- Pertimbangan
Khusus Pemberian Obat pada Kelompok Usia Tertentu (Bayi, Anak-anak dan Lansia)
1. Penggunaan obat pada bayi dan anak-anak
Bayi, perlu
dipertimbangkan aturan dosis yang tidak membuat bayi keracunan, mengingat
perkembangan organ belum matang. Usia, berat
badan, area permukaan tubuh, dan kemampuan tubuhdankemampuanmengabsorpsi,
danmengekresiobat pada anak berbeda-beda. Dosis untuk anak lebih rendah dosis
pada orang dewasa, sehingga perhatian khusus perlu diberikan dalam menyiapkan
obat untuk anak.
Mengingat belum matangnya fungsi organ pada anak, maka
dosis obat perlu disesuaikan. Jaringan yang sedang tumbuh dengan cepat pada
bayi dan anak kecil membuat lebih peka terhadap obat-obat tertentu, misalnya
tetrasiklin yang diberikan pada trismester kehamilan terakhir dan masa
kanak-kanak (<8 tahun) menyebabkan perubahan warna gigi yang permanen karena
sifat mengendapnya pada jaringan tulang dan gigi yang sedang tumbuh dari janin
dan kanak-kanak. Akibatnya terhambatnya pertumbuhan tulang serta gigi bertitik
kuning kecoklatan dan lebih mudah berlubang atau caries. Sementara pada manusia
dewasa hal tersebut tidak ada pengaruhnya.
Obat anak-anak biasanya
diberikan secara oral dalam bentuk cair atau secara intravena.Suntikan tidak
lazim diberikan kecuali untuk imunisasi.Suntikan pediatrik dihitung sampai
perseratusan terdekat dan diberikan dengan menggunakan alat suntikpresisi 1 mL
(tuberculin).Untuk pengobatan denganinfus, digunakanmikrodrip, buretrolataualat
pengatur volume lainnya dan pompa infus.Sebagian besar rumah sakit memiliki
pedoman untuk pemberian infus pediatrik; bila tidak tersedia, perawat harus
mencari keterangan dari buku pedoman pediatrik yang dapat dipercaya.Pedoman
untuk orang dewasa tidak aman bagi anak-anak.
Pemberian dosis anak dapat didasarkan pada 2 hal:
a.
Dosis berdasarkan berat
badan yaitu
: Dosis obat dalam satuan mg/Kg BB/hari. Dosis yang diperlukan adalah dosis per
mg/kg BB-nya atau menurut rumus dosis clark dosis anak dapat dihitung.
BB anak X
Dosis dewasa = Dosis anak-anak 60*)
*) rata-rata
BB dewasa manusia indonesia dalam kg
b. Dosis berdasarkan permukaan tubuh adalah :
Luas permukaan tubuh X dosis dewasa= Dosis anak-anak
1.73 m2
Luas
permukaan tubuh anak dicari dengan nomogram berdasarkan potongan berat badan
dan tinggi badan . Metoda ini sekarang paling sesuai untuk perhitungan dosis
anak karena banyak fenomena fisik berkaitan dengan luas permukaan tubuh.
Besarnya dosis anak sebagai persentase dari dosis dewasa dapat dilihat pada
tabel.
Tabel :
Usia, BB, Dosis anak
Usia
|
Berat
badan
(kg)
|
Dosis anak
(% dari
dosis dewasa )
|
Neonatus
|
3,4
|
< 12,5
|
1 bulan
|
4,2
|
< 14,5
|
3 bulan
|
5,6
|
18
|
6 bulan
|
7,7
|
22
|
1 tahun
|
10
|
25
|
3 tahun
|
14
|
33
|
5 tahun
|
18
|
40
|
7 tahun
|
23
|
50
|
12 tahun
|
37
|
75
|
Pertimbangan
yang dominan dalam menentukan dosis anak adalah kemampuan pada aspek
farmakokinetika obat yang berbeda dengan dewasa yaitu mengenai tahapan
absarpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat (ADME) hal ini dapat
dijelaskan pada tabel berikut ini.
Tabel :
Kemampuan organ tubuh bayi dan anak dari tinjauan farmakokinetika obat.
Tahap Farmakokinetika
|
Kemampuan reseptos dan kondisi biologis
|
Absorpsi
|
pH lambung lebuh tinggi dari dewasa , akibatnya
golongan obat penisilin akan lebih banyak penyerapannya, sehingga dosiisnya
perlu diturunkan.
Waktu pengosongan lambung yang lebih lambat. Obat
lebih lama untuk mencapai kadar puncak.
Kulit bayi yang tipis membuat obat topikal harus hati-hati
|
Distribusi
|
Karena bayi
mempunyai pengikatan pada
protein plsma yang lebih sedikit, maka terdapt obat bebas lebih ,
sehingga toksisitas obat mudah dicapai. Dosis antibiotik harus diturunkan
|
Metabolisme
atau biotransformasi
|
Aktivitas enzim hati yang masih rendah, sehingga waktu paruh lebih
panjang. Pertimbnagkan kemungkinan akumulasi obat. Sementara pasa enak yang
lebih besar dengan meningkatnya laju metabolisme, membuat waktu paruh lebuh
singkat, sehingga dosis perelu dinaikkan
|
Ekskresi
|
Eliminasi obat melalui ginjal menurun sampai usia satu
tahun. Penurunan dalam ekskresi obat menyebabkan waktu paruh yang lebih
panjang dan ada kemungkinan terjadi toksisitas obat.
|
1.
Pemberian
obat pada lansia
Pemberian
obat pada lansia juga membutuhkan pertimbangan khusus.Disamping perubahan
fisiologi penuaan, faktor tingkah laku dan ekonomi juga mempengaruhi penggunaan
obat pada lansia.danterjadi
penurunan fungsi-fungsi organ, sehingga pemberian obat harus dilakukan
hati-hati.
Individu berusia lebih dari 65
tahun merupakan pengguna obatterbanyak (Ebersole, Hess, (1994) dalam Perry
& potter (2005)). Perawat yang memberikan obat kepada lansia harus
mencermati lima pola pengguna obat klien lansia sebagaimanadiidentifikasi
(Ebersole& Hess (1994)dalamperry& potter (2005)).
a.
Polifarmasiartinyaklienmenggunakan
banyak obat, yang diprogramkan atau tidak, sebagai upaya mengatasi beberapa
gangguan secara bersamaan. Apabila ini terjadi, ada resiko interaksi obat
dengan obat yang lain dan makanan. Klien juga memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami reaksi yang merugikan terhadap pengobatan.
b.
Meresepkan
obat sendiri (self-prescribing of
medication). Berbagai gejala dapat dialami oleh klien lansia, misalnya
nyeri, konstipasi, insomnia, dan ketidakmampuan mencerna. Semua gejala ini
ditemukan pada penggunaan obat yang dijual bebas. Lansia sering kali berupaya
mencari pereda gangguan yang mereka alami dengan menggunakan preparat yang
dijual bebas, obat-obatan rakyat dan jamu-jamuan.
c.
Obat yang
dijual bebas. Obat yang dijual bebas digunakan oleh 75% lansia meredakan
gejala. Banyak preparat yang dijual bebas mengandung bahan-bahan yang jika
tidak digunakan dengan tepat, dapat menimbulkan efek samping yang tidak
diinginkan, efek yang merugikanataudikontraindikasikanuntukkondisiklien.
d.
Penggunaan
obat yang salah (misuse).
Bentuk-bentuk penggunaan obat yang salah oleh lansia antara lain : penggunaan
berlebihan (overuse), penggunaan yang
kurang (underuse), penggunaan yang tidakteratur(errastic use)danpenggunaan yang dikontraindikasikan.
e.
Ketidakpatuhan
(noncompliance). Ketidakpatuhan
didefinisikan sebagai penggunaan obat yang salah secara sengaja. Dari semua
populasi lansia 75% diantaranya tidak mematuhi program pengobatan secara
sengaja dengan mengubah dosis obat karena obat dirasa tidak efektif atau efek
samping obat membuat lansia tidak nyaman.
Perawat menggunakan proses
keperawatan untuk mengidentifikasi pola penggunaan obat pada klien lansia.
Waktu pemberian obat memberi perawat kesempatan untuk memberi penyuluhan atau
menguatkan pengajaran obat sebelumnya.
REFERENSI :
Enykus, (2003), keterampilan dasar dan prosedur perawatan
dasar, ed 1. Semarang, Kilat press.
Pery, Anne Griffin, Potter, patricia
A.,(1999). Fundamental
Keperawatan Konsep proses dan praktek.EGC: Jakarta
Pery, Anne Griffin, Potter, patricia
A., Yasmin, Asih (editor). (1999). Buku Saku Ketrampilan Dan Prosedur Dasar. EGC: jakarta
Taylor, C., Lilis, C., and LeMone, P., ( 1998 ). Fundamental
of Nursing : the art and science of nursing care ‘Lippincott.
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat