google adsense

Friday, August 4, 2017

Komplikasi Yang Terjadi Pada Kehamilan

A.      Komplikasi Yang Terjadi Pada Kehamilan
1.      Komplikasi kehamilan pada trimester I
a.       Hyperemesis gravidarum
1)      Definisi
    Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala yang wajar dan sering kedapatan pada kehamilan trimester I.  Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan  malam hari. Perasaan mual ini disebabkan karena meningkatnya kadar hormone estrogen, dan HCG dalam serum. Pengaruh fisiologik kenaikan hormone ini belum jelas, mungkin karena system saraf pusat atau pengosongan lambung yang berkurang. Biasanya wanita dapat beradaptasi terhadap keadaan ini, namun bisa juga berlangsung hingga 4 bulan. Keadaan inilah yang disebut hyperemesis gravidarum (Wiknjosastro, 2002)
2)   Etiologi
     Beberapa factor predisposisi dan factor lain yang dapat mengakibatkan hyperemesis gravidarum antara lain:
a)      Factor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa factor hormone memegang peranan, karena pada keadaan tersebut hormone khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
b)      Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolic akibat hamil serta resistensi ibu yang menurun terhadap perubahan ini merupakan factor organic
c)      Alergi
d)     Factor psikologik, seperti broken home, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, dll.
3)   Gejala dan tanda
a)      Tingkatan 1= muntah terus menerus, lemah, nafsu makan tidak ada, BB menurun dan nyeri pada epigastrium, ND meningkat sekitar 100/ mnt, TD sistolik menurun, turgor kulit berkurang, lidah kering dan mata cekung
b)      Tingkatan 2= penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih berkurang, lidah kering dan kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik, dan mata ikteris
c)      Tingkatan 3= keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari samnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat; suhu meningkat dan tensi menurun.
4)      Penatalaksanaan
a)      Obat-obatan; tidak memberikan obat yang teratogen. Sedative yang sering diberikan  adalah Phenobarbital. Vitamin yang dianjurkan adalah B1 dan B6.anti histamine juga dianjurkan, seperti drmamin, avomin. Pda keadaan lebih berat diberikan antiemetic seperti disiklomin hidroklorida atau khlorpromasin.
b)      Isolasi; penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara yang baik. Catat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita, sampai muntah berhenti dan penderita mau makan. Tidak diberikan makanan/minuman dan selama 24jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
c)      Terapi psikologik; perlu diyakinkan pada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasatakut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit.
d)     Cairan parenteral; berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2s/d3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium dan vitamin B komplek dan vitamin C, bila ada kekurangan protein dapat diberikan pula asam amino secara intravena.
e)      Penghentian kehamilan; pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medic dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterus, anuria dan pendarahan merupakan manifestasi komplikasi organic. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan.
b.      Abortus
1)      Definisi
     Abortus (abortus, abortion) adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu bertahan hidup dengan berat janin-neonatus yang keluar kurang dari 500 g (Cunningham, et. al., 2005, p.951). Menurut Wiknyosastro (2005, p.302) istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus buatan ialah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik.
2)      Etiologi
     Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat dibagi sebagai berikut.
a)      Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
     Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau cacat. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai berikut:
(1)   Kelainan kromosom.
(2)   Lingkungan di endometrium kurang sempurna yang menyebabkan pemberian makanan pada hasil konsepsi terganggu.
(3)   Pengaruh dari luar, contohnya radiasi, virus, dan obat-obatan.
b)      Kelainan pada plasenta
    Kelainan pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.
c)      Penyakit ibu
     Penyakit mendadak, seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, dan lain-lain dapat menyebabkan abortus.
d)     Kelainan traktus genitalis
   Kelainan traktus genitalis seperti retroversio uteri dan miomata uteri dapat menyebabkan abortus.
3)      Klasifikasi
a)      Abortus spontan
     Abortus spontan merupakan hilangnya kehamilan sebelum tercapainya viabilitas janin (22 minggu gestasi). Adapun tahap-tahapnya yaitu:
(1)   Abortus imminens
     Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, di mana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
     Tanda dan gejala dari abortus ini adalah perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali uterus membesar, serviks belum membuka, dan  tes kehamilan positif.
(2)   Abortus insipiens
     Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan.
     Tanda dan gejala dari abortus insipiensi ini adalah  pada kehamilan lebih dari 12 minggu perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi lebih besar.
(3)   Abortus inkompletus
     Abortus inkompletus ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Tanda dan gejala dari abortus ini yaitu perdarahan banyak sehingga menyebabkan syok, perdarahan akan terhenti jika hasil konsepsi dikeluarkan. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam  kavum  uteri.
(4)   Abortus kompletus
     Pada abortus kompletus  semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Tanda dan gejala dari abortus  yaitu pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah benyak mengecil.
b)      Abortus Provokatus
(1)   Therapeutic abortion, merupakan penghaentian kehamilan dimana janin belum bisa hidup di luar kandungan karena alasan ibu dan janin atau karena alasan penyakit.
(2)   Eugenic abortion, adalah penghentian kehamilan karena janin mengalami kecatatan.
(3)   Elektive abortion, penghentian kehamilan karena keinginan ibu.

4)      Asuhan Keperawatan pada Abortus
a)      Pengkajian
     Menurut Bobak, Lowdermilk dan Jensen (2004), beberapa data subjektif dan objektif yang dapat dikaji antara lain:
(1)   Data subjektif : klien merasa haus, dingin, nyeri sedang sampai dengan berat, nyeri terutama pada abdomen / uterus
(2)   Data objektif: tachicardia, hipotensi, vertigo, diaporesis, proteinuria
b)      Diagnosa keperawatan
     Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain:
(1)   Resiko defisit volume cairan yang berhubungan dengan perdarahan abortif atau pasca bedah.
(2)   Nyeri berhubungan dengan peningkatan kontraksi uterus
(3)   Resiko infeksi yang berhubungan dengan retensi sebagian atau semua PK
(4)   Perubahan penampilan peran yang berhubungan kehilangan janin
(5)   Berduka yang berhubungan dengan kehilangan janin yang diantisipasi atau aktual
c)      Perencanaan
Diagnosa I
(1)   Kaji TTV pada interval sering (tiap 15 mnt x 4; tiap 30 mnt x 2; tiap 1-2 jam sampai stabil; kemudian setiap 4 jam)
(2)   Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
(3)   Pantau semua sekresi dari adanya perdarahan samar atau nyata
(4)   Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap bertambah buruknya dehidrasi, misalnya demam, stress dan program pengobatan
(5)   Tinjau ulang elektrolit, terutama natrium, klorida, kalium, dan kreatinin
(6)   Kaji adanya vertigo atauu hipotensi postural
(7)   Kaji orientasi terhadap orang dan waktu
(8)   Pantau status dehidrasi (kelembaban membran mukosa, keadekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik)
(9)   Pantau hasil lab yang relevan dengan keseimbangan cairan (seperti kadar Ht, BUN, albumin, protein total, osmolalitas serum, dan berat jenis urin)
(10)      Pantau intake dan putput cairan
(11)      Pastikan pasien terhidrasi dengan baik jika pasien akan dioperasi
Diagnosa II
(1)     Pantau dan catat frekuensi dan durasi kontraksi. Kaji dan catat tingkat nyeri pasien dan respon terhadap penatalaksanaan.
(2)     Berikan analgesik sesuai program
(3)     Ajarkan pasien metode lain penghilang nyeri: napas dalam, teknik relaksasi, guided imagery
Diagnosa III
(1)   Kaji suhu setiap 4 jam
(2)   Waspadai rabas vaginal berbau busuk, sebuah tanda infeksi
(3)   Berikan antibiotik sesuai program
(4)   Pastikan bahwa perawatan perineum yang tepat dilakukan setelah berkemih dan defekasi
Diagnosa iv
(1)   Berikan dukungan emosi untuk pasien dan orang terdekat.
(2)   Bantu pasien dalam mengidentifikasi, jika ada, penampilan peran sebagai istri atau pengasuh anak.
(3)   Libatkan pekerjaan sosial jika diperlukan
Diagnosa v
(1)   Kaji tahap berduka yang dialami pasien
(2)   Jangan meminimalkan perasaan kehilangan klien
(3)   Bantu pasien dan orang terdekat dalam mengakui kehilangan dengan menyediakan waktu untuk duduk dan berbicara dengan mereka.
d)     Evaluasi
    Evaluasi suatu proses yang berkesinambungan antara lain: defisit volume cairan akan teratasi, nyeri hilang/ berkurang, klien toleran untuk melakukan aktivitas yang tidak kontra indikasi, cemas teratasi, dan infeksi tidak terjadi.
2.      Komplikasi Kehamilan pada Trimester ke dua
a.    Preeklamsi
1)   Definisi
     Pre-eklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan. Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk menegakkan diagnosis pre-eklamsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30mm Hg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan atau mencapai 140 mmHg atau lebih.
     Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, muka. Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1 atau 2 g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream  yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Preeklamsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke 20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal (bobak, 2004)
2)   Patofisiologi
Lampiran 2
3)   Gejala klinis
     Biasanya tanda-tanda pre-eklamsia timbul dalam urutan: penambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada pre-eklamsia ringan tidak ditemukan gejala-gejal subyektif. Pada pre-eklamsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre-eklamsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan darah pun meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum dan proteinuria bertambah banyak.
4)   Klasifikasi
Tabel 2.2. Perbedaan Preeklamsia Ringan dan Berat

Preeklamsia ringan
Preeklamsia berat
EFEK PADA IBU


Tekanan darah
Peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 30 mm Hg atau lebih.
Peningkatan menjadi ≥ 160/110 mm Hg pada dua kali pemeriksaan dengan jarak 6 jam pada ibu hamil yang beristirahat di tempat tidur
Peningkatan berat badan
Peningkatan berat badan lebih dari 0.5 kg/minggu
Sama seperti preeklamsia ringan
Edema
Edema dependen, bengkak di mata, wajah, jari, bunyi pulmoner tidak terdengar
Edema umum, bengkak semakin jelas di mata wajah, jari, bunyi paru (rales) bisa terdengar
Refleks
Hiperefleksi + 3; tidak ada klonus dipergelangan kaki
Hiperefleksi + 3 atau lebih, klonus dipergelangan kaki
Haluaran urine
Keluaran sama dengan masukan ; ≥30 ml/jam
Oliguria; <30ml/jam atau 120 ml/jam
Nyeri kepala
sementara
Berat
Gangguan penglihatan
Tidak ada
Kabur
Nyeri ulu hati
Tidak ada
Ada
Kreatinin serum
Normal
Meningkat
Trombositopenia
Tidak ada
Ada
Penibgkatan AST
Minimal
Jelas
Hematokrit
meningkat
Meningkat
EFEK PADA JANIN


Perfusi plasenta
Menurun
Perfusi menurun dinyatakan sebagai IUGR pada fetus
Premature plasenta
Tidak jelas
Pada waktu lahir plasenta terlihat lebih kecil dari pada plasenta yang normal untuk usia kehamilan, premature aging terlihat jelas dengan berbagai daerah yang sinsitianya pecah.

5)   Pencegahan
     Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre-eklamsia. Walaupun timbulnya pre-eklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensi dapat dikurangi dengan pemberian penerangan zsecukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik bagi wanita hamil. Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan. Diet tinggi protein, dan rendah lemak, karbohidrat, garam, dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan.
6)   Penanganan
a)    Penanganan Pre-eklamsia Ringan
     Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama untuk penanganan pre-eklamsia. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan pengaliran darah ke plasenta meningkat, aliran darah ke ginjal juga lebih banyak, tekanan vena pada ekstremitas bawah turun dan resorbsi cairan dari daerah tersebut bertambah. Oleh karena itu, dengan istirahat biasanya tekanan darah turun dan edema berkurang. Pemberian fenobarbital 3x30 mg sehari akan menenangkan penderita dan dapat juga menurunkan tekanan darah.
b)   Penanganan Pre-eklamsia Berat
     Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang pada pre-eklamsia berat  dapat diberikan:
(1)   Larutan sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gram) disuntikkan intramuskulus bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat di ulang 4 gram tiap 6 jam menurut keadaan
(2)   Klorpromazin 50 mg intramuskulus
(3)   Diazepam 20 mg intramuskulus
7)   Asuhan keperawatan preeklamsi
a)      Pengkajian
(1)     Faktor resiko preeklamsia-eklamsia
     Menurut Bobak (2004).,p. 634. Ada beberapa faktor resiko terkait preeklamsia dan eklamsia, yaitui sebagai berikut:
(a)    Primigravida atau multipara dengan usia lebih tua
(b)   Adanya proses penyakit kronis: diabetes mellitus, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit pembuluh darah
(c)    Kehamilan mola
(d)   Komplikasi kehamilan: kehamilan multipel, janin besar, hidrop janin, polihidramnion
(e)    Preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
Data subjectif dan data objectik
a)    Preeklamsia ringan
Tabel 2.3. Data Subjektif dan Objektif preeklamsia ringan


Data objektif
Data subjektif
Tekanan darah
Pemeriksaan darah sebesar 140/90 mmHg
-
Peningkatan berat badan
-
Lebih dari 0,5 kg/ minggu
Proteinuria
300mg/l dalam 24 jam
-
Edema
Edema dependen
-
Refleks
Hiperefleksi
-
Haluaran urin
-
Sama dengan masukan
Nyeri ulu hati

Tidak ada
Penglihatan

Normal
Nyeri kepala
-
Sementara
Afek
-
Sementara
Kreatinin serum
Normal
-

b)   Preeklamsia berat
Tabel 2.4. Data Subjektif dan Objektif preeklamsia berat

Data objektif
Data subjektif
Tekanan darah
Pemeriksaan darah sebesar 146/110 mmHg
-
Peningkatan berat badan
-
Lebih dari 0,5 kg/ minggu
Proteinuria
5-10 g/l dalam 24 jam
-
Edema
Edema pitting
-
Refleks
Hiperefleksi +3, klonus dipergelangan kaki
-
Haluaran urin
-
Oliguria < 30 ml/jam
Nyeri kepala
-
Berat
Penglihatan

Kabur
Afek
-
Berat
Kreatinin serum
Meningkat
-
Nyeri ulu hati

Ada

(2)     Pemeriksaan laboraturium
     Menurut Bobak (2004).,p. 637. Ada beberapa pemeriksaan fisik  terkait preeklamsia dan eklamsia, yaitu sebagai berikut:
(a)    Menghitung sel darah lengkap (termasuk hitung trombosis)
(b)   Pemeriksaan pembekuan (termasuk waktu perdarahan, PT,PTT dan fibrinogen)
(c)    Enzim hati
(d)   Kimia darah (BUN, kreatinin, glukosa, asam urat)
(e)    Pemeriksaan silang darah
b)      Diagnosa keperawatan
     Menurut Bobak (2004).,p. 638. Diagnosa keperawatan untuk preeklamsia – eklamsia adalah:
(1)   Ansietas yang berhubungan dengan preeklamsia dan efeknya pada bayi dan ibu
(2)   Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipertensi, perdarahan, edeema serebral
(3)   Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan edema paru
(4)   Resiko tinggi cedera janin yang berhubungan dengan solusio plasenta


c)      Intervensi
     Menurut Bobak (2004).,p. 639. Rencana keperawatan mengikuti diagnosis medis, penatalaksanaan dirumah atau dirumah sakit, dan sumber-sumber ibu dan keluarga. Prognosis perawatan klien dengan hipertensi pada kehamilan adalah sebagai berikut:
(1)   Ibu akan mengenali dan segera melaporkan tanda dan gejala abnormal untuk mencegah keadaan memburuk
(2)   Ibu akan tetap menjalani pengobatan medis untuk mengurangi resiko terhadap dirinya dan janin
(3)   Orang terdekat lain juga akan terlibat untuk memberikan dukungan dalam perawatan
(4)   Ibu akan mengungkapkan rasa takut dan khawatir dalam mengatasi keadaan
(5)   Ibu dan janin tidak akan mengalami efeksamping dari penyakita atau pelaksanaannya
(6)   Ibu akan melahirkan dalam keadaan optimal
(7)   Keluarga akan mampu mengatasi secara efektif resiko tinggi ibu, penatalaksaannya dan hasilnya
d)     Implementasi
     Menurut Nettina (2001).p, 933 ada beberapa macam implementasi yang dilakukan untuk preeklamsia dan eklamsia:
(1)   Implementasi terapeutik
(a)      Tirah baring membantu menurunkan tekanan darah dan mempertahankan perfusi plasenta
(b)     Peningkatan protein dalam diet dan kalori untuk memastikan nutrisi yang adekuat
(c)      Mungkin diperlukan hospitalisasi untuk pemantauan yang ketat dan pencegahan kejang
(2)   Implementasi farmakologik
(a)    Memberikan magnesium sulfat melalui IV
(b)   Diazepam dan natrium dapat dugunakan jika terjadi konvulsi yang tidak berespons terhadap magnesium sulfat
(c)    Terapi antihipertensif
(3)   Implementasi keperawatan
(a)    Memantau tekanan darah
(b)   Memantau asupan dan keluaran dengan ketat
(c)    Memantau kadar protein pada urin
(d)   Mengevaluasi edema setelah tirah baring 12 jam atau lebih
(e)    Memantau adanya penambahan berat badan
(f)    Mengevaluasi refleks tendon prefunda
(g)   Memantau aktivitas janin
(h)   Mengontrol asupan cairan IV
(i)     Menganjurkan dukungan keluarga dan teman pada saat tirah baring
(j)     Menganjurkan informasi  tentang prosedur yang dilakukan
e)      Evaluasi
     Evaluasi suatu proses yang berkesinambungan antara lain diagnosa yang ditegakkan dapat di atasi


b.      Eklamsi
1)   Definisi
     Eklamsia adalah kelainan akut yang merupakan kelanjutan pre eklamsia yang disertai kejang-kejang dan koma pada masa kehamilan,dalam persalinan dan masa nifas.Istilah eklamsia berasal dari berasal dari bahasa Yunani yang berarti “halilintar”.kata tersebut dipakai karena seolah-olah gejala eklamsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului dengan tanda yang lain.Pada wanita yang menderita eklamsia timbul serangan kejang-kejangan yang diikuti oleh koma.menjelang kejang biasanya didahului gejala subjektiv,yaitu nyeri kepala didaerah frontal,nyeri epigastrium,penglihatan kabur,dan ada keluhan mual dan muntah,pemeriksaan fisik menunjukkan hiper refleksia dan mudah terangsang(Winkjosastro,2005).
2)        Patofisiologi
     Sama dengan pre eklamsia dengan akibat yang lebih serius pada organ-organ hati,ginjal,otak dan paru-paru dan jantung yakni terjadi nekrosis dan perdarahan pada organ tersebut.
3)   Gejala klinis
     Gejala klinis eklamsia meliputi : kehamilan lebih dari 20 minggu atau persalinan atau masa nifas, tanda-tanda pre eklmsia (hipertensi,edema,dan protenuiria),kejang-kejangan dan kadang-kadang disertai gangguan fungsi organ.
4)   Klasifikasi
     Berdasarkan waktu timbulnya,eklamsia dibedakan 3 macam yaitu :
a)      Eklamsia gravidarum(antepartum): insiden kejadian 50-60%,terjadinya kejang  waktu masih hamil
b)      Eklamsia parturientum(intrapartum) : insiden kejadian 30-35%,,serangan kejang terjadi saat intra partum,batasan tegas dengan eklamsia  gravidarum sukar ditentukan terutama saat mulai in partu
c)      Eklamsiapuerperium(postpartum) : jarang terjadi disbanding kejadian pada saat lain,hanya sekitar 10 %  kejadian kejang ataukoma setelah persalinan berakhir.
Konvulsi eklamsia dibagi dalam  4 tingkat,yaitu :
a)      Tingkat awal atau aura,keadaan ini berlangsung sekitar 30 detik.Mata penderita terbuka tanpa melihat,kelopak mahkota bergetar,demikian pula tangannya,dan kepala diputar  kekanan dan kekiri.
b)      Kemudin timbul tingkat kejangan tonik,yang belangsung kira-kira 30 detik.dalam tingkatan ini seluruh otot menjadi kaku,wajahya kelihatan kaku,tangan menggenggam,dan kaki membengkak kedalam,pernafasan berhenti,muka mulai menjadi sianotik,lidah dapat tergigit.
c)      Stadium  tingkat kejangan klonik,yang berlangsung sekitar 1-2 mennit,spasmus tonik menghilang,semua otot berkonstraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat,bola mata menonjol,keluar ludah yang berbusa,wajah menunjukan sianosis dan kongesti,penderit jadi tak sabar.
d)     Tingkat koma,lamanya ketidak sadaran tidak selalu sama,secara perlahan pasien menjadi sadar,tapi dapat terjadi pula sebelum timbul serangan yang baru dan berulang-ulang,sehingga pasien tetap dalam keadaan koma.
     Selama serangan kejang,tandanya TD meningkat,nadi cepat, dan suhu meningkat sampai 40 derajat celcius.Komplikasi yang biasa terjadi adalah lidah tergigit,gangguan pernafasan,solusio plasenta,dan perdarahan otak.

5)   Diagnosis
     Diagnosis eklamsia pada umumnya tidak mengalami kesukaran,dengan adanya gejala pre eklamsia yang disusul oleeh serangan kejangan,maka diagnosis eklamsia sama dengan diagnosis pre-eklamsia.tapi eklampsia harus dibedakan dari epilepsy,kejangan karena obat abastesi,koma karena sebab lain.
6)   Komplikasi
    Komplikasi yang paing bahaya adalah kematian ibu dan janin.Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklamsia dan eklamsia. Komplikasi eklamsia dan pre eklamsia yang berat biasanya akan terjadi :
a)      Solusio plasenta,ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi dan lebih seing terjadi pada pre eklamsia
b)      Hipofibrinogenemia
c)      Hemolisis
d)     Perdarahan otak,ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklamsia.
e)      Kelainan mata,kehilangan penglihatan secara sementara yang dapat berlangsung selama seminggu,kadang terjadi perdarahan pada retina,
f)       Edema paru
g)      Nekrosis jantung,
h)      Sindrome HELLP,yaitu Haemolysys,Elevated Liver Enzimes,dan Low Platelet
i)        Kelainan ginjal,
j)        Komplikasi lain,lidah tergigit,trauma,fraktur,
k)      Prematuritas

7)   Prognosis
     Eklamsia diindonesia,masih merupakan penyakit yang menelan kematian terbesar dari ibu dan anak.dari berbagai sumber,diketahui kematian ibu berkisar antara 9,8%-25,5%,sedangkan kematian bayi lebih tinggi,yaitu sekitar 42,2% -48,9 %..Kematian ibu biasanya disebabkan perdarahan otak,dekompensasio kordis dengan edema paru-paru,payah ginjal,dan masuknya isi lambung kedalam jalan pernafasan waktu kejangan.
8)   Pencegahan
     Usaha-usaha untuk mencegah/menurunkan eklamsia terdiri dari :
a)      Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusuhakan agar semua wanita hamil memeriksaka diri sejak hamil muda,
b)      Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklamsia dan mengobati segera apabila ditemukan.
c)      Mengakhiri kehamilan sedapat-dpatnya pada kehamilan 37 minggu keatas apabila setelah dirawat tanda-tanda pre eklamsia tidak juga dapat dihilangkan.
9)   Penanganan
     Tujuan utama pengobatan ialah menghetikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.Tujuan utama lainnya adalah menghentikan kejangan ,mengurangi vasospasmus,dan meningkatkan dieuresis.
     Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan berulang,dapat diberikan beberapa jenis obet,diantaranya :
a)      Sodium penthotal,fungsinya untuk menghentikan kejangan dengan segera bila diberikan secara intra vena.Dosis inisial dapat diberikan sebanyak 0,2-0,3 gram dan disuntikkan perlahan-lahan.
b)      Sulfas megnesicus,fungsinya untuk mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan neuro-muskuler tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan ssaraf.Dosis inisial yang diberikan adalah 8 g dalam larutan 40 % secara intramuscuslus.
c)      Lytic cocktail,yang terdiri atas petidin 100 mg,klorpromazin 100 mg,dan prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5 % 500 ml dan diberikan secara infuse intravena.
10)    Tindakan obstetric
     Setelah kejangan dapat diatasi  dan keadaan umum pasien membaik,maka direncakan untuk mengakhiri kehamilan atau mempercepat persalinan dengan cara yag aman.Apakah pengakhiran kehamilan dilakukan dengan sesarea atau induksi persalinan vagina,ini dipandang dari berbagai factor,seperti keadaan servik,komplikasi obstetric,paritas,adanya ahli anastesi,dan sebagainya.
3.      Komplikasi Kehamilan pada Trimester ke tiga
a.    Plasenta pravia
1)   Definisi
     Plasenta previa adaalah kondisi saat plasenta terinplantasi di kutup bawah uterus. ini dapat berupa :
a)      Total atau komplet : plasenta menutupi seluruh ostium uteri serviks
b)      Parsial : hanya sebagian ostium uteri yang tertutupi.
c)      Marginal : ujung plasenta berada pada tepi ostium uteri.
d)     Letak-rendah : ujung plasenta berada sangat dekat dengan tepi ostium uteri. (morgan, 2009)
     Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian/seluruh ostium uteri internum. (prae = didepan, vias= jalan). Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding depan, dinding belakang, atau di daerah tundus uteri. (sartrawinata, 2004)
2)   Klasifikasi
     Ada empat derajat abnormalitas yang diketahui:
a)      Plasenta previa totalis. Ostium internum servisis tertutup sama sekali oleh jaringan plasenta.
b)      Plasenta previa parsialis. Ostium internum tertutup sebagian oleh jaringan plasenta.
c)      Plasenta previa marginalis. Tepi plasenta terletak pada bagian pinggir ostium internum.
d)     Plasenta letak rendah. Plasenta tertanam dalam segmen bawah uterus, sehingga tepi plasenta sebenarnya tidak mencapai ostium internum tetapi terletak sangat berdekatan dengan ostium tersebut.
Gambar 2.15. Klasifikasi derajat abnormalitas plasenta
     Derajat plasenta previa akan tergantung kepada luasnya ukuran dilatasi serviks saat dilakukan pemeriksaan. Sebagai contoh, plasenta letak rendah pada dilatasi 2 cm dapat menjadi plasenta previa parsialis pada dilatasi 8 cm, karena serviks yang berdilatasi tidak lagi menutupi plasenta. Sebalinya, plasenta previa yang tampaknya total sebelum dilatasi serviks dapat menjadi parsial pada dilatasi 4 cm, karena serviks berdilatasi melewati tepi plasenta.
3)   Etiologi
     Plasenta Previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada:
a)    Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek.
b)   Mioma uteri
c)    Kuretasi yang berulang
d)   Usia lanjut
e)    Bekas seksio sesarea
f)    Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari).
4)   Patofisiologi
Lampiran 3
5)   Manifestasi klinik
a)    Gejala yang terjadi ialah perdarahan tanpa nyeri
b)   Awitan pendarahan yang tiba-tiba tanpa didahului tanpa sebelumnya.
c)    Terjadi selama trimester tiga
d)   Malpresentasi atau ma malposisi karena janin harus menyesuaikan diri akibat adanya plasenta.
6)   Komplikasi
a)    Perdarahan dan mengakibatkan syok
b)   Prematurasi janin
c)    Perdarahan pascapartum karena perdarahan pada tempat pelekatan plasenta. Pada tempat tersebut, kontraksi serat otot uterus kurang efektif.
d)   Sindrom sheeehan dan defek pembekuan dapat terjadi, namun lebih sering terjadi pada abrupsi.
7)   Penatalaksanaan
a)    Jangan lakukan pemeriksaan vagina. Pembuluh darah plasenta dapat pecah dan mengakibtakn hemoragi massif.
b)   Diagnosis dapat ditegakkan dengan USG
c)    Bila diagnosis ditegakkan pada awal kehamilan, plasenta dapat berpindah ke uterus seiring uterus yang mebesar.
d)   Tindakan lanjut dengan USG serial sampai plasenta cukup jauh dari ostium uteri. Bila plasenta tetap tumbuh pada ostium uteri saat 32 ,minggu, rujuk ke dokter
e)    Anjurkan pasien untuk melapor saat tanda pertama perdarahan vagina.
f)    Konsultasikan dengan dokter segera saat di diagnosis plasenta previa total , parsial, atau marginal setelah 20 minggu kehamilan.
g)   Periksa apakah pasien Rh (D) negative yang tidak tersensitisasi menerima injeksi RHOGAM setelah tiap episode perdarahn untuk mencegah sensitisasi dari kemungkinan percampuran darah janin D-positif dengan darah ibu
h)   Dosis yang biasa adalah satu vial, yang cukup untuk tranfusi sampai 15 ml darah janin ke dalam sirkulasi ibu.
i)     Dosis harus lebih besar bila cairan mungkin ditranfusikan lebih dari 15 ml
j)     Uji Betke-Kleihauer dapat dialkukan untuk menentukan jumlah darah janin dalam sirkulasi ibu.
k)   Anjurkan untuk mebatasi aktifitas atau tirah baring pada pasien di diagnosis plasenta previa parsial, atau total.
l)     Opservasi pasien secara ketat sampai janin cukup bulan atau smapi terjadi episode pendarahan serius yang memerluakn kelahiran segera dilaksanakan.
m) Rencanakan kelahiran melalui seksio sesaria karena plasenta menutupi ostium uteri dan mencegah turunya janin ke vagina. (Morgan, 2009)
Penatalaksanaan medis
a)      Seksio sesaria untuk janin yang mengalami distress atau untuk mengontrol pendarahan.
b)      Agens tokolitik sesuai indikasi jika pasien mengalami preterm.
c)      Pemberian cairan intravena sesuai indikasi :
d)     golongan darah dan pencocokan silang darah sebanyak 2-4 unit darah segar dan atau produk darah lain sesuai kebutuhan. (Tucker, 1998)
8)   Asuhan keperawatan plasenta previa
a)        Pengkajian
Observasi / temuan. Pendarahan vagina taksakit : aliran intermiten sampai konstan. Uterus lunak dan relaks
Riwayat kesehatan terdahulu
Riwayat kesehatan sekarang
Pemeriksaan laboratorium atau diagnostic; Ultrasound untuk mengidentifikasi posisi plasenta almiografi; Pemeriksaan vagina dengan speculum; Ht atau Hb : jumlah darah lengkap (JDL); Amniosintesis terhadap maturitas janin sesuai indikadi pemeriksaan pembeku; Pemantauan listrik janin secara terus menerus
Potensial komplikasi; Janin mengalami bradikardia : dibawah 120 x/mnt, Pemantauan janin : deselerasi terlambat, Tidak adanya suara jantung janin, Syok ibu hamil, Hiperaktifitas janin, hivoksia, Anemia neonatal, syok (hipovelemik)
b)        Diagnosa keperawatan
(1)     Ketakutan yang berhubungan dengan efek perdarahan pada kehamilan dan bayi (Carpenito, 2009)
(2)     Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan meningkatnya perdarahan dalam merespon aktivitas (Carpenito, 2009)
(3)     Duka cita yang berhubungan dengan kemungkinan keguguran yang telah diantisipasi dan kehilangan anak yang diharapkan (Carpenito, 2009)
(4)     Ketakutan yang berhubungan dengan kemungkinan komplikasi pada kehamilan berikutnya (Carpenito, 2009)
c)        Intervensi
Dx
Kriteria evaluasi
Intervensi
Rasional
1.    Kekurangan volume cairan bhd kehilangan vaskuler berlebihan
















































2.      Perubahan perpusi jaringan utero plasenta b/d Hipovolemia.




Mendemostrasikan kestabilan / perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat dan haluaran serta berat jenis urin adekuat secara individual.






































Mendemonstrasikan perfusi adekuat, dibuktikan oleh DJJ dan aktivitas DBN serta tes nonstres reaktif (NST)
1.    Evaluasi, laporkan, dan catat jumlah masukan serta jumlah kehilangan darah.





2.     Lakukan perhitungan pembalut. Timbang pembalut pengalas.
3.     Lakukan tirah baring. Instuksikan klien untuk menghindari Valsalva manover dan koitus.
4.     Posisikan klien dengan tepat, telentang dengan panggul ditinggikan atau posisi semi – fowler. Hindari posisi trendelenburg.




5.     Catat tanda – tanda vital Pengisian kapiler pada dasar kuku, warna menbran mukosa/ kulit dan suhu. Ukur tekanan vena sentarl, bila ada. Hindari pemeriksaan rectal atau vagina.








1.      Berikan larutan intravena, ekspander plasma, darah lengkap, atau sel-sel kemasan, sesuai indikasi.
2.      Siapkan untuk kelahiran sesaria

3.      Perhatikan status fisiologis ibu, status sirkulasi, dan volume darah.



4.      Auskultasi dan laporkan DJJ , catat bradikardia atau takikardia. Catat perubahan pada aktivitas janin (hipoaktivitas atau hiperaktivitas.

5.      Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri.






6.      Berikan suplemen oksigen pada klien

7.      Ganti kehilangan darah/cairan ibu.

8.      Siapkan klien untuk intervensi bedah dengan tepat.

1.     Perkiraan kehilangan darah membantu membedakan diagnosa, Setiap gram peningkatan berat pembalut sama dengan kehilangan kira-kira 1 ml darah.

2.     Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas.




3.     Peningkatan tekanan abdomen atau orgasme ( yang meningkatkan aktivitas uterus) dapat meransang perdarahan.
4.     Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak; peninggian panggul menghindari kompresi vena kava. Posisi semi- fowler memungkinkan janin bertindak sebagai tanpon.
5.     Membantu menentukan beratnya kehilangan darah, meskipun sianosis dan perubahan pada tekanan darah, nadi adalah tanda-tanda lanjut dari kehilangan sirkulasi atau terjadinya syok. Dapat meningkatkan hemoragi, khususnya bila plasenta previa marginal atau total terjadi.

1.      Meningkatkan volume darah sirkulasi dan mengatasi gejala-gejala syok.







2.      Hemoragi berhenti bila plasenta diangkat dan sinus-sinus vena tertutup.
3.      Kejadian perdarahan potensial merusak hasil kehamilan , kemungkinan menyebabkan hipovolemia atau hipoksia uteroplasenta.
4.      Mengkaji berlanjutnya hipoksia janin. Pada awalnya , janin berespon pada penurunan kadar oksigen dengan takikardia dan peningkatan gerakan . Bila tetap defisit, bradikardia dan penurunan aktivitas terjadi.

5.      Menghilangkan tekanan pada vena kava inferior dan meningkatkan sirkulasi plasenta/janin dan pertukaran oksigen.

6.      Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk ambilan janin.


7.      Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat untuk transport oksigen.

8.      Pembedahan perlu bila terjadi pelepasan plasenta yang berat, atau bila perdarahan berlebihan , terjadi penyimpangan oksigen janin, dan kelahiran vagina tidak mungkin.


d)       Implementasi
(1)   Pantau jumlah dan jenis perdarahan.
(2)   Pantau dan catat TTV ibu dan janin.
(3)   Pantau adanya kontraksi uterin.
(4)   Pantau hemoglobin dan hematokrit untuk jumlah darah yang hilang.
(5)   Pantau suhu setiap 4 jam kecuali jika terdapat peningkatan suhu, ukur suhu setiap 2 jam.
(6)   Pantau jumlah sel darah putih (SDP) untuk adanya infeksi.
Perawatan Penunjang (Nettina, 2001)
(1)   Beri posisi miring pada ibu untuk meningkatkan perfusi plasenta dan beri oksigen jika terdapat bukti-bukti distres janin.
(2)   Buat dan pertahankan jalur IV, sesuai ketentuan, dan ambil darah untuk pemerikasaan golongan dan skrining untuk penggantian darah.
(3)   Beri posisi duduk pada ibu agar berat badan janin dapat menekan plasenta dan menurunkan kehilangan darah selama periode perdarahan.
(4)   Pertahankan tirah baring ketat selama periode perdarahan.
(5)   Jika terjadi perdarahan berat dan persalinan yang tidak dapat ditunda, siapkan ibu secara fisik dan emosi untuk menghadapi persalinan sesar.
(6)   Gunakan teknik aseptik ketika memberikan asuhan, dan ajarkan perawatan perineal serta mencuci tangan untuk mencegah infeksi.
(7)   Berikan dukungan emosional dan diskusikan dampak dari hospitalisasi jangka panjang atau tirah baring yang lama.
e)        Evaluasi
(1)   Pasien menunjukkan kestabilan / perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat dan haluaran serta berat jenis urin adekuat secara individual.
(2)   Pasien menunjukkan perfusi adekuat, dibuktikan oleh DJJ dan aktivitas DBN serta tes nonstres reaktif (NST).
b.    Solosio plasenta
1)   Definisi
     Abrupsio plasenta (solusio plasenta) adalah pemisahan prematur plasenta yang terimplantasi normal dari dinding uterus, yang mengakibatkan perdarahan retoplasenta setelah gestasi minggu ke-20 dan sebelum janin dilahirkan. Pada kira-kira 80% kasus, terdapat perdarahan vagina (hemoragi eksternal); pada sisanya, perdarahan tersembunyi (hemoragi tersembunyi). Solusio plasenta dapat bersifat parsial atau komplet. Pada solusio plasenta janin mempunyai kesempatan hidup bila abrupsio mengenai kurang dari 50% permukaan plasenta. Kematian janin adalah inevitable pada abrupsio komplet (Walsh, 2007).
2)        Klasifikasi solusio plasenta yaitu :
a)      Derajat 0; Asimptomatik, didiagnosis setelah kelahiran dengan memperhatikan bekuan etoplasma kecil. Rupture sinus marginal termasuk dalam kategori ini.
b)      Derajat 1
(1)   Perdarahan vaginal
(2)   Nyeri  tekan dan tetani uterus mungkin
(3)   Tidak ada tanda syok maternal atau pola denyut jantung janin abnormal
c)      Derajat 2
(1)   Perdarahan vaginal eksternal mungkin ada atau tidak adak
(2)   Nyeri tekan  dan tetani uterus ada
(3)   Tidak ada tanda syok maternal
(4)   Ada pola abnormal denyut jantung janin
d)     Derajat 3
(1)   Perdarahan vaginal eksternal mungkin ada atau tidak ada.
(2)   Tetani uterus nyata
(3)   Nyeri abdomen menetap
(4)   Syok maternal
(5)   Kematian janin
3)        Etiologi
     Etiologinya trauma abdomen, tali pusat pendek, polihidramnion, dekompresi uterus tiba-tiba, fibroid, anomaly uterin, plasenta sirkumvalat, dan gangguan hipertensif. Kecelakaan  kendaraan pada ibu dan pemukulan adalah dua sumber yang paling umum sebagai penyebab trauma tumpul pada abdomen. Abrupsio plasenta marjinal mencakup ruang intervilus dan vena pada tepi plasenta dan secara khas kurang serius disbanding abrupsio yang terjadi pada bagian tengah. Abrupsi bagian tengah dapat mengenai arteri yang menimbulkan kehilangan darah banyak karena peningkatan tekanan pada pembuluh darah. Ketika darah keluar ke dalam otot uterin, perubahan warna merah sampai keunguan pada permukaan serosa dapat terlihat. Ketika plasenta diimplantasi pada dinding anterior uterus, perubahan warna mungkin terlihat pada kulit. Hal ini dianggap bahwa perkembangan ini akan menimbulkan atoni dan memerlukan histerektomi untuk menyelamatkan nyawa ibu (Walsh, 2007).
4)        Tanda dan gejala
     Tanda dan gejala bervariasi, tergantung pada lusnya abrupsio. Berikut tanda dan gejalanya :
a)      Perdarahan per vagina
b)      Nyeri tekan uterus
c)      Nyeri punggung
d)     DJJ abnormal
e)      anemia
f)       Hipertonus uterus
g)      Kematian janin
h)      Gerak janin menurun
i)        Tanda vital dapat abnormal sampai dengan syok
j)        Perut terasa tegang
5)        Penatalaksanaan
a)        Penatalaksanaan Medis
(1)     Pemberian ringer laktat
(2)     Persalinan secara sesaria apabila terjadinya distres janin, perdarahan berat, koagulopati, peningkatan tonus rahim istirahat
(3)     Transfusi darah
b)    Penatalaksanaan Keperawatan
(1)     Pemeriksaan laboratorium meliputi: hitung sel darah, golongan darah dan Rh, profil pembekuan dan uji silang darah
(2)     Melakukan pemeriksaan non invasif curah jantung
(3)     Pemasangan kateter tekanan intrauterin
(4)     Evaluasi kesehatan janin dengan melakukan pemeriksaan non stres, profil biofisik, dan USG.
6)        Patofisiologi
Lampiran 4
7)        Proses Keperawatan pada Kasus Solusio Plasenta
a)    Pengkajian
     Identitas pasien, riwayat penyakit, riwayat kesehatn sekarang, riwayat penyakit yang lalu, riwayat penyakit keluarga, sosial ekonomi, keadaan psikologis.
     Data Subjektif:
(1.)       Klien merasa haus dan dingin
(2.)       Nyeri sedang sampai dengan berat
(3.)       Nyeri terutama pada abdomen atau uterus
     Data objektif:
(1.)       Takikardi
(2.)       Hipotensi
(3.)       Vertigo
(4.)       Diaporesis
(5.)       Proteinuria
b)   Diagnosa, intervensi, dan evaluasi
Tabel 2.5. Diagnosa, intervensi serta evaluasi sulosio plasenta

Kriteria hasil
Implementasi
Rasional
Evaluasi
Diagnos keperawatan: penurunan curah jantung yang berhubungan dengan perdarahan hebat akibat solusio plasenta
Volume darah intravaskular dan curah jantung dipertahankan, ditandai dengan nadi normal, tekanan darah, dan laboratorium normal
Mengkaji dan mencatat tanda-tanda vital, tekanan darah , LOC, CVP/PAWP, perfusi perifer, masukan dan haluaran dari jumlah perdarahan

Membantu pemberi perawatan kesehatan atau memulai terapi cairan IV atau terapi penggantian darah sesuai program: memberi medikasi sesuai program pemberi perawatan kesehatan.
Pengkajian akurat status hemodinamik merupakan dasar perencanaan dan evaluasi intervensi.




Perbaikan volume vaskular memerlukan terapi IV dan intervensi farmakologi. Kehilangan volume darah harus diperbaiki untuk mencegah komplikasi lanjut, seperti infeksi, gangguan pada janin, dan gangguan pada sistem organ vital ibu.
Perdarahan berhenti dan profil hemodinamika membaik. Nilai laboratorium kembali normal.
Diagnosa keperawatan:
Pasien tetap merasa aman, secara fisiologis dibuktikan oleh tidak ada infeksi dan nilai laboratorium kembali normal.
Mengkaji dan mendokumentasi TTV, tekanan darah, nyeri tekan pada uterus, perubahan bau rabas vagina.

Memantau hasil laboratorium untuk melihat adanya perubahan diferensiasi atau peningkatan SDM.

Mengkaji janin untuk melihat adanya tanda infeksi intra uterin, seperti takikardia janin dan penurunan nilai profil biofisiologis.
Pengkajian kurat perubahan samar pada status pasien dapat mendeteksi tanda dini infeksi.
Pasien tetap afebril, bebas tanda infeksi selama 6 minggu berikutnya dan melahirkan janin yang matur.
Diagnosa keperawatan: resiko tinggi cedera (janin) yang berhubungan dengan penurunan perfusi uterin/plasenta akibat perdarahan
Janin akan tetap aman secara fisiologis, dibuktikan oleh uji non stres reaktif, nilai profil biofisik normal, tidak ada deselerasi lanjt selama persalinan, dan bayi lahir tanpa gangguan.
Memantau janin sedikitnya setiap hari untuk melihat adanya tanda takikardia, penurunan gerak, kehilangan reaktifitas pada uji non stres, dan adanya deselarasi pada pemantauan janin.

Mendapat profil biofisik sesuai program untuk mengkaji tanda infeksi intra uterin.

Mendapatkan pemeriksaan ultrasonografi sesuai program untuk mengevaluasi pertumbuhan janin dan volume cairan amnion.
Resiko janin untuk mengalami gangguan intra uterin meningkat: pengkajian yang cermat dan konsisten akan mengidentifikasi perubahan status janin secara dini sehingga intervensi dapat di implementasikan
Janin mencapai maturitas (gestatsi minggu 39) tanpa gangguan. Pada saat lahir, bayi menunjukkan nilai apgar normal (9/9), pH tali pusat (7,32), dan tidak memerlukan resusitasi. Berat badan bayi 3345 gram dan pulang bersama keluarganya pada hari ketiga pasca partum.
Daftar Pustaka

Barrios, Diana. 2010. Post Partum: Maternal Physiologic Changes. Merritt Collage.
Bahiyatun. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC
Bobak. 2004. Buku ajar keperawatan maternitas. Ed. 4. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada praktik klinis. Edisi 9. Jakarta: EGC

Cunningham, F. G. et. al. 2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar – dasar keperawatan maternitas. Ed. 6 . Jakarta: EGC
Hidayati, Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologis dan patologis. Jakarta: Salemba Medika.
Henderson, Christine. 2005. Buku ajar konsep kebidanan. Jakarta : EGC
Lauralee, Sherwood. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta : EGC
Llwellyn-Jones, Derek. 2001. Dasar-dasar obstetric dan ginekologi. Jakarta : Hipokretes
Perry, Shannon E. 2010. Maternal child nursing care. Jakarta : EGC
Potter, Patricia A. 2005. Buku ajar fundametal keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC
Rabe, Thomas. 2002. Buku saku ilmu kebidanan. Jakarta : Hipokrates
Rachimhadhi, T. 2010. Ilmu kebidanan. Ed. 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
Saleha, 2009. Asuhan kebidanan pada masa nifas. Jakarta: Salemba Medika
Susan L. Elrod & William D. Stanfield. 2006. Genetika, edisi 4. Jakarta : Erlangga
Swearingen, P. L. 2000. Keperawatan medikal bedah edisi 2. Jakarta: EGC
Walsh, Linda V.2007. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta :EGC
Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Ed.3. Jakarta: Yayasan Rachimhadhi Sarwono Prawirohardjo.




No comments:

Post a Comment

Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat