google adsense

Tuesday, September 9, 2014

AUSKULTASI

AUSKULTASI
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh tubuh. Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Berapa pun dapat didengar oleh telinga tanpa alat bantu, meskipun sebagian besar bunyi hanya dapat didengar dengan stetoskop. Perawat akan lebih berhasil dalam melakukan auskultasi ika mengetahui jenis bunyi yang muncul dari setiap strutur tubuh dan lokasi dimana bunyi tersebut dapat didengar dengan jelas.Untuk mengauskultasi dengan benar, perawat memerlukan ketajaman pendengaran yang baik, stetoskop yang baik dan pengetahuan tentang bagaimana menggunakan stetoskop dengan benar  (Potter & Perry, 2005).
·         Semua bunyi mempunyai empat karakteristik :
1.      Frekwensi adalah jumlah siklus gelombang suara dihitung perdetik denngan obyek bergetar, berkisar dari tinggi ke rendah.
2.      Kepekakkan adalah amplitude dari gelombang suara, berkisar dari lembut kekeras.
3.      Kualitas adalah suatu karakteristik yang membedakan bunyi dari frekuensi dan kepekakkan yang serupa, digambarkan dengan istilah tiupan, desiran dan berdeguk.
4.      Durasi adalah lamanya waktu bunyi berakhir sebagai bunyi yang terus meneru, berkisar antara pendek sampai menengah sampai panjang.

·         Dengan auskultasi pada setiap sisi, perawata harusmemperhitungkan sumber dan penyebeb, sisi yang pasti dimana bunyi terdengar sebaik-baiknya dan kualitas nnormal yang diharapkan mengkaji penyimpangan dari normal ( Potter & Patricia, 1996 )


A.     Auskultasi jantung
Dari jantung yang normal dapat didengar lub-dublub-dublub-dub... Lub adalah suara penutupan katup mitral dan katup trikuspid, yang menandai awal sistoleDub adalah suara katup aorta dan katup pulmonalis sebagai tanda awal diastole. Pada suara dub, apabila pasien bernafas akan terdengar suara yang terpecah.


Bunyi jantung
Bunyi jantung jantung utama : Bunyi jantung I, bunyi jantung II, bunyi jantung III, bunyi jantung IV

Bunyi jantung I
 ditimbulkan karena kontraksi yang mendadak terjadi di awal sistolik mereganggnya daun-daun katup mitral dan trikuspid yang mendadak akibat tekanan dalam ventrikel yang meningkat dengan cepat, meregangnya dengan tiba-tiba chordae tendinea yang memfiksasi daun-daun katup yang telah menutup dengan sempurna, dan getaran kolom darah dalam outflow tract (jalur keluar) ventrikel kiri dan dinding pangkal aorta dengan sejumlah dasra yang ada di dalamnya. Bunyi jantung I terdiri dari komponen mitral dan trikuspidal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas bunyi jantung I, yaitu :
1)    Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel, makin kuat dan cepat, makin keras bunyinya.
2)    Posisi daun katup atrioventrikular pada saat sebelum kontraksi ventrikel. makin dekat terhadap posisi tertutup, makin kecil kesempatan akselerasi darah yang keluar dari ventrikel, dan makin pelan terdengarnya bunyi jantung I, dan sebaliknya makin lebar terbukanya katup atrioventrikular sebelum kontraksi, makin keras bunyi jantung I, karena akselerasi darah dan gerakan katup lebih cepat.
3)    Jarak jantung terhadap dinding dada. pada pasein dengan dada kurus, bunyi jantung lebih keras terdengar dibandngkan pasien gemuk dengan bunyi jantung yang terdengar lebih lemah. Demikian juga pada pasien emfisema pulmonum bunyi jantung terdengar lebih lemah.
a)    Bunyi jantung II ditimbulkan karena vibrasi akibat penutupan katup aorta (komponen aorta), penutupan katup pulmonal (komponen pulmonal), perlambatan aliran yang mendadak dari darrah pada akhir ejeksi sistolik, dan benturan balik dari kolom darah pada pangkal aorta dan membentup katup aorta yang baru tertutup rapat.. Bunyi jantung II terdiri dari komponen aorta dan pulmonal.

Pada bunyi jantung II, komponen aorta lebih keras terdengar pada aortic area komponen pulmonal hanya dapat terdengar keras di area pulmonal, di sebelah kanan sternum pada ruang interkostal II kanan.

Kegiatan fisis akan memeprkeras buni jantung II (aorta dan pulmonal), inspirasi cenderung memperkeras pulmonal (P2) dan ekspirasi cenderung memperkeras aorta (A2). Pada inspirasi P2 terdengar sesudah A2 karena ejeksi ventrikel kanan berlangsung lebih lama daripada ejeksi pada ventrikel kiri pada inspirasi.

Pada keadaan fisiologis, pada inspirasi, kembalinya darah ke dalam ventrikel kanan menjadi lebih lama. keadaan ini disebut physiological splitting (bunnyi terbelah yang terjadi secara fisiologis). Pada ekspirasi, masa ejeksi ventrikel kanan sama dengan masa ejeksi ventrikel kiri sehingga P2 terdengar bertepatan dengan A2. Pada hipertensi sistemik, bunyi A2 mengeras, sedangkan pada hipertensi pulmonal, bunyi P2 mengeras.
b)    Bunyi jantung III terdengar karena pengisian ventrikel yang cepat (rapid filling phase). Vibrasi yang ditimbulkan adalah akibat percepatan aliran yang mendadak pada pengisian ventrikel karena relaksasi aktif ventrikel kiri dan kanan dan segera disusul oleh perlambatan aliran pengisian.
c)    Bunyi jantung IV : dapat terdengar terdengar bila kontraksi atrium terjadi dengan kekuatan yang lebih besar, misalnya pada keadaan tekanan akhir diastol dan ventrikel yang meninggi sehingga memerlukan dorongan pengisian yang lebih keras dengan bantuan kontraksi atrium yang lebih kuat.

Teknik auskultasi pada jantung :
1)      Posisi pasien berbaring dengan sudut 30 derajat
2)      Mintalah pasien relak dan bernapas biasa
3)      tempelkn kepala stetoskop pada  ictus cordis dengarkan suara dasar jantung
4)      Bila auskultasi dengan corong stestokop untuk daerah apek dan ruang interkosta 4 dan 5 kiri kearah sternum. Dengan membran untuk ruang interkosta 2 kiri kearah sternum
5)      Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
6)      Bedakan irama systole, diastole dan intensitasnya
7)      Perhatikan suara tambahan yang mungkin timbul
8)      Gabungkan auskultasi dengan kualitas pulsus (denyut nadi). Tentukan daerah penjalaran bising dan titik maksimumnya
Auskultasi bunyi jantung janin
1)      Jantung janin merupakan observasi esensial tentang kesejahteraan janin dan harus diauskultasi pada setiap pemeriksaan abdomen dan setelah pemeriksaan apapun. Bunyi jantung janin terdengar paling jelas di bahu janin (skapula). Terkadang dapat didengar pada dinding dada, bergantung pada posisi janin.
2)      Mengetahui presentasi dan posisi janin berarti mengetahui di bagian mana alat tersebut diletakkan di abdomen ibu agar dapat mendengar bunyi jantung janin.
Jantung janin dikaji:
3)      Keberadaannya
4)      Frekuensinya—rentang normal adalah 110-150 denyut per menit (dpm)
5)      Keteraturannya
6)      Variabilitasnya
7)      Deselerasi frekuensi jantung janin di bawah 100 per menit biasanya merupakan indikasi penyimpangan dari normal. Pada saat janin bergerak, bunyi jantung janin terkadang mengalami akselerasi. Hal ini merupakan respon yang diharapkan.
Dengan mendengarkan jantung janin dengan stetoskop Pinard memastikan bidan bahwa yang didengarnya adalah jantung janin. Bunyi jantung janin terdengar seperti denyutan ganda yang cepat (terkadang terdengar seperti bunyi ketukan) dengan frekuensi 110-150 denyutan per menit. Hal ini dapat dibedakan dengan jelas dari frekuensi jantung ibu (kira-kira 70 denyut per menit) jika didengarkan dengan stetoskop Pinard. Peralatan CTG tidak mengauskultasi dengan cermat bunyi jantung ibu sehingga dapat rancu dengan bunyi jantung janin, dan bila bunyi janting janin tidak ada maka hal ini kemungkinan tidak akan diketahui kecuali jika stetoskop Pinard digunakan terlebih hulu sebelum monitor CTG. Bidan dapat mempalpasi denyut radial ibu sambil mendengarkan bunyi jantung janin, untuk membedakan keduanya dan untuk memastikan bahwa yang terdengar adalah bunyi jantung janin.

Prosedur penggunaan stetoskop Pinard
1.      Lakukan pemeriksaan abdomen
2.      Letakkan stetoskop Pinard di daerah perkiraan bunyi jantung janin dapat terdengar.
3.      Lepaskan tangan dari stetoskop, sehingga terjadi kontak langsung antara telinga, stetoskop dan abdomen ibu (hal ini dapat meningkatkan varian bunyi)
4.      Dengarkan dan hitting bunyi jantung janin (denyut ganda yang terdengar cepat, terdengar seperti bunyi ketukan) selama satu menit. Secara simultan palpasi denyut radial ibu
5.      Diskusikan basil pemeriksaan dengan ibu
6.      Dokumentasikan hasilnya dan lakukan tindakan yang sesuai
7.      Penggunaan sonicaid
Salah satu keuntungan dari penggunaan sonicaid adalah ibu dapat mendengar denyut jantung janin dan dapat meyakinkannya. Cara ini sangat bermanfaat bagi usia gestasi kurang dari 28 minggu, di saat bunyi jantung janin belum dapat didengar dengan jelas menggunakan stetoskop Pinard. Untuk dapat mendengar bunyi jantung janin, sonicaid sering kali perlu diletakkan langsung di atas bahu janin.
Prosedur penggunaan sonicaid
1.      Lakukan pemeriksaan abdomen (gunakan stetoskop Pinard bila tepat)
2.      Oleskan jeli konduktif yang sesuai pada sonicaid
3.      Letakkan sonicaid di tempat bunyi jantung janin diperkirakan dapat terdengar
4.      Hitung denyut jantung dalam satu menit (beberapa sonicaid memberikan hasil pembacaan digital)
5.      Jelaskan pada ibu tentang bunyi lain yang mungkin terdengar, seperti bunyi gerakan janin, aliran darah uterin atau pulsasi tali pusat
6.      Diskusikan dengan ibu tentang hasil pemeriksaan
7.      Dokumentasikan hasil pemeriksaan dan Lakukan tindakan yang sesuai

A.    AUSKULTASI PARU
Dengan mendengarkan paru-paru ketika klien bernapas melalui mulut, pemeriksa mampu mengkaji karakter bunyi napas, adanya bunyi napas tambahan, dan karakter suara yang diucapkan atau dibisikan.
Dengarkan semua area paru dan dengarkan pada keadaan tanpa pakaian; jangan dengarkan bunyi paru dengan klien mengenakan pakaian, selimut, gaun, atau kaus. Karena bunyi yang terdengar kemungkinan hanya bunyi gerakan pakaian di bawah stetoskop.
Untuk dapat mendengarkan bunyi napas di seluruh bidang paru, perawat harus meminta klien untuk bernapas lambat, sedang sampai napas dalam melalui mulut. Bunyi napas dikaji selama inspirasi dan ekspirasi.
Umumnya bunyi napas tidak terdengar pada lobus kiri atas, intensitas dan karakter bunyi napas harus mendekati simetris bila dibandingkan pada kedua paru. Bunyi napas normal disebut sebagai vesikular, bronkhial, dan bronkhovesikular.

Suara napas adalah suara yang dihasilkan aliran udara yang masuk dan keluar paru pada waktu bernapas. Suara napas ada 3 macam yaitu
a.       suara napas normal/ vesikuler,
Suara napas vesikuler bernada rendah, terdengar lebih panjang pada fase inspirasi daripada ekspirasi dan kedua fase bersambung/ tidak ada silent gaps.
b.      suara napas campuran/ bronkovesikuler dan
Sedangkan kombinasi suara nada tinggi dengan inspirasi dan ekspirasi yang jelas dan tidak ada silent gaps disebut bronkovesikuler/ vesikobronkial.
c.       suara napas bronkial. 
Suara napas bronkial bernada tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan terputus/ silent gaps.

Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :
Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.
Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.

Suara napas asmatik yaitu inspirasi normal/ pendek diikuti ekspirasi lebih lama dengan nada lebih tinggi disertai wheeze. Suara tambahan dari paru adalah suara yang tidak terdengar pada keadaan paru sehat. Suara ini timbul akibat dari adanya secret didalam saluran napas, penyempitan dari lumen saluran napas dan terbukanya acinus/ alveoli yang sebelumnya kolap.  Karena banyaknya istilah suara tambahan, kita pakai saja istilah  “ Ronki” yang dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a.       ronki basah dengan suara terputus- putus dan
Ronki basah kasar seperti suara gelembung udara besar yang pecah, terdengar pada saluran napas besar bila terisi banyak secret.  Ronki basah sedang seperti suara gelembung kecil yang pecah, terdengar bila adanya secret pada saluaran napas kecil dan sedang, biasanya pada bronkiektasis dan bronkopneumonia. Ronki basah halus tidak mempunyai sifat gelembung lagi, terdengar seperti gesekan rambut, biasanya pada pneumonia dini.
b.      ronki kering dengan suara tidak terputus.
Ronki kering lebih mudah didengar pada fase ekspirasi, karena saluran napasnya menyempit. Ronki kering bernada tinggi disebut sibilan, terdengar mencicit/squacking,  ronki kering akibat ada sumbatan saluran napas kecil disebut wheeze.   Ronki kering bernada rendah akibat sumbatan sebagaian saluran napas besar disebut sonourous, terdengar seperti orang mengerang/ grouning,.

Suara tambahan lain yaitu dari gesekan pleura/ pleural friction rub  yang terdengar seperti gesekan kertas, seirama dengan pernapasan dan terdengar jelas pada fase inspirasi, terutama bila stetoskop ditekan.

Teknik Auskultasi pada paru :
a.  Auskultasi paru depan
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Tempelkan stetoskop pada dinding dada
3. Mintalah pasien menarik napas pelan- pelan dengan mulut terbuka
4. Dengarkan satu periode inspirasi dan ekspirasi
5. Mulailah dari depan diatas klavikula kiri dan teruskan kesisi dinding dada kanan
6. selanjutnya geser kebawah 2- 3 cm dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah
7. Mintalah pasien mengangkat lengan nya untuk pemeriksaan di daerah aksila kanan dan kiri
8. Bandingkan suara napas kanan dan kiri, serta dengarkan adanya suara napas tambahan

b.  Aulkultasi paru belakang
1.  Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan membelakangi pemeriksa
2. tempelkan kepala stetoskop pada supraskapula dada belakang kiri, dan dengarkan dengan seksama, kemudian lanjutkan kebagian dada kanan
3. selanjutnya geser kebawah 2- 3 cm dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah
4. Mintalah pasien mengangkat lengan nya untuk auskultasi pada aksila posterior kanan dan kiri
5. Bandingkan getaran suara kanan dan kiri, dengarkan adanya suara napas tambahan


B.     Tujuan Pemeriksaan Auskultasi pada Paru-paru :
Pemeriksaan berguna untuk mengkaji aliran udara melalui bronkial dalam rangka mengevaluasi adanya cairan atau obstruksi padat dalam paru. Untuk mengevaluasi kondisi paru, pemeriksa mengauskultasi bunyi napas normal, bunyi napas tambahan dan bunyi suara.
a.        Suara nafas normal
Evaluasi suara nafas normal ditunjukkan dengan mengkaji pergerakan udara melalui sistem pulmoner dan untuk mengidentifikasi adanya suara abnormal. Hal ini dilakukan dengan meletakkan diafragma stetoskop pada dinding dada dan instruksikan pasien untuk bernafas dan mengeluarkannya secara perlahan dengan mulut terbuka. Auskultasi harus dilakukan secara sistematik, dari satu sisi ke sisi yang lain, dari atas ke bawah, ke bagian anterior, posterior dan lateral. Suara nafas normal berbeda-beda tergantung pada lokasinya. Suara nafas normal dikategorikan menjadi 3 kategori yaitu bronkial, bronchovesikular, dan vesicular.

Tabel Karakteristik Suara Paru Normal

a.        Suara nafas abnormal
Adanya kondisi abnormal yang mempengaruhi pohon bronkhial dan alveoli dapat menghasilkan bunyi tambahan. Ada 3 kategori suara nafas abnormal yaitu tidak adanya atau berkurangnya suara nafas, suara nafas bronchial yang berpindah tempat dan suara nafas tambahan.
  1. Tidak adanya atau berkurangnya suara nafas mengindikasikan bahwa kecilnya atau tidak adanya aliran udara pada area tertentu.
  2. Suara nafas bronchial yang berpindah tempat adalah suara beronchial normal yang terdengar pada daerah perifer paru. Kondisi ini biasanya merupakan indikasi adanya cairan atau eksudat pada alveoli.
  3. Suara nafas tambahan adalah suara ekstra yang terdengar selain suara nafas normal.
Tabel Suara nafas abnormal dan kondisi yang berhubungan

AUSKULTASI ABDOMEN
Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus dan adanya gangguan pembuluh darah. Bunyi usus akan terdengar tidak teratur seperti orang berkumur dengan frekwensi 5 – 35 kali permenit. Normal tidak terdengar bunyi vaskuler disekitar aorta, ginjal, iliaka atau femoral, apabila terdapat desiran mungkin suatu aneurisma .
TOPOGRAFI ANATOMI ABDOMEN
Ada dua macam cara pembagian topografi abdomen yang umum dipakai untuk menentukan lokalisasi kelainan, yaitu:
1. Pembagian atas empat kuadran, dengan membuat garis vertikal dan horizontal melalui umbilicus, sehingga terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri bawah.
  2. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua garis vertikal.
a.    Garis horizontal pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga kesepuluh dan yang kedua dibuat melalui titik spina iliaka anterior superior (SIAS).
b.    Garis vertikal dibuat masing-masing melalui titik pertengahan antara SIAS dan mid-line abdomen.
c.    Terbentuklah daerah hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri, lumbal kanan, umbilical, lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium/ suprapubik, dan iliaka kiri.
Pada keadaan normal, di daerah umbilical pada orang yang agak kurus dapat terlihat dan teraba pulsasi arteri iliaka. Beberapa organ dalam keadaan normal dapat teraba di daerah tertentu, misalnya kolon sigmoid teraba agak kaku di daerah kuadaran kiri bawah, kolon asendens dan saecum teraba lebih lunak di kuadran kanan bawah. Ginjal yang merupakan organ retroperitoneal dalam keadaan normal tidak teraba. Kandung kemih pada retensio urine dan uterus gravid teraba di daerah suprapubik.
Kegunaan auskultasi abdomen ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan bising pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
1. Mendengarkan suara peristaltic usus.
2. Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke seluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.
3. Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit (borborigmi). Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltic lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-sound).
4. Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah, frekuensinya lambat, bahkan sampai hilang.
5. Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.
Teknik Auskultasi pada Usus :
1.  Mintalah pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala
2.  Letakkan kepala stetoskop sisi diapragma yang telah dihangatkan di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.
3.   Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising usus dan perhatikan frekwensi/ karakternya.
4.   Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
5.   Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta.
6.   Catat frekuensi bising usus, hiperaktif, hipoaktif atau tidak/ ada bising usus pada kartu status

REFERENSI :
Buku Ajar: Praktik Kebidanan; (Skills for Midwifery Practice) Oleh Ruth Johnson, Wendy Taylor
Potter & perry.2005.fundamental keperawatan . Jakarta : EGC
Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta. EGC

No comments:

Post a Comment

Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat