Askep Hirschsprung
A. Definisi
Penyakit hirschprung adalah suatu gangguan
perkembangan dari sistem saraf enterik dengan karakteristik tidak adanya
sel-sel ganglion (tidak adanya pleksus mienterik) pada bagian distal kolon dan
kolon tidak bisa mengembang dengan memberikan manifestasi perubahan struktur
dari kolon (Lee, 2008). Pada kondisi klinik penyakit hirschprung lebih dikenal
dengan megakolon kongenital (Muttaqin & Sari, 2011,p. 648).
Penyakit hirshprung (megakolon aganglioik
kongenital) merupakan
obstruksi mekanis yang disebabkan oleh ketidakadekuatan motilitas bagian usus.
Penyakit ini menempati seperempat
dari keseluruhan kasus obstruksi neonatal kendati diagnosisya mungkin baru bisa
ditegakkan kemudian dalam masa bayi atau kanak-kanak. Penyakit hirschprung
empat kali lebih sering mengenai bayi atau anak laki-laki daripada perempuan,
mengikuti pola familial pada sejumlah kecil kasus dan cukup sering dijumpai
diantara anak-anak yang menderita sindrom down. Insidensinya adalah 1 dalam
5000 kelahiran hidup. Bergantung pada gambaran klinisnya, penyakit ini bisa
bersifat akut, dan mengancam kehidupan pasieannya atau suatu kelainan yang
kronis (Wong, 2008,p. 1007).
B. Etiologi
1. Penyakit
hirschsprung diduga sebagai defek kongenital familia.
2. Penyakit
hirschsprung terjadi akibat kegagalan perpindahan kroaniokoudal dari prekursor
sel saraf ganglion sepanjang saluran GI antara minggu kelima dan keduan belas
gestasi (Mary,p.257).
3. Genetik
4. Ketidakadekuatan
motilitas bagian usus.
5. Kegagalan
migrasi sel-sel dari puncak neural embrionik kedinding usus atau keggalan dari
pleksus-pleksus meinterikus dan submukosa untuk bergerak ke kraniokaudal dalam
didinding usus (nelson, p.426)
C. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang
dicerna dapat berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari
otot-otot yang melapisis usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan
peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf
yang disebut ganglion, yang terletak di bawah lapisan otot. Pada penyakit
Hirschprung, ganglion/pleksus yang memerintahkan gerakan peristaltik tidak ada,
biasanya hanya sepanjang beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki
gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna sehingga
terjadi penyumbatan (Dasgupta, 2004 dalam Muttaqin & Sari, 2011,p. 649).
Etiologi penyakit hirschprung belum
dipahami sepenuhnya. Segmen yang aganglionik hampir selalu meliputi rektum dan
bagian proksimal usus besar. Kadang-kadang dapat terjadi “segmen yang
terlewatkan” atau aganglionosis usus total/ Kurangnya enervasi menyebabkan
defek fungsional yang mengakibatkan tidak adanya gerakan mendorong
(peristaltik) sehingga isi usus bertumpuk dan terjadi distensi usus di sebelah
proksimal defek (megakolon). Disamping itu, ketidakmampuan sfingter ani interna
untuk melakukan relaksasi turut menimbulkan manifestasi klinis obstruksi karena
keadaan ini mencegah evakuasi kotoran yang berbentuk padat, cair, dan gas.
Distensi intestinal ikut menyebabkan terjadinya enterokolitit (inflamasi usus
halus dan kolon), yaitu penyebab utama kematian pada anak-anak yang menderita
penyakit Hirschprung (Wong, 2008,p. 1008).
D. Tipe
Hirschsprung
Menurut
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1996), Hirschsprung dibedakan sesuai
dengan panjang segmen yang terkena, Hirschsprung dibedakan menjadi dua tipe
berikut.
1. Segmen
pendek
Segmen pendek
aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, terjadi pada sekitar 70% kasus
penyakit Hirschsprung dan tipe ini lebih sering ditemukan pada laki-laki
dibandingkan anak perempuan. Pada tipe segmen pendek yang umum, insidennya 5
kali lebih besar pada laki-laki disbanding wanita dan kesempatan bagi saudara
laki-laki dari penderita anak untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dari 20.
2. Segmen
panjang
Daerah aganglionosis
dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat mengenai seluruh kolon atau sampai
usus halus. Laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama, terjadi pada 1
dari 10 kasus tanpa membedakan jenis kelamin. Menurut Sacharin (1986, dalam
Sodikin, 2011: 203).
E. Manifestasi
klinis
Manisfestasi untuk Hirschsprung dibedakan berdasarkan
tahap usia sebagai berikut :
1.
Periode baru
lahir (Tiga tanda (trias)
a.
Gagal
mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah lahir
b.
Menolak untuk
minum air
c.
Muntah berwarna
empedu
d.
Distensi abdomen
karena obstruksi rectum
(Wong, 2003, p. 507)
e.
peristaltic dan bising
usus yang nyata (Sodikin,
2011, p.203).
2.
Masa bayi :
a.
Ketidakadekuatan
penambahan berat badan
b.
Konstipasi
c.
Distensi abdomen
d.
Episode diare
muntah
e.
Tanda-tanda
aminous (sering menandakan adanya enterokolitis)
f.
Diare berdarah,
feses besar
g.
Demam
h.
Letargi berat
(kelemahan)
(Wong, 2003, p. 507)
3.
Masa kanak-kanak
:
a.
Konstipasi
b.
Feses berbau
menyengat dan seperti karbon
c.
Distensi abdomen
d.
Masa fekal dapat
teraba
e. Anak biasanya memiliki nafsu makan dan pertumbuhan
yang buruk
(Wong, 2003, p. 507)
F.
Pemeriksaan penunjang
1. Memasukkan
jari kedalam lumen anus
Pada penderita
hirschprung, pemeriksaan ini sangan penting dilakukan. Saat pemeriksaan ini,
jari akan merasakan jepitan karena lumen rektum yang sempit, pada saat ditarik
akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium . (sodikin, 2011)
2. Pemeriksaan
lain (sodikin, 2011)
a. Foto
polos abdbiopsiomen tegak akan mem[erlihatkan usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah
b. Pemeriksaan
radiologis akan memperlihatkan kelainan pada kolon setelah enema barium.
Radiografi biasanya akan memperlihatkan dilatasi dari kolon diatas segmen
aganglionik.
c. Biopsi
rektal dilakukan dengan anastesi umum, hal ini melibatkan diperolehnya sampel
lapisan otot rektum untuk pemeriksaan adanya sel ganglion dari pleksus aurbach
(biopsi) yang lebih superfisisal untuk memperoleh mukosa dan submukosa bagi
pemeriksaan pleksus meissner.
d. Manometri
anorektal merupakan uji dengan suatu balon yang ditempatkan dalam rektum dan
dikembangkan. Secara normal, dikembangkannya balon akan menghambat sfingter ani
interna. Efek inhibisi pada penyakit hirschprung tidak ada dan jika balon
berada dalam usus aganglionik, dapat diidentifikasi gelombang rektal yang
abnormal. Uji ini efektif dilakukan pada masa neonatus karena dapat diperoleh
hasil baik positif palsu ataupun negatif palsu.
G.
Prinsip dan
Pengobatan manajemen keperawatan
Setelah
ditemukan kelainan histologik dari Hirschsprung, selanjutnya mulai dikenal
teknik operasi yang rasional untuk penyakit ini. Tindakan definif bertujuan
menghilangkan hambatan pada segmen usus yang menyempit. Tindakan konservatif
adalah tindakan darurat untuk menghilangkan tanda-tanda obstruksi rendah dengan
jalan memasang anal tube dengan atau tanpa disertai pembilasan air garam hangat
secara teratur. Air tidak boleh digunakan karena bahaya absorbsi air mengarah pada intoksikasi air, hal ini
disebabkan karena difusi cepat dari usus yang mengalami dilatasi air ke dalam
sirkulasi (Sacharin,1986 dalam Sodikin, 2011).
Penatalaksanaan dari gejala obstipasi dan mencegah enterokolitis dapat
dilakukan dengan bilas kolon menggunakan garam faal, cara ini efektif dilakukan
pada Hirschsprung tipe segmen pendek untuk tujuan yang sama juga dapat
dilakukan tndakan kolostomi di daerah ganglioner (Sodikin, 2011).
Membuat segmen
aganglionik dan mengembalikan kontinuitas usus dapat dikerjakan satu atau dua
tahap, teknik ini disebut dengan operasi definitive yang dapat dikerjakan bila berat badan bayi sudah cukup (lebih dari
9 kg). tindakan konservatif ini sebenarnya akan mengaburkan gambaran
pemeriksaan barium enema yang dibuat kemudian. Kolostomi merupakan tindakan
operasi darurat untuk menghilangkan gejala obstruksi usus, sambil menunggu dan
memperbaiki keadaan umum penderita sebelum operaasi definitive. Berikan
dukungan pada orang tua, karena kolostomi sementara sukar diterima. Orang tua
harus belajar bagaimana merawat anak dengan
kolostomi, observasi apa yang perlu dilakukan,
bagaimana membersihkan stoma, dan bagaimana menggunakan kantong kolostomi (Sodikin, 2011)
Intervensi bedah
terdiri atas pengangkatan segmen usus aganglionik yang mengalami obstruksi.
Pembedahan rektosimoidektomi dilakukan dengan teknik
pull-through (Swenson, Renbein, dan Duhamel dalam Sodikin 2011) yaitu
jenis pembedahan dengan mereseksi segmen yang menyempit dan menarik usus sehat
kea rah anus. Operasi
Swenson dilakukan dengan teknik anastomosis intususepsi ujung ke ujung usus
aganglionik dan ganglionik melalui anus dan reseksi serta anastomosis sepanjang
garis bertitik-titik. Secara lebih spesifik
prosedur Duhamel dilakukan dengan cara menaikkan kolon normal kearah
bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik, membuat dinding
ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal yang telah
di tarik (Sodikin, 2011)
Sedangkan
operasi Soave dilakukan dengan cara mukosa diangkat,
bagian muscular usus yang aganglionik ditinggalkan dan usus ganglionik didorong
sampai menggantung dari anus. Cara Duhamel dan
Soave bagian distal rectum tidak dikeluarkan sebab merupakan fase
operasi yang sukar dikerjakan, anastomosis koloanal dibuat secara tarik terobos
(pull-through). Persiapan
prabedah rutin antara lain lavase kolon, antibiotic, infuse intravena, dan
pemasangan tuba nasogastrik, sedangkan penatalaksanaan perawatan pascabedah
terdiri atas perawatan luka, perawatan kolostomi, observasi terhadap distensi
abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis, ileus paralitik, dan peningkatan suhu. Selain melakukan
persiapan serta penatalaksaan pascabedah, perawat juga perlu memberikan
dukungan pada orang tua, karena orang tua harus belajar bagaimana merawat anak
dengan suatu kolostomi, mengobservasi apa yang harus dilakukan, bagaimana
membersihkan stoma, dan bagaimana menggunakan kantong kolostomi (Sodikin, 2011)
B
. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Penyakit
ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan
tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain.
Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada
anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi
sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak
laki-laki dan perempuan (Cecily, 2009).
b. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama
Obstipasi
merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan
adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut
kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare (Cecily,
2009).
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan
kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir
dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering
mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi
selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi
abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi
3) Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada
penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung
4) Riwayat kesehatan keluarga: sering
didapatkan kondisi yang sama pada generasi terdahulu. Kondisi ini terjadi di
sekitar 30% dari kasus.
5) Riwayat kesehatan lingkungan: tidak
ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.
6) Pengkajian psikososial: akan
didapatkan peningkatan kecemasan, serta perlunya pemenuhan informasi intervensi
keperawatan dan pengobatan
7) Imunisasi: Tidak ada imunisasi untuk
bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.
(Cecily,
2009).
c. Pemeriksaan fisik rutin
1) Pada pemeriksaan fisik fokus pada
area abdomen, lipat paha, dan rectum akan didapatkan:
a) Inspeksi : tanda khas didapatkan
adanya distensi abdominal. Pemeriksaan rectum dan feses akan didapatkan adanya
perubahan feses seperti pita dan berbau busuk.
b) Auskultasi : pada fase awal didapatkan
penurunan bising usus, dan berlanjut dengan hilngnya bising usus.
c) Perkusi : timpani akibat abdominal
mengalami kembung.
d) Palpasi : teraba dilatasi kolon pada
abdominal.
(Muttaqin Dan Sari, 2011).
2) Sistem pernapasan: Sesak napas,
distres pernapasan
3) Sistem pencernaan
Umumnya
obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang
lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan
dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau
tinja yang menyemprot.
4) Sistem saraf: Tidak ada kelainan.
5) Sistem lokomotor/musculoskeletal:
Gangguan rasa nyaman.
6) Sistem endokrin: Tidak ada kelainan.
7) Sistem integument: Akral hangat.
8) Sistem pendengaran: Tidak ada
kelainan.
d. Dapatkan
riwayat kesehatan dengan cermat terutama yang berhubungan dengan defekasi
e. Kaji
status hidrasi dan nutrisi umum
f. Monitor
bowel elimination pattern
g. Ukur
lingkar abdomen
h. Observasi
manifestasi penyakit hirschsprung
1) Tanda-tanda
pada Periode bayi baru lahir:
a) Gagal
mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam setelah lahir
b) Menolak
untuk minum air
c) Muntah
berwarna empedu
d) Distensi
abdomen
(Sodikin,
2004)
2) Masa
bayi
a) Ketidakadekuatan
penambahan berat badan
b) Konstipasi
c) Distensi
abdomen
d) Episode
diare dan muntah
e) Tanda-tanda
orninous (sering menandakan adanya enterokolitis)
f) Diare
berdarah
g) Demam
h) Letargi
(Sodikin,
2004)
3) Masa kanak-kanak (gejala lebih kronis)
a) Konstipasi
b) Feses
berbau menyengat dan seperti karbon
c) Distensi
abdomen
d) Massa
fekal dapat teraba
e) Anak
biasanya mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan yang buruk
(Sodikin,
2004)
i.
Pengkajian praoperasi
1)
Kaji status klinis anak (tanda-tanda
vital, asupan dan haluaran)
2)
Kaji adanya tanda-tanda perforasi usus
3)
Kaji adanya tanda-tanda enterokolitis
4)
Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
5)
Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk
melakukan koping terhadap pembedahan yang akan datang
(Wong, 2008)
j.
Pengkajian pascaoperasi
1)
Kaji status pascaoperasi anak
(tanda-tanda vital, bising usus, distensi abdomen)
2)
Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau
kelebihan cairan
3)
Kaji adanya komplikasi
4)
Kaji adanya tanda-tanda infeksi
5)
Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
6)
Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk
melakukan koping terhadap pengalamannya di rumah sakit dan pembedahan
7) Kaji
kemampuan orang tua dalam mengelola program pengobatan dan perawatan yang
berkelanjutan
(Wong, 2008)
2. Diagnosa,
Intervensi, dan Implementasi
Perawatan Praoperatif
1.
Konstipasi berhubungan dengan
obstruksi karena aganglion pada usus
|
|||
Hasil
yang diharapkan :
Anak
akan mengalami defekasi teratur yang ditandai oleh berkurangnya distensi
abdomen, rasa tidak nyaman berkuran, aliran balik enema atau irigasi rektu
yang jernih.
|
Intervensi :
a. Monitor
terhadap fungsi usus dan karakterisitik feses.
b. Berikan
spoling dengan air garam fisiologis bila tidak ada kontra-indikasi lain.
c. Siapkan
anak untuk pembedahan dan colostomy temporer, untuk anak usia 5 tahun san
usia sekolah: lakukan enema isotonik hingga bersih, dan monitor intake dan
output, pemberian elektrolit polyethylene glycol melalui oral atau NGT
25-60ml/kg per jam hingga cairan sampai rektum serta muntah.
d. Untuk
anak di bawah 5 tahun; anak dipuaskan sampai persiapan pembedahan, diberikan
cairan secara intravena bila dibutuhkan sesuai program pertahankan intake dan
output.
e. Kolaborasi
dengan dokter tentang rencana pembedahan:
Ada dua tahap
pembedahan pertama dengan kolostomi loop
atau double barrel dimana diharapkan tonus dan ukuran usus yang
dilatasi dan hipertropi dapat kembali menjadi normal dalam waktu 3-4 bulan.
|
||
2.
Resiko kurang volume cairan dan
elektrolit berhubungan dengan persiapan pembedahan, intake yang kurang, mual
dan muntah.
|
|||
Hasil yang diharapkan :
Anak
akan mempertahankan keseimbangan cairan yang ditandai oleh haluaran urin 1-2
ml per kg per jam, waktu pengisian kembali kapiler 3-5 detik, turgor kulit,
dan membrane mukosa lembab.
|
Intervensi :
a. Timbang
BB
b. Lakukan
monitor terhadap status hidrasi dengan cara mengukur asupan dan keluaran cairan tubuh.
c. Observasi
membran mukosa, turgor kulit, produksi urine, dan status cairan.
d. Kolaborasi
dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi.
e. Gunakan
larutan salin atau antibiotic, bukan air biasa, ketika member enema atau
irigasi rektum.
|
||
3.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembedahan gastrointestinal.
|
|||
Hasil yang diharapkan :
Anak
mempertahankan status nutrisi yang adekuat
|
Intervensi :
a. Monitor
perubahan status nutrisi antara lain turgor kulit dan asupan.
b. Lakukan
pemberian nutrisi parenteral apabila secara oral tidak memungkin.
c. Lakukan
pemberiam nutrisi dengan tinggi kalori, tinggi protein dan tinggi sisa.
|
||
4.
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan
motilitas usus
|
|||
Hasil yang diharapkan
a.
Usus disiapkan untuk prosedur pembedahan
b.
Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman
tentang pembedahan dan implikasinya
|
Intervensi
1.
Beri enema sesuai ketentuan untuk mengosongkan
usus
2.
Beri antibiotik sistemik sesuai ketentuan
untuk menurunkan flora bakteri dalam usus
3.
Beri antibiotik irigasi kolon sesuai ketentuan
untuk menurunkan flora bakteri dalam usus
4.
Beri cairan dan elektrolit sesuai ketentuan untuk menstabikan anak
menghadapi pembedahan.
5.
Ukur dan catat lingkar abdomen karena distensi
progresif merupakan tanda yang serius.
a.
Ukur diameter abdomen yang terbesar (setinggi
umbilikus)
b.
Tandai titik pengukuran dengan pena untuk
meyakinkan ketepatannya.
c.
Pasang pita ukur dibawah anak dan lakukan
pengukuran pada saat pengukuran tanda-tanda vital agar tidak menggangu anak
untuk yang tidak perlu.
|
||
5.
Cemas/takut berhubungan dengan
persiapan dari sistem pendukung, lingkungan tidak dikenal, kurang pengetahuan
|
|||
Hasil yang diharapkan :
a.
Anak menunjukkan ketidakamanan atau kecemasan yang
minimum.
b.
Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang
kejadian yang akan datang (uraikan metode pembelajaran dan evaluasi). Reaksi
perilaku keluarga diterima dan didukung
|
Intervensi :
a. Lakukan
penyuluhan praoperasi untuk menurunkan cemas/takut
b. Orientasikan
anak pada lingkungan yang asing
c. Jelaskan
di mana orangtua akan berada selama anak di dalam ruang operasi
d. Minta
seseorang untuk tinggal bersama anak untuk memberikan peningkatan rasa aman
Intervensi
:
a. Siapkan
untuk prosedur pascaoperasi, sesuai indikasi (mis., selang nasogastrik,
cairan IV, puasa, pergantian balutan, drain luka bila perlu)
b. Jelaskan
alasan pembedahan, bila prosedur operasi khusus dilakukan, jelaskan
prinsip-prinsip dasar dan dengan singkat jelaskan perawatan bila perlu untuk
menguatkan informasi yang diberikan oleh praktisi
c. Pada
situasi kedaruratan, jelaskan komponen pembedahan yang paling esensial (mis.,
di mana anak sebelum dan setelah pembedahan, anastesia, balutan)
d. Terima
reaksi perilaku orangtua dan anak karena hal ini dapat sangat bervariasi.
|
||
6. Perubahan
proses keluarga berhubungan dengan prosedur pembedahan
|
|||
Hasil
yang diharapkan
a. Keluarga
menunjukkan pemahaman tentang prosedur (uraikan demonstrasi) dan informasi
yang berkaitan (uraikan).
b. Keluarga
mematuhi petunjuk
|
Intervensi :
a. Tekkan
dan jelaskan informasi yang diberikan oleh praktisi
b. Jelaskan
tes diagnostik dan prosedur yang berkaitan (mis., pemeriksaan sinar-X).
c. Jelaskan
jadwal anak
1) Kapan
anak akan menerima pramedikasi
2) Waktu
anak akan pergi untuk pembedahan
3) Dimana
orang tua dapat menunggu anak untuk kembali
4) Ruangan
dimana anak akan kembali
5) Perawatan
dan rutinitas pascaprosedur
d. Gali
perasaan keluarga berkenaan dengan prosedur dan implikasinya untuk mengkaji
kebutuhan terhadap intervensi lanjut
e. Libatkan
orangtua dalam persiapan anak
f. Selalu
ada untuk keluarga untuk memberikan dukungan dan ketenangan sesuai kebutuhan
|
||
Perawatan Pascaoperasi
1.
Nyeri berhubungan dengan insisisi
pembedahan
|
|
Hasil yang diharapkan :
Pasien
tidak mengalami atau nyeri berkurang ketingkat yang diterima anak.
|
Intervensi :
a. Lakukan
observasi atau monitoring tanda skala nyeri.
b. Lakukan
teknik pengurangan nyeri seperti
teknik pijat punggung (back rub), sentuhan.
c. Pertahankan
posisi yang nyaman bagi pasien.
d. Kolaborasi
dalam pemberian analgesik apabila mungkin.
|
2.
Risiko infeksi berhubungan dengan
pembedahan gastrointestinal
|
|
Hasil yang diharapkan :
Anak
tidak mengalami infeksi pascabedah akibat kolostomi, serta mempertahankan
keutuhan kulit disekeliling area pembelahan.
|
Intervensi :
a. Monitor
tempat insisi.
b. Ganti
popok yang kering untuk menghindari
kontaminasi.
c. Lakukan
perawatan pada kolostomi atau perianal.
d. Pemberian
larutan neomycin 1.0 % per rektum atau stoma sesuai program.
e. Pemberian
antibiotik oral atau intravena sesuai program,
f. Kaji
insisi pembedahan : kemerahan, bengkak, dan drainage.
g. Kaji
warna stoma, perdarahan, dan kaji kerusakan sekeliling area insisi
pembedahan.
h. Gunakan
kantong stoma hypoalergic.
i.
Kolaborasi pemberian antibiotik
dalam penatalaksanaan pengamatan terhadap mikroorganisme.
|
Cemas/takut
berhubungan dengan pembedahan, lingkungan asing, perpisahan dari sistem
pendukung, ketidaknyamanan
|
|
Hasil yang
diharapkan :
a. Istirahat
dengan tenang
b. Anak
mendiskusikan prosedur dan aktivitas tanpa bukti kecemasan
|
Intervensi
a. Pertahankan
sikap yang tenang dan menyakinkan
b. Dorong
ekspresi perasaan untuk memudahkan koping
c. Jelaskan
prosedur dan aktivitas klien sebelum memulai
d. Jawab
pertanyaan dan jelaskan tujuan aktivitas
e. Tetap
menginformasikan kemajuan
f. Tetap
bersama anak sebanyak mungkin
g. Berikan
dorongan dan umpan balik positif atas kerja samanya dalam perawatan
h. Dorong
keberadaan orangtua segera setelah di izinkan untuk menurunkan distres
perpisahan
|
Perubahan
proses keluarga berhubungan dengan
krisis situasi (anak dihospitalisasi)
|
|
Hasil yang diharapkan
Anak dan
keluarga menunjukkan kemampuan dan memberikan perawatan kolostomi di rumah
|
Intervensi
a.
Kenalkan keluarga pada anggota staf RS yang
signifikan
b.
Gambarkan rutinitas RS yang berkaitan dengan anak
c.
Perkenalkan keluarga dengan lingkungan yang baru
dan asing (misalnya tata letak fisik ruangan, termasuk ruang bermain, dapur,
toilet, telepon, di mana mereka dapat tinggal, serta di mana mereka dapat
menyimpan barang-barang miliknya)
d.
Tunjukkan pada keluarga area di luar unit yang
mungkin perlu mereka gunakan (misalnya ruangan keluarga, taman)
e.
Arahkan keluarga ke tujuan (tempat-tempat di RS
yang menarik untuk dilihat dan dibicarakan)
f.
Berikan suasana yang menimbulkan pertanyaan,
misalnya ekspresi keraguan dan perasaan.
g.
Selalu ada untuk keluarga
h.
Waspadai tanda-tanda ketegangan pada anggota
keluarga
i.
Berikan privasi
Dorong
keluarga dan anak yang lebih besar untuk membantu mengganti pakaian selama
periode pascaoperasi awal untuk memudahkan penyesuaian diri mereka
|
3. Evaluasi
Menurut Muttaqin dan Sari (2011,p. 656-657),
hasil yang diharapkan setelah dilakuan tindakan keperawatan adalah sebagai
berikut :
a.
Pasien tidak mengalami injuri
b.
Pemenuhan informasi optimal
c.
Orangtua memahami dan termotivasi untk
ikut serta dalam mencegah gangguan tumbuh kembang anak
d.
Kondisi cairan tubuh optimal
e.
Tidak terjadi syok hipovolemik selama
asuhan keperawatan
f.
Asupan nutrisi optimal
g.
Nyeri terkontrol atau teradaptasi
h.
Tidak mengalami infeksi luika pascabedah
i.
Kondisi konstipasi dapat menurun
j.
Tingkat kecemaan pasien atau orangtua
menurun
Referensi:
Cecily Lynn Betz. 2009.
Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi
5. Jakarta : EGC
Wong, D. L.2008. pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta
: EGC
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat