A.
KODE
ETIK KEPERAWATAN
Kode etik
adalah suatu tatanan tentang prinsip-prinsip yang telah diterima oleh suatu
profesi (Potter & Perry, 2005).
Koda etik keperawatan Indonesia (Priharjo, 1995), yaitu :
1.
Perawat
dan klien
·
Perawat
harus berpedoman dalam tanggung jawab
·
Memelihara
suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat, agama
·
Dilandasi
rasa tulus ikhlas
·
Menjalin
hubungan kerja sama
2.
Perawat
dan praktek
·
Memelihara
mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran
·
Wajib
merahasiakan sesuatu yang diketahuinya sesuai dengan tugas kecuali diperlukan
pihak berwenang
·
Tidak
memakai pengetahuan yang dimiliki untuk tujuan yang bertentangan dengan norma
·
Selalu
berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh
·
Mengutamakan
perlindungan & keselamatan pasien
3.
Perawat
dan teman sejawat
·
Memelihara
hubungan baik dengan sesame perawat & tenaga medis lainnya
·
Menyebarluaskan
pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya kepada perawat lain
4.
Perawat
dan profesi
·
Meningkatkan
kemampuan professional/manambah wawasan
·
Menjunjung
tinggi nama baik proofesi
·
Pembakuan
dan menerapkan pelayanan dan pendidikan keperawatan
·
Secara
bersama memelihara mutu organisasi profesi sebagai sarana pengabdian
5.
Perawat
dan pemerintah, bangsa, dan tanah air
·
Melaksanakan
ketentuan-ketentuaan yang digariskan oleh pemerintah
·
Menyumbangkan
pikiran kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
B.
PRINSIP-PRINSIP
ETIK KEPERAWATAN
Etika berkenaan dengan pengkajian kehidupan
moral secara sistematis dan dirancang untuk melihat apa yang harus dikerjakan,
apa yang harus dipertimbangkan sebelum tindakan tersebut dilakukan, dan ini
menjadi acuan untuk melihat suatu tindakan benar atau salah secara moral.
Terdapat beberapa prinsip etik dalam pelayanan
kesehatan dan keperawatan yaitu :
1.
Autonomy (penentuan pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi
menghargai hak klien untuk mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak
autonomi berarti perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik.
2.
Non Maleficence (do no harm)
Non Maleficence berarti tugas yang dilakukan
perawat tidak menyebabkan bahaya bagi kliennya. Prinsip ini adalah prinsip
dasar sebagaian besar kode etik keperawatan. Bahaya dapat berarti dengan
sengaja membahayakan, resiko membahayakan, dan bahaya yang tidak disengaja.
3.
Beneficence (do good)
Beneficence berarti melakukan yang baik.
Perawat memiliki kewajiban untuk melakukan dengan baik yaitu mengimplementasikan
tindakan yang mengutungkan klien dan keluarga.
4.
Justice (perlakuan adil)
Perawat sering mengambil keputusan dengan
menggunakan rasa keadilan.
5.
Fidelity (setia)
Fidelity berarti setia terhadap kesepakatan dan
tanggung jawab yang dimikili oleh seseorang.
6.
Veracity (kebenaran)
Veracity mengacu pada mengatakan kebenaran.
C.
ISSUE
ETIK KEPERAWATAN
1.
ABORSI
a.
Devinisi
Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute
for Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian
kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim
(uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu.
Secara medis, aborsi
adalah berakhirnya atau gugurnya kehamilan sebelum kandungan mencapai usia 20
minggu, yaitu sebelum janin dapat hidup di luar kandungan secara mandiri.
b. Jenis-Jenis Aborsi
1) Spontaneous Abortion
Yaitu aborsi spontan yang terjadi secara
alami tanpa intervensi tenaga medis. Aborsi jenis ini misalnya disebabkan oleh
traumakecelakaan atau sebab-sebab alami.
Macam- macam aborsi spontan antara lain :
a) Abortus Immanies, yaitu peristiwa
terjadinya pendarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana
hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
b) Abortus Insipiens, yaitu peristiwa
pendarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi
serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
c) Abortus Inkompletus, yaitu pengeluaran
sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa
tertinggal dalam uterus.
d) Abortus Kompletus, yaitu semua hasil konsepsi
sudah dikeluarkan.
2) Induced Abortion
Merupakan pengguguran kandunganyang
disengaja atau direncanakan melalui
tindakan medis dengan obat-obatan saja atau tindakan bedah, atau tindakan lain
yang menyababkan pendarahan lewat vagina.
Macam-macam aborsi Indus antara lain :
a) Abortus Provokatus
Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus, yaitu aborsi yang dilakukan jika ada
indikasi medic misalnya demi menyelamatkan nyawa ibu.
Syarat-syaratnya adalah :
·
Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
keahlian dan kewenangan untuk melakukannya sesuai dengan tanggung jawab dan
profesi.
·
Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli psikologi,
agama, hukum, agama, ahli medis lain)
·
Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau
suaminya atau keluarga terdekat.
·
Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki
tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
·
Prosedur tidak dirahasiakan
·
Dokumen medic harus lengakap
b) Therapiotic Abortion, yaitu pengguran
yang dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani atau
rohani sang ibu, terkadang dilakukan sesudah pemerkosaan.
c) Eugenic Abortion, yaitu pengguguran yang
dilakukan terhadap janin yang cacat.
d) Elective Abortion, yaitu pengguguran yang
dilakukan untuk alas an-alasan lain.
e) Abortus Provokatus Kriminalis, yaitu
sering terjadi pada kehamilan yang tidak dikehendaki.
Beberapa alas an dilakukannya antara lain
:
·
Alasan kesehatan, dimana ibu tidak cukup sehat untuk
hamil
·
Alas an psikososial, dimana ibu sendiri sudah
enggan/tidak mau punya anak lagi
·
Kehamilan luar nikah
·
Masalah ekonomi
·
Masalah social, misalnya khawatir adanya penyakit
turunan, janin cacat
·
Kehamialn terjadi akibat pemerkosaan atau incest
·
Kegagalan kontrasepsi
c. Resiko
1) Resiko kesehatan dan keselamatan secara
fisik
·
Kematian mendadak karena pendarahan hebat
·
Kematian mendadak karena pembiusan gagal
·
Kematian secara lambat akibat infeksi serius
disekitan kandungan
·
Rahim yang sobek
·
Kerusakan leher rahim sehingga menyebabkan cacat
pada anak berikutnya
·
Kanker payudara karena tidak seimbangnya hormone
estrogen
·
Kanker indung telur
·
Kanker leher rahim
·
Kanker hati
·
Kelainan pada placenta/ari-ari
·
Menjadi mandul
·
Infeksi rongga panggul
·
Infeksi pada lapisan rahim
2) Resiko gangguan psikologis
·
Kehilangan harga diri (82%)
·
Berteriak-teriak histeris (51%)
·
Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
·
Ingin bunuh diri (28%)
·
Mulai mencoba menggunakan obat-obatan terlarang
(41%)
·
Tidak bisa menikmati hubungan seksual (59%)
2.
EUTHASANIA
a.
Devinisi
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu berarti
baik, dan thanatos artinya mati. Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan
cara yang mudah tanpa rasa sakit. Oleh karena itu, euthanasia sering disebut
juga dengan mercy killing (mati
dengan tenang). Akan tetapi, ini sering diartikan sebagai pengakhiran kehidupan
karena kasihan atau membiarkan orang mati.
Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia, istilah euthasania
dipergunakan dalam tiga arti, yaitu :
1)
Berpindah kea lam
baka dengan tenang dan aman, tanpa penderitaan, untuk yang beriman dengan nama
ALLAH di bibir
2)
Ketika hidup berakhir,
penderitaan si sakit yang diringankan dengan memberikan obat penenang
3)
Mengakhiri
penderitaan dan hidup seseorang yang sakit dengan sengaja atas permintaan
pasien sendiri dan keluarganya
Dalam praktik
kedokteran, dikenal dua macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia
pasif.
1)
Euthanasia
aktif
Yaitu tindakan
yang secara sengaja dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk
memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien.
Ø Contoh misalnya ada seseorang menderita kanker
ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan.
Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian
dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat
menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus
(Utomo, 2003:178).
2)
Euthanasia
pasif
Yaitu tindakan
dokter atau tenaga kesehatan lain yang secara sengaja tidak (lagi) memberikan
bantuan medis yang secara medis dapat memperpanjang hidup pasien.
Ø Contoh misalnya penderita kanker yang sudah kritis,
orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak yang
tidak ada harapan untuk sembuh. Dalam kondisi demikian, jika pengobatan
terhadapnya dihentikan, akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo, 2003:177).
Pandangan
terhadap euthasania
Ø Yang tidak menyetujui euthasania
Kelompok ini
berpendapat bahwa euthasania adalah pembunuhan yang terselubung . Oleh karena
itu, tindakan ini bertentangan dengan kehendak Tuhan. Kelompok ini berpendapat
bahwa hidup adalah semata-mata diberikan oleh Tuhan sendiri sehingga tak satu
orang atau institusi pun yang berhak mencabutnya bagaimana pun keadaan
penderita tersebut. Dikatakan pula bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
tidak memiliki hak untuk mati.
Ø Yang menyetujui euthasania
Kelompok ini
menyatakan bahwa tindakan euthasania dilakukan dengan persetujuan dengan tujuan
utama menghentikan penderitaan pasien. Salah satu prinsip yang menjadi pedoman
kelompok ini adalah pendapat bahwa manusi tidak
boleh dipaksa untuk menderita. Jadi, tujuan utamanya adalah meringankan
penderitaan pasien dengan resiko hidupnya diperbaiki.
Ø Pandangan islam tentang euthasania
a.
Euthasania
Aktif
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena
termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun
niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram,
walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.
Firman
ALLAH SWT
“Dan tidak
layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali karena
tersalah (tidak sengaja)…” (QS
An-Nisaa` : 92)
“Dan janganlah
kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29)
Dokter yang melakukan euthanasia aktif,
misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan
dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam
(Khilafah).
b.
Euthasania
Pasif
Syariah islam
membolehkan euthasania pasif, karena dinilai dari hukum dasar berobat itu
sendiri. Pada dasarnya hokum pengobatan atau berobat mubah(boleh), termasuk
dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien hukumnya adalah mubah,
karena termasuk kedalam aktivitas berobat.
Karena itu,
hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut
alat-alat bantu pada pasien hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter.
Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat
dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai
tindakannya itu.
Namun untuk
bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya,
atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus
pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan
izin dari pihak penguasa.
3.
TRANSPLANTASI
ORGAN
a.
Devinisi
Transplantasi adalah
pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke
tempat lain pada tubunya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan
kondisi tertentu.
Transplantasi atau pencangkokan organ tubuh
diantara sesama manusia, disebut juga allotransplantation, telah
menyelamatkan ribuan penderita kegagalan organ utama dari kematian dan
penderitaan.
b.
Transplantasi
ditinjau dari sudut si penerima
1)
Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam
tubuh orang itu sendiri.
2)
Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang
ke tubuh orang lain.
3)
Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke
tubuh spesies lainnya.
c.
Beberapa
komponen mengenai transplantasi organ
Ada dua komponen penting yang mendasari
tindakan transplantasi, yaitu :
1)
Eksplantasi, yaitu
usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah
meninggal.
2)
Implantasi, yaitu
usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh
sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang
menunjang keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu:
1)
Adaptasi donasi, yaitu
usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau
organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan
jaringan / organ.
2)
Adaptasi resepien, yaitu
usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan / organ tubuh baru sehingga
tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan / organ tersebut, untuk berfungsi
baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
d.
Sejarah dan Perkembangan Transplantasi
Tahun 600 SM di India, Susruta telah melakuakan transpalantasi kulit. Semantara jaman Renaissance, seorang ahli bedah dari Itali bernama Gaspare Tagliacozzi juga telah melakukan hal yang sama. Diduga John Hunter ( 1728 – 1793 ) adalah pioneer bedah eksperimental, termasuk bedah transplantasi. Dia mampu membuat criteria teknik bedah untuk menghasilkan suatu jaringan trnsplantasi yang tumbuh di tempat baru. Akan tetapi sistim golongan darah dan sistim histokompatibilitas yang erat hubungannya dengan reaksi terhadap transplantasi belum ditemukan. Pada abad ke – 20, Wiener dan Landsteiner menyokong perkembangan transplantasi dengan menemukan golongan darah system ABO dan system Rhesus. Saat ini perkembangan ilmu kekebalan tubuh makin berperan dalam keberhasilan tindakan transplantasi. Perkembangan teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik transplantasi.
e.
Syarat-syarat Transplantasi Organ
1) Syarat bagi orang yang hendak
menyumbangkan organ dan masih hidup:
1. Orang yang akan menyumbangkan organ
adalah orang yang memiliki kepemilikan penuh atas miliknya sehingga dia mampu
untuk membuat keputusan sendiri.
2. Orang yang akan menyumbangkan organ
harus seseorang yang dewasa atau usianya mencapai dua puluh tahun.
3. Harus dilakukan atas keinginannya
sendiri tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun.
4. Organ yang disumbangkan tidak boleh
organ vital yang mana kesehatan dan kelangsungan hidup tergantung dari itu.
5. Tidak diperbolehkan mencangkok organ
kelamin.
2) Syarat bagi mereka yang
menyumbangkan organ tubuh jika sudah meninggal:
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa
si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa
dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang
lainnya.
2. Jika terdapat kasus si penyumbang
organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan
organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak
keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas
penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan
disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan
atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus
dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ
telah meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan
bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui
tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
f. Tinjauan
hukum tentang transplantasi organ
Undang-Undang BAB I tentang upaya
kesehatan menyebutkan pada :
·
Pasal 33 ayat 1 dalam penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan atau
jaringan tubuh, transfusi darah, implan obat dan alat kesehatan, serta bedah
plastik dan rekstruksi.
·
Pasal 33 ayat 2 transplantasi organ dan
atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagamana dimaksudkan dalam ayat (1)
dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.
Lebih jauh diterangkannya, UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan pada pasal
33 ayat 1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah
itu hanya boleh dilakukan untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan
komersial.
4. Supporting
Device
a. Devinisi
Supporting
device adalah alat bantu yang digunakan dalam kegiatan medis untuk proses
pengobatan.
b. Macam-Macam
Supporting Device
1)
Ventilator, yaitu alat bantu untuk
mengontrol peranapasan.
2)
Mesin Dialisis
3)
Artificial Heart , yaitu alat bantu
untuk mengontrol denyut jantung.
4)
Temperature Control Machine
5)
Automatic Infusion Devices, yaitu
alat bantu untuk menyuntikkan obat-obatan.
6)
Monitoring Device, yaitu alat bantu
untuk memonitoring kerja otak.
A. PRINSIP LEGAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN
1. MALPRAKTEK
Secara harfiah
malpraktek berasal dari kata mal yang berarti salah dan praktek yang berarti
tindakan.
Sedangkan devinisi
malpraktek dalam istilah kesehatan adalah suatu kelalaian yang dilakukan oleh
seorang dokter atau perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam proses perawata pasien.
Menurut WMA (Word
Medical Association), malpraktek adalah kegagalan dokter atau perawat dalam
menerapkan standart pelayanan terapi terhadap pasien atau kurangnya keahlian
atau mengabaikan perawatan pasien.
2. KELALAIAN
Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang ditetapkan oleh
aturan atau hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan dengan
tidakan-tindakan yang tidak beralasan dan beresiko melakukan kesalahan.
(Keeton, 1984)
Sedangkan menurut Hanafiah dan Amir (1999) kelalaian adalah sikap yang
kurang hati-hati yaitu tidak melakukan sesuatu yang seharusnya seseorang
lakukan dengan sikap hati-hati dan wajar, atau sebaliknya melakukan sesuatu
dengan sikap hati-hati tetapi tidak melakukannya dalam situasi tertentu.
3. PERTANGGUNG
GUGATAN
a. Cara Langsung
Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolak ukur dengan rumusan 4 D,
yaitu :
1) Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawat dengan pasien, peraweat haruslah
bertindak berdasarkan beberapa hal, yaitu :
a) Adanya indikasi medis
b) Bertindak secara hati-hati dan teliti
c) Bekerja sesuai standar profesi
d) Sudah ada informed consent
2) Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang perawat melakukan tindakan menyimpang dari apa yang seharusnya
atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut styandard
profesinya, maka dokter dapat dipersalahkan.
3) Direct Cause (penyebab langsung)
4) Damage (kerugian)
Perawat untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung)
antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan
tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya, dan hal ini haruslah
dibuktikan dengan jelas.
b. Cara Tidak Langsung
Didalam transaksi terapeutik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain
1) Contractual Liability
Tanggung gugat ini tinbul sebagai akibat tidak dipenuhi kewajiban dari
hubungan kontraktual yang sudah disepakati.
2) Vicarious Liability atau Respondeat Superior
Yaitu tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibut oleh tenaga
kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya, misalnya RS akan bertangung gugat
atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian perawat sebagai karyawannya.
3) Liability in Tort
Yaitu tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum, termasuk juga yang
berlawanan dengan kesusilaan.
4. TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya.
Sebutan ini menunjukkan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara
hati-hati, teliti dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur.
B. DILEMA ETIK
Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak
ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif yang
memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar
atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seseorang harus tergantung pada
pemikiran yang rasional dan bukan emosional.
C. PENGAMBILAN KEPUTUSAN LEGAL ETIS
Pengambilan keputusan etis dapat dilakukan dengan beberapa
tahap, yaitu :
1.
Mengembangkan
data dasar
Yaitu dengan mengkaji :
a)
Orang yang terlibat : Klien,
keluarga klien, dokter, dan perawat
b)
Tindakan yang diusulkan : tidak
menuruti keinginan klien untuk memberikan penambahan dosis morphin.
Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien
Maksud dari tindakan tersebut : agar tidak membahayakan diri klien
c)
Konsekuensi tindakan yang
diusulkan, bila tidak diberikan penambahan dosis morphin, klien dan keluarganya
menyalahkan perawat dan apabila keluarga klien kecewa terhadap pelayanan di
bangsal mereka bisa menuntut ke rumah sakit.
2.
Mengidentifikasi konflik
akibat situasi tersebut
Contoh dalam sebuah kasus, penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Klien meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya. Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :
a.Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kematian klien.
b.Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien.
Contoh dalam sebuah kasus, penderitaan klien dengan kanker payudara yang sudah mengalami metastase mengeluh nyeri yang tidak berkurang dengan dosis morphin yang telah ditetapkan. Klien meminta penambahan dosis pemberian morphin untuk mengurangi keluhan nyerinya. Keluarga mendukung keinginan klien agar terbebas dari keluhan nyeri. Konflik yang terjadi adalah :
a.Penambahan dosis pemberian morphin dapat mempercepat kematian klien.
b.Tidak memenuhi keinginan klien terkait dengan pelanggaran hak klien.
3.
Tindakan alternatif
tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan konsekuensi tindakan tersebut
a)
Tidak menuruti keinginan pasien
tentang penambahan dosis obat pengurang nyeri.
Konsekuensi :
1)Tidak mempercepat kematian klien
2)Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung
3)Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
4)Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut
Konsekuensi :
1)Tidak mempercepat kematian klien
2)Keluhan nyeri pada klien akan tetap berlangsung
3)Pelanggaran terhadap hak pasien untuk menentukan nasibnya sendiri
4)Keluarga dan pasien cemas dengan situasi tersebut
b)
Tidak menuruti keinginan klien,
dan perawat membantu untuk manajemen nyeri.
Konsekuensi :
1)Tidak mempercepat kematian pasien
2)Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri)
3)Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi
c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saat tertentu misalnya pada malam hari agar klien bisa tidur cukup.
Konsekuensi :
1)Tidak mempercepat kematian pasien
2)Klien dibawa pada kondisi untuk beradaptasi pada nyerinya (meningkatkan ambang nyeri)
3)Keinginan klien untuk menentukan nasibnya sendiri tidak terpenuhi
c. Menuruti keinginan klien untuk menambah dosis morphin namun tidak sering dan apabila diperlukan. Artinya penambahan diberikan kadang-kadang pada saat tertentu misalnya pada malam hari agar klien bisa tidur cukup.
Konsekuensi :
1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi
2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat.
3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.
4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.
1) Risiko mempercepat kematian klien sedikit dapat dikurangi
2) Klien pada saat tertentu bisa merasakan terbebas dari nyeri sehingga ia dapat cukup beristirahat.
3) Hak klien sebagian dapat terpenuhi.
4) Kecemasan pada klien dan keluarganya dapat sedikit dikurangi.
4.
Menentukan siapa
pengambil keputusan yang tepat
Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain.
Pada kasus di atas dokter adalah pihak yang membuat keputusan, karena dokterlah yang secara legal dapat memberikan ijin penambahan dosis morphin. Namun hal ini perlu didiskusikan dengan klien dan keluarganya mengenai efek samping yang dapat ditimbulkan dari penambahan dosis tersebut. Perawat membantu klien dan keluarga klien dalam membuat keputusan bagi dirinya. Perawat selalu mendampingi pasien dan terlibat langsung dalam asuhan keperawatan yang dapat mengobservasi mengenai respon nyeri, kontrol emosi dan mekanisme koping klien, mengajarkan manajemen nyeri, sistem dukungan dari keluarga, dan lain-lain.
5.
Mendefinisikan
kewajiban perawat
a.
Memfasilitasi klien dalam
manajemen nyeri
b.
Membantu proses adaptasi klien
terhadap nyeri / meningkatkan ambang nyeri
c.
Mengoptimalkan sistem dukungan
d.
Membantu klien untuk menemukan
mekanisme koping yang adaptif terhadap masalah yang sedang dihadapi
e.
Membantu klien untuk lebih mendekatkan
diri kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinannya
6.
Membuat keputusan
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan.
Dalam kasus di atas terdapat dua tindakan yang memiliki risiko dan konsekuensi masing-masing terhadap klien. Perawat dan dokter perlu mempertimbangkan pendekatan yang paling menguntungkan / paling tepat untuk klien. Namun upaya alternatif tindakan lain perlu dilakukan terlebih dahulu misalnya manajemen nyeri (relaksasi, pengalihan perhatian, atau meditasi) dan kemudian dievaluasi efektifitasnya. Apabila terbukti efektif diteruskan namun apabila alternatif tindakan tidak efektif maka keputusan yang sudah ditetapkan antara petugas kesehatan dan klien/ keluarganya akan dilaksanakan.
D. NURSING ADVOCACY
1.
DEVINISI
ADVOKAT
Kata advokat
berasal dari bahasa latin advocates, berarti “seseorang yang
diprerintahkan untuk memberikan bukti”. Jadi, advokat adalah seseorang yang
membela perkara orang lain. Maka, fokus dari peran advokasi klien adalah
menghargai keputusan klien dan meningkatkan otonomi klien.
Tujuan utama
dari advokat klien adalah melindungi hak-hak klien. Menurut nelson, 1988, hlm.
124 ada tiga komponen utama peran advokat klien, yaitu :
1)
Pelindung,
perawat membantu klien membuat keputusan berdasarkan informasi
2)
Mediator,
perawat bertindak sebagai perantara antara klien dan orang lain di lingkungan
3)
Pelaku,
perawat secara langsung mengintervensi atas nama klien
2.
SYARAT-SYARAT
MENJADI ADVOKAT KLIEN
Syarat-syarat untuk menjadi advokat klien :
1)
Keterampilan
yang didasarkan pada pengetahuan yang teoritis
2)
Penyelidikan
latihan dan pendidikan
3)
Pengujian
kemampuan anggota
4)
Organisaasi
5)
Kepatuhan
kepada suatu aturan main professional
6)
Jasa/pelayanan
yang sifatnya altuistik
Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh seorang perawat
yang ingin bertindak sebagai seorang advokat klien, antara lain :
1)
Asertif
2)
Mengetahui
bahwa hak dan nilai klien dan keluarga harus didahulukan saat hak tersebut
menimbulkan konflik dengan hak dan nilai pemberi perawat kesehatan
3)
Memastikan
bahwa klien dan keluarga mendapatkan informasi yang cukup untuk mengambil
keputusan mengenai kesehatan dan perawatan kesehatan mereka
4)
Menyadari
bahwa potensi konflik dapat timbul pada isu yang membutuhkan konsultasi,
konfrontasi, atau negosiasi antar perawat dan pengelola atau antara perawat dan
dokter
5)
Bekerja
dengan lembaga komunitas yang tidak familier atau praktisi awam
Sedangkan nilai-nilai keperawatan yang menjadi dasar advokasi klien
antara lain :
1)
Klien
adalah makhluk holistik berotonomi yang memiliki hak untuk membuat pilihan dan
keputusan.
2)
Klien
memiliki hak mengharapkan hubungan perawat-klien yang berdasarkan rasa hormat,
percaya, kolaborasi dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan kesehatan
dan kebutuhan perawatan kesehatan, dan perhatian mengenai pemikiran dan
perasaan mereka.
3)
Klien
bertanggung jawab terhadap kesehatan mereka.
4)
Perawat
bertanggung jawab membantu klien menggunakan kekuatan mereka untuk mencapai
tingkat kesehatan tertinggi yang mungkin.
5)
Perawat
bertanggung jawab untuk memastikan klien memiliki akses ke layanan perawatan
kesehatan yang memenuhi kebutuhan kesehatan.
6)
Perawat
dan klien sama-sama mampu dan bertanggung jawab terhadap hasil akhir perawatan.
E.
HAK
DAN KEWAJIBAN PERAWAT-PASIEN
1.
KEWAJIBAN
DAN HAK PERAWAT
Sebagai tenaga
profesional perawat mempunyai berbagai macam hak, seperti yang telah disebutkan
dalam UU Kes. No. 23 tahun 1992 pasal 50 tentang pelaksanaan tugas tenaga
kesehatan dan pasal 53 (ayat 1) tentang perlindungan hukum bagi tenaga
kesehatan, maka pengaturan hak dan kewajiban perawat dapat dijabarkan dari
pasal-pasal ini.
Beberapa hak-hak umum
yang dimiliki perawat :
1) Hak perlindungan wanita
2) Hak berserikat dan berkumpul
3) Hak mengendalikan praktik keperawatan sesuai yang
diatur oleh hukum.
4) Hak mendapat upah yang layak
5) Hak bekerja dilingkungan yang baik
6) Hak terhadap pengembangan profesional
7) Hak menyusun standar praktik dan pendidikan
keperawatan
Adapun kewajiban
perawat antara lain :
1) Mematuhi semua peraturan institusi yang bersangkutan
2) Memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi
dan batas-batas kegunaannya
3) Menghormati hak-hak pasien
4) Merujuk pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan lain yang mempunyai
keahlian atau kemampuan yang lebih baik, bila yang bersangkutan tidak dapat
mengatasinya
5) Memberikan kesempatan kepada pasien untuk
berhubungan dengan keluarganya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
dan standar profesi yang ada
6) Memberikan kesempatan pada apsien untuk menjalankan
ibadahnya sesuai dengan agamanya sepanjang tidak menganggu pasien lain
7) Berkolaborasi dengan tenaga medis atau tenaga
kesehatan terkait lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan dan keperawatan
kepada pasien
8) Memberikan informasi yang akurat tentang tindakana
keperawatan yang diberikan pada pasien dan keluarganya sesuai dengan batas
kemampuannya
9) Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan sesuai
dengan standar profesi keperawatan demi kepuasan pasien
10) Membuat dokumentasi asuhan keperawatan secara
akurat dan berkesinambungan
11) Mengikuti perkembangan IPTEK keperawatan atau
kesehatan secara terus menerus
12) Melakukan pelayanan darurat sebagai tugas
kemanusiaan sesuai dengan batas-batas kewenangannya
13) Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang pasien, kecuali jika dimintai keterangan oleh pihak yang berwenang
14) Memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau
perjanjian yang telah dibuat sebelumnya terhadap institusi tempat bekerja
2. HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN
Hak adalah hak-hak
pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien, yaitu :
1) Pasien berhak memperoleh infromasi menganai tata tertib dan peraturan
yang berlaku di rumah sakit
2) Pasien berhak memperoleh infromasi mengani tata tertib dan peraturan yang
berlaku di rumah sakit
3) Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai standar
profesi kedokteran/kedokteran gigi tanpa diskriminasi
4) Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan sesuai standar profesi
keperawatan
5) Pasien berhak memeilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit
6) Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat
klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar
7) Pasien berhak meminta konsultasi kepad adokter lain yang terdaftar di rumah
sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya
sepengetahuan dokter yang merawat
8) Pasien berhak atas ”privacy” dan kerhasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya
9) Pasien berhak mandapat informasi yang meliputi : penyakit yang diderita
tindakan medik yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit sebagai akibat
tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya, alternatif terapi lainnya
prognosanya dan perkiraan biaya pengobatan
10) Pasien berhak menyetujui/memberikan ijin atas tindakan yang akan dilakukan
oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya
11) Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawabnya sendiri sesudah
memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya
12) Pasien yang dalam keadaan kritis berhak didampingi oleh keluarganya
13) Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama / kepercayaan yang dianutnya
selama hal itu tidak menganggu pasien lainnya
14) Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan
di Rumah Sakit
15) Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit
terhadap dirinya
16) Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual
17) Hak akses kepada rekam medis/hak
atas kandungan isi rekam medisnya
Kewajiban pasien antara
lain :
1) Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya
kepada dokter yang merawat
2) Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi dan perawat dalam
pengobatannya
3) Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima
4) Berkewajiban memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah
dibuatnya.
F. ORGANISASI PROFESI KEPERAWATAN
1.
DEVINISI
Merton mendefinisikan bahwa organisasi profesi
adalah organisasi dari praktisi yang menilai/mempertimbangkan seseorang atau
yang lain mempunyai kompetensi professional dan mempunyai ikatan bersama untuk
menyelenggarakan fungsi sosial yang mana tidak dapat dilaksanakan secara
terpisah sebagai individu.
Organisasi profesi mempunyai 2 perhatian utama : (1)
Kebutuhan hukum untuk melindungi masyarakat dari perawat yang tidak
dipersiapkan dengan baik dan (2) kurangnya standar dalam keperawatan.
Organisasi profesi menyediakan kendaraan untuk perawat
dalam menghadapi tantangan yang ada saat ini dan akan datang serta bekerja
kearah positif terhadap perubahan-perubahan profesi sesuai dengan perubahan
sosial.
Ciri-ciri organisasi profesi adalah :
1)
Hanya ada satu organisasi untuk
setiap profesi
2)
Ikatan utama para anggota adalah
kebanggan dan kehormatan
3)
Tujuan utama adalah menjaga martabat
dan kehormatan profesi.
4)
Kedudukan dan hubungan antar anggota
bersifat persaudaraan
5)
Memiliki sifat kepemimpinan kolektif
6)
Mekanisme pengambilan keputusan atas
dasar kesepakatan
Organisasi keperawatan tingkat nasional yang merupakan
wadah bagi semua perawat di Indonesia adalah Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (PPNI) yang didirikan pada tanggal 17 Maret 1974 (Priharjo, 2005).
2.
PERAN
ORGANISASI PROFESI
Dalam pengembangan keperawatan, organisasi profesi PPNI berfungsi :
1)
Secara aktif turut dalam merumuskan
dan menetapkan standar profesi untuk pendidikan tinggi keperawatan dan untuk
pelayanan/asuhan keperawatan, mencakup ukuran keberhasilan pelaksanaan
pelayanan /asuhan keperwatan dan kompetensi lulusan pendidikan tinggi
keperawatan
2)
Turut mengidentifikasi berbagai
jenis ketenagaan keperawatan dengan berbagai jenjang kemampuan yang diperlukan
dalam pengembangan keperawatan dimasa depan.
3)
Ikut menyususn kriteria dan
mekanisme penapisan serta penerapan teknologi keperawatan maju serta penerapan
teknologi keperawatan maju secara tepat guna dan demi kemaslahatan masyarakat
secara keseluruhan.
4)
Bertanggung jawab dalam pengendalian
dan pemanfaatan lulusan pendidikan tinggi keperawatan khususnya dalam hal
legislasi keperawatan professional.
REFERENSI :
Theodore M.
Mills, 1967. The Sociology of Small Groups. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Page. 3-35
Fred R.
Kerlinger, 1964. Foundations of behavioral research. New York: Holt Rinehart
and Winston.page. 20-35
Kamanto
Sunarto. 1992. Sosiologi Kelompok. Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu
Sosial Universitas Indonesia. Hlm. 5
George C.
Homans, The Human Group (New York: Harcourt, Brace and Company, 1950), hlm. 23
Alvin A Goldberg,.1985. Komunikasi kelompok.
Jakarta: UI-Press.Hlm. 19
Hidayat,
AAA. 2004. Pengantar Konsep Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Hlm.76
Slamet.
Santosa, 1992. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.Hlm. 43
P. Robbins,
Stephen. 1983. Organization Theory: Structure, Design, and Application. New
Jersey: Prentice Hall, Inc. Hlm 67
Soerjono.
Soekanto, 1986. Pengetahuan Sosiologi Kelompok. Bandung: Penerbit Remadja Karya
CV. Hlm. 34
No comments:
Post a Comment
Komentar yang diharapkan membangun bagi penulis, semoga bermanfaat