A. Konsep Tumbuh Kembang Menurut Erickson
Teori perkembangan
kepribadian Erickson dikenal sebagai perkembangan psikososial dan menekankan
pada kepribadian yang sehat (Keperawatan Pediatrik, 2009).
Pendekatan rentang
kehidupan Erickson terhadap perkembangan kepribadian terdiri atas delapan :
1.
Trust vs Mistrust (lahir-12 bulan)
2.
Otonomi vs Ragu-ragu/Malu (1-3 tahun/todler)
3.
Inisiatif vs Merasa Bersalah (3-6 tahun/prasekolah)
4.
Industri vs Inferior (6-12 tahun/sekolah)
5.
Identitas vs Bingung Peran (12-18 tahun/remaja)
6.
Intimasi vs Isolasi (18-25-45 tahun/dewasa muda)
7.
Generativitas vs Stagnasi (45-65 tahun/dewasa tengah)
8.
Integritas vs Putus Asa (65 tahun ke atas/dewasa akhir)
B. Prinsip Komunikasi Pada Bayi (0-1 tahun)
Bayi ( 0-1 Tahun)
·
Berkomunikasi secara non-verbal.
·
Merespon tingkah laku non-verbal.
·
Suara yang lembut akan membuat bayi nyaman.
·
Suara yang keras akan membuat bayi ketakutan.
·
Bayi pada umur 6 bulan mengalami kecemasan karena
berpisah dengan orang tua.
Bahasa Bayi
·
Bahasa reseptif ( masa preverbal ).
·
Bahasa ekspresif ( masa verbal ).
·
Bahasa visual ( beberapa minggu setelah
kelahiran bayi).
Perkembangan Komunikasi Bayi ( 0-1 tahun)
Perkembangan
komunikasi dimulai dari :
·
Pada minggu kedelapan bayi sudah mampu untuk
melihat suatu objek atau cahaya.
·
Pada minggu kedua belas bayi sudah mulai
tersenyum.
·
Pada usia ke enam belas minggu bayi sudah mulai
menolehkan kepala pada suara yang asing baginya.
·
Pertengahan tahun pertama.
·
Bulan ke sepuluh.
·
Pada akhir tahun .
C. Prinsip Komunikasi pada Toddler (1-3 tahun)
dan Pra Sekolah (3-5 tahun)
·
Anak Berkomunikasi secara ferbbal maupun non verbal.
·
Anak bersifat egosentris dan hanya memahami hal-hal
yang berhubungan dengan dirinya.
·
Anak tidak dapat membedakan fantasi dan kenyataan.
·
Anak memahami hanya secara literal (misal : Anak harus
diizinkann melakukan explorasi pada lingkungan misalnya memegang stetoskop).
·
Anak harus di izinkan menjelajahi lingkungan (misalnya
memegang stetoskop).
·
Anak memahami kalimat yang pendek dan sederhana,
kata-kata dipahami dan penjelasan yang konkret.
D. Prinsip Komunikasi pada Anak Usia Sekolah
(5-12 tahun)
1.
Anak mecari alasan dan penjelasan atas segala sesuatu,
namun tidak membutuhkan pengesahan.
2.
Anak tertasri pada aspek fungsional objek dan kegiatan.
3.
Anak memperhatikan integritas tubuh.
4.
Anak harus diizinkan untuk memanipulasi perlengkapan.
5.
Anak memahami penjelasan sederhana dan
mendemonstrasikannya.
6.
Anak harus diizinkan untuk mengekspresikan rasa takut
dan keheranan.
Cara
berkomunikasi pada anak usia sekolah
1.
Mengembangkan pemahaman sesuai dengan usia anak.
2.
Menyampaikan rasa hormat dan kejujuran.
3.
Menilai dan menggunakan kosakata yang mudah dipahami
dan akrab pada tingkat pemahaman anak.
4.
Menilai kebutuhan anak dalam kaitannya dengan situasi
langsung.
5.
Menilai kapasitas anak untuk berhasil menghadapi
perubahan.
6.
Menggunakan komunikasi nonformal alternatif untuk
verbalisasi.
7.
Mengembangkan aktivitas melalui pemikiran yang jujur
dan konsisten.
8.
Menginterpretasikan isyarat-isyarat nonverbal kembali
kepada anak secara lisan.
9.
Menggunakan humor dan aktif mendengarkan.
10. Menggunakan
kata-kata tidak langsung dalam teknik komunikasi.
11. Menggunakan
perangkat komunikasi tambahan bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus.
E. Prinsip Komunikasi pada Remaja (13-18
tahun)
Remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan
dewasa. Bagi sebagian besar orangtua, inilah masa yang bisa jadi cukup sulit,
terutama dalam hal membangun komunikasi dengan anak remaja. Anak seakan menjadi
makhluk asing yang sama sekali beda dengan si kecil yang dikenal
bertahun-tahun.
- Remaja berfikir dengan lebih abstrak,
fluktuasi antara tingkah laku berfikir kekanak2an dan dewasa.
- Perawat harus menghindari sikap menilai atau
menghakimi.
- Remaja harus di izinkan untuk berbicara
mengenai perasaan mereka.
- Remaja menghindar untuk menjawab (perawat
harus menghindari pertanyaan yang memalukan).
- Remaja berkeinginan untuk mendiskusikan apa
yang menjadi perhatian dengan orang dewasa selain keluarga.
- Remaja menggunakan bahasa mereka sendiri;
terminologi yang tidak umum harus dijelaskan kepada remaja tersebut.
- Penjelasan tentang sudut pandang remaja dan
orang tua sangat penting.
Dalam buku ''Spirit
for Women'', Petrus Kwik mengatakan bahwa untuk menghindari hubungan tidak
harmonis antara orangtua dan anak remajanya, ada lima kesalahan orangtua dalam
menghadapi anak remaja yang tidak semestinya dilakukan orangtua, yaitu:
- Tidak
Mendengarkan
Mendengarkan artinya bukan sekadar membiarkan dia
bicara sembari orangtua berbenah diri berangkat kerja. Mendengarkan adalah
menyediakan waktu khusus. Taruh piring atau buku yang sedang dibaca. Tunjukkan
bahwa kita memang mau dan ingin mendengarkan mereka.
- Sok
Tahu
Suka memotong pembicaraan atau melanjutkan kalimatnya
bukan hanya menjengkelkan bagi remaja, tetapi kita sendiri tentu juga tidak
suka jika diperlakukan demikian. Yang jelas, hal itu membuat anak merasa kita
tidak menghormatinya. Sebagai orangtua, kita harus menghentikan kebiasaan
memotong pembicaraan mereka, meski kita merasa sudah tahu apa yang mereka
katakan. Tentukan, apakah Anda bicara untuk memberi solusi atau hanya
mendengarkan.
- Memerintah
Masa remaja adalah masa anak merasa dewasa, tetapi
sesungguhnya belum. Mereka merasa bisa mandiri. Saat kita terkesan mendominasi
dirinya, anak remaja akan berontak. Apalagi bila disertai ancaman atau
kekerasan. Beri perintah, tetapi hilangkan kata-kata seperti harus, jangan
sekali-sekali, atau awas, dll. Beri mereka pilihan, beri pandangan tentang
konsekuensi dari tiap tindakan mereka.
- Protektif
Orangtua sering terlalu khawatir jika anak remaja
terluka atau kenapa-kenapa. Tetapi, yang orangtua lakukan justru membuatnya
kehilangan kesempatan untuk mencoba hal-hal baru. Mereka justru tumbuh untuk
lebih suka takut daripada berani. Hal ini akan sangat tidak baik ketika di
masa-masa selanjutnya mereka harus belajar bisa membuat keputusan sendiri.
Latih anak remaja untuk bisa mengambil keputusan sendiri, sambil tetap
dipantau. Tidak apa-apa jika mereka gagal, yang perlu orangtua lakukan adalah
membuat mereka bisa belajar dari tiap kegagalan itu dan bukan putus asa.
- Tukang Kritik
Memberi
komentar miring atau jadi tukang kritik terhadap model rambut, pilihan baju,
teman yang diajak ke rumah, musik yang mereka dengar, dll. jelas bukan orangtua
favorit bagi anak remaja. Maksud orangtua agar anak remaja tidak jatuh ke gaya
hidup yang salah dengan cara mengkritik.
I. Prinsip Komunikasi pada Lansia
1.
Menjaga agar tingkat kebisingan minimum.
2.
Menjadi pendengar yang setia. Sediakan waktu untuk
mengobrol.
3.
Menjamin alat bantu dengar yang berfungsi dengan baik
(periksa baterai).
4.
Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.
5.
Jangan berbicara dengan keras atau berteriak, bicara
langsung dengan telinga yang dapat mendengar dengan lebih baik. Berdiri di
depan klien.
6.
Pertahankan penggunaan kalimat yang pendek dan
sederhana.
7.
Beri kesempatan bagi klien untuk mengenang.
8.
Mendorong keikutsertaan dalam aktivitas sosial seperti
perkumpulan orangtua, kegiatan rohani.
9.
Membuat rujukan pada terapi wicara dan kegiatan sosial
sesuai kebutuhan.
10. Berbicara
pada tingkat pemahaman klien.
11. Selalu
menanyakan respon, terutama ketika mengajarkan suatu tugas atau keahlian.
J. Tiga Area Etnisitas yang Mempengaruhi
Komunikasi (Berbicara, Ekspresi Emosi, dan Toleransi Terhadap Konflik)
3 area etnisitas yang mempengaruhi komunikasi adalah :
·
Berbicara (keluasaan dan keterbukaan informasi)
·
Ekspresi emosi, dan
·
Toleransi terhadap konflik
Pada orang Amerika kulit putih, non hispanik biasanya menyakini bahwa
penting untuk mengungkapkan pikiran melalui kata-kata, dan pesan diungkapkan
melalui secara verbal. Sementara orang Cina tradisional dan orang
Jepang-Amerika memandang diam sebagi suatu hal yang berharga, kata-kata kadang
kala tidak perlu untuk mencapai suatu pemahaman.
|
Konteks
tinggi
Ex.
jepang, arab Saudi
|
Konteks
rendah
Ex.
Jerman, Amerika utara
|
Pilihan strategi komunikasi
|
Tidak
langsung, sopan, ambigu
|
Lansung,
konfrontasi dan kejelasan
|
Ketergantungan pada kata-kata
untuk berkomunikasi
|
Rendah
|
Tinggi
|
Ketergantungan pada kata-kata
nonverbal untuk komunikasi
|
Tinggi
|
Rendah
|
Pentingnya kata-kata tertulis
|
Rendah
|
Tinggi
|
Perjanjian yang dibuat secar
tertulis
|
Tidak
terikat
|
Terikat
|
Perjanjian yang dibuat secara
lisan
|
Terikat
|
Tidak
terikat
|
Memperhatikan secara
detail/merinci/menyeluruh
|
Rendah
|
Tinggi
|
Sumber : David A. Victor, Internasional
Bussiness Communication (New York : Harpercolins, 1992)
Contoh
budaya-budaya yang disusun dalam suatu rentang antara Budaya Konteks Tinggi dan
Budaya Konteks Rendah (Sumber : Larry A. Samovar dan Richard E. Porter,
Communication Between Cultures, Belmont, CA :Wadsworth, 1991, hlm. 235)
Budaya
konteks tinggi dan budaya konteks rendah mempunyai beberapa perbedaan penting
dalam cara penyandian pesannya. Anggota budaya konteks tinggi lebih terampil
membaca perilaku nonverbal dan "dalam membaca lingkungan" , dan
mereka menganggap bahwa orang lain juga akan mampu melakukan hal yang sama.
Jadi mereka berbicara lebih sedikit daripada anggota-anggota budaya konteks
rendah. Umumnya komunikasi mereka cenderung tidak langsung dan tidak ekplisit.
Budaya
konteks rendah, sebaliknya menekankan komunikasi langsung dan ekplisit:
pesanpesan verbal sangat penting, dan informasi yang akan dikomunikasikan
disandi dalam pesan verbal. Budaya konteks tinggi antara lain budaya Cina,
Korea, Jepang, Indonesia. Dalam membandingkan orang-orang Amerika dengan
orang-orang Melayu dan Jepang,Althen memberikan suatu contoh dimensi konteks
tinggi/ konteks rendah :
·
Orang-orang Amerika memperhatikan kata-kata yang
orang gunakan untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan perasaan. Mereka
umumnya tidak terampil dalam "membaca" pesan nonverbal orang lain.
"Oh, kalian orang Amerika!" kata seorang wanita Jepang yang jengkel
dipaksa menjelaskan rincian tentang suatu situasi yang tidak menyenangkan,
"Kamu harus mengatakan segalanya!" (Althen, 1992, Hlm. 416).
·
Orang Indonesia juga sangat pintar dalam
"membaca" pesan nonverbal orang lain. Misalnya mhs yang akan
menghadap dosen untuk urusan skripsi, maka mhs tsb harus dapat melihat apakah
sang dosen itu sedang dalam suatu situasi ceria [wajah], menyenangkan, punya
waktu, dan bisa diajak konsultasi dsb. Kalau tidak bisa-bisa mhs tsb dimarahi
habis-habisan karena tidak mengerti keadaan sang dosen yang sedang tidak mood
tsb.
REFERENSI :
Graeff,
AJudith, dkk. 1996 .Komunikasi
dalam kesehatan dan perubahan perilaku
.Yogyakarta
: Gadjah Mada University Press.Saifulloh
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat