A.
KONDISI
PATOLOGIS YANG MEMPENGARUHI BODY ALIGNMENT (KESEJAJARAN TUBUH) DAN MOBILISASI
1.
Kelainan postur tubuh
a. Tortikolis
Tortikolis
terjadi karena trauma persalinan pada kepala letak sungsang. Bila dilakukan
traksi pada kepala untuk melahirkan anak, dapat terjadi cedera
m.sternokleidomastoideus yang menimbulkan hematoma sehingga terjadi pemendekan
atot akibat fibrosis. cedera m.sternokleidomastoideus ini dapat terjadi pada
setiap metode ekstraksi anak.
1)
Gambaran klinis:
Kepala miring karena
m.sternokleidomastoideus memendek, dan teraba seperti tali yang kaku. Bila
dibiarkan muka akan menjadi asimetri, tulang belakang akan skoliosis untuk
mengimbangi miringnya vertebra servikalis, dan tengkorak pun akan asimetri.
2)
Tata laksana:
Bila dijumpai pada bayi,
fisioterapi diberikan setiap hari berupa masase disertai peregangan dengan
harapan otot dapat memanjang. Bila fisioterapi tidak berhasil dilakukan operasi
untuk memperpanjang m.sternokleidomastoid. fisioterapi diteruskan lagi pasca
bedah agar tidak kambuh lagi.
b.
Skoliosis
skoliosis adalah pelengkungan
tulang belakang. Kelainana ini dapat terjadi akibat deformitas struktuural
kolumna vertebralis yang ada sejak lahir (congenital) atau dapat timbul akibat
penyakit neuromuskuler misalnya cerebral palsy atau distrofi otot. Sebagian
skoliosis structural dapat timbul tanpa sebab jelas (idiopatik) atau karena
postur yang buruk. skoliosis menyebabkan deformitas dan kadang-kadang nyeri.
Apabila keadaan ini tidak diatasi, maka fungsi pernapasan dan jantung dapat
terganggu.
1) Gambaran
klinis:
a) Kelainan
penampakan normal vertebra yaitu konkaf-konveks-konkaf yang terlihat menurun
dari bahu ke bokong.
b) Menonjolnya
iga di sisi konveks.
c) Tinggi
Krista iliaka yang tidak sama. Hal ini dapat menyebabkan satu tungkai lebih
pendek daripada tungkai lainnya.
d) Asimetri
rongga toraks dan persambungan yang tidak sesuai dari vertebra spinalis akan
tampak apabila individu membungkuk.
2) Penatalaksanaan:
Skoliosis postural dapat diobati
dengan latihan pasif dan aktif. Dapat dipasang penahan eksternal untuk
meningkatkan kepatuhan dan kecepatan pemulihan. Skoliosis struktural dapat
diobati dengan intervensi bedah. Intervensi tersebut dapat berupa penempatan
sebuah batang fleksibel di punggung untuk membalikkan lengkungan kolumna
vertebralis. Pada kasus-kasus yang parah dapat dilakukan fusi (penggabungan)
spina di tingkat yang berbeda untuk memperbaiki deformitas.
c. Lordosis
Kurva anterior pada spinal lumbal
yang melengkung berlebihan. Penyebabnya adlah kondisi congenital, kondisi
temporer (mis kehamilan)
Penatalaksanaan; latihan peregangan
spinal (berdasarkan penyebab)
d. Kifosis
Peningkatan kelengkungan pada kurva
spinal torakal. Penyebabnya adlah kondisi congenital, penyakit tulang/ricket,
dan tuberculosis spinal.
Penatalaksanaan: latihan peregangan
spinal, tidur tanpa bantal, menggunakan papan tempat tidur, memakai
brace/jaket, penggabungan spinal (berdasarkan penyebab dan tingkat keparahan)
e. Kifolordosis
Kombinasi dari kifosis dan
lordosis. Penyebabnya adalah kondisi congenital.
Penatalaksanaan: sama dengan metode
yang digunakan untuk kifosis dan lordosis (berdasarkan penyebab)
f. Kifoskoliosis
Tidak normalnya kurva spinal
anteroposterior dan lateral. Penyebabnya adalah kondisi congenital
Penatalaksanaan: imobilisasi dan
operasi (berdasarkan penyebab dan tingkat keparahan)
g. Footdrop
Plantarfleksi, ketidakmampuan
menekuk kaki karena kerusakan saraf peroneal. Penyebabnya adalah kondisi
congenital, trauma, posisi imobilisasi yang tidak baik.Penatalaksanaan: tidak
ada (tidak dapat dikoreksi) dicegah melalui terapi fisik
h. Pigeon
toes
Rotasi dalam kaki depan, biasa pada
bayi penyebabnya adalah kondisi congenital dan kebiasaan. penatalaksanaan:
pertumbuhan menggunakan sepatu terbalik.
2.
Gangguan Perkembangan Otot
a. Distrofi
otot
Distrofi otot
mengacu pada berbagai penyakit yang ditandai oleh berkurangnya otot. Gangguan
ini tidak disebabkan oleh kelainan saraf, hormone atau aliran darah. Semua
distrofi otot adalah gangguan herediter yang melibatkan cacat enzimatik atau
metabolic. Karena kecatatan tersebut, sel-sel otot mati dan difagositosis oleh
sel-sel system peradangan yang menyebabkan terbentuknya jaringan parut dan
hilangnya fungsi otot.
1)
Distrofi otot duchenne
Bentuk tersering distrofi otot
adalah distrofi otot duchenne, suatu penyakit terkait-seks yang diwariskan
melalui kromosom X dan hampir selalu terdapat pada pria. Pada sekitar 50%
kasus, penyakit ini jelas memperlihatkan riwayat keluarga dan diturunkan dari
ibu kepada anak laki-lakinya. Lima puluh persen lainnya muncul secara spontan
akibat mutasi pada kromosom X sebelum atau selama konsepsi. Karena pria hanya memiliki 1 kromosom X maka
gen defektif yang menyebabkan penyakit tidak dikompensaasi oleh gen sehat pada
kromosom X yang lain.
2)
Penyebab distrofi otot duchenne :
Distrofi otot duchenne terjadi
akibat cacat pada gen yang menghasilkan protein distrofin. Distrofin penting
untuk memelihara membran sel otot. Tanpa distrofin, sel-sel otot melemah dan
mati.
Kelemahan sel-sel otot dimulai di
daerah panggul pada anak berusia 2 atau 3 tahun. Kelemahan tersebut kemudian
menyebar ke tungkai dan bagian atas tubuh dalam 3-5 tahun. Sewaktu sel-sel otot
mati, terbentuk jaringan parut dan sel-sel lemak yang menggantikan sel-sel yang
mati sehingga otot (terutama otot betis) tampak kuat dan berisi (disebut
pseudohipertropi). Akhirnya,kerangka mulai mengalami deformitas dan anak
semakin sulit bergerak dan akhirnya hanya menggunakan kursi roda. Otot jantung
sering terkena dan sekitar 50% pasien mengidap gagal jantung. Disfungsi otot
polos dapat menyebabkan gangguan saluran cerna. selain itu, mungkin terdapat
sedikit retardasi mental kematian biasanya terjadi akibat komplikasi pernapasan
atau jantung pada usia 20-aan atau lebih dini.
3)
Gambaran klinis
a) Balita
tampak canggung, ayunan langkah terguncang-guncang, dan sering jatauh
b) Berjalan
dengana jari-jari kaki karena kelemahan tibia anterior
c) Penurunan
reflek tendon dalam
d) Pseudohipertropi
otot betis
e) Imobilitas
dan terpaku ke kursi roda pada usia remaja
f) Tulang
belakang melengkung (kifoskoliosis) akibat melemahnya otot-otot postur
g) Infeksi
pernafasan berulang akibat ketidakmampuan mengembangkan paru secara maksimum
4)
Komplikasi :
Kegagalan nafas atau jantung dan
kematian
5)
Penatalaksanaan :
a) Olahraga
yang tidak berat dianjurkan untuk mempertahankan mobilitas dan fungsi selama
mungkin
b) Penelitian-penelitian
eksperimental berupa penyuntikan intramuskulus distrofin, atau gen untuk
distrofin, sekarang dilakukan pada hewan percobaan. Insersi gen akan dapat
dilakukan melalui virus yang telah direkayasa secara genetis untuk membawa gen
yang tepat ke dalam sel otot penjamu
c) Sekarang
sedang dilakukan penelitian-penelitian eksperimental dimana sel-sel otot imatur
sehat diambil dari para ayah pasien distrofi otot dan disuntikkan ke dalam otot
putra mereka. Pada saat ini masih belum jelas apakah terjadi perbaikan bermakna
pada fungsi otot para pasien tersebut.
b. Atrofi
Atrofi adalah penurunan ukuran
suatu sel atau jaringan. Atrofi suatu otot dapat terjadi akibat tidak digunakannya
otot atau terjadi pemutusan saraf yang mempersarafi otot tersebut. Pada atrofi
otot, ukuran myofibril berkurang. Walaupun tidak benar-benar mengalami atrofi,
kepadatan tulang dapat berkurang akibat tidak digunakannya tulang tersebut atau
adanya penyakit atau defisiensi metabolik.
3. Kerusakan
system saraf pusat
a. Penyakit
Parkinson
Adalah
gangguan otak progresif yang ditandai oleh degenerasi neuron-neuron penghasil
dopamine yang terletak dalam di hemisfer serebrum di suatu bagian yang disebut
ganglion basal. Awitan penyakit biasanya pada decade ke enam dan ketujuh
kehidupan.
Dopamine
bekerja sebagia neurotransmitter inhibitorik di proyeksi-proyeksi saraf yang
berjalan dari ganglion basal ke seluruh otak. Dopamine biasanya berada dalam
keseimbangan dengan neurotransmitter eksitatorik asetilkolin. Tanpa dopamine,
korteks serebrum, ganglion basal, dan thalamus akan mengalami perangsangan
berlebihan oleh asetilkolin dan menimbulkan tonus otot berlebihan yang ditandai
oleh tremor dna rigiditas. Tonus otot-otot wajah yang terfiksasi seperti
memperlihatkan tidak adanya responsivitas emosi, walaupun biasanya pasien
Parkinson tidak mengalami gangguan emosi atau kognitif.
1) Penyebab
parkinson
Penyebab
penyakit Parkinson tidak diketahui. Tampaknya tidak terdapat factor genetic.
Pada beberapa penelitian, diisyaratkan adanya peran virus dan toksin dalam
penyakit ini.
2) Gambaran
klinis
a) Tremor
pada saat istirahat
b) Mengeluarkan
air liur dan disfagia (kesulitan menelan)
c) Ayunan
langkah terseret-seret
d) Rigiditas
dan kekakuan otot
e) Akinesia,
yang dijelaskan sebagai kemiskinan gerakan, termasuk gerakan-gerakan yang
melibatkan ekspresi wajah dan gerakan volunteer lainnya.
f) Hilangnya
reflex-refleks postural sehingga terjadi kehilangan keseimbangan dan
kecendrungan membungkuk.
3) Komplikasi:
penyakit Parkinson stadium lanjut
dapat berkaitan dengan demensia
4) penatalaksanaan:
a) Dapat
diberikan obat-obat dopaminergik ( L.dopa) atau obat antikolinergik untuk
mengurangi gejala
b) Pada
beberapa penelitian,transplantasi sel-sel ganglion basal atau medulla adrenal
(tempat lain pembentukan dopamine) dari janin ke otak pasien pengidap Parkinson
memberikan hasil yang baik.
b. Penyakit
huntungton
Penyakit
huntungton adalah penyakit degenerative ganglion basal dan korteks serebrum
yang jarang dijumpai. Penyakit ini diturunkan melalui gen sebagai suatu
kelainan dominan-otosom, yang tampaknya disebabkan oleh ekspansi suatu kodon
berulang yang terletak di kromosom empat. Awitan penyakit biasanya terjadi pada
decade keempat atau kelima kehidupan.
Pada
degenerasi ganglion basal dan korteks serebrum, beberapa neurotransmitter
lenyap. Banyak dari komplikasi penyakit ini terjadi akibat hilangnya
neurotransmitter inhibitorik asam gama-aminobutirat (gamma amminobutyric acid,
GABA). Juga tampak terjadi kelainan pembentukan energy oleh mitokondria neuron.
Gerakan-gerakan
khas yang dijumpai pada pasien penyakit Huntington antara lain adalah gerakan
menyentak involunter yang mencolok disebut korea. Gerakan-gerakan abnormal ini
dapat terjadi diseluruh tubuh dan menyebabkan kelelahan fisik. Pasien penyakit
Huntington mengalami penurunan progresif fungsi mental yang akhirnya
menyebabkan demensia. Kematian biasanya dating dalam 10mtahun.
1) Gambaran
klinis:
a) Korea
b) Demensia
progresif
2)
Perangkat diagnostic
Identifikasi gen penyebab penyakit
Huntington dapat mendiagnosis adanya sifat ini secara prenatal atau sebelum
awitan gejala pada orang dewasa.
3)
Penatalaksanaan :
Saat ini belum ada pengobatan untuk
penyakit Huntington. Katena dapat dilakukan identifikasi genetic pada
orang-orang asimtomatik yang mungkin terjangkit penyakit ini, maka perlu
dilakukan konsultasi bagi mereka baik yang memilih untuk mengetahui status
mereka maupun bagi mereka ysng memilih untuk tidak mengetahuinya.
Penyakit lainnya adalah sklerosis
multiple, sklerosis lateral amiotropik (SLA), miastenia gravis, dll.
4. Trauma
langsung pada system muskoloskeletal
a. Kontusio
adalah cedera pada jaringan lunak, diakibatkan oleh kekerasan tumpul ( mis:
pukulan, tendangan, atau jatuh). Terputusnya banyak pembuluh darah kecil yang
terjadi mengakibatkan perdarahan ke jaringan lunak ( ekimosis, memar). Hematoma
terjadi bila perdarahan cukup banyak sampai terjadi timbunan darah. Gejala
local (nyeri, bengkak, dan perubahan warna) dapat denagn mudah dikontrol dengan
pemberian kompres dingin intermiten. Kebanyakan kontusi akan hilang dalam 1-2
minggu.
b. Dislokasi
sendi
Dislokasi
sendi adalah suatu keadaan dimana permukaan sendi tulang yang membentuk sendi
tak lagi dalam hubungan anatomis. Secara kasar “tulang lepas dari sendi”.
1) Subluksasi
adalah dislokasi parsial permukaan persendian.
2)
Dislokasi traumatic adalah kedaruratan
ortopedi, karena struktur sendi yang terlibat, pasokan darah, dan saraf rusak
susunannya dan mengalami stress berat. Bila dislokasi tidak ditangani segera,
dapat terjadi kematian jaringan akibat anoksia dan hilangnya pasokan darah) dan
paralisis saraf.
Tanda dan gejala dislokasi
traumatic:
1) Nyeri
2) Perubahan
kontur sendi
3) Perubahan
panjang ekstrimitas
4) Kehilangan
mobilitas normal
5) Perubahan
sumbu tulang yang mengalami dislokasi
c. Fraktur
tulang
Adalah terputusnya tulang. Istilah-istilah yang
digunakan untuk menjelaskan berbagai jenis fraktur tulang antara lain adalah:
1) Jenis
– jenis fraktur
a) Fraktur
komplit
Fraktur
yang mengenai suatu tulang secara keseluruhan
b) Fraktur
inkomplit
Fraktur
yang meluas secara parsial pada suatu tulang
c) Fraktur
sederhana (tertutup)
Fraktur
yang tidak menyebabkan robeknya kulit
d) Fraktur
coumpound (terbuka)
Fraktur
yang menyebabkan robeknya kulit
2) Penyebab
fraktur tulang
Patah
tulang paling sering disebabkan oleh trauma, terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Apabila tulang
melemah, patah dapat terjadi hanya akibat trauma minimal atau tekanan ringan.
Hal ini disebut fraktur patologis. Fraktur ini sering terjadi pada orang tua
yang mengidap osteoporosis, atau penderita tumor, infeksi, atau penyakit lain.
Fraktur
stress dapat terjadi pada tulang normal akibat stress tingkat rendah yang
berkepanjangan atau berulang. Fraktur stress (fatigue fraktur) biasanya terjadi
akibat peningkatan drastic tingkat latihan pada seorang atlit, atau pada
permulaan aktivitas fisik baru. Karena kekuatan otot meningkat secara lebih
cepat dibandingkan kekuatan tulang, maka individu dapat merasa mampu
berprestasi melebihi tingkat sebelumnya walaupun tulang-tulang mereka mungkin
tidak dapat menunjang peningkatan tekanan. Fraktur stress biasanya terjadi pada
mereka yang menjalani olahraga daya tahan, misalnya lari jarak jauh. Fraktur
stress dapat terjadi pada tulang yang lemah akibat peningkatan ringan
aktivitas. Hal ini disebut fraktur insufisiensi.
3) Efek fraktur tulang:
Sewaktu
tulang patah, maka sel-sel tulang mati. Perdarahan biasanya terjadi disekitar
tempat patah dan ke dalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut. Jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan hebat timbul setelah
fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan
aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk
bekuan fibrin (hematom fraktur) dan berfungsi sebagai jala untuk melekatnya
sel-sel baru. Aktivitas osteoblas segera terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut kalus. Bekuan fibrin direabsorpsi dan sel-sel tulang baru
secara perlahan mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Tulang
sejati menggantikan kalus dan secara perlahan mengalami klisifikasi.
Penyembuhan memerlukan waktu beberapa
minggu sampai beberapa bulan. Penyembuhan dapat terganggu atau terhambat
apabila hematom fraktur atau kalus rusak sebelum tulang sejati terbentuk atau
apabila sel-sel tulang baru rusak selama proses klasifikasi dan pengerasan.
4) Manifestasi
klinis;
a) Nyeri
terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
b) Setelah
terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
tidak alamiah.
c) Pada
fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
d) Saat
ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang.
e) Pembengkakan
dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
pendarahan yang mengikuti fraktur.
5) Penatalaksanaan;
a) Fraktur
harus segera diimobilisasi agar hematom fraktur dapat terbentuk dan untuk
memperkecil kerusakan
b) Penyambungan
kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agr posisi dan rentang gerak pulih.
c) Perlu
dilakukan imobilisasi jangka panjang setelah reduksi agar kalus dan tulang baru
dapat terbentuk.biasanya digunakan dengan gips atau penggunaan belat.
d.
osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu penyakit
tulang metabolic yang ditandai oleh reduksi kepadatan tulang sehingga mudah terjadi patah tulang. Osteoporosis
terjadi sewaktu kecepatan absorbs tulang melebihi kecepatan pembentukan tulang.
Tulang yang dibentuk normal, namun jumlahnya terlalu sedikit sehingga tulang
menjadi lemah. Semua tulang dapat mengalami osteoporosis, walaupun osteoporosis
biasanya timbul di tulang panggul, paha, pergelangan tangan dan kolumna
vertebralis
1)
Penyebab osteoporosis
Kecepatan pembentukan tulang
berkurang secara progresif seiring dengan penuaan seseorang, yang dimulai pada
usia sekitar 30 atau 40. Apabila tulang semakin padat sebelum usia tersebut,
semakin kecil kemungkinan timbul osteoporosis. Pada orang-orang yang beruasia
70-an atau 80-an osteoporosis adalah penyakit yang sering ditemukan.
Timbulnya osteoporosis pada wanita
berusia lanjut tampaknya terutama disebabkan oleh turunnya kadar estrogen
pascamenoupaus. Estrogen merangsang aktivitas osteoblas dan menghambat efek
stimulasi hormone paratiroid pada osteoklas. Dengan demikian, berkurangnya
estrogen menyebabkan pergeseran kea rah aktivitas osteoblas. Wanita kurus dan
wanita yang merokok lebih rentan terhadap osteoporosis karena sebelum menopaus
tulang mereka kurang padat dibandingkan tulang wanita gemuk yang tidak merokok.
Pria berusia lanjut lebih kecil risikonya mengalami osteoporosis karena mereka biasanya memiliki tulang yang lebih
padat (sekitar 30% lebih padat) daripada wanita dan kadar testosterone tetap
tinggi sampai usia mencapai 80-an.
Untuk pria maupun wanita, penurunan
aktivitas fisik ikut berperan menimbulkan osteoporosis. Bahkan pria atau wanita
yang sangat tua pun dapat secara bermakna meningkatkan kepadatan tulang-tulang
mereka dengan melakukan olahraga beban tingkat sedang.
2) Gambaran
klinis
a) Osteoporosis
mungkin tidak memberikan gejala klinis sampai terjadi patah tulang. Nyeri dan
deformitas biasanya menyertai patah tulang.
b) Dapat
melemah dan kolapnya korpus vertebra, tinggi seseorang dapat berkurang atau
timbul kifosis dan individu menjadi bungkuk (kadang-kadang disebut dowager’s
hump.
3) Perangkat
diagnostik
a) Pemeriksaan
sinar-X terhadap tulang memperlihatkan penurunan ketebalan tulang.
b) CT
scan densitas tulang dapat memberikan gambaran akurat mengenai tingkat massa
tulang dan menentukan kecepatan penipisan tulang.
4)
Komplikasi
Fraktur tulang panggul, pergelangan
tangan, kolumna vertebralis, dan paha.
5) Penatalaksanaan
a) Pencegahan
osteoporosis dimulai sejak masa anak-anak dan remaja kebiasaan berolahraga dan
nutrisi yang adekuat untuk memperkuat tulang
b) Olahraga
beban, bahkan pada usia sangat lanjut (>85 tahun), telah dibuktikan dapat
meningkatkan kepadatan tulang dan massa otot, dan memperbaiki daya tahan fisik
dan keseimbangan
c) Terapi
estrogen-progesteron pengganti selama dan setelah menopaus dapat mengurangi
pembentukan osteoporosis pada wanita. Kontraindikasi terapi penggantian
estrogen adalah riwayat kanker payudara pada individu atau keluarga atau
riwayat mengidap pembentukan bekuan darah
d) Terapi
testosterone dapat mengurangi osteoporosis pria
e) Suplemen
kalsium dan vitamin D melalui makanan dapat merangsang pembentukan osteoporosis
baik pada pria maupun wanita
f) Merokok
harus dihindari
e. Penyakit
Paget
Penyakit paget adalah suatu
gangguan tulang yang ditandai oleh pola remodeling tulang yang dipercepat.
Timbul episode-episode fraktur tulang yang cepat diikuti oleh periode
pembentukan tulang yang singkat. Tulang baru berukuran tebal dan kasar dan
akhirnya menyebabkan deformitas struktural dan kelemahan. Aliran darah ke
tulang yang dipengaruhi oleh [penyakit Paget akan meningkat untuk memenuhi
kebutuhan metabolik yang tinggi. Tulang-tulang panjang dan tulang cranium,
vertebra dan panggul adalah tulang yang paling sering terkena. Penyakit Paget
biasanya dijumpai pada orang berusia lebih dari 70 tahun. Penyebab penyakit
tidak diketahui.
1) Gambaran
klinis
a) Perubahan
bentuk tengkorak disertai nyeri kepala, kelainan pendengaran, dan
kadang-kadanga kemunduran mental.
b) Nyeri
pada tulang panjang, tulang belakang, atau panggul.
c) Fraktur
patologik tulang
2) Perangkat
diagnostic
a) Pemeriksaan
sinar –X memperlihatkan deformitas tulang dan akan menunjang diagnosis klinis
b) Peningkatan
kadar fosfatase alkali serum akan menunjang diagnosis
c) Biospsi
tulang akan menyingkirkan infeksi dan tumor
3) Komplikasi
a) Gagal
jantung dapat terjadi akibat tingginya kebutuhan aliran darah ke tulang-tulang
yang mengalami remodeling (gagal jantung high output)
b) Gagal
pernapasan dapat terjadi apabila tulang-tulang toraks terkena dan mengalami
deformitas
c) Penyakit
paget adalah factor resiko untuk sarcoma (kanker tulang), mungkin berkaitan dengan
tingginya kecepatan siklus sel yang terjadi pada penyakit ini.
4) Penatalaksanaan
a) Kalsitonin
dapat diberikan untuk mengurangi kecepatan penguraian tulang
Obat-obat
anti-inflamasi dapat mengurangi nyeri yang berkaitan dengan deformitas tulang.
Obat-obat akan menurtunkan peradangan yang menyertai penguraian sel-sel. Cara
menyembuhkan penyakit ini tidak diketahui.
B. PROSES OSIFIKASI
Osifikasi
adalah perubahan tulang rawan menjadi tulang keras atau perbaikan tulang yang
rusak, proses ini terbentuk di dalam perikondrium. Proses osifikasi di mulai
dengan terbentuknya sel-sel osteoblas yang terdapat dalam kartilago sedangkan
kartilago tersusun dari sel-sel mesenkim, yakni sel-sel pembentuk tulang.
1.
Proses osifikasi tulang
a. Pada
tahap awal proses osifikasi, osteoblas akan membentuk suatu lapisan kompak
sehingga perikondrium berubah menjadi periosteum (selaput tulang keras),
setelah osteoblas mengisi jaringan sekelilingnya akan membentuk osteosit
(sel-sel tulang). Bersamaan
dengan proses tersebut, pada bagian tulang rawan di daerah diafisis atau pusat
batang (pusat osifikasi primer), sel-sel kondrosit membesar akhirnya pecah.
b. Sel-sel
tulang dibentuk secara bertahap dari arah dalam ke arah luar sehingga
pembentukannya konsentris. Setiap sel-sel tulang ini melingkari suatu pembuluh
darah dan saraf membentuk suatu sistem yang disebut sistem havers. Selain
itu disekeliling sel-sel tulang ini terbentuk senyawa protein pembentuk matriks
tulang dan akan mengeras karena adanya garam kapur dan garam fosfat. Hal ini
mengganggu komponen nutrisi bagi sel-sel kondrosit akhirnya mati.
c. Perikondrium
yang mengelilingi diafisis di pusat osifikasi berubah menjadi periosteum.
Lapisan osteogenik didalam membentuk kolar tulang (klavikula), dan kemudian
mengelilingi kartilago yang telah terkalsifikasi.
d. Kondrosit
(sel-sel kartilago) yang nutrisinya telah di putuskan oleh kolar akan
berdegenerasi dan kehilangan kemampuan untuk mempertahankan matrik kartilago.
e. Kuncup
perioteal mengandung pembuluh darah dan osteoblas yang masuk ke dalam spikula
kartilago terkalsifikasi melalui ruang yang di bentuk osteoklas pada kolar
tulang.
f. Jika
kuncup periosteal mencapai puncak pertumbuhan akan menyebar dua arah menuju
epifisis.
g. Kemudian
tumbuh pusat osifikasi sekunder dalam kartilago epifisis pada kedua ujung tulang
panjang.
h. Semua
elongasi tulang yang terjadi selanjutnya adalah hasil dari pembelahan sel-sel
kartilago dalam lempeng epifisis.
i.
Saat pertumbuhan seseorang penuh seluruh
kartilago dalam lempeng epifisis menjadi tulang dan akan berhenti.
Tulang
dibagi menjadi 2 menurut kekompakannya atau kekerasannya yaitu tulang kompak,
terdapat pada tulang pipa atau panjang. Dan tulang spongiosa, terdapat pada
tulang pipih.
Proses
osifikasi dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Osifikasi
intramembranosa atau penulangan langsung (osifikasi primer) u tmngadalah proses
jaringan penyambung padat digantikan oleh simpanan garam-garam kalsium untuk
membentuk tulang. Misalnya pada tulang pipih seperti tulang-tulang tengkorak.
Penulangan ini secara langsung tidak akan terulang lagi.
b)
Osifikasi intrakartilaginosa adalah
proses tulang rawan digantikan oleh tulang. Misalnya tulang pipa, osifikasi ini
hanya akan membuat tulang semakin panjang.
Bagan osifikasi:
Sel mesenkim à
Tulang rawan (kartilago) à Bagian dalam terisi osteoblas à
terbentuk sel tulang dari dalam ke luar à terbentuk
system havers à
sekeliling sel tulang terbentuk protein matriks tulang à
kelak berupa senyawa fosfor dan kapur à matriks tulang
keras
1. Faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan tulang
a. Herediter
(genetic)
Tinggi
badan anak secara umum bergantung pada orang tua, anak-anak dari orang tua yang
tinggi biasanya mempunya badan yang tinggi juga.
b. Faktor
nutrisi
Suplai
bahan makanan yang mengandung kalsium, fosfat, protein, vitamin A, C, D penting
untuk generasi pertumbuhan tulang serta untuk memelihara rangka yang sehat.
c. Faktor
endokrin
1) Hormone
paratiroid (PTH) satu sama lain saling berlawanan dalam memelihara kadar
kalsium darah. Sekresi PTH terjadi dengan cara: Merangsang osteoklas, reapsobsi
tulang dan melepas kalsium ke dalam darah,Merangsang absorbsi kalsium dan
fosfat dari usus,Meresorbsi kalsium dari tubulus renalis.
2) Tirokalsitonin,
hormone yang dihasilkan dari sel-sel parafolikuler dari kelenjar tiroid, cara
kerjanya menghambat resorbsi tulang.
Hormon
pertumbuhan yang di hasilkan hipofise anterior penting untuk proliferasi
(bertambah banyak) secara normal dari rawan epifisealis untuk memelihara tinggi
badan yang normal dari seseorang.
Tiroksi
bertanggung jawab untuk pertumbuhan tulang yang layak, remodeling tulang dan
kematangan tulang.
d. Faktor
persyarafan
Gangguan
suplai persyarafan mengakibatkan penipisan tulang seperti yang terlihat pada
kelainan poliomyelitis.
e. Factor
mekanis
Kekuatan
dan arah dari tuberkula tulang ditentukan oleh gaya-gaya mekanis yang bekerja
padanya.
f. Penyakit
Penyakit
mempunyai pengaruh yang kurang baik terhadap pertumbuhan tulang.
2. Suplai
darah pada tulang
a. Tulang-tulang panjang
1)
Arteri nutrisia
: arteri tunggal yang berbelok-belok masuk foramen nutrisia oblik ke atas atau
ke bawah menuju ke arah yang berlawwanan untuk pertumbuhan tulang, satu arteri
disertai dengan 1-2 buah vena selama dalam korteks arteri memberikan
cabang-cabang menuju kanalis havers.
2)
Arteri
periosteale : arteri kecil yang menyuplai perousteum berjalan sepanjang
perlengketan otot.
3)
Arteri
metapisiale : rangkaian yang membentuk anastomosis di sekeliling sendi yang di
sebut sirkulus vaskulosus, cabangnya masuk melalui foramina vaskularis tempat
keluarnya vena-vena epifise.
b.
Tulang-tulang
gepeng. Arteri epifisiale sebuah arteri nutrisia tunggal dan bercabang-cabang,
sejumlah cabang menyuplai substansia spongeosa dalam substansia kompakta
tulang.
c.
Tulang-tulang
iga. Arteri nutrisia memasuki tulang distalis dari tuberkulum kosta dan membagi
diri menjadi cabang-cabang anterior longus dan posterior brevis yang menyuplai
seluruh bagian tulang iga.
d. Tulang-tulang vertebrae. Terdapat 2 arteri yang
besar memasuki permukaan posterior korpus vertebrae. Arkus neuralis disuplai
oleh pembuluh darah yang memasuki prosesus transversus, bercabang menuju
prosesus spinosus foramina ke vena vertebralis pada permukaan posterior korpus
vertebrae
REFERENSI :
Kozier,
B., Erb, G., Berman A., Snyder S. 2004. Buku Ajar Keperawatan Klinis Eds 5.
Jakarta : EGC.
Potter perry. 2006. Fundamental
keperawatan ed 2. Jakarta: EGC.
Sloane et all. (2004). Anatomi dan
fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC.
Smeltzer, C.S., Bare, G.B., (2001). Buku
ajar keperawatan medical bedah Brunner& Suddarth, Edisi 8, Volume 3,
Penerbit EGC, Jakarta.
Syarifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi
untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC.
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat