google adsense

Tuesday, September 9, 2014

LEGAL ETIK & NURSING ADVOCACY

A.    KODE ETIK KEPERAWATAN
Kode etik adalah suatu tatanan tentang prinsip-prinsip yang telah diterima oleh suatu profesi (Potter & Perry, 2005).
Koda etik keperawatan Indonesia (Priharjo, 1995), yaitu :
1.      Perawat dan klien
·         Perawat harus berpedoman dalam tanggung  jawab
·         Memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat, agama
·         Dilandasi rasa tulus ikhlas
·         Menjalin hubungan kerja sama

2.      Perawat dan praktek
·         Memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran
·         Wajib merahasiakan sesuatu yang diketahuinya sesuai dengan tugas kecuali diperlukan pihak berwenang
·         Tidak memakai pengetahuan yang dimiliki untuk tujuan yang bertentangan dengan norma
·         Selalu berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh
·         Mengutamakan perlindungan & keselamatan pasien

3.      Perawat dan teman sejawat
·         Memelihara hubungan baik dengan sesame perawat & tenaga medis lainnya
·         Menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya kepada perawat lain

4.      Perawat dan profesi
·         Meningkatkan kemampuan professional/manambah wawasan
·         Menjunjung tinggi nama baik proofesi
·         Pembakuan dan menerapkan pelayanan dan pendidikan keperawatan
·         Secara bersama memelihara mutu organisasi profesi sebagai sarana pengabdian


5.      Perawat dan pemerintah, bangsa, dan tanah air
·         Melaksanakan ketentuan-ketentuaan yang digariskan oleh pemerintah
·         Menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan


B.     PRINSIP-PRINSIP ETIK KEPERAWATAN
Etika berkenaan dengan pengkajian kehidupan moral secara sistematis dan dirancang untuk melihat apa yang harus dikerjakan, apa yang harus dipertimbangkan sebelum tindakan tersebut dilakukan, dan ini menjadi acuan untuk melihat suatu tindakan benar atau salah secara moral.
Terdapat beberapa prinsip etik dalam pelayanan kesehatan dan keperawatan yaitu :

1.      Autonomy (penentuan pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik.

2.      Non Maleficence (do no harm)
Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.

3.      Beneficence (do good)
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik yaitu mengimplementasikan tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.

4.      Justice (perlakuan adil)
Perawat sering mengambil keputusan dengan menggunakan rasa keadilan.

5.      Fidelity (setia)
Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.
6.      Veracity (kebenaran)
Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran.


C.     ISSUE ETIK KEPERAWATAN

1.      ABORSI
a.       Devinisi
Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu.
Secara medis, aborsi adalah berakhirnya atau gugurnya kehamilan sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu, yaitu sebelum janin dapat hidup di luar kandungan secara mandiri.
b.      Jenis-Jenis Aborsi
1)      Spontaneous Abortion
Yaitu aborsi spontan yang terjadi secara alami tanpa intervensi tenaga medis. Aborsi jenis ini misalnya disebabkan oleh traumakecelakaan atau sebab-sebab alami.
Macam- macam aborsi spontan antara lain :
a)      Abortus Immanies, yaitu peristiwa terjadinya pendarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
b)      Abortus Insipiens, yaitu peristiwa pendarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
c)      Abortus Inkompletus, yaitu pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
d)     Abortus Kompletus, yaitu semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.

2)      Induced Abortion
Merupakan pengguguran kandunganyang disengaja atau direncanakan melalui tindakan medis dengan obat-obatan saja atau tindakan bedah, atau tindakan lain yang menyababkan pendarahan lewat vagina.
Macam-macam aborsi Indus antara lain :
a)      Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, yaitu aborsi yang dilakukan jika ada indikasi medic misalnya demi menyelamatkan nyawa ibu.
Syarat-syaratnya adalah :
·         Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya sesuai dengan tanggung jawab dan profesi.
·         Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli psikologi, agama, hukum, agama, ahli medis lain)
·         Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
·         Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
·         Prosedur tidak dirahasiakan
·         Dokumen medic harus lengakap

b)      Therapiotic Abortion, yaitu pengguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, terkadang dilakukan sesudah pemerkosaan.
c)      Eugenic Abortion, yaitu pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat.
d)     Elective Abortion, yaitu pengguguran yang dilakukan untuk alas an-alasan lain.
e)      Abortus Provokatus Kriminalis, yaitu sering terjadi pada kehamilan yang tidak dikehendaki.
Beberapa alas an dilakukannya antara lain :
·         Alasan kesehatan, dimana ibu tidak cukup sehat untuk hamil
·         Alas an psikososial, dimana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau punya anak lagi
·         Kehamilan luar nikah
·         Masalah ekonomi
·         Masalah social, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat
·         Kehamialn terjadi akibat pemerkosaan atau incest
·         Kegagalan kontrasepsi

c.       Resiko
1)      Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
·         Kematian mendadak karena pendarahan hebat
·         Kematian mendadak karena pembiusan gagal
·         Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitan kandungan
·         Rahim yang sobek
·         Kerusakan leher rahim sehingga menyebabkan cacat pada anak berikutnya
·         Kanker payudara karena tidak seimbangnya hormone estrogen
·         Kanker indung telur
·         Kanker leher rahim
·         Kanker hati
·         Kelainan pada placenta/ari-ari
·         Menjadi mandul
·         Infeksi rongga panggul
·         Infeksi pada lapisan rahim

2)      Resiko gangguan psikologis
·         Kehilangan harga diri (82%)
·         Berteriak-teriak histeris (51%)
·         Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
·         Ingin bunuh diri (28%)
·         Mulai mencoba menggunakan obat-obatan terlarang (41%)
·         Tidak bisa menikmati hubungan seksual (59%)


2.      EUTHASANIA
a.       Devinisi
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu berarti baik, dan thanatos artinya mati. Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit. Oleh karena itu, euthanasia sering disebut juga dengan mercy killing (mati dengan tenang). Akan tetapi, ini sering diartikan sebagai pengakhiran kehidupan karena kasihan atau membiarkan orang mati.
Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia, istilah euthasania dipergunakan dalam tiga arti, yaitu :
1)      Berpindah kea lam baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitaan, untuk yang beriman dengan nama ALLAH di bibir
2)      Ketika hidup berakhir, penderitaan si sakit yang diringankan dengan memberikan obat penenang
3)      Mengakhiri penderitaan dan hidup seseorang yang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya

Dalam praktik kedokteran, dikenal dua macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif.
1)      Euthanasia aktif
Yaitu tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien.
Ø  Contoh misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo, 2003:178).
2)      Euthanasia pasif
Yaitu tindakan dokter atau tenaga kesehatan lain yang secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang secara medis dapat memperpanjang hidup pasien.
Ø  Contoh misalnya penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh. Dalam kondisi demikian, jika pengobatan terhadapnya dihentikan, akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo, 2003:177).

Pandangan terhadap euthasania

Ø  Yang tidak menyetujui euthasania
Kelompok ini berpendapat bahwa euthasania adalah pembunuhan yang terselubung . Oleh karena itu, tindakan ini bertentangan dengan kehendak Tuhan. Kelompok ini berpendapat bahwa hidup adalah semata-mata diberikan oleh Tuhan sendiri sehingga tak satu orang atau institusi pun yang berhak mencabutnya bagaimana pun keadaan penderita tersebut. Dikatakan pula bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan tidak memiliki hak untuk mati.

Ø  Yang menyetujui euthasania
Kelompok ini menyatakan bahwa tindakan euthasania dilakukan dengan persetujuan dengan tujuan utama menghentikan penderitaan pasien. Salah satu prinsip yang menjadi pedoman kelompok ini adalah pendapat bahwa manusi tidak  boleh dipaksa untuk menderita. Jadi, tujuan utamanya adalah meringankan penderitaan pasien dengan resiko hidupnya diperbaiki.
Ø  Pandangan islam tentang euthasania
a.       Euthasania Aktif
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.
Firman ALLAH SWT
“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92)
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29)
Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah).
b.      Euthasania Pasif
Syariah islam membolehkan euthasania pasif, karena dinilai dari hukum dasar berobat itu sendiri. Pada dasarnya hokum pengobatan atau berobat mubah(boleh), termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien hukumnya adalah mubah, karena termasuk kedalam aktivitas berobat.
Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu.
Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa.


3.      TRANSPLANTASI ORGAN
a.       Devinisi
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubunya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu.
Transplantasi atau pencangkokan organ tubuh diantara sesama manusia, disebut juga allotransplantation, telah menyelamatkan ribuan penderita kegagalan organ utama dari kematian dan penderitaan.

b.      Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima

1)      Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri.
2)      Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain.
3)      Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh spesies lainnya.

c.       Beberapa komponen mengenai transplantasi organ
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :
1)      Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah meninggal.
2)      Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.




Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu:
1)      Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan / organ.
2)      Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan / organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan / organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.

d.      Sejarah dan Perkembangan Transplantasi

Tahun 600 SM di India, Susruta telah melakuakan transpalantasi kulit. Semantara jaman Renaissance, seorang ahli bedah dari Itali bernama Gaspare Tagliacozzi juga telah melakukan hal yang sama. Diduga John Hunter ( 1728 – 1793 ) adalah pioneer bedah eksperimental, termasuk bedah transplantasi. Dia mampu membuat criteria teknik bedah untuk menghasilkan suatu jaringan trnsplantasi yang tumbuh di tempat baru. Akan tetapi sistim golongan darah dan sistim histokompatibilitas yang erat hubungannya dengan reaksi terhadap transplantasi belum ditemukan. Pada abad ke – 20, Wiener dan Landsteiner menyokong perkembangan transplantasi dengan menemukan golongan darah system ABO dan system Rhesus. Saat ini perkembangan ilmu kekebalan tubuh makin berperan dalam keberhasilan tindakan transplantasi. Perkembangan teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik transplantasi.

e.       Syarat-syarat Transplantasi Organ
1)      Syarat bagi orang yang hendak menyumbangkan organ dan masih hidup:
1.      Orang yang akan menyumbangkan organ adalah orang yang memiliki kepemilikan penuh atas miliknya sehingga dia mampu untuk membuat keputusan sendiri.
2.      Orang yang akan menyumbangkan organ harus seseorang yang dewasa atau usianya mencapai dua puluh tahun.
3.      Harus dilakukan atas keinginannya sendiri tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun.
4.      Organ yang disumbangkan tidak boleh organ vital yang mana kesehatan dan kelangsungan hidup tergantung dari itu.
5.      Tidak diperbolehkan mencangkok organ kelamin.
2)      Syarat bagi mereka yang menyumbangkan organ tubuh jika sudah meninggal:
1.      Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
2.      Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.
3.       Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
4.      Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.
5.      Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
f.       Tinjauan hukum tentang transplantasi organ
Undang-Undang BAB I tentang upaya kesehatan menyebutkan pada :
·         Pasal 33 ayat 1 dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfusi darah, implan obat dan alat kesehatan, serta bedah plastik dan rekstruksi.

·         Pasal 33 ayat 2 transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagamana dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial. Lebih jauh diterangkannya, UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan pada pasal 33 ayat 1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah itu hanya boleh dilakukan untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.

4.      Supporting Device
a.       Devinisi
Supporting device adalah alat bantu yang digunakan dalam kegiatan medis untuk proses pengobatan.
b.      Macam-Macam Supporting Device
1)      Ventilator, yaitu alat bantu untuk mengontrol peranapasan.
2)      Mesin Dialisis
3)      Artificial Heart , yaitu alat bantu untuk mengontrol denyut jantung.
4)      Temperature Control Machine 
5)      Automatic Infusion Devices, yaitu alat bantu untuk menyuntikkan obat-obatan.
6)      Monitoring Device, yaitu alat bantu untuk memonitoring kerja otak.

A.    PRINSIP LEGAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN
1.      MALPRAKTEK
Secara harfiah malpraktek berasal dari kata mal yang berarti salah dan praktek yang berarti tindakan.
Sedangkan devinisi malpraktek dalam istilah kesehatan adalah suatu kelalaian yang dilakukan oleh seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam proses perawata pasien.
Menurut WMA (Word Medical Association), malpraktek adalah kegagalan dokter atau perawat dalam menerapkan standart pelayanan terapi terhadap pasien atau kurangnya keahlian atau mengabaikan perawatan pasien.

2.      KELALAIAN
Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh aturan atau hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan dengan tidakan-tindakan yang tidak beralasan dan beresiko melakukan kesalahan. (Keeton, 1984)
Sedangkan menurut Hanafiah dan Amir (1999) kelalaian adalah sikap yang kurang hati-hati yaitu tidak melakukan sesuatu yang seharusnya seseorang lakukan dengan sikap hati-hati dan wajar, atau sebaliknya melakukan sesuatu dengan sikap hati-hati tetapi tidak melakukannya dalam situasi tertentu.

3.      PERTANGGUNG GUGATAN
a.       Cara Langsung
Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolak ukur dengan rumusan 4 D, yaitu :
1)      Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawat dengan pasien, peraweat haruslah bertindak berdasarkan beberapa hal, yaitu :

a)      Adanya indikasi medis
b)      Bertindak secara hati-hati dan teliti
c)      Bekerja sesuai standar profesi
d)     Sudah ada informed consent
2)      Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang perawat melakukan tindakan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut styandard profesinya, maka dokter dapat dipersalahkan.
3)      Direct Cause (penyebab langsung)
4)      Damage (kerugian)
Perawat untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya, dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas.

b.      Cara Tidak Langsung
Didalam transaksi terapeutik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain
1)      Contractual Liability
Tanggung gugat ini tinbul sebagai akibat tidak dipenuhi kewajiban dari hubungan kontraktual yang sudah disepakati.
2)      Vicarious Liability atau Respondeat Superior
Yaitu tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibut oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya, misalnya RS akan bertangung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian perawat sebagai karyawannya.
3)      Liability in Tort
Yaitu tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum, termasuk juga yang berlawanan dengan kesusilaan.



4.      TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan ini menunjukkan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur.

B.     DILEMA ETIK
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.

C.     PENGAMBILAN KEPUTUSAN LEGAL ETIS
Pengambilan keputusan etis dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :
1.      Mengembangkan data dasar
Yaitu dengan mengkaji :
a)      Orang yang terlibat : Klien, keluarga klien, dokter, dan perawat
b)      Tindakan yang diusulkan : tidak menuruti keinginan klien untuk memberikan penambahan dosis morphin.
Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien
c)      Konsekuensi tindakan yang diusulkan, bila tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya menyalahkan perawat dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di bangsal mereka bisa menuntut ke rumah sakit.
2.      Mengidentifikasi konflik akibat situasi tersebut
Contoh dalam sebuah kasus, penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Klien meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya. Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :
a.Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kematian klien.
b.Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien.

3.      Tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut
a)      Tidak menuruti keinginan pasien tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri.
Konsekuensi :
1)Tidak mempercepat kematian klien
2)Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung
3)Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
4)Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut
b)      Tidak menuruti keinginan klien, dan perawat membantu untuk manajemen nyeri.
Konsekuensi :
1)Tidak mempercepat kematian pasien
2)Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri)
3)Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi
c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saat tertentu misalnya pada malam hari agar klien bisa tidur cukup.
Konsekuensi :
1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi
2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat.
3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.
4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.
4.      Menentukan siapa pengambil keputusan yang tepat
Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain.

5.      Mendefinisikan kewajiban perawat
a.       Memfasilitasi klien dalam manajemen nyeri
b.      Membantu proses adaptasi klien terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri
c.       Mengoptimalkan sistem dukungan
d.      Membantu klien untuk menemukan mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang sedang dihadapi
e.       Membantu klien untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinannya
6.      Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan.


D.    NURSING ADVOCACY
1.      DEVINISI ADVOKAT
Kata advokat berasal dari bahasa latin advocates, berarti “seseorang yang diprerintahkan untuk memberikan bukti”. Jadi, advokat adalah seseorang yang membela perkara orang lain. Maka, fokus dari peran advokasi klien adalah menghargai keputusan klien dan meningkatkan otonomi klien.
Tujuan utama dari advokat klien adalah melindungi hak-hak klien. Menurut nelson, 1988, hlm. 124 ada tiga komponen utama peran advokat klien, yaitu :
1)      Pelindung, perawat membantu klien membuat keputusan berdasarkan informasi
2)      Mediator, perawat bertindak sebagai perantara antara klien dan orang lain di lingkungan
3)      Pelaku, perawat secara langsung mengintervensi atas nama klien

2.      SYARAT-SYARAT MENJADI ADVOKAT KLIEN
Syarat-syarat untuk menjadi advokat klien :
1)      Keterampilan yang didasarkan pada pengetahuan yang teoritis
2)      Penyelidikan latihan dan pendidikan
3)      Pengujian kemampuan anggota
4)      Organisaasi
5)      Kepatuhan kepada suatu aturan main professional
6)      Jasa/pelayanan yang sifatnya altuistik
Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh seorang perawat yang ingin bertindak sebagai seorang advokat klien, antara lain :
1)      Asertif
2)      Mengetahui bahwa hak dan nilai klien dan keluarga harus didahulukan saat hak tersebut menimbulkan konflik dengan hak dan nilai pemberi perawat kesehatan
3)      Memastikan bahwa klien dan keluarga mendapatkan informasi yang cukup untuk mengambil keputusan mengenai kesehatan dan perawatan kesehatan mereka
4)      Menyadari bahwa potensi konflik dapat timbul pada isu yang membutuhkan konsultasi, konfrontasi, atau negosiasi antar perawat dan pengelola atau antara perawat dan dokter
5)      Bekerja dengan lembaga komunitas yang tidak familier atau praktisi awam

Sedangkan nilai-nilai keperawatan yang menjadi dasar advokasi klien antara lain :
1)      Klien adalah makhluk holistik berotonomi yang memiliki hak untuk membuat pilihan dan keputusan.
2)      Klien memiliki hak mengharapkan hubungan perawat-klien yang berdasarkan rasa hormat, percaya, kolaborasi dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan kebutuhan perawatan kesehatan, dan perhatian mengenai pemikiran dan perasaan mereka.
3)      Klien bertanggung jawab terhadap kesehatan mereka.
4)      Perawat bertanggung jawab membantu klien menggunakan kekuatan mereka untuk mencapai tingkat kesehatan tertinggi yang mungkin.
5)      Perawat bertanggung jawab untuk memastikan klien memiliki akses ke layanan perawatan kesehatan yang memenuhi kebutuhan kesehatan.
6)      Perawat dan klien sama-sama mampu dan bertanggung jawab terhadap hasil akhir perawatan.

E.     HAK DAN KEWAJIBAN PERAWAT-PASIEN

1.      KEWAJIBAN DAN HAK PERAWAT
Sebagai tenaga profesional perawat mempunyai berbagai macam hak, seperti yang telah disebutkan dalam UU Kes. No. 23 tahun 1992 pasal 50 tentang pelaksanaan tugas tenaga kesehatan dan pasal 53 (ayat 1) tentang perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan, maka pengaturan hak dan kewajiban perawat dapat dijabarkan dari pasal-pasal ini.
Beberapa hak-hak umum yang dimiliki perawat :
1)      Hak perlindungan wanita
2)      Hak berserikat dan berkumpul
3)      Hak mengendalikan praktik keperawatan sesuai yang diatur oleh hukum.
4)      Hak mendapat upah yang layak
5)      Hak bekerja dilingkungan yang baik
6)      Hak terhadap pengembangan profesional
7)      Hak menyusun standar praktik dan pendidikan keperawatan
Adapun kewajiban perawat antara lain :
1)      Mematuhi semua peraturan institusi yang bersangkutan
2)      Memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi dan batas-batas kegunaannya
3)      Menghormati hak-hak pasien
4)      Merujuk pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, bila yang bersangkutan tidak dapat mengatasinya
5)      Memberikan kesempatan kepada pasien untuk berhubungan dengan keluarganya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan dan standar profesi yang ada
6)      Memberikan kesempatan pada apsien untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan agamanya sepanjang tidak menganggu pasien lain
7)      Berkolaborasi dengan tenaga medis atau tenaga kesehatan terkait lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada pasien
8)      Memberikan informasi yang akurat tentang tindakana keperawatan yang diberikan pada pasien dan keluarganya sesuai dengan batas kemampuannya
9)      Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi keperawatan demi kepuasan pasien
10)  Membuat dokumentasi asuhan keperawatan secara akurat dan berkesinambungan
11)  Mengikuti perkembangan IPTEK keperawatan atau kesehatan secara terus menerus
12)  Melakukan pelayanan darurat sebagai tugas kemanusiaan sesuai dengan batas-batas kewenangannya
13)  Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, kecuali jika dimintai keterangan oleh pihak yang berwenang
14)  Memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah dibuat sebelumnya terhadap institusi tempat bekerja

2.      HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN
Hak adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien, yaitu :
1)      Pasien berhak memperoleh infromasi menganai tata tertib dan peraturan yang   berlaku di rumah sakit
2)      Pasien berhak memperoleh infromasi mengani tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit
3)      Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai standar profesi kedokteran/kedokteran gigi tanpa diskriminasi
4)      Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan sesuai standar profesi keperawatan
5)      Pasien berhak memeilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit
6)      Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar
7)      Pasien berhak meminta konsultasi kepad adokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya sepengetahuan dokter yang merawat
8)      Pasien berhak atas ”privacy” dan kerhasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya
9)      Pasien berhak mandapat informasi yang meliputi : penyakit yang diderita tindakan medik yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya, alternatif terapi lainnya prognosanya dan perkiraan biaya pengobatan
10)  Pasien berhak menyetujui/memberikan ijin atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya
11)  Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawabnya sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya
12)  Pasien yang dalam keadaan kritis berhak didampingi oleh keluarganya
13)  Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama / kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak menganggu pasien lainnya
14)  Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit
15)  Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya
16)  Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual
17)   Hak akses kepada rekam medis/hak atas kandungan isi rekam medisnya
Kewajiban pasien antara lain :
1)      Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya kepada dokter yang merawat
2)      Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi dan perawat dalam pengobatannya
3)      Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima
4)      Berkewajiban memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.


F.      ORGANISASI PROFESI KEPERAWATAN

1.      DEVINISI
Merton mendefinisikan bahwa organisasi profesi adalah organisasi dari praktisi yang menilai/mempertimbangkan seseorang atau yang lain mempunyai kompetensi professional dan mempunyai ikatan bersama untuk menyelenggarakan fungsi sosial yang mana tidak dapat dilaksanakan secara terpisah sebagai individu.
Organisasi profesi mempunyai 2 perhatian utama : (1) Kebutuhan hukum untuk melindungi masyarakat dari perawat yang tidak dipersiapkan dengan baik dan (2) kurangnya standar dalam keperawatan.
Organisasi profesi menyediakan kendaraan untuk perawat dalam menghadapi tantangan yang ada saat ini dan akan datang serta bekerja kearah positif terhadap perubahan-perubahan profesi sesuai dengan perubahan sosial.
Ciri-ciri organisasi profesi adalah :
1)      Hanya ada satu organisasi untuk setiap profesi
2)      Ikatan utama para anggota adalah kebanggan dan kehormatan
3)      Tujuan utama adalah menjaga martabat dan kehormatan profesi.
4)      Kedudukan dan hubungan antar anggota bersifat persaudaraan
5)      Memiliki sifat kepemimpinan kolektif
6)      Mekanisme pengambilan keputusan atas dasar kesepakatan
Organisasi keperawatan tingkat nasional yang merupakan wadah bagi semua perawat di Indonesia adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang didirikan pada tanggal 17 Maret 1974 (Priharjo, 2005).


2.      PERAN ORGANISASI PROFESI
Dalam pengembangan keperawatan, organisasi profesi PPNI berfungsi :
1)      Secara aktif turut dalam merumuskan dan menetapkan standar profesi untuk pendidikan tinggi keperawatan dan untuk pelayanan/asuhan keperawatan, mencakup ukuran keberhasilan pelaksanaan pelayanan /asuhan keperwatan dan kompetensi lulusan pendidikan tinggi keperawatan
2)      Turut mengidentifikasi berbagai jenis ketenagaan keperawatan dengan berbagai jenjang kemampuan yang diperlukan dalam pengembangan keperawatan dimasa depan.
3)      Ikut menyususn kriteria dan mekanisme penapisan serta penerapan teknologi keperawatan maju serta penerapan teknologi keperawatan maju secara tepat guna dan demi kemaslahatan masyarakat secara keseluruhan.
4)      Bertanggung jawab dalam pengendalian dan pemanfaatan lulusan pendidikan tinggi keperawatan khususnya dalam hal legislasi keperawatan professional.


REFERENSI :
Theodore M. Mills, 1967. The Sociology of Small Groups. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Page. 3-35

Fred R. Kerlinger, 1964. Foundations of behavioral research. New York: Holt Rinehart and Winston.page. 20-35

Kamanto Sunarto. 1992. Sosiologi Kelompok. Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia. Hlm. 5

George C. Homans, The Human Group (New York: Harcourt, Brace and Company, 1950), hlm. 23

 Alvin A Goldberg,.1985. Komunikasi kelompok. Jakarta: UI-Press.Hlm. 19

Hidayat, AAA. 2004. Pengantar Konsep Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Hlm.76

Slamet. Santosa, 1992. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.Hlm. 43

P. Robbins, Stephen. 1983. Organization Theory: Structure, Design, and Application. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Hlm 67

Soerjono. Soekanto, 1986. Pengetahuan Sosiologi Kelompok. Bandung: Penerbit Remadja Karya CV. Hlm. 34

No comments:

Post a Comment

Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat