google adsense

Thursday, August 3, 2017

ASKEP HIRSCHPRUNG

Askep Hirschsprung
A.    Definisi
     Penyakit hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf enterik dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion (tidak adanya pleksus mienterik) pada bagian distal kolon dan kolon tidak bisa mengembang dengan memberikan manifestasi perubahan struktur dari kolon (Lee, 2008). Pada kondisi klinik penyakit hirschprung lebih dikenal dengan megakolon kongenital (Muttaqin & Sari, 2011,p. 648).
     Penyakit hirshprung (megakolon aganglioik kongenital) merupakan obstruksi mekanis yang disebabkan oleh ketidakadekuatan motilitas bagian usus. Penyakit ini menempati seperempat dari keseluruhan kasus obstruksi neonatal kendati diagnosisya mungkin baru bisa ditegakkan kemudian dalam masa bayi atau kanak-kanak. Penyakit hirschprung empat kali lebih sering mengenai bayi atau anak laki-laki daripada perempuan, mengikuti pola familial pada sejumlah kecil kasus dan cukup sering dijumpai diantara anak-anak yang menderita sindrom down. Insidensinya adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup. Bergantung pada gambaran klinisnya, penyakit ini bisa bersifat akut, dan mengancam kehidupan pasieannya atau suatu kelainan yang kronis (Wong, 2008,p. 1007).
B.       Etiologi
1.   Penyakit hirschsprung diduga sebagai defek kongenital familia.
2.   Penyakit hirschsprung terjadi akibat kegagalan perpindahan kroaniokoudal dari prekursor sel saraf ganglion sepanjang saluran GI antara minggu kelima dan keduan belas gestasi (Mary,p.257).
3.   Genetik
4.   Ketidakadekuatan motilitas bagian usus.
5.   Kegagalan migrasi sel-sel dari puncak neural embrionik kedinding usus atau keggalan dari pleksus-pleksus meinterikus dan submukosa untuk bergerak ke kraniokaudal dalam didinding usus (nelson, p.426)

C.     Patofisiologi
     Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisis usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak di bawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschprung, ganglion/pleksus yang memerintahkan gerakan peristaltik tidak ada, biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna sehingga terjadi penyumbatan (Dasgupta, 2004 dalam Muttaqin & Sari, 2011,p. 649).
          Etiologi penyakit hirschprung belum dipahami sepenuhnya. Segmen yang aganglionik hampir selalu meliputi rektum dan bagian proksimal usus besar. Kadang-kadang dapat terjadi “segmen yang terlewatkan” atau aganglionosis usus total/ Kurangnya enervasi menyebabkan defek fungsional yang mengakibatkan tidak adanya gerakan mendorong (peristaltik) sehingga isi usus bertumpuk dan terjadi distensi usus di sebelah proksimal defek (megakolon). Disamping itu, ketidakmampuan sfingter ani interna untuk melakukan relaksasi turut menimbulkan manifestasi klinis obstruksi karena keadaan ini mencegah evakuasi kotoran yang berbentuk padat, cair, dan gas. Distensi intestinal ikut menyebabkan terjadinya enterokolitit (inflamasi usus halus dan kolon), yaitu penyebab utama kematian pada anak-anak yang menderita penyakit Hirschprung (Wong, 2008,p. 1008).

D.      Tipe Hirschsprung
     Menurut Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1996), Hirschsprung dibedakan sesuai dengan panjang segmen yang terkena, Hirschsprung dibedakan menjadi dua tipe berikut.
1.      Segmen pendek
Segmen pendek aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, terjadi pada sekitar 70% kasus penyakit Hirschsprung dan tipe ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan anak perempuan. Pada tipe segmen pendek yang umum, insidennya 5 kali lebih besar pada laki-laki disbanding wanita dan kesempatan bagi saudara laki-laki dari penderita anak untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dari 20.
2.      Segmen panjang
Daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat mengenai seluruh kolon atau sampai usus halus. Laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis kelamin. Menurut Sacharin (1986, dalam Sodikin, 2011: 203).

E.     Manifestasi klinis
Manisfestasi untuk Hirschsprung dibedakan berdasarkan tahap usia sebagai berikut :
1.      Periode baru lahir (Tiga tanda (trias)
a.       Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah lahir
b.      Menolak untuk minum air
c.       Muntah berwarna empedu
d.      Distensi abdomen karena obstruksi rectum
(Wong,  2003, p. 507)               
e.       peristaltic dan bising usus yang nyata (Sodikin, 2011, p.203).
2.      Masa bayi :
a.       Ketidakadekuatan penambahan berat badan
b.      Konstipasi
c.       Distensi abdomen
d.      Episode diare muntah
e.       Tanda-tanda aminous (sering menandakan adanya enterokolitis)
f.       Diare berdarah, feses besar
g.      Demam
h.      Letargi berat (kelemahan)
(Wong,  2003, p. 507)
3.      Masa kanak-kanak :
a.       Konstipasi
b.      Feses berbau menyengat dan seperti karbon
c.       Distensi abdomen
d.      Masa fekal dapat teraba
e.       Anak biasanya memiliki nafsu makan dan pertumbuhan yang buruk
(Wong,  2003, p. 507)
F.      Pemeriksaan penunjang
1.      Memasukkan jari kedalam lumen anus
     Pada penderita hirschprung, pemeriksaan ini sangan penting dilakukan. Saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan karena lumen rektum yang sempit, pada saat ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium . (sodikin, 2011)
2.      Pemeriksaan lain (sodikin, 2011)
a.       Foto polos abdbiopsiomen tegak akan mem[erlihatkan usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah
b.      Pemeriksaan radiologis akan memperlihatkan kelainan pada kolon setelah enema barium. Radiografi biasanya akan memperlihatkan dilatasi dari kolon diatas segmen aganglionik.
c.       Biopsi rektal dilakukan dengan anastesi umum, hal ini melibatkan diperolehnya sampel lapisan otot rektum untuk pemeriksaan adanya sel ganglion dari pleksus aurbach (biopsi) yang lebih superfisisal untuk memperoleh mukosa dan submukosa bagi pemeriksaan pleksus meissner.
d.      Manometri anorektal merupakan uji dengan suatu balon yang ditempatkan dalam rektum dan dikembangkan. Secara normal, dikembangkannya balon akan menghambat sfingter ani interna. Efek inhibisi pada penyakit hirschprung tidak ada dan jika balon berada dalam usus aganglionik, dapat diidentifikasi gelombang rektal yang abnormal. Uji ini efektif dilakukan pada masa neonatus karena dapat diperoleh hasil baik positif palsu ataupun negatif palsu.

G.    Prinsip dan Pengobatan manajemen keperawatan
     Setelah ditemukan kelainan histologik dari Hirschsprung, selanjutnya mulai dikenal teknik operasi yang rasional untuk penyakit ini. Tindakan definif bertujuan menghilangkan hambatan pada segmen usus yang menyempit. Tindakan konservatif adalah tindakan darurat untuk menghilangkan tanda-tanda obstruksi rendah dengan jalan memasang anal tube dengan atau tanpa disertai pembilasan air garam hangat secara teratur. Air tidak boleh digunakan karena bahaya absorbsi  air mengarah pada intoksikasi air, hal ini disebabkan karena difusi cepat dari usus yang mengalami dilatasi air ke dalam sirkulasi (Sacharin,1986 dalam Sodikin, 2011).  Penatalaksanaan dari gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis dapat dilakukan dengan bilas kolon menggunakan garam faal, cara ini efektif dilakukan pada Hirschsprung tipe segmen pendek untuk tujuan yang sama juga dapat dilakukan tndakan kolostomi di daerah ganglioner (Sodikin, 2011).
     Membuat segmen aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus dapat dikerjakan satu atau dua tahap, teknik ini disebut dengan operasi definitive yang dapat dikerjakan  bila berat badan bayi sudah cukup (lebih dari 9 kg). tindakan konservatif ini sebenarnya akan mengaburkan gambaran pemeriksaan barium enema yang dibuat kemudian. Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat untuk menghilangkan gejala obstruksi usus, sambil menunggu dan memperbaiki keadaan umum penderita sebelum operaasi definitive. Berikan dukungan pada orang tua, karena kolostomi sementara sukar diterima. Orang tua harus belajar bagaimana merawat anak dengan

 kolostomi, observasi apa yang perlu dilakukan, bagaimana membersihkan stoma, dan bagaimana menggunakan kantong kolostomi (Sodikin, 2011)
     Intervensi bedah terdiri atas pengangkatan segmen usus aganglionik yang mengalami obstruksi. Pembedahan rektosimoidektomi dilakukan dengan teknik pull-through (Swenson, Renbein, dan Duhamel dalam Sodikin 2011) yaitu jenis pembedahan dengan mereseksi segmen yang menyempit dan menarik usus sehat kea rah anus. Operasi Swenson dilakukan dengan teknik anastomosis intususepsi ujung ke ujung usus aganglionik dan ganglionik melalui anus dan reseksi serta anastomosis sepanjang garis bertitik-titik. Secara lebih spesifik prosedur Duhamel dilakukan dengan cara menaikkan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang telah di tarik (Sodikin, 2011)
     Sedangkan operasi Soave dilakukan dengan cara mukosa diangkat, bagian muscular usus yang aganglionik ditinggalkan dan usus ganglionik didorong sampai menggantung dari anus. Cara Duhamel dan Soave bagian distal rectum tidak dikeluarkan sebab merupakan fase operasi yang sukar dikerjakan, anastomosis koloanal dibuat secara tarik terobos (pull-through). Persiapan prabedah rutin antara lain lavase kolon, antibiotic, infuse intravena, dan pemasangan tuba nasogastrik, sedangkan penatalaksanaan perawatan pascabedah terdiri atas perawatan luka, perawatan kolostomi, observasi terhadap distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis, ileus paralitik, dan peningkatan suhu. Selain melakukan persiapan serta penatalaksaan pascabedah, perawat juga perlu memberikan dukungan pada orang tua, karena orang tua harus belajar bagaimana merawat anak dengan suatu kolostomi, mengobservasi apa yang harus dilakukan, bagaimana membersihkan stoma, dan bagaimana menggunakan kantong kolostomi (Sodikin, 2011)

 B . Proses Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Identitas
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Cecily, 2009).
b.      Riwayat Keperawatan
1)      Keluhan utama
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare (Cecily, 2009).
2)      Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi
3)      Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung
4)      Riwayat kesehatan keluarga: sering didapatkan kondisi yang sama pada generasi terdahulu. Kondisi ini terjadi di sekitar 30% dari kasus.
5)      Riwayat kesehatan lingkungan: tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.
6)      Pengkajian psikososial: akan didapatkan peningkatan kecemasan, serta perlunya pemenuhan informasi intervensi keperawatan dan pengobatan
7)      Imunisasi: Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.
(Cecily, 2009).
c.       Pemeriksaan fisik rutin
1)      Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipat paha, dan rectum akan didapatkan:
a)      Inspeksi : tanda khas didapatkan adanya distensi abdominal. Pemeriksaan rectum dan feses akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan berbau busuk.
b)       Auskultasi : pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan hilngnya bising usus.
c)      Perkusi : timpani akibat abdominal mengalami kembung.
d)     Palpasi : teraba dilatasi kolon pada abdominal.
(Muttaqin Dan Sari, 2011).
2)      Sistem pernapasan: Sesak napas, distres pernapasan
3)      Sistem pencernaan
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
4)      Sistem saraf: Tidak ada kelainan.
5)      Sistem lokomotor/musculoskeletal: Gangguan rasa nyaman.
6)      Sistem endokrin: Tidak ada kelainan.
7)      Sistem integument: Akral hangat.
8)      Sistem pendengaran: Tidak ada kelainan.
d.      Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat terutama yang berhubungan dengan defekasi
e.       Kaji status hidrasi dan nutrisi umum
f.       Monitor bowel elimination pattern
g.      Ukur lingkar abdomen
h.      Observasi manifestasi penyakit hirschsprung      
1)      Tanda-tanda pada Periode bayi baru lahir:
a)      Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah lahir
b)      Menolak untuk minum air
c)      Muntah berwarna empedu
d)     Distensi abdomen
(Sodikin, 2004)
2)      Masa bayi
a)      Ketidakadekuatan penambahan berat badan
b)      Konstipasi
c)      Distensi abdomen
d)     Episode diare dan muntah
e)      Tanda-tanda orninous (sering menandakan adanya enterokolitis)
f)       Diare berdarah
g)      Demam
h)      Letargi
(Sodikin, 2004)

3)       Masa kanak-kanak (gejala lebih kronis)
a)      Konstipasi
b)      Feses berbau menyengat dan seperti karbon
c)      Distensi abdomen
d)     Massa fekal dapat teraba
e)      Anak biasanya mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan yang buruk
(Sodikin, 2004)
i.        Pengkajian praoperasi
1)    Kaji status klinis anak (tanda-tanda vital, asupan dan haluaran)
2)    Kaji adanya tanda-tanda perforasi usus
3)    Kaji adanya tanda-tanda enterokolitis
4)    Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
5)    Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap pembedahan yang akan datang
      (Wong, 2008)

j.        Pengkajian pascaoperasi
1)    Kaji status pascaoperasi anak (tanda-tanda vital, bising usus, distensi abdomen)
2)    Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan
3)    Kaji adanya komplikasi
4)    Kaji adanya tanda-tanda infeksi
5)    Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
6)    Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap pengalamannya di rumah sakit dan pembedahan
7)    Kaji kemampuan orang tua dalam mengelola program pengobatan dan perawatan yang berkelanjutan
                     (Wong, 2008)
2.      Diagnosa, Intervensi, dan Implementasi
Perawatan Praoperatif

1.      Konstipasi berhubungan dengan obstruksi karena aganglion pada usus
 Hasil yang diharapkan :

Anak akan mengalami defekasi teratur yang ditandai oleh berkurangnya distensi abdomen, rasa tidak nyaman berkuran, aliran balik enema atau irigasi rektu yang jernih.
Intervensi :

a.       Monitor terhadap fungsi usus dan karakterisitik feses.
b.      Berikan spoling dengan air garam fisiologis bila tidak ada  kontra-indikasi lain.
c.       Siapkan anak untuk pembedahan dan colostomy temporer, untuk anak usia 5 tahun san usia sekolah: lakukan enema isotonik hingga bersih, dan monitor intake dan output, pemberian elektrolit polyethylene glycol melalui oral atau NGT 25-60ml/kg per jam hingga cairan sampai rektum serta muntah.
d.      Untuk anak di bawah 5 tahun; anak dipuaskan sampai persiapan pembedahan, diberikan cairan secara intravena bila dibutuhkan sesuai program pertahankan intake dan output.
e.       Kolaborasi dengan dokter tentang rencana pembedahan:
Ada dua tahap pembedahan pertama dengan kolostomi loop atau double barrel  dimana diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali menjadi normal dalam waktu 3-4 bulan.
2.      Resiko kurang volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan persiapan pembedahan, intake yang kurang, mual dan muntah.
Hasil yang diharapkan :
Anak akan mempertahankan keseimbangan cairan yang ditandai oleh haluaran urin 1-2 ml per kg per jam, waktu pengisian kembali kapiler 3-5 detik, turgor kulit, dan membrane mukosa lembab.
Intervensi :
a.   Timbang BB
b.   Lakukan monitor terhadap status hidrasi dengan cara mengukur asupan  dan keluaran cairan tubuh.
c.   Observasi membran mukosa, turgor kulit, produksi urine, dan status cairan.
d.  Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi.
e.   Gunakan larutan salin atau antibiotic, bukan air biasa, ketika member enema atau irigasi rektum.
3.      Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembedahan gastrointestinal.
Hasil yang diharapkan :
Anak mempertahankan status nutrisi yang adekuat
Intervensi :
a.       Monitor perubahan status nutrisi antara lain turgor kulit dan asupan.
b.      Lakukan pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidak memungkin.
c.       Lakukan pemberiam nutrisi dengan tinggi kalori, tinggi protein dan tinggi sisa.

4.      Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan motilitas usus
Hasil yang diharapkan
a.       Usus disiapkan untuk prosedur pembedahan
b.      Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang pembedahan dan implikasinya
Intervensi
1.       Beri enema sesuai ketentuan untuk mengosongkan usus
2.       Beri antibiotik sistemik sesuai ketentuan untuk menurunkan flora bakteri dalam usus
3.       Beri antibiotik irigasi kolon sesuai ketentuan untuk menurunkan flora bakteri dalam usus
4.       Beri cairan dan elektrolit  sesuai ketentuan untuk menstabikan anak menghadapi pembedahan.
5.       Ukur dan catat lingkar abdomen karena distensi progresif merupakan tanda yang serius.
a.       Ukur diameter abdomen yang terbesar (setinggi umbilikus)
b.      Tandai titik pengukuran dengan pena untuk meyakinkan ketepatannya.
c.       Pasang pita ukur dibawah anak dan lakukan pengukuran pada saat pengukuran tanda-tanda vital agar tidak menggangu anak untuk yang tidak perlu.
5.      Cemas/takut berhubungan dengan persiapan dari sistem pendukung, lingkungan tidak dikenal, kurang pengetahuan
Hasil yang diharapkan :
a.       Anak menunjukkan ketidakamanan atau kecemasan yang minimum.
b.      Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang kejadian yang akan datang (uraikan metode pembelajaran dan evaluasi). Reaksi perilaku keluarga diterima dan didukung


Intervensi :
a.       Lakukan penyuluhan praoperasi untuk menurunkan cemas/takut
b.      Orientasikan anak pada lingkungan yang asing
c.       Jelaskan di mana orangtua akan berada selama anak di dalam ruang operasi
d.      Minta seseorang untuk tinggal bersama anak untuk memberikan peningkatan rasa aman
Intervensi :
a.       Siapkan untuk prosedur pascaoperasi, sesuai indikasi (mis., selang nasogastrik, cairan IV, puasa, pergantian balutan, drain luka bila perlu)
b.      Jelaskan alasan pembedahan, bila prosedur operasi khusus dilakukan, jelaskan prinsip-prinsip dasar dan dengan singkat jelaskan perawatan bila perlu untuk menguatkan informasi yang diberikan oleh praktisi
c.       Pada situasi kedaruratan, jelaskan komponen pembedahan yang paling esensial (mis., di mana anak sebelum dan setelah pembedahan, anastesia, balutan)
d.      Terima reaksi perilaku orangtua dan anak karena hal ini dapat sangat bervariasi.
6.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan prosedur pembedahan
Hasil yang diharapkan
a.       Keluarga menunjukkan pemahaman tentang prosedur (uraikan demonstrasi) dan informasi yang berkaitan (uraikan).
b.      Keluarga mematuhi petunjuk

Intervensi :
a.       Tekkan dan jelaskan informasi yang diberikan oleh praktisi
b.      Jelaskan tes diagnostik dan prosedur yang berkaitan (mis., pemeriksaan sinar-X).
c.       Jelaskan jadwal anak
1)      Kapan anak akan menerima pramedikasi
2)      Waktu anak akan pergi untuk pembedahan
3)      Dimana orang tua dapat menunggu anak untuk kembali
4)      Ruangan dimana anak akan kembali
5)      Perawatan dan rutinitas pascaprosedur
d.      Gali perasaan keluarga berkenaan dengan prosedur dan implikasinya untuk mengkaji kebutuhan terhadap intervensi lanjut
e.       Libatkan orangtua dalam persiapan anak
f.       Selalu ada untuk keluarga untuk memberikan dukungan dan ketenangan sesuai kebutuhan


Perawatan Pascaoperasi
1.      Nyeri berhubungan dengan insisisi pembedahan
Hasil yang diharapkan :
Pasien tidak mengalami atau nyeri berkurang ketingkat yang diterima anak.
Intervensi :
a.       Lakukan observasi atau monitoring tanda skala nyeri.
b.      Lakukan teknik pengurangan  nyeri seperti teknik pijat punggung (back rub), sentuhan.
c.       Pertahankan posisi yang nyaman bagi pasien.
d.      Kolaborasi dalam pemberian analgesik apabila mungkin.

2.      Risiko infeksi berhubungan dengan pembedahan gastrointestinal
Hasil yang diharapkan :
Anak tidak mengalami infeksi pascabedah akibat kolostomi, serta mempertahankan keutuhan kulit disekeliling area pembelahan.
Intervensi :
a.       Monitor tempat insisi.
b.      Ganti popok yang kering untuk menghindari  kontaminasi.
c.       Lakukan perawatan pada kolostomi atau perianal.
d.      Pemberian larutan neomycin 1.0 % per rektum atau stoma sesuai program.
e.       Pemberian antibiotik oral atau intravena sesuai program,
f.       Kaji insisi pembedahan : kemerahan, bengkak, dan drainage.
g.      Kaji warna stoma, perdarahan, dan kaji kerusakan sekeliling area insisi pembedahan.
h.      Gunakan kantong stoma hypoalergic.
i.        Kolaborasi pemberian antibiotik dalam penatalaksanaan pengamatan terhadap mikroorganisme.
Cemas/takut berhubungan dengan pembedahan, lingkungan asing, perpisahan dari sistem pendukung, ketidaknyamanan

Hasil yang diharapkan :
a.      Istirahat dengan tenang
b.      Anak mendiskusikan prosedur dan aktivitas tanpa bukti kecemasan

Intervensi
a.       Pertahankan sikap yang tenang dan menyakinkan
b.      Dorong ekspresi perasaan untuk memudahkan koping
c.       Jelaskan prosedur dan aktivitas klien sebelum memulai
d.      Jawab pertanyaan dan jelaskan tujuan aktivitas
e.       Tetap menginformasikan kemajuan
f.       Tetap bersama anak sebanyak mungkin
g.      Berikan dorongan dan umpan balik positif atas kerja samanya dalam perawatan
h.      Dorong keberadaan orangtua segera setelah di izinkan untuk menurunkan distres perpisahan


Perubahan proses keluarga berhubungan  dengan krisis situasi (anak dihospitalisasi)
Hasil yang diharapkan
Anak dan keluarga menunjukkan kemampuan dan memberikan perawatan kolostomi di rumah
Intervensi
a.       Kenalkan keluarga pada anggota staf RS yang signifikan
b.      Gambarkan rutinitas RS yang berkaitan dengan anak
c.       Perkenalkan keluarga dengan lingkungan yang baru dan asing (misalnya tata letak fisik ruangan, termasuk ruang bermain, dapur, toilet, telepon, di mana mereka dapat tinggal, serta di mana mereka dapat menyimpan barang-barang miliknya)
d.      Tunjukkan pada keluarga area di luar unit yang mungkin perlu mereka gunakan (misalnya ruangan keluarga, taman)
e.       Arahkan keluarga ke tujuan (tempat-tempat di RS yang menarik untuk dilihat dan dibicarakan)
f.       Berikan suasana yang menimbulkan pertanyaan, misalnya ekspresi keraguan dan perasaan.
g.      Selalu ada untuk keluarga
h.      Waspadai tanda-tanda ketegangan pada anggota keluarga
i.        Berikan privasi
Dorong keluarga dan anak yang lebih besar untuk membantu mengganti pakaian selama periode pascaoperasi awal untuk memudahkan penyesuaian diri mereka



3.      Evaluasi
     Menurut Muttaqin dan Sari (2011,p. 656-657), hasil yang diharapkan setelah dilakuan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
a.       Pasien tidak mengalami injuri
b.      Pemenuhan informasi optimal
c.       Orangtua memahami dan termotivasi untk ikut serta dalam mencegah gangguan tumbuh kembang anak
d.      Kondisi cairan tubuh optimal
e.       Tidak terjadi syok hipovolemik selama asuhan keperawatan
f.       Asupan nutrisi optimal
g.      Nyeri terkontrol atau teradaptasi
h.      Tidak mengalami infeksi luika pascabedah
i.        Kondisi konstipasi dapat menurun
j.        Tingkat kecemaan pasien atau orangtua menurun




Referensi:
Cecily Lynn Betz. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 5. Jakarta : EGC
Wong, D. L.2008. pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta : EGC


No comments:

Post a Comment

Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat