A.
Faktor
faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur
adapun Sejumlah fakto faktor yang
mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur. Faktor psikologis, fisiologis
dan lingkungan dapt mengubah kualitas dan kuantitas tidur.
1. Penyakit
fisik
Setiap
penyakit yang mengakibatkan nyeri, ketidaknyamanan fisik (seperti kesulitan
bernafas), atau masalah suasana hati seperti kecemasan atau depresi, dapat
menyebabkan masalah tidur. Penyakit juga dapat memaksa klien untuk tidur
dalam posisi tidak biasa. Sebagai contoh, posisi yang aneh saat lengan
diimobilisasi pada traksi dapat mengganggu tidur.
Penyakit pernafasan seringkali mempengaruhi
tidur. Klien yang berpenyakit paru kronik seperti emfisema dengan nafas
pendek dan seringkali tidak dapat tidurtanpa dua atau tiga bantal untuk
meninggikan kepala mereka. Asma, bronkhitis, dan rinitis alergi mengubah
irama pernafasan mereka dan hal itu mengganggu tidur. Seorang yang pilek
mengalami kongesti nasal, drainase sinus, dan sakit tenggorokan, yang
mengganggu pernafasan dan kemampuan beristirahat.
Penyakit jantung koroner sering
dikarakteristikkan dengan episode nyeri dada yang tiba-tibadan denyut jantung
yang tidak teratur. Klien yang berpenyakit ini seringkali mengalami
frekuensi terbangun yang sering dan perubahan tahapan selama tidur (misalnya
sering berpindah dari tahap 3 & 4 ke tahap tidur 2 yang dangkal).
Hipertensi
sering menyebabkan terbangun pada pagi hari dan kelemahan. Hipotoroidisme
mengurangi tidur tahap 4, sebaliknya hipertiroidisme menyebabkan seseorang
membutuhkan waktu banyak untuk tertidur. Nokturia (berkemih pada malam hari)
mengganggu tidur dan siklus tidur. Kondisi ini umum pada lansia dengan
penurunan tonus kandung kemih atau orang yang memiliki penyakit jantung,
diabetes, uretritis atau penyakit prostat. Setelah seseorang berulangkali
terbangun untuk berkemih, menyebabkan kembali untuk tertidur lagi menjadi
sulit. Seseorang yang berpenyakit tukak peptik seringkali terbangun pada tengah
malam. Kadar asam lambung mencapai puncak sekitar pukul 1 sampai 3 dini
hari, menyebabkan nyeri lambung.
2. Obat-obatan
Obat-obatan
seringkali mempengaruhi tidur. Mengantuk dan deprivasi tidur adalah efek
samping dari medikasi yang umum. Medikasi antidepresi, inhibitor
monoamine oksidase (MAOI), dan litium yang lazim digunakan, semuanya
menyebabkan penurunan dalam tidur REM. Terapi elektrokonvulsif dan kokain
juga menyebabkan penurunan tidur REM. Obat-obatan neuroleptik dapat
meningkatkan rasa kantuk dan tidur REM. Namun,dosis klorpomazin yang tinggi
menekan REM. Benzodiazepin menyebabkan penurunan pada stadium I, III dan
IV, peningkatan pada stadium II, dan peningkatan pada kelatenan REM serta penurunan
pada tidur REM.
Obat-obatan
dan pengaruhnya terhadap tidur
|
|
Hipnotik
|
·
Mengganggu dengan mencapai tahap tidur yang
lebih dalam
·
Memberikan peningkatan kualitas tidur
sementara (1 minggu)
·
Seringkali menyebabkan rasa ‘mengambang’
sepanjang siang hari, perasaan mengantuk yang berlebihan, bingung dan
penurunan energi
·
Memperburuk apnea tidur pada lansia
|
Diuretik
|
·
Menyebabkan nokturia
|
Antidepresan
dan stimulan
|
·
Menekan tidur REM
·
Menurunkan total waktu tidur
|
Alkohol
|
·
Mempercepat mulanya tidur
·
Mengganggu tidur REM
·
Membangunkan seseorang pada malam hari dan
menyebabkan kesulitan untuk kembali tertidur
|
Kafein
|
·
Mencegah seseorang tertidur
·
Dapat menyebabkan seseorang terbangun di
malam hari
|
Penyekat
beta
|
·
Menyebabkan mimpi buruk
·
Menyebabkan insomnia
·
Menyebabkan orang terbangun dari tidur
|
Benzodiazepin
|
·
Meningkatkan waktu tidur
·
Meningkatkan kantuk di siang hari
|
Narkotika
(Morfin/Demerol)
|
·
Menekan tidur REM
·
Menyebabkan peningkatan perasaan kantuk
pada siang
|
3. Gaya
hidup
Rutinitas
harian seseorang mempengaruhi pola tidur. Individu dengan waktu kerja
yang tidak sama setiap harinya seringkali mempunyai kesulitan
menyesuaikan perubahan jadwal tidur. Kesulitan mempertahankan kesadaran
selama waktu kerja menyebabkan penurunan kualitas kerja. Perubahan lain
yang mengganggu pola tidur meliputi kerja berat yang tidak biasanya, terlibat
dalam aktivitas sosial pada larut malam, dan perubahan waktu makan malam.
4. Stres
emosional
Kecemasan
tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu tidur. Stres emosional
menyebabkan seseorang menjadi tegang dan seringkali mengarah pada frustasi
apabila tidak tidur. Stres juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu
keras untuk tertidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak
tidur. Stres yang berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur yang buruk.
5. Lingkungan
Lingkungan
fisik tempat seseorang tidur berpengaruh penting pada kemampuan untuk tertidur
dan tetap tertidur. Ventilasi yang baik adalah esensial untuk tidur yang
tenang. Ukuran, kekerasan dan posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas
tidur. Jika seseorang biasanya tidur dengan individu lain, maka tidur
sendiri menyebabkan ia terjaga.
Suara
juga mempengaruhi tidur. Tingkat suara yang diperlukan untuk membangunkan
orang tergantung pada tahap tidur. Suara yang rendah lebih sering
membangunkan seseorang dari tidur tahap I, sementara suara yang keras
membangunkan orang pada tahap III atau IV. Beberapa orang menyukai suara
sebagai latar belakang seperti musik lembut atau televisi, sementara yang lain
membutuhkan ketenangan untuk tidur.
Tingkat
cahaya dapat mempengaruhi kemampuan untuk tidur. Beberapa klien menyukai
ruangan yang gelap, sementara yang lain menyukai cahaya remang yang tetap
menyala selama tidur.
6. Aktivitas
fisik dan kelelahan
Seseorang yang kelelahan menengah (moderate)
biasanya memperoleh tidur yang mengistirahatkan, khususnya jika kelelahan
adalah hasil dari kerja atau aktivitas yang menyenangkan. Aktivitas
2 jam atau lebih sebelum waktu tidur membuat tubuh berada pada keadaan
kelelahan yang meningkatkan relaksasi. Akan tetapi, kelelahan berlebihan
yang dihasilkan dari kerja yang meletihkan atau penuh stress membuat sulit
tidur.
7. Asupan
makanan dan kalori
Makan
dalam porsi besar, berat dan atau berbumbu pada makan malam menyebabkan tidak
dapat dicerna yang mengganggu tidur. Kafein dan alkohol yang dikonsumsi
pada malam hari mempunyai efek insomnia.
8. Usia
Durasi
dan kualitas tidur beragam diantara orang-orang dari semua kelompok usia.
a.
Neonatus
Neonatus
sampai usia 3 bulan rata-rata tidur sekitar 16 jam sehari. Stimulus lapar,
nyeri, dingin atau yang lain seringkali menyebabkan tangisan. Pada minggu
pertama, bayi baru lahir tidur dengan konstan. Kira-kira 50% dari tidur
ini adalah tidur REM, yang menstmulasi pusat otak tertinggi.
b.
Bayi
Pada
umumnya, bayi mengalami pola tidur malam hari pada usia 3 bulan. Bayi
tertidur beberapa kali pada siang hari tetapi biasanya tidur 8 sampai 10 jam
pada malam hari. Sekitar 30% dari waktu tidur dihabiskan dalam tidur REM.
c.
Todler
Pada usia 2 tahun,
anak-anak biasanya tidur sepanjang malam dan tidur siang setiap hari.
Total tidur rata-rata 12 jam sehari. Tidur siang dapat menghilang pada
usia 3 tahun. Hal yang umum bagi toddler terbangun pada malam hari.
Persentase tidur REM menurun. Selama periode ini toddler tidak ingin
tidur pada malam hari. Ketidakinginan ini dapat berhubungan dengan
kebutuhan untuk otonomi atau perpisahan. Todler mempunyai kebutuhan untuk
mengeksplorasi dan memuaskan keingintahuannya, yang dapat menjelaskan mengapa beberapa
dari mereka mencoba untuk menunda waktu tidur.
d.
Pra-sekolah
Rata-rata tidur anak usia pra-sekolah sekitar
12 jam semalam (sekitar 20% adalah REM.
REFERENSI :
Wartonah, Tarwoto. (2004). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry (2005). Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Jakarta: EGC.
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat