekanisme koping disfungsional yang dapat mengganggu pemulihan
b.    Komitmen pribadi akan meningkatkan kemungkinan pantang sukses

Pasien akan mengidentifikasi dan menggunakan sistem dukungan sosial
a.    Identifikasi dan kaji sistem dukungan sosial yang tersedia untuk pasien.
b.    Berikan dukungan dari orang yang terdekat.
c.    Ajarkan pasien dan orang terdekat tentang masalah penyalahgunaan zat dan dampaknya.
d.   Rujuk pasien pada sumber yang tepat dan berikan dukungan  sampai pasien terlibat dalam program yang telah ditentukan.
a.    Pelaku penyalahgunaan zat sering bergantung pada orang lain dan terisolasi secara sosial, ia menggunakan narkoba untuk mendapatkan kepercayaan diri dalam situasi sosial.
b.    Perilaku penyalahgunaan zat mengasingkan orang terdekat, sehingga meningkatkan isolasi seseorang.
c.    Sulit untuk memanipulasi orang yang telah berpartisipasi dalam perilaku yang sama.
d.   Sistem dukungan sosial harus tersedia dari waktu ke waktu dan dapat diterima oleh pasien.


Dx II: Gangguan persepsi sensori
Kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Pasien akan menghentikan diri dari ketergantungan terhadap penyalahgunaan zat.
a.    Dukung perawatan fisik: TTV, nutrisi, hidrasi, tindakan pencegahan kejang.
b.    Kelola obat sesuai jadwal detoksifikasi.
a.       Detoksifikasi pada pasien yang ketergantungan dapat berbahaya dan selalu tidak nyaman bagi pasien.
b.      Keselamatan fisik pasien harus mendapatkan prioritas tinggi untuk intervensi keperawatan.
Pasien akan berorientasi pada waktu, tempat, orang, dan situasi.
Kaji frekuensi, arahkan pasien jika diperlukan, dan letakkan jam dan kalender ditempat yang dapat dilihat oleh pasien.
Fungsi kognitif biasanya dipengaruhi oleh kecanduan; disorientasi adalah hal yang ditakutkan.
Pasien akan melaporkan gejala dari putus zat
Hati-hati dalam mengamati gejala putus zat dan laporkan dugaan putus zat segera.
Putus zat memberikan motivasi yang kuat untuk kembali menggunakan zat; penilaian mungkin terganggu oleh penggunaan narkoba.
Pasien akan menginterpretasikan dengan benar mengenai rangsangan dari lingkungan.
Jelaskan seluruh intervensi keperawatan, tetapkan staf yang konsisten, pantau cahaya di dalam kamar pasien agar tidak terlalu terang, hindari suara keras, dan ajak keluarga yang dipercaya dan teman untuk tetap bersama pasien.
Perubahan sensori dan persepsi terkait dengan penggunaan narkoba dan alkohol adalah hal yang ditakutkan; konsistensi mengurangi kebutuhan untuk menginterpretasikan rangsangan
Pasien akan mengenali dan menceritakan tentang halusinasi atau delusi.
Observasi respon dari stimulus internal, dorong pasien untuk menggambarkan halusinasi atau delusi, dan jelaskan hubungan dari pengalaman ini dan putus zat  untuk menghindari kecanduan zat.
Membantu pasien untuk mengidentifikasi pengalaman delusi atau halusinasi dan menghubungkannya dengan putus zat  untuk lebih meyakinkan.

Tabel 2.6 Diagnosa dan Intervensi penyalahgunaan NAPZA (Stuart & Laraia, 2005, p. 508-509)
c.       Pelaksanaan (implementasi)
1)      Strategi Pelaksanaan pada pasien menurut Keliat (2006)
SP I
a)      Membina hubungan saling percaya
b)      Mendiskusikan dampak NAPZA
c)      Mendiskusikan cara meningkatkan motivasi
d)     Mendiskusikan cara mengontrol keinginan
e)      Latihan cara meningkatkan motivasi
f)       Latihan cara mengontrol keinginan
g)      Membuat jadwal aktivitas
SP II
a)      Mendiskusikan cara menyelesaikan masalah
b)      Mendiskusikan cara hidup sehat
c)      Latihan cara menyelesaikan masalah
d)     Latihan cara hidup sehat
e)      Mendiskusikan tentang obat

2)      Strategi Pelaksanaan pada keluarga menurut Keliat (2006)
SP I
a)      Mendiskusikan masalah yang dialami
b)      Mendiskusikan tentang NAPZA
c)      Mendiskusikan tahapan penyembuhan
d)     Mendiskusikan cara merawat
e)      Mendiskusikan kondisi yang perlu dirujuk
f)       Latihan cara merawat
SP II
a)      Mendiskusikan cara meningkatkan motivasi
b)      Mendiskusikan pengawasan dalam minum obat

d.      Evaluasi
     Keefektifan terapi penyalahgunaan zat banyak didasarkan pada abstinensi klien dari zat. Selain itu, terapi yang berhasil harus menghasilkan performa peran yang lebih stabil, perbaikan hubungan interpersonal, dan peningkatan kepuasan dengan kualitas kehidupan (Videbeck, 2008, p.548).
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A., Panjaitan. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan  Jiwa, penerbit buku Kedokteran  EGC, Jakarta
Keliat, B. A., (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa, penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta
Stuart & Laraia. (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8th Edition. St. Louis: Mosby.
Videbeck, S. L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. (Renata K. & Alfrina H., penerjemah). Jakarta: EGC.
Yosep, Iyus.(2010). Keperawatan Jiwa. Bandung. Refika Aditama
Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene. B., (2005). Psikologi Abnormal.Penerbit buku Erlangga, jakarta
Martono, Lidya. H. (2008), Peran Orang Tua dalam Mencegah dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta : Balai Pustaka




No comments:

Post a Comment

Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat