ASUHAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Asuhan Keperawatan pada
kasus Gawat Darurat dengan pasien yang mengalami OPEN PNEUMOTORAKS, berbeda
dengan pemberian ASKEP pada Konsep Medikal Bedah.Dalam mengkaji pasien Gawat
Darurat dengan kasus OPEN PNEUMOTORAKS, harus dilakukan dengan sistematis mulai
dari:
A: Airway
(jalur nafas):
Perioritas
intervensi tertinggi dalam primary survey adalah mempertahankan kepatenan jalan
nafas. Dalam hitungan menit tanpa adekuatnya suplai oksigen dapat menyebabkan
trauma serebral yang akan berkembang menjadi kematian otak (anoxic brain
death). Airway harus bersih dari berbagai secret atau debris dengan kateter
suction atau secara manual jika diperlukan. Spinal servikal harus diproteksi
pada klien trauma dengan kemungkinan trauma spinal secara manual alignment
leher pada posisi netral, posisi in-line dan menggunakan maneuver jaw thrust ketika
memperthankan jalan nafas (Krisanty, Paula dkk, 2009; 19).
Secara
umum, masker non-rebreather adalah yang paling baik untuk klien bernafas
spontan. Ventilasi bag-valve-mask (BMV) dengan alat bantu nafas yang tepat dan
sumber oksigen 100% diindikasikan untuk individu yang memerlukan bantuan
ventilasi selama resusitasi. Klien gangguan kesadaran, diindikasikan dengan GCS
kurang dari sama dengan 8, membutuhkan airway definitif seperti Endotracheal
tube (ETT) (Krisanty, Paula dkk, 2009; 20).
Trauma pada
jalan napas harus dikenali dan diketahui selama fase primasy survey dengan:
a. Mendengarkan
gerakan udara pada hidung, mulut dan daerah dada.
b. Meneliti
daerah orofaring karena sumbatan oleh benda asing.
c. Mengawasi
retraksi otot-otot interkostal dan supraklavikular.
Ada trauma
pada jalan napas, ditandai dengan:
a. Stridor
(sumbatan jalan napas atas)
b. Perubahan
kualitas suara (bila pasien masih bisa bicara)
c. Terabanya
defek pada regio sendi sternoklavikular (Trauma luas pada dasar leher)
Pada airway
yang perlu diperhatikan adalah mempertahankan jalan nafas, memperhatikan apakah
ada obstruksi pada jalan nafas( benda asing,secret,darah). Pada kasus open
pneumotoraks terdapat masalah pada jalan napasnya yang disebabkan oleh
penumpukan darah dan udara.
Diagnose :
Bersihan jalan napas tidak
efektif b/d penumpukan darah dan udara.
Intervensi :
a. Kaji
kesadaran pasien dengan menyentuh, menggoyang dan memanggil namanya.
R/ mengetahui tingkat kesadaran
pasien, apakah masih dalam tahap unrespon, pain, voice, dan alert.
b. Lakukan
panggilan untuk pertolongan darurat
R/ bantuan segera dapat membantu
mempercepat pertolongan.
c. Beri posisi
terlentang pada permukaan rata yang tidak keras, kedua lengan pasien disamping
tubuhnya.
R/ mengantisipasi trauma servikal,
posisi yang tepat dan lingkungan yang nyaman dapat penolong dan korban dalam
melakukan tindakan.
d. Berikan posisi nyaman pada klien seperti
semifowler/fowler
R/meningkatkan inspirasi
maksimal,meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tak sakit.
e. Buka jalan nafas dengan mengunakan tekhnik
gabungan head tilt-chin lift atau dengan tekhnik jaw thrust apabila klien dicurigai
mengalami trauma cervical.
R/membuka jalan nafas dengan
mengangkat epiglottis.
f. Beri O2
atau pasang ventilator
R/alat dalam menurunkan kerja napas,
meningkatkan penghilangan distress respirasi dan sianosis sehubungan dengan
hipoksemia.
R/mengurangi tekanan intrapleura
g. Berikan obat
jenis analgetik
R/mengurangi
hingga menghilangkan rasa nyeri
h. Lakukan
pemasangan WSD
R/untuk mengeluarkan darah yang
menumpuk pada rongga pleura.
Evaluasi :
a. Kebutuhan
oksigen pasien adekuat
b. Jalan nafas
pasien kembali efektif
B:Breathing
(pernapasan)
Setelah
jalan napas aman, breathing menjadi perioritas berikutnya dalam primary survey.
Pengkajian ini untuk mengetahui apakah usaha ventilasi efektif atau hanya pada
klien bernafas. Fokusnya adalah pada auskultasi bunyi nafas dan evluasi
ekspansi dada, usaha respirasi, dan adanya bukti trauma dinding dada atau
abnormalitas fisik. Pada klien apnea dan kurangnya usaha ventilasi untuk
mendukung sampai sampai intubasi endotrakeal dilakukan dan ventilasi mekanik
digunakan. Jika resusitasi jantung paru diperlukan, ventilasi mekanik harus
dihentikan dan klien secara manual diventilasi dengan alat BVM untuk ventilasi
lanjutan yang baik dengan kompresi dada, sebaik untuk mengkaji komplians paru
melalui pengukuran derajat kesulitan ventilasi klien dengan BVM (Krisanty,
Paula dkk, 2009; 20).
Penilaian kualitas pernapasan dengan cara:
a. Inspeksi:
ada luka, perhatikan keseragaman gerak kedua sisi dada saat akhir inspirasi
atau ekspirasi.
b. Palpasi: ada
kripitasi, nyeri tekan.
c. Perkusi:
bunyi sonor, hipersonor, pekak, timpani.
d. Auskultasi:
bising nafas, bising abnormal.
Pada
auskultasi suara napas menghilang yang mengindikasikan bahwa paru tidak
mengembang dalam rongga pleura.perkusi dinding dada hipersonor,semakin lama
tekanan udara didalam rongga pleura didalam rongga pleura akan meningkat dan
melebihi tekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat
menekan paru sehingga dapat terjadi sesak nafas tiba-tiba,nafas pendek bahkan
sering menimbulkan gagal nafas.
Diagonose
Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan
penurunan kemampuan oksigenase karena akumulasi udara.
Intervensi:
a. Kaji
pernapasan klien dengan mendekatkan telinga di atas hidung atau mulut sambil
mempertahankan pembukaan jalan nafas
R/mengetahui
ada tidaknya pernapasan.
b. Perhatikan
dada pasien dengan melihat gerakan naik turunnya dada pasien.
R/mengetahui apakah masih terjadi pengembangan paru.
R/mengetahui apakah masih terjadi pengembangan paru.
c. Auskultasi
yang keluar waktu ekspirasi,merasakan adanya aliran udara.
R/mendengarkan apakah terdapat suara tambahan atau tidak.
R/mendengarkan apakah terdapat suara tambahan atau tidak.
d. Berikan
posisi nyaman pada klien seperti semifowler/fowler.
R/Meningkatkan ekspansi paru.
e. Observasi
kembali naik turunnya dada,mendengar dan merasakan udara yang keluar pada
ekshalasi.
R/mengetahui
keberhasilan tindakan yang telah dilakukan.
f. Berikan O2
atau pasang ventilator
R/memenuhi
kebutuhan oksigen pasien.
Evaluasi
a. Pola napas
pasien menjadi 16-24 x/ menit
b. Tampak
pergerakan dada pasien simetris pada saat bernapas
C:Circulation
(sirkulasi)
Peningkatan
tekanan intratoraks mengakibatkan tergesernya organ mediastinum secara massif
ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. Pergeseran
mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera ini dapat menyebabkan
penyumbatan aliran vena kava superior dan inferior yang dapat mengurangi
cardiac preload dan menurunkan cardiac output.
a. Tentukan
status sirkulasi dengan mengkaji nadi, mencatat irama, dan ritmenya dan
mengkaji warna kulit.
b. Kaji tekanan
darah
c. Kaji adanya
bukti perdarahan
Intervensi
ditargetkan untuk memperbaiki sirkulasi yang efektif melalui resusitasi
kardiopulmoner, kontrol perdarahan, akses intravena dengan penatalaksanaan
cairan dan darah jika dipelrukan, dan obat-obatan. Perdarahan ekseternal sangat
baik dikontrol dengan tekanan langsung yang lembut pada sisi perdarahan dengan
balutan yang kering dan tebal (Krisanty, Paula dkk, 2009; 21).
Perdarahan
intenal lebih menjadi ancaman tersembunyi yang harus dicurigai pada klien
trauma atau pada mereka yang dalam status syok.
Diagnosa :
Resiko gangguan perfusi jaringan cerebral b/d
penurunan aliran balik vena,penurunan curah jantung.
Intervensi :
a. Tentukan ada
tidaknya denyut nadi .
R/perabaan dilakukan untuk mengetahui apakah jantung
masih berkontrasi atau tidak.
b. Hubungi
system darurat dengan memberikan informasi tentang hal-hal yang terjadi dan peralatan
yang diutuhkan.
R/informasi
yang diperoleh akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya sehingga
pertolongannya akan lebih mudah
c. Kolaborasi
dalam pemasangan dan pemberian cairan infuse
R/memenuhi
kebutuhan cairan dan elektorlit. Pantau pemberian cairan yang dilakukan, jangan
sampai terjadi udem
Evaluasi
a. Tekanan
darah kembali pada nilai 120/80
b. Tampak tidak
adanya sianosis
D:Disability
(kesadaran)
Pengkajian disability memberikan pengkajian dasar cepat status
neurologis. Metoda mudah untuk mengevaluasi tingkat kesadaran dengan “AVPU”
inneminoc:
A: Alert (waspada)
B: responsive to voice
C: responsive to pain
D: unresponsive
Pengkajian lain tentang tingkat kesadaran yang mengukur secara obyektif
dan diterima luas adalah GCS, yang menilai buka mata, respon verbal, dan respon
motorik. Skor terendah dalah 3, yang mengindikasikan tidak responsifnya klien
secara total; GCS normal 15. Abnormalitas metabolik, hipoksia, trauma
neurologis, dan intoksikasi dapat mengganggu tingkat kesadaran (Krisanty, Paula
dkk, 2009; 22).
E:Exposure
Komponen
akhir primary survey adalah eksposure. Seluruh pakaian harus dibuka untuk
memudahkan pengkajian menyeluruh. Pada situasi resusitasi, pakaian harus
digunting untuk mencapai akses cepat ke bagian tubuh. Jika penyediaan tanda
bukti adalah suatu isu, barang-barang tersebut harus ditangani sesuai aturan
yang berlaku. Tanda bukti termasuk bagian-bagian pakaian, tempat-tempat
tusukan, senjata, obat-obatan, dan peluru. Perawat gawat darurat seringkali
dipanggil untuk memberikan testimonial di pengadilan sehubungan dengan
bukti-bukti yang mereka kumpulkan dan perawatan klien mereka di unit gawat
darurat. Contoh dari tipe-tipe kasus dimana pengumpulan bukti adalah sangat
vital kasus dimana pengumpulan bukti adalah sangat vital termasuk kasus
perkosaan, child abuse, kekerasan domestik, pembunuhan, bunuh diri, overdosis
obat, dan penyiksaan (Krisanty, Paula dkk, 2009; 23).
Adanya luka
tembus menyebabkan luka terbuka dan bunyi aliran udara terdengar pada area luka
tembus. Yang selanjutnya disebut “ sucking” chest wound (luka dada menghisap).
Diagnosa:
Resiko terjadinya infeksi b/d adanya luka tusuk
Intervensi:
a. Luka tembus
perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutan tekan dibuat kedap
udara dengan petroleum jelly.
R/
memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan dan bagian yang terbuka
sebagai katup dimana udara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang.
b. Pemberian
antobiotik.
R/mengurangi
terjadi proses infeksi
c. Pertahankan
kebersihan daerah sekitar luka
R/mencegah
terjadinya iritasi
Evaluasi
a.
Tidak terjadinya infeksi pada daerah
sekitar luka
b.
Paru-paru dapat berkembang dengan baik
DAFTAR
PUSTAKA
Kristanty, Paula, dkk.2009. Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:TIM
http///G.Keperawatan
Gadar Trauma Dada.akses tanggal 28 maret 2010. Nirwan
Pradjoko,
Pneumotoraks, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, Fk Unair Surabaya, 2004 Arief ,
Wibowo Suryatenggara: Pneumotoraks. Dlam Symposium Penatalaksanna Gawat
Paru Masa Kini. Achmad Husain AS, Dkk. Yogykarta,1984.
Eddy Yapri, Thomas Kardjito,
Mohammad Amin. Pneumotorax: Symposium Ilmu Kedokteran Darurat. Surabaya 1998.
Hood Alsegaf, Isnu
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat