AUSKULTASI
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi yang dihasilkan
oleh tubuh. Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang
disebut dengan stetoskop. Berapa pun
dapat didengar oleh telinga tanpa alat bantu, meskipun sebagian besar bunyi
hanya dapat didengar dengan stetoskop. Perawat akan lebih berhasil dalam
melakukan auskultasi ika mengetahui jenis bunyi yang muncul dari setiap strutur
tubuh dan lokasi dimana bunyi tersebut dapat didengar dengan jelas. Untuk mengauskultasi dengan benar, perawat
memerlukan ketajaman pendengaran yang baik, stetoskop yang baik dan pengetahuan
tentang bagaimana menggunakan stetoskop dengan benar (Potter & Perry, 2005).
·
Semua
bunyi mempunyai empat karakteristik :
1.
Frekwensi adalah jumlah siklus
gelombang suara dihitung perdetik denngan obyek bergetar, berkisar dari tinggi
ke rendah.
2.
Kepekakkan adalah amplitude dari
gelombang suara, berkisar dari lembut kekeras.
3.
Kualitas adalah suatu
karakteristik yang membedakan bunyi dari frekuensi dan kepekakkan yang serupa,
digambarkan dengan istilah tiupan, desiran dan berdeguk.
4.
Durasi adalah lamanya waktu
bunyi berakhir sebagai bunyi yang terus meneru, berkisar antara pendek sampai
menengah sampai panjang.
·
Dengan
auskultasi pada setiap sisi, perawata harusmemperhitungkan sumber dan penyebeb,
sisi yang pasti dimana bunyi terdengar sebaik-baiknya dan kualitas nnormal yang
diharapkan mengkaji penyimpangan dari normal ( Potter & Patricia, 1996 )
A.
Auskultasi
jantung
Dari jantung
yang normal dapat didengar lub-dub, lub-dub, lub-dub... Lub adalah
suara penutupan katup mitral dan katup trikuspid, yang
menandai awal sistole. Dub adalah
suara katup aorta dan katup pulmonalis sebagai
tanda awal diastole. Pada
suara dub, apabila pasien bernafas akan terdengar suara yang
terpecah.
Bunyi jantung
Bunyi jantung jantung utama : Bunyi
jantung I, bunyi jantung II, bunyi jantung III, bunyi jantung IV
Bunyi jantung I
Bunyi jantung I
ditimbulkan karena kontraksi yang mendadak terjadi di awal sistolik
mereganggnya daun-daun katup mitral dan trikuspid yang mendadak akibat tekanan
dalam ventrikel yang meningkat dengan cepat, meregangnya dengan tiba-tiba
chordae tendinea yang memfiksasi daun-daun katup yang telah menutup dengan
sempurna, dan getaran kolom darah dalam outflow tract (jalur keluar) ventrikel
kiri dan dinding pangkal aorta dengan sejumlah dasra yang ada di dalamnya.
Bunyi jantung I terdiri dari komponen mitral dan trikuspidal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas bunyi jantung I, yaitu :
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas bunyi jantung I, yaitu :
1)
Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot
ventrikel, makin kuat dan cepat, makin keras bunyinya.
2)
Posisi daun katup atrioventrikular pada
saat sebelum kontraksi ventrikel. makin dekat terhadap posisi tertutup, makin
kecil kesempatan akselerasi darah yang keluar dari ventrikel, dan makin pelan
terdengarnya bunyi jantung I, dan sebaliknya makin lebar terbukanya katup
atrioventrikular sebelum kontraksi, makin keras bunyi jantung I, karena akselerasi
darah dan gerakan katup lebih cepat.
3)
Jarak jantung terhadap dinding dada. pada
pasein dengan dada kurus, bunyi jantung lebih keras terdengar dibandngkan
pasien gemuk dengan bunyi jantung yang terdengar lebih lemah. Demikian juga
pada pasien emfisema pulmonum bunyi jantung terdengar lebih lemah.
a)
Bunyi jantung II ditimbulkan karena vibrasi akibat penutupan katup aorta (komponen
aorta), penutupan katup pulmonal (komponen pulmonal), perlambatan aliran yang
mendadak dari darrah pada akhir ejeksi sistolik, dan benturan balik dari kolom
darah pada pangkal aorta dan membentup katup aorta yang baru tertutup rapat..
Bunyi jantung II terdiri dari komponen aorta dan pulmonal.
Pada bunyi jantung II, komponen aorta lebih keras terdengar pada aortic area komponen pulmonal hanya dapat terdengar keras di area pulmonal, di sebelah kanan sternum pada ruang interkostal II kanan.
Kegiatan fisis akan memeprkeras buni jantung II (aorta dan pulmonal), inspirasi cenderung memperkeras pulmonal (P2) dan ekspirasi cenderung memperkeras aorta (A2). Pada inspirasi P2 terdengar sesudah A2 karena ejeksi ventrikel kanan berlangsung lebih lama daripada ejeksi pada ventrikel kiri pada inspirasi.
Pada keadaan fisiologis, pada inspirasi, kembalinya darah ke dalam ventrikel kanan menjadi lebih lama. keadaan ini disebut physiological splitting (bunnyi terbelah yang terjadi secara fisiologis). Pada ekspirasi, masa ejeksi ventrikel kanan sama dengan masa ejeksi ventrikel kiri sehingga P2 terdengar bertepatan dengan A2. Pada hipertensi sistemik, bunyi A2 mengeras, sedangkan pada hipertensi pulmonal, bunyi P2 mengeras.
Pada bunyi jantung II, komponen aorta lebih keras terdengar pada aortic area komponen pulmonal hanya dapat terdengar keras di area pulmonal, di sebelah kanan sternum pada ruang interkostal II kanan.
Kegiatan fisis akan memeprkeras buni jantung II (aorta dan pulmonal), inspirasi cenderung memperkeras pulmonal (P2) dan ekspirasi cenderung memperkeras aorta (A2). Pada inspirasi P2 terdengar sesudah A2 karena ejeksi ventrikel kanan berlangsung lebih lama daripada ejeksi pada ventrikel kiri pada inspirasi.
Pada keadaan fisiologis, pada inspirasi, kembalinya darah ke dalam ventrikel kanan menjadi lebih lama. keadaan ini disebut physiological splitting (bunnyi terbelah yang terjadi secara fisiologis). Pada ekspirasi, masa ejeksi ventrikel kanan sama dengan masa ejeksi ventrikel kiri sehingga P2 terdengar bertepatan dengan A2. Pada hipertensi sistemik, bunyi A2 mengeras, sedangkan pada hipertensi pulmonal, bunyi P2 mengeras.
b)
Bunyi jantung III terdengar karena pengisian ventrikel yang cepat (rapid filling
phase). Vibrasi yang ditimbulkan adalah akibat percepatan aliran yang mendadak
pada pengisian ventrikel karena relaksasi aktif ventrikel kiri dan kanan dan
segera disusul oleh perlambatan aliran pengisian.
c)
Bunyi jantung IV : dapat terdengar terdengar bila kontraksi atrium terjadi dengan
kekuatan yang lebih besar, misalnya pada keadaan tekanan akhir diastol dan
ventrikel yang meninggi sehingga memerlukan dorongan pengisian yang lebih keras
dengan bantuan kontraksi atrium yang lebih kuat.
Teknik
auskultasi pada jantung :
1) Posisi
pasien berbaring dengan sudut 30 derajat
2) Mintalah
pasien relak dan bernapas biasa
3) tempelkn
kepala stetoskop pada ictus cordis dengarkan suara dasar jantung
4) Bila
auskultasi dengan corong stestokop untuk daerah apek dan ruang interkosta 4 dan
5 kiri kearah sternum. Dengan membran untuk ruang interkosta 2 kiri kearah
sternum
5) Perhatikan
irama dan frekuensi suara jantung
6) Bedakan
irama systole, diastole dan intensitasnya
7) Perhatikan
suara tambahan yang mungkin timbul
8) Gabungkan
auskultasi dengan kualitas pulsus (denyut nadi). Tentukan daerah penjalaran
bising dan titik maksimumnya
Auskultasi bunyi jantung janin
1)
Jantung janin merupakan observasi esensial tentang kesejahteraan janin
dan harus diauskultasi pada setiap pemeriksaan abdomen dan setelah pemeriksaan
apapun. Bunyi jantung janin terdengar paling jelas di bahu janin (skapula).
Terkadang dapat didengar pada dinding dada, bergantung pada posisi janin.
2)
Mengetahui presentasi dan posisi janin berarti mengetahui di bagian mana
alat tersebut diletakkan di abdomen ibu agar dapat mendengar bunyi jantung
janin.
Jantung janin dikaji:
Jantung janin dikaji:
3)
Keberadaannya
4)
Frekuensinya—rentang normal adalah 110-150 denyut per menit (dpm)
5)
Keteraturannya
6)
Variabilitasnya
7)
Deselerasi frekuensi jantung janin di bawah 100 per menit biasanya
merupakan indikasi penyimpangan dari normal. Pada saat janin bergerak, bunyi
jantung janin terkadang mengalami akselerasi. Hal ini merupakan respon yang
diharapkan.
Dengan mendengarkan jantung janin dengan stetoskop Pinard
memastikan bidan bahwa yang didengarnya adalah jantung janin. Bunyi jantung
janin terdengar seperti denyutan ganda yang cepat (terkadang terdengar
seperti bunyi ketukan) dengan frekuensi 110-150 denyutan per menit. Hal ini
dapat dibedakan dengan jelas dari frekuensi jantung ibu (kira-kira 70 denyut
per menit) jika didengarkan dengan stetoskop Pinard. Peralatan CTG tidak
mengauskultasi dengan cermat bunyi jantung ibu sehingga dapat rancu dengan
bunyi jantung janin, dan bila bunyi janting janin tidak ada maka hal ini
kemungkinan tidak akan diketahui kecuali jika stetoskop Pinard digunakan
terlebih hulu sebelum monitor CTG. Bidan dapat mempalpasi denyut radial ibu
sambil mendengarkan bunyi jantung janin, untuk membedakan keduanya dan untuk
memastikan bahwa yang terdengar adalah bunyi jantung janin.
Prosedur penggunaan stetoskop Pinard
1.
Lakukan pemeriksaan abdomen
2.
Letakkan stetoskop Pinard di daerah perkiraan bunyi jantung janin dapat
terdengar.
3.
Lepaskan tangan dari stetoskop, sehingga terjadi kontak langsung antara
telinga, stetoskop dan abdomen ibu (hal ini dapat meningkatkan varian bunyi)
4.
Dengarkan dan hitting bunyi jantung janin (denyut ganda yang terdengar
cepat, terdengar seperti bunyi ketukan) selama satu menit. Secara simultan
palpasi denyut radial ibu
5.
Diskusikan basil pemeriksaan dengan ibu
6.
Dokumentasikan hasilnya dan lakukan tindakan yang sesuai
7.
Penggunaan sonicaid
Salah satu keuntungan dari penggunaan sonicaid adalah ibu
dapat mendengar denyut jantung janin dan dapat meyakinkannya. Cara ini sangat
bermanfaat bagi usia gestasi kurang dari 28 minggu, di saat bunyi jantung janin
belum dapat didengar dengan jelas menggunakan stetoskop Pinard. Untuk dapat
mendengar bunyi jantung janin, sonicaid sering kali perlu diletakkan langsung
di atas bahu janin.
Prosedur penggunaan sonicaid
1.
Lakukan pemeriksaan abdomen (gunakan stetoskop Pinard bila tepat)
2.
Oleskan jeli konduktif yang sesuai pada sonicaid
3.
Letakkan sonicaid di tempat bunyi jantung janin diperkirakan dapat
terdengar
4.
Hitung denyut jantung dalam satu menit (beberapa sonicaid memberikan
hasil pembacaan digital)
5.
Jelaskan pada ibu tentang bunyi lain yang mungkin terdengar, seperti
bunyi gerakan janin, aliran darah uterin atau pulsasi tali pusat
6.
Diskusikan dengan ibu tentang hasil pemeriksaan
7.
Dokumentasikan hasil pemeriksaan dan Lakukan tindakan yang sesuai
A. AUSKULTASI PARU
Dengan mendengarkan paru-paru ketika klien bernapas
melalui mulut, pemeriksa mampu mengkaji karakter bunyi napas, adanya bunyi
napas tambahan, dan karakter suara yang diucapkan atau dibisikan.
Dengarkan semua area paru dan dengarkan pada keadaan
tanpa pakaian; jangan dengarkan bunyi paru dengan klien mengenakan pakaian,
selimut, gaun, atau kaus. Karena bunyi yang terdengar kemungkinan hanya bunyi
gerakan pakaian di bawah stetoskop.
Untuk dapat mendengarkan bunyi napas di seluruh
bidang paru, perawat harus meminta klien untuk bernapas lambat, sedang sampai
napas dalam melalui mulut. Bunyi napas dikaji selama inspirasi dan ekspirasi.
Umumnya bunyi napas tidak terdengar pada lobus kiri
atas, intensitas dan karakter bunyi napas harus mendekati simetris bila dibandingkan
pada kedua paru. Bunyi napas normal disebut sebagai vesikular, bronkhial, dan
bronkhovesikular.
Suara napas adalah suara yang dihasilkan aliran
udara yang masuk dan keluar paru pada waktu bernapas. Suara napas ada 3 macam
yaitu
a. suara
napas normal/ vesikuler,
Suara napas
vesikuler bernada rendah, terdengar lebih panjang pada fase inspirasi daripada
ekspirasi dan kedua fase bersambung/ tidak ada silent gaps.
b. suara
napas campuran/ bronkovesikuler dan
Sedangkan
kombinasi suara nada tinggi dengan inspirasi dan ekspirasi yang jelas dan tidak
ada silent gaps disebut bronkovesikuler/ vesikobronkial.
c. suara
napas bronkial.
Suara napas
bronkial bernada tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama daripada inspirasi dan
terputus/ silent gaps.
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada
nafas adalah :
Rales :
suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya
pada klien pneumonia, TBC.
Ronchi :
nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat
ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada
edema paru.
Wheezing :
bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase inspirasi maupun
ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
Pleura Friction Rub ;
bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya
pada klien dengan peradangan pleura.
Suara napas asmatik yaitu inspirasi normal/ pendek
diikuti ekspirasi lebih lama dengan nada lebih tinggi disertai wheeze. Suara
tambahan dari paru adalah suara yang tidak terdengar pada keadaan paru sehat.
Suara ini timbul akibat dari adanya secret didalam saluran napas, penyempitan
dari lumen saluran napas dan terbukanya acinus/ alveoli yang sebelumnya
kolap. Karena banyaknya istilah suara tambahan, kita pakai saja
istilah “ Ronki” yang dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a. ronki
basah dengan suara terputus- putus dan
Ronki basah
kasar seperti suara gelembung udara besar yang pecah, terdengar pada saluran
napas besar bila terisi banyak secret. Ronki basah sedang seperti suara
gelembung kecil yang pecah, terdengar bila adanya secret pada saluaran napas
kecil dan sedang, biasanya pada bronkiektasis dan bronkopneumonia. Ronki basah
halus tidak mempunyai sifat gelembung lagi, terdengar seperti gesekan rambut,
biasanya pada pneumonia dini.
b. ronki
kering dengan suara tidak terputus.
Ronki kering
lebih mudah didengar pada fase ekspirasi, karena saluran napasnya menyempit.
Ronki kering bernada tinggi disebut sibilan, terdengar
mencicit/squacking, ronki kering akibat ada sumbatan saluran napas kecil
disebut wheeze. Ronki kering bernada rendah akibat sumbatan
sebagaian saluran napas besar disebut sonourous, terdengar seperti orang
mengerang/ grouning,.
Suara
tambahan lain yaitu dari gesekan pleura/ pleural friction rub yang
terdengar seperti gesekan kertas, seirama dengan pernapasan dan terdengar jelas
pada fase inspirasi, terutama bila stetoskop ditekan.
Teknik
Auskultasi pada paru :
a.
Auskultasi paru depan
1. Posisi pasien duduk dengan
kedua tangan dipaha atau dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
2. Tempelkan stetoskop pada dinding
dada
3. Mintalah pasien menarik napas
pelan- pelan dengan mulut terbuka
4. Dengarkan satu periode inspirasi
dan ekspirasi
5. Mulailah dari depan diatas
klavikula kiri dan teruskan kesisi dinding dada kanan
6. selanjutnya geser kebawah 2- 3
cm dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah
7. Mintalah pasien mengangkat
lengan nya untuk pemeriksaan di daerah aksila kanan dan kiri
8. Bandingkan suara napas kanan dan
kiri, serta dengarkan adanya suara napas tambahan
b.
Aulkultasi paru belakang
1. Posisi pasien duduk
dengan kedua tangan dipaha atau dipinggang dan membelakangi pemeriksa
2. tempelkan kepala stetoskop pada
supraskapula dada belakang kiri, dan dengarkan dengan seksama, kemudian lanjutkan
kebagian dada kanan
3. selanjutnya geser kebawah 2- 3
cm dan seterusnya, sampai kedada bagian bawah
4. Mintalah pasien mengangkat
lengan nya untuk auskultasi pada aksila posterior kanan dan kiri
5. Bandingkan getaran suara kanan
dan kiri, dengarkan adanya suara napas tambahan
B. Tujuan Pemeriksaan Auskultasi pada
Paru-paru :
Pemeriksaan berguna untuk mengkaji aliran udara melalui bronkial dalam rangka mengevaluasi adanya cairan atau obstruksi padat dalam paru. Untuk mengevaluasi kondisi paru, pemeriksa mengauskultasi bunyi napas normal, bunyi napas tambahan dan bunyi suara.
Pemeriksaan berguna untuk mengkaji aliran udara melalui bronkial dalam rangka mengevaluasi adanya cairan atau obstruksi padat dalam paru. Untuk mengevaluasi kondisi paru, pemeriksa mengauskultasi bunyi napas normal, bunyi napas tambahan dan bunyi suara.
a.
Suara nafas normal
Evaluasi suara nafas normal
ditunjukkan dengan mengkaji pergerakan udara melalui sistem pulmoner dan untuk
mengidentifikasi adanya suara abnormal. Hal ini dilakukan dengan meletakkan
diafragma stetoskop pada dinding dada dan instruksikan pasien untuk bernafas
dan mengeluarkannya secara perlahan dengan mulut terbuka. Auskultasi harus
dilakukan secara sistematik, dari satu sisi ke sisi yang lain, dari atas ke
bawah, ke bagian anterior, posterior dan lateral. Suara nafas normal
berbeda-beda tergantung pada lokasinya. Suara nafas normal dikategorikan
menjadi 3 kategori yaitu bronkial, bronchovesikular, dan vesicular.
Tabel Karakteristik Suara Paru Normal
a.
Suara nafas abnormal
Adanya kondisi abnormal yang
mempengaruhi pohon bronkhial dan alveoli dapat menghasilkan bunyi tambahan. Ada
3 kategori suara nafas abnormal yaitu tidak adanya atau berkurangnya suara
nafas, suara nafas bronchial yang berpindah tempat dan suara nafas tambahan.
- Tidak
adanya atau berkurangnya suara nafas mengindikasikan bahwa kecilnya atau
tidak adanya aliran udara pada area tertentu.
- Suara
nafas bronchial yang berpindah tempat adalah suara beronchial normal yang
terdengar pada daerah perifer paru. Kondisi ini biasanya merupakan
indikasi adanya cairan atau eksudat pada alveoli.
- Suara nafas tambahan adalah suara ekstra yang terdengar selain suara nafas normal.
Tabel
Suara nafas abnormal dan kondisi yang berhubungan
AUSKULTASI ABDOMEN
Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk
memperkirakan gerakan usus dan adanya gangguan pembuluh darah. Bunyi usus akan
terdengar tidak teratur seperti orang berkumur dengan frekwensi 5 – 35 kali
permenit. Normal tidak terdengar bunyi vaskuler disekitar aorta, ginjal, iliaka
atau femoral, apabila terdapat desiran mungkin suatu aneurisma .
TOPOGRAFI ANATOMI ABDOMEN
Ada dua macam cara pembagian
topografi abdomen yang umum dipakai untuk menentukan lokalisasi kelainan,
yaitu:
1. Pembagian atas empat kuadran,
dengan membuat garis vertikal dan horizontal melalui umbilicus, sehingga
terdapat daerah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah, dan kiri bawah.
2. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua garis vertikal.
2. Pembagian atas sembilan daerah, dengan membuat dua garis horizontal dan dua garis vertikal.
a.
Garis horizontal
pertama dibuat melalui tepi bawah tulang rawan iga kesepuluh dan yang kedua
dibuat melalui titik spina iliaka anterior superior (SIAS).
b.
Garis vertikal dibuat masing-masing melalui
titik pertengahan antara SIAS dan mid-line abdomen.
c.
Terbentuklah daerah
hipokondrium kanan, epigastrium, hipokondrium kiri, lumbal kanan, umbilical,
lumbal kanan, iliaka kanan, hipogastrium/ suprapubik, dan iliaka kiri.
Pada keadaan normal, di daerah
umbilical pada orang yang agak kurus dapat terlihat dan teraba pulsasi arteri
iliaka. Beberapa organ dalam keadaan normal dapat teraba di daerah tertentu,
misalnya kolon sigmoid teraba agak kaku di daerah kuadaran kiri bawah, kolon
asendens dan saecum teraba lebih lunak di kuadran kanan bawah. Ginjal yang
merupakan organ retroperitoneal dalam keadaan normal tidak teraba. Kandung
kemih pada retensio urine dan uterus gravid teraba di daerah suprapubik.
Kegunaan auskultasi abdomen ialah
untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan bising pembuluh darah. Dilakukan
selama 2-3 menit.
1. Mendengarkan suara peristaltic
usus.
2. Diafragma stetoskop diletakkan
pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke seluruh bagian abdomen. Suara
peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara dalam usus.
Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.
3. Bila terdapat obstruksi usus,
peristaltic meningkat disertai rasa sakit (borborigmi). Bila obstruksi makin
berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltic lebih tinggi seperti
dentingan keeping uang logam (metallic-sound).
4. Bila terjadi peritonitis,
peristaltic usus akan melemah, frekuensinya lambat, bahkan sampai hilang.
5. Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising dapat terdengar pada fase
sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya pada aneurisma aorta,
terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi portal, terdengar
adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.
Teknik Auskultasi pada
Usus :
1. Mintalah
pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi. Letakan bantal kecil
dibawah lutut dan dibelakang kepala
2. Letakkan
kepala stetoskop sisi diapragma yang telah dihangatkan di daerah kuadran kiri
bawah. Berikan tekanan ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin
diperlukan 5 menit terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan
tidak adanya bising usus.
3. Dengarkan bising usus apakah normal,
hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising usus dan perhatikan frekwensi/
karakternya.
4. Bila
bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan
dengarkan tiap kuadran abdomen.
5. Kemudian
gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian
epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral
dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik
usus atau denyutan aorta.
6. Catat frekuensi bising usus,
hiperaktif, hipoaktif atau tidak/ ada bising usus pada kartu status
REFERENSI :
Buku Ajar: Praktik Kebidanan; (Skills for
Midwifery Practice) Oleh Ruth Johnson, Wendy Taylor
Potter & perry.2005.fundamental
keperawatan . Jakarta : EGC
Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan
Pediatrik. Jakarta. EGC
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat